"Sudah cukup!" Ayah Frans berteriak, beliau pasti kesal dengan tingkah aku dan ayahnya Salma. Membuat aku langsung terdiam tidak berani lagi menyahuti ucapan ayahnya Salma."Ibu sama Ayah sama sekali belum paham. Apa penyebab kalian bercerai dan kenapa kalian menyembunyikan dari kami?" Kini ayah angkat bicara. Pria berusia 65 tahun itu tampak kecewa dengan keputusan kami."Dan sekarang kalian bertengkar di depan ibu dan ayah, dengan permasalahan yang tidak kami ketahui," sambung Bu Wulan. Jujur, aku pun ingin mempertahankan rumah tangga ini. Tapi... Secara sepihak Mas Adam sudah bertindak terlalu jauh. Aku bahkan tidak diberikan kesempatan untuk menolak perceraian ini. Dan untuk pertengkaran ini, aku pun menyesali karena sudah tersulut emosi. Bagaimana aku tidak emosi, jika Adam bilang ingin rujuk dan dia bilang apa yang dia lakukan selama ini karena sebuah kekhilafan. Entah kenapa aku tidak suka, hati ini terlanjur sakit hati. Aku tidak suka pria yang selalu mempermainkan sebuah h
Aku menunggu ibu Wulan setelah sebelumnya diperiksa oleh dokter. Kutatap wajahnya yang terlihat pucat itu. Ada penyesalan teramat besar di hatiku. Andai aku langsung memberitahu kebenarnnya mungkin hal buruk seperti tidak akan terjadi. Beliau pasti akan baik-baik saja sampai saat ini. Saat aku raih tangan lemah ibu Wulan, tiba-tiba tanganku ditarik seseorang. Aku terkejut saat tahu siapa yang menarik tanganku menjauh dari ranjang di mana ibu terbaring. " Ikut aku!" Adam menarik tanganku, ia membawaku ke balkon kamar rawat ibu Wulan. "Mau apa lagi, sih Adam! Tidak cukupkah kamu sudah membuat ibu seperti ini?'' sentak ku namun dengan suara yang pelan karena takut mengganggu ibu Wulan. "Aku mau tanya kenapa kamu menolak untuk rujuk denganku, hah?!" Adam bertanya namun dengan amarah hingga bahuku sakit dicengkeram dengan keras. "Karena kisah kita Sudah berakhir. Sudah selesai, tidak mungkin untuk dilanjutkan," tegasku seraya menahan rasa sakit di bahu. "Kita masih punya kesemp
Aku menggeleng tak percaya, bisa-bisanya Adam berbicara seperti itu. Tidak cukupkah aku yang jadi korban keegoisannya? Apa dia akan mencari korban selanjutnya? Tidak! Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi.Aku pikir , Adam tidak akan mengikutiku. Namun dugaanku salah. Dia mengikuti hingga menarik tanganku lalu membawaku menjauh dari keramaian."Kenapa kamu pergi, Sha. Apa aku salah bicara? Kenyataannya dia memang wanita seperti itu.""Kamu kalau bicara tidak pernah dipikirkan, ya? Main asal bicara tanpa tahu konsekuensinya. Aku tidak ingin kembali padamu, jadi jangan pernah lakukan cara apa pun untuk kembali padaku. Dan satu hal lagi jangan sakiti wanita cantikmu itu! Kamu tidak tahu seberapa sakitnya dikhianati," Tegasku, ia harusnya sadar diri, bukannya mengulang dan terus mengulang."Tapi sekarang aku sadar, jika aku tidak bisa kehilangan kamu. Aku ingin memiliki kamu lagi, aku...""Stop , Adam! Otak kamu benar-benar harus diperiksa. Kamu ngomong kaya gini karena aku tidak sep
Ibu Wulan memutuskan untuk pulang hari ini juga, katanya ia lebih memilih di rumah daripada di rumah sakit. Setelah izin keluar sebentar, aku pun menuruni anak tangga. Tujuanku saat ini adalah mencari keberadaan Salma. Aku sudah terlalu lama meninggalkan dia, dan aku pun lupa tidak memberikan ia Asi. Semalaman ia pasti dikasih susu formula. Langkahku terhenti di tengah tangga, saat kedua mataku justru menangkap sesuatu yang belum pernah sebelumnya aku lihat. Pemandangan yang dulu ingin terjadi, pemandangan yang sangat aku rindukan. Tapi semua percuma! Apa yang dia lakukan tidak akan mengubah keputusanku. Tapi, setidaknya dengan dia seperti itu Salma bisa merasakan di peluk ayahnya, digendong ayahnya. Walaupun hanya satu kali karena setelah ini aku akan pergi. Membawa rasa sakit ini. Ah, setelah sekian lama kenapa dia baru melakukan hal ini? Apa dia sengaja? Agar aku percaya dia berubah? Apa dia sengaja agar aku mau menerima ia kembali? Silakan lakukan apapun yang dia mau, k
Aku mengantar ibuku menemui Bu Wulan. Beliau bilang ingin melihat keadaannya sekaligus berpamitan. Kubuka pintu kamar dengan pelan. Saat pintu terbuka Bu Wulan menoleh dan tersenyum padaku. Aku masuk terlebih dahulu. Sengaja ku minta pada ibuku untuk menunggu di luar dulu. "Khansa, ada apa?" tanya Bu Wulan saat aku duduk di ranjang. "Ada ibuku, beliau ingin bertemu," ujarku. "Di sini ada ibumu?" Bu Wulan terkejut. ia lalu berusaha bangun dan celingukan tapi aku tahan. "Jangan bangun, Bu," cegahku. "Mana ibumu, Sha. Ibu mau minta ampun padanya. Ibu sudah melukai perasaan kamu. Ibu...." "Jangan salahkan diri sendiri, Bu Wulan," Ibuku masuk berserta Salma. Aku berdiri, aku memberikan kesempatan untuk Ibuku bicara dengan Bu Wulan. Salma pun aku ambil alih. Bu Wulan menangis, ia bahkan memaksa untuk bangun dan terduduk lalu meraih tangan ibu. Ibu pun duduk di samping Bu Wulan. "Maafkan Aku Heni. Maaf atas kegagalanku menjaga putrimu. Aku pantas kamu benci," tutur Bu W
"Apa?" Aku terkejut mendengar niat Ibuku ingin menjodohkan aku dengan pria lain. padahal masa Iddah ku baru saja berakhir. Lagipula, aku sama sek tidak punya niat untuk menikah lagi. Aku bisa mrnesark Salma seorang diri. Ketimbang punya pasangan tapi akhirnya harus disakiti lagi."Kenapa ibu punya niat sampai sana? Apa ibu sama sekali tidak memikirkan perasaan Khansa? Khansa baru saja cerai bahkan masa idahku saja baru selesai. Lantas kenapa sekarang ibu punya pemikiran sampai sana?" Aku sedikit sewot karena tidak suka dengan keputusan ibu. "Ibu hanya ingin kamu bangkit. Ibu ingin membuat luka lamamu sembuh jika bersamanya. Tolong jangan menolak, dulu Ibu mengalah dengan pilihanmu dan sekarang apa? Kamu gagalkan. Kamu tidak pernah diperlakukan baik olehnya." "Dan apakah Ibu akan menjamin jika aku bersamanya, aku akan bahagia? Apa Ibu bisa menjamin!?" Tanyaku dengan nada marah. Aku tidak suka dengan sikap ibu. Harusnya ibu bisa memahami bagaimana perasaan ku saat ini. "ibu ber
"kamu orang yang menolongku kan? Anak Pak Satria dan Bu Siska?" Tebakku dan aku rasa tebakanku benar, dia terlihat tersenyum malu-malu. "Itu kamu ingat. Maaf ya aku terlambat." Ucapnya namun otakku berpikir keras. Maaf terlambat? Kenapa dia bicara seperti itu? Seperti dialah orang yang memang sedang aku tunggu. Eh, apa dia.... "Aku mau tanya sesuatu boleh?" Tanyaku. "Tentu saja. Mau tanya apa?" Tanyanya begitu antusias. "Omong-omong kamu ke sini mau apa? Mau ketemu siapa?" Tanyaku, ingin memastikan apakah benar dia orang yang sedang aku tunggu. "Aku di sini mau apa?" Tanya ulangnya. "Iya," "Menurutmu aku di sini untuk apa?" Tanya baliknya. Lah, kenapa dia malah balik bertanya? Bukannya menjawab pertanyaanku. "Aku bertanya karena memang tidak tahu. Alasan kamu ada di sini. Tiba-tiba kamu datang, terus bilang maaf datang terlambat dan meminta duduk di sini." "Karena aku memang orang yang sedang kamu tunggu aku butuh waktu 2 tahun untuk bisa benar-benar dekat sama kamu seperti
"Omong kosong! Menurutku semua pria itu sama. Melihat wanita hanya dari penampilan. Sepertinya mereka tidak peduli jika wanita itu orang jahat. Yang penting cantik nomor satu," ucapku ketus. Aku bicara seperti ini sesuai pengalaman yang aku rasakan. "Aku sudah bilang, tidak semua pria seperti itu. Jika kamu punya pemikiran Sampai sana itu artinya kamu pun menganggap ayahmu sebaj1n9an mantan suamimu," ujar Pria di depanku. Bila di ingat namanya adalah Farhan. "Itu pengecualian, Ayahku dan ayah Frans mereka berbeda." "Maka dari itu izinkan aku untuk membuktikan, jika aku pun berbeda. Tidak seperti mantan suamimu." Aku memilih diam seraya menatap Farhan. Dia benar-benar tangguh dengan pendiriannya. Lalu apa yang harus aku lakukan? Jika dipikir, dia memang berbeda. Buktinya ia berani menungguku sampai detik ini. Tapi, entah kenapa itu saja tidak cukup. Masih ada sesuatu yang mengganjal hingga aku ragu padanya. "Baiklah. Aku akan memberikan kamu kesempatan. Meski Aku tidak yakin kam
Aku berpikir semalaman, berpikir bagaimana caranya agar Khansa mau kembali padaku. saking berpikir terlalu keras penampilanku sudah seperti orang gila. Tidak ingat makan, mandi bahkan urusan pekerjaan pun mendadk aku lupakan. Hasil dari itu semua, aku tarik kesimpulan. Kelemahan Khansa adalah anaknya lalu terlintas di kepalaku bagaimana jika menjadikan Salma alasan untuk membuat Khansa mau kembali padaku. Aku akan menculiknya, aku akan jadikan Salma pemancing agar Khansa mau kembali. Setiap hari tanpa sepengetahuan siapapun, aku selalu mengawasi kediaman Khansa. Aku sedang mencari waktu yang tepat. sial! sial! pria itu tidak pernah memberikan aku celah untuk mengambil Salma dari Khansa. aku benci padanya. Pada akhirnya aku mengalami lagi kegagalan. Karena merasa percuma karena ada pria itu,. aku memutuskan untuk pulang. Tapi besok, aku akan kembali. Aku tidak akan menyerah sampai apa yang aku mau terwujud. Keesokan harinya aku kembali, seperti biasa aku sembunyi di tempat
Setelah keluargaku tahu aku sudah bercerai dengan Khansa, mereka marah dan menjauhiku. Mereka bilang aku adalah pria bodoh yang melepaskan wanita sebaik Khansa. Pria tidak tahu diri yang sudah menyakiti wanita yang sudah banyak berdedikasi padaku. Dan aku akui, aku memang bodoh. Aku terlalu cepat mengambil keputusan. Hingga tidak bisa memikirkan dengan matang-matang Sebab akibat jika aku menceraikan Khansa. Tapi, akan aku pastikan dia jadi milikku lagi. Aku akan membuat dia kembali padaku sampai dirinya sendiri yang memohon mohon padaku. Di saat aku ingin sendiri, tiba-tiba Anjel datang. Dia adalah wanita yang sudah membuat aku bercerai dengan Khansa. Berkat hasudan darinya aku malah memilih bercerai. Andai saat itu pikiranku jernih, ah, sudahlah semuanya sudah terjadi. "Mau apa kamu ke sini?" Tanyaku dengan malas-malasan saat melihat Anjel masuk ruanganku. Brak... Anjel mengebrak meja kerjaku, aku sampai kaget dibuatnya. Aku tidak tahu apa yang membuat wanita ini terlihat be
Di acara makan malam itu, aku terus curi-curi pandang pada Khansa. Keberuntungan bagiku karena Khansa duduk bersebelahan denganku. Mereka pikir kami masih berstatus suami istri.Aku bahkan berusaha untuk meraih tangan Khansa, aku ingin menggenggamnya. Belum juga aku raih tangannya tiba-tiba sup yang masih panas itu tumpah dan hampir mengenai tubuhku. Beruntung aku langsung menghindar. Tapi sayang sup panas itu malah mengenai paha Khansa.Sialan! Dasar anak bod*h! Inilah alasan aku memilih ingin childfree. Punya anak sangat menyebalkan. Pusing. Ingin rasanya aku cekik anak itu. Dia sudah melukai wanitaku.Aku hendak menolong khansa, tapi dia menolak. Hingga akhirnya aku memilih diam menyaksikan Khansa yang terus mengaduh kesakitan. Hingga ia pun menghilang dari pandanganku kala Khansa dibawa pemilik rumah ini. Sedangkan anak sialan itu diambil alih Sinta Adikku.Entah kenapa aku malah punya perasaan kasihan padanya. Padahal dulu, aku sama sekali tidak memiliki perasaan ini. Aku bersika
Anjel terus saja mendesakku untuk secepatnya menikahi dia. Padahal aku sama sekali belum kepikiran untuk menikah lagi. Belum kepikiran untuk terikat dengan yang namanya pernikahan. Bagiku hidup menduda justru lebih nyaman.Apalagi semenjak menjalin hubungan dengan Anjel, tidak ada terbersit untuk menikahinya. Hubunganku dengan Anjel hanya sebatas partner di atas ranjang. Selain itu kami juga sama-sama memiliki keuntungan. Jika aku keuntungannya mendapatkan sesuatu yang tidak pernah aku dapat dari Khansa, apalagi urusan ranjang. Sedangkan Anjel, ia mendapatkan segala yang ia mau. Mulai dari fasilitas mewah, barang branded dan pekerja layak. Bukankah itu sudah lebih dari cukup? Jadi, untuk apa lagi ia mendesakku untuk menikahinya?Karena sekeras apa dia memintanya, aku akan menolak dengan terang-terangan. Karena tujuan awal dengannya pun bukan untuk menikahinya, tapi hanya untuk mencari kesenangan. Namum, dia tidak boleh tahu. Aku yakin jika dia tahu maka ia akan marah besar padaku. M
Gawai milikku terus saja bergetar, sengaja enggak aku angkat karena saat ini aku berada di ruang meeting. Karena mengganggu terpaksa aku menyerahkan gawai milikku pada asistenku.Setelah selesai meeting, asistenku langsung memberikan gawaiku. Dia terlihat pucat. Apa dia sakit?"Kamu kenapa? Sakit?" Tanyaku pada asisten saat aku meraih gawaiku."Enggak Tuan.""Lalu kenapa kamu begitu terlihat pucat?' tanyaku lagi.Dia tertunduk, ia seperti ragu untuk mengatakannya."Ada apa? Bicara saja," tuturku."Itu, tuan mmm. Nyonya telepon dan marah. Nyonya tahu perihal hubungan dengan wanita tuan," ujar asistenku.Sudah aku duga hal seperti ini akan terjadi. Dan kini aku tahu kenapa asistenku terlihat pucat. Dia habis kena marah ibuku."Ngomong apa aja ibuku?" Tanyaku seraya berjalan ke ruanganku."Nyonya marah karena Tuan bersekingkuh lalu nyonya titip pesan agar Tuan telepon balik saat acara meeting selesai.""Baiklah. Setelah ini apa aku punya jadwal lain?" Tanyaku. Karena aku berniat pulang l
Masa sekarang.....Selama kurang-lebih dua tahun dari dia mengandung dan kini anaknya sudah berusia satu tahun lebih, sudah berpuluhan cara aku lakukan untuk membuat anak itu lenyap. Hingga Khansa mau berubah kembali. Tapi, Semakin ke sini aku justru semakin ilfiil padanya. .Aku bahkan enggak pernah lagi menyentuhnya. Bagaimana aku mau menyentuhnya, melihat dirinya saja membuat bir4hiku hilang. Sudah tidak ada lagi selera untuk menyentuhnya.Tanpa sepengetahuan Khansa. Aku bermain api dengan sekretarisku. Dia cantik, tubuhnya mmmm tidak bisa diungkapkan saking indahnya. Dia dengan Khansa ibarat langit dan bumi. Hubunganku dengannya sudah berjalan hampir satu tahun.Selama satu tahun itu, Khansa sama sekali tidak curiga dengan hubungan kami. Dia seperti biasa melayaniku. Bukan melayani di atas ranjang melainkan melayaniku dalam urusan perut dan pakaianku. .Meskipun demikian aku tidak luluh, aku menganggap apa yang dilakukan Khansa sebatas pelayanan yang memang harus dilakukan oleh
Dua tahun lalu Jika ada yang bertanya siapa orang yang paling aku benci? Maka dengan senang hati aku akan mengatakannya. Jika orang yang paling aku benci adalah istriku sendiri--Khansa.Kenapa bisa aku membenci istriku sendiri? Alasan karena dia seorang penjahat wanita. Dia menggunakan koneksi keluarga untuk menikah denganku.Jujur, aku sama sekali tidak menginginkan pernikahan dengan dirinya. Aku tidak menyukainya. Tapi karena desakan keluarga dan dia memang cantik membuat aku dengan sukarela menerima pernikahan ini. Beruntung dia cantik jika tidak maka aku akan menolak dia mentah-mentah.Hubungan pernikahan kami tidak ada yang aneh, berjalan seperti suami istri pada umumnya. Tapi, aku pernah bilang pada istriku--Khansa jika aku ingin childfree. Aku tahu dia kecewa terlihat jelas di wajah cantiknya itu raut sendu.Tapi aku tidak peduli. Ini sudah jadi keputusanku. Sialnya karena malam itu aku terpengaruh alkohol membuat aku tidur dengannya tanpa menggunakan alat pengaman. Aku kira t
Setelah pertemuanku dengan Adam selesai dan aku mengunjungi mantan mertuaku. Aku dan mas Farhan memutuskan untuk langsung pulang ke Surabaya. Aku sangat berharap ada kabar baik, jika dilihat dari sikap Adam yang sedikit banyaknya telah berubah. "Mas, menurutmu apa Adam akan bertanggungjawab?" tanyaku mas Farhan disela kegiatan mas Farhan menyetir, ya kami baru sampai di bandara Juanda dan supir mas Farhan mengirim kami mobil. "Mmm, harusnya sih , iya. Mas rasa dia sudah berubah dari terkahir kali kita bertemu," jawaban mas Farhan sama persis denganku. "Aku juga berpikir seperti itu." "Sudahlah jangan terlalu dipikirkan. Yang penting kita sudah berusaha hasilnya kita pasrah saja," timpal mas Farhan dan itu ada benarnya. Aku tidak boleh terlalu memikirkannya kemungkinan terburuk Adam tidak menerimanya pun masih ada keluarganya yang dengan senang hati menerima Anjel dan bayinya. "Maafin aku ya, Mas. Kamu pasti risi karena aku terlalu ikut campur urusan orang lain?" . "E
Adam terdiam, saat aku mengatakan jika Anjel sedang hamil anaknya. Dia seperti menganggap kehamilan Anjel tidak berarti apa-apa. "Kamu dengar tidak? Anjel hamil dan kamu harus bertanggung jawab," tegasku lagi saat tidak ada respons apapun dari Adam. Adam menatapku yang mana aku masih bersembunyi di balik tubuh mas Farhan. "Kenapa aku yang harus bertanggung jawab?" tanya Adam dan sungguh ucapnya itu terdengar menyebalkan. karena geram, aku yang berlindung dibelakang tubuh mas Farhan langsung pasang badan. "kamu bilang kenapa? Jelas saja kamu yang harus bertanggung jawab karena kamu adalah ayah biologisnya!" ujarku dengan membentak. Dia enggak berubah sama sekali. "Apa kamu yakin bayi itu milikku? apa ada buktinya?" Aku menggeleng, sungguh tidak bisa dipercaya. Saat dia menghamili anak orang, dia malah bersikap seolah bukan dialah ayahnya, bukan di yang menyebabkan Anjel hamil. "Dia kekasihmu, sudah pasti' dia sedang hamil anakmu. Apa kamu mau bersikap sama seperti pada