"Ayah, ayah," Aku tertegun. Antara terharu sekaligus sedih, apakah dia merindukan ayahnya? Tapi...dia tidak pernah mengenal ayahnya. Dia tidak pernah mencium gedongan ayahnya. Hanya waktu itu saja, satu kali di saat ibuku datang dengan marah-marah di rumah Bu Wulan mantan mertuaku. "Ayah," panggil lagi Salma tatapan matanya mengarah pada Farhan. "Sha, apa aku tidak salah dengar, Salma memanggilku Ayah?" Farhan kegirangan saat Salma memanggilnya ayah. Aneh, kenapa dia begitu kegirangan? Padahal sudah jelas-jelas dia hanya orang lain bagi Salma. Saat Farhan kegirangan karena dipanggil ayah oleh Salma, aku hanya diam. Aku terpikir Farhan yang orang lain saja begitu senang dipanggil ayah sedangkan ayahnya sendiri dengan suka rela tidak mengakui Salma anaknya, kok, tiba-tiba hati ini terasa nyesek? Aku merasa ada sesuatu yang menindih dada ini. Kenapa anakku semalang ini? "Sha, sepertinya ini pertanda. Jika Salma menginginkan ayah sepertiku. Dia ingin aku jadi ayahnya. Bukan
Setelah Salma selesai diperiksa dokter, kami pun langsung pulang. Entah kenapa Salma anakku belum sembuh jika dia tidak langsung diperiksa dokter. Entah akunya yang terlalu takut, takut seperti dulu saat Salma berusia sepuluh bulan kejang. Dan hampir saja sesuatu buruk terjadi padanya. "Setelah antar aku dan Salma ke rumah. Kamu langsung pulang ya. Ini sudah malam," tuturku dan aku harap Farhan mau mendengarkan ucapanku. "Tidak bisa! Aku akan nginap di rumahmu." Ujar Farhan dan aku langsung protes padanya. "Kamu sudah gila ya, mau cari masalah?" Tuturku padanya. "Siapa yang mau cari masalah? Aku cuma mau merawat Salma. Enggak mungkin kan kamu rawat Salma seorang diri?" "Aku sudah terbiasa, lagian di rumah ada ibuku..." "Tapi ibumu pun sibuk jagain ayahmu." sela Farhan dan itu benar' adanya. Aku langsung diam saja tidak menimpali ucapan Farhan. Meski diam tapi otakku berpikir keras bagaimana cara agar Farhan tidak menginap di rumah. Dia orang asing, dia pula seorang pria mana
Adam pergi meninggalkan rumah ibu, aku menatapnya sekilas lalu kembali memalingkan wajahku, sungguh aku enggan menatap kepergiannya. Aku kira dia tidak akan menemuiku sampai sini. Rupanya ia nekat. Dulu aku benar-benar dibuang olehnya, sekarang? Dia terus menggangguku dan terus mendesakku untuk kembali menikah dengannya. Memang menurut dia aku wanita seperti apa? Aku yakin dalam benaknya ia percaya jika aku pasti' akan menerima dirinya kembali. Saat seperti ini tingkat kepercayaan dirinya keluar. Dia memang selalu menganggap mudah segala hal. Jika aku setuju untuk kembali itu sama saja aku masuk ke lubang yang sama. Menggali kuburan sendiri. Aku yang mengeluh pusing membuat fokus Farhan dan ibu padaku. Aku melupakan Salma yang saat ini masih tertidur di dalam mobil. Hingga saat ibu menanyakan keberadaan Salma fokusku kembali. Aku pun teringat jika Salma masih di dalam mobil.'Mana Salma?" Tanya ibu padaku."Salma di .... " Perkataanku tertahan di udara saat aku hendak menunjuk ke
Aku terdiam beberapa saat sebelum aku kembali melanjutkan bercerita kepada Sinta atas apa yang dilakukan oleh kakaknya kepadaku dan juga sama Salma.["Sha aku benar-benar minta maaf atas nama kakakku, sungguh ini di luar dugaanku dan juga Ibu. Andai kami tahu Ia datang ke sana pasti ...."]"Sudah Sin,:ini bukan salah kamu maupun Ibu. Jangan pernah merasa bersalah atas apa yang terjadi kepadaku. Seperti yang pernah aku bilang apa yang terjadi semata-mata karena ini adalah takdir. Mungkin memang nasib aku seperti ini, hidup selalu disakiti oleh orang lain dan disakiti oleh orang yang sama meskipun status kami sudah bercerai," ujarku dengan begitu lemah.["Aku janji hal seperti ini tidak akan pernah terulang lagi akan Aku pastikan itu."]Aku tahu Sinta pasti merasa bersalah dengan apa yang terjadi padaku. Tapi aku tidak yakin jika mereka bisa menghentikan tindakan Mas Adam kepadaku, dia pasti akan melakukan hal yang lebih gila dari yang ia lakukan tadi. Aku ingin hidup tenang bebas dari
Aku tertawa terbahak-bahak, kenapa perkataan wanita ini terdengar begitu sangat lucu? Dia bilang dirinya korban? Dan aku perebut? Lantas jika seperti itu maka disebut apa dia yang jelas-jelas sudah merebut suami orang."Kamu marahkan? Kamu enggak terimakan? Dan begitupun aku. Jika kamu menyebut aku wanita penggoda meskipun merasa tidak pernah menggoda kekasihmu itu, lantas aku harus menyebut apa padamu? Seorang wanita yang sudah merebut suami orang hingga bercerai. Padahal tahu pria itu sudah beristri. Kalau aku jadi kamu, aku malu Lo bilang kaya gini. Marah-marah padaku padahal kamu sendiri apa?" Rasanya senang bisa mengatakan hal seperti ini. Biar dia sadar diri seperti itulah rasanya di khianati oleh pasangan. Mungkin rasa sakitnya tidak seberapa dibandingkan rasa sakitku. Lukaku menganga dengan lebar. Menikah sudah dua tahun dan memiliki seorang anak tapi malah dikhianati, yang lebih menyakitkan itu selama pernikahan tidak pernah ada cinta, tidak pernah ada sayang bahkan pada a
"Ayo sebaiknya kita pulang. Kamu mau naik mobilku? Ah, kita naik mobilmu saja, biar aku yang menyetir." Ujar Farhan, ia yang bertanya ia pula yang menjawabnya. ia seolah mengalihkan topik permasalahan yang terjadi.Saat Farhan hendak membuka pintu mobil aku menahannya. Aku butuh penjelasan. Kenapa dia begitu baik padaku? Kenapa dia selalu saja ada disaat aku kesulitan seperti ini contohnya. "Jawab Farhan! Kenapa kamu selalu menolongku? Apa yang sebenarnya kamu inginkan, apa yang kamu rencanakan?" Ujarku bertanya atas kebingungan yang selama ini mengganggu pikiranku.Sebenarnya sejak pertama pertemuan kami di acara makan malam itu, kelakuan Farhan dan keluarganya sangat mencuri perhatianku. Mereka bertingkah seolah-olah sudah mengenalku sudah lama.Lalu satu bulan lalu aku baru mengetahui jika Farhan adalah pria yang ibu jodohkan denganku jauh sebelum aku dan Mas Adam menikah. "Menikahlah denganku, Khansa. Apakah kamu lupa dengan yang aku ucapkan padamu? Masa idahmu sudah habis. Jadi
Aku tidak tahu jika Farhan sampai bertindak begitu jauh. Dan aku pun kini ingat, ada begitu banyak kejadian yang terasa ganjal namun kejadian itu tiba-tiba beres tanpa tahu awal dan akhirnya.Dulu, saat awal pembukaan butik banyak orang yang berdemo. Mereka adalah para pemilik toko yang ada di sekitar butik ku. Mereka merasa dirugikan atas pembukaan butikku. Tapi entah bagaimana keesokan harinya tidak ada lagi orang yang berdemo. Padahal aku merasa belum menyelesaikan permasalahan mereka.Bukan hanya itu, saat aku terjatuh dari tangga tiba-tiba ambulans datang. Siapa yang menghubungi ambulans? Siapa pula yang mengurus admistrasi saat di rumah sakit? Dan kini terjawab dia adalah Farhan. Padahal dulu aku mengira itu mas Adam, orang yang mengurus segalanya saat di rumah sakit. Mengetahui fakta ini membuat hati kecil ini semakin terluka, terluka karena mengetahui fakta jika mas Adam benar-benar tidak memedulikan aku.Selain itu, masih banyak kejadian-kejadian yang menurutku ganjal, kejadi
Aku mengurai pelukanku saat tidak ada jawaban dari Farhan. Aku pikir mungkinkah ia meralat semua yang ia ucapkan tempo hari? Apakah aku terlambat? Apakah sekarang aku sudah kehilangan orang sebaik Farhan? Aku jadi merasa malu, padahal aku sudah seantusias ini. Namun yang terjadi dia sudah tidak menginginkan aku lagi. "Maaf, aku... Aku...." Tubuhku mematung dengan bola mata yang membola. Saat secara mendadak Farhan menarikku ke dalam pelukannya. Apa arti semua ini? Apakah dia... "Kenapa kamu melepas pelukannya? Apakah kamu kembali berubah pikiran?" Tanya Farhan dan otakku sedang mencerna baik-baik ucapannya. "Aku... Kamu tidak merespon apa pun. Jadi aku pikir...." "Bagaimana mungkin aku tidak merespon? Bagaimana mungkin aku menolak? Aku terkejut dan aku berharap ini bukanlah mimpi." Tutur Farhan. Apakah ini artinya ia setuju untuk menikah denganku? Aku bertanya-tanya sendiri. Farhan mengurai pelukan, ia lalu memegangi kedua pundakku. "Coba ulangi apa yang tadi kamu ucapk
Anjel terus saja mendesakku untuk secepatnya menikahi dia. Padahal aku sama sekali belum kepikiran untuk menikah lagi. Belum kepikiran untuk terikat dengan yang namanya pernikahan. Bagiku hidup menduda justru lebih nyaman.Apalagi semenjak menjalin hubungan dengan Anjel, tidak ada terbersit untuk menikahinya. Hubunganku dengan Anjel hanya sebatas partner di atas ranjang. Selain itu kami juga sama-sama memiliki keuntungan. Jika aku keuntungannya mendapatkan sesuatu yang tidak pernah aku dapat dari Khansa, apalagi urusan ranjang. Sedangkan Anjel, ia mendapatkan segala yang ia mau. Mulai dari fasilitas mewah, barang branded dan pekerja layak. Bukankah itu sudah lebih dari cukup? Jadi, untuk apa lagi ia mendesakku untuk menikahinya?Karena sekeras apa dia memintanya, aku akan menolak dengan terang-terangan. Karena tujuan awal dengannya pun bukan untuk menikahinya, tapi hanya untuk mencari kesenangan. Namum, dia tidak boleh tahu. Aku yakin jika dia tahu maka ia akan marah besar padaku. M
Gawai milikku terus saja bergetar, sengaja enggak aku angkat karena saat ini aku berada di ruang meeting. Karena mengganggu terpaksa aku menyerahkan gawai milikku pada asistenku.Setelah selesai meeting, asistenku langsung memberikan gawaiku. Dia terlihat pucat. Apa dia sakit?"Kamu kenapa? Sakit?" Tanyaku pada asisten saat aku meraih gawaiku."Enggak Tuan.""Lalu kenapa kamu begitu terlihat pucat?' tanyaku lagi.Dia tertunduk, ia seperti ragu untuk mengatakannya."Ada apa? Bicara saja," tuturku."Itu, tuan mmm. Nyonya telepon dan marah. Nyonya tahu perihal hubungan dengan wanita tuan," ujar asistenku.Sudah aku duga hal seperti ini akan terjadi. Dan kini aku tahu kenapa asistenku terlihat pucat. Dia habis kena marah ibuku."Ngomong apa aja ibuku?" Tanyaku seraya berjalan ke ruanganku."Nyonya marah karena Tuan bersekingkuh lalu nyonya titip pesan agar Tuan telepon balik saat acara meeting selesai.""Baiklah. Setelah ini apa aku punya jadwal lain?" Tanyaku. Karena aku berniat pulang l
Masa sekarang.....Selama kurang-lebih dua tahun dari dia mengandung dan kini anaknya sudah berusia satu tahun lebih, sudah berpuluhan cara aku lakukan untuk membuat anak itu lenyap. Hingga Khansa mau berubah kembali. Tapi, Semakin ke sini aku justru semakin ilfiil padanya. .Aku bahkan enggak pernah lagi menyentuhnya. Bagaimana aku mau menyentuhnya, melihat dirinya saja membuat bir4hiku hilang. Sudah tidak ada lagi selera untuk menyentuhnya.Tanpa sepengetahuan Khansa. Aku bermain api dengan sekretarisku. Dia cantik, tubuhnya mmmm tidak bisa diungkapkan saking indahnya. Dia dengan Khansa ibarat langit dan bumi. Hubunganku dengannya sudah berjalan hampir satu tahun.Selama satu tahun itu, Khansa sama sekali tidak curiga dengan hubungan kami. Dia seperti biasa melayaniku. Bukan melayani di atas ranjang melainkan melayaniku dalam urusan perut dan pakaianku. .Meskipun demikian aku tidak luluh, aku menganggap apa yang dilakukan Khansa sebatas pelayanan yang memang harus dilakukan oleh
Dua tahun lalu Jika ada yang bertanya siapa orang yang paling aku benci? Maka dengan senang hati aku akan mengatakannya. Jika orang yang paling aku benci adalah istriku sendiri--Khansa.Kenapa bisa aku membenci istriku sendiri? Alasan karena dia seorang penjahat wanita. Dia menggunakan koneksi keluarga untuk menikah denganku.Jujur, aku sama sekali tidak menginginkan pernikahan dengan dirinya. Aku tidak menyukainya. Tapi karena desakan keluarga dan dia memang cantik membuat aku dengan sukarela menerima pernikahan ini. Beruntung dia cantik jika tidak maka aku akan menolak dia mentah-mentah.Hubungan pernikahan kami tidak ada yang aneh, berjalan seperti suami istri pada umumnya. Tapi, aku pernah bilang pada istriku--Khansa jika aku ingin childfree. Aku tahu dia kecewa terlihat jelas di wajah cantiknya itu raut sendu.Tapi aku tidak peduli. Ini sudah jadi keputusanku. Sialnya karena malam itu aku terpengaruh alkohol membuat aku tidur dengannya tanpa menggunakan alat pengaman. Aku kira t
Setelah pertemuanku dengan Adam selesai dan aku mengunjungi mantan mertuaku. Aku dan mas Farhan memutuskan untuk langsung pulang ke Surabaya. Aku sangat berharap ada kabar baik, jika dilihat dari sikap Adam yang sedikit banyaknya telah berubah. "Mas, menurutmu apa Adam akan bertanggungjawab?" tanyaku mas Farhan disela kegiatan mas Farhan menyetir, ya kami baru sampai di bandara Juanda dan supir mas Farhan mengirim kami mobil. "Mmm, harusnya sih , iya. Mas rasa dia sudah berubah dari terkahir kali kita bertemu," jawaban mas Farhan sama persis denganku. "Aku juga berpikir seperti itu." "Sudahlah jangan terlalu dipikirkan. Yang penting kita sudah berusaha hasilnya kita pasrah saja," timpal mas Farhan dan itu ada benarnya. Aku tidak boleh terlalu memikirkannya kemungkinan terburuk Adam tidak menerimanya pun masih ada keluarganya yang dengan senang hati menerima Anjel dan bayinya. "Maafin aku ya, Mas. Kamu pasti risi karena aku terlalu ikut campur urusan orang lain?" . "E
Adam terdiam, saat aku mengatakan jika Anjel sedang hamil anaknya. Dia seperti menganggap kehamilan Anjel tidak berarti apa-apa. "Kamu dengar tidak? Anjel hamil dan kamu harus bertanggung jawab," tegasku lagi saat tidak ada respons apapun dari Adam. Adam menatapku yang mana aku masih bersembunyi di balik tubuh mas Farhan. "Kenapa aku yang harus bertanggung jawab?" tanya Adam dan sungguh ucapnya itu terdengar menyebalkan. karena geram, aku yang berlindung dibelakang tubuh mas Farhan langsung pasang badan. "kamu bilang kenapa? Jelas saja kamu yang harus bertanggung jawab karena kamu adalah ayah biologisnya!" ujarku dengan membentak. Dia enggak berubah sama sekali. "Apa kamu yakin bayi itu milikku? apa ada buktinya?" Aku menggeleng, sungguh tidak bisa dipercaya. Saat dia menghamili anak orang, dia malah bersikap seolah bukan dialah ayahnya, bukan di yang menyebabkan Anjel hamil. "Dia kekasihmu, sudah pasti' dia sedang hamil anakmu. Apa kamu mau bersikap sama seperti pada
Aku dan Mas Farhan ke jakarta. Sebenarnya aku tidak harus bertindak jauh seperti ini. Keluarga Adam sudah menerima Anjel, harusnya itu lebih daripada cukup. Tapi, entah kenapa rasanya kurang, aku ingin Adam pun ikut bertanggungjawab. Karena Anjel hamil dan aku selalu kepikiran Salma, jangan sampai bayi itu bernasib sama seperti Salma. Mas Farhan mengizinkan aku menemui Adam, dengan syarat dia pun harus ikut. Dia akan menemaniku menemui Adam. ini tidak masalah, karena tanpa mas Farhan minta syarat pun, aku sudah berniat akan mengajak mas Farhan. Kini aku dan mas Farhan sudah sampai di Jakarta, sengaja aku tidak menemui mantan ibu dan ayah mertua, aku memilih bertemu langsung dengan Adam. Setelah menemui Adam baru aku akan bertemu dengan mantan mertuaku. Di meja resepsionis aku langsung menanyakan keberadaan Adam. Mereka yang masih mengenaliku menyapaku dan sukses membuat aku senang. Karena mereka tidak melupakan aku. "Bu Khansa, apa kabar?" tanya resepsionis saat tahu orang
Beberapa hari setelah menghubungi Sinta dan menceritakan apa yang kakaknya lakukan, belum ada tanda-tanda Adam ada niat baik. Adam, seolah memutuskan kontak dengan keluarganya sendiri. Tapi, meskipun tidak ada kabar dari Adam, mantan ayah dan ibu mertuaku mereka terbuka, bahkan mereka menerima Anjel. Meskipun masih ada perasaan marah pada Anjel, tapi bukan berarti mereka harus tidak pedulikan kehamilan Anjel. Aku selalu merasa heran, keluarga Adam semuanya baik. Tapi kenapa hanya Adam yang berbeda? Kenapa hanya dia yang tidak memiliki hati nurani? entahlah! Sesuai kesepakatan, ibu meminta padaku untuk menghubungi Anjel dan memintanya untuk ketemuan. Mereka ingin meminta maaf dan ingin mengatakan niat baik mereka. Jika mereka menerima Anjel dan bayinya. Mereka berniat membawa Anjel untuk tinggal bersama mereka. (Bu Wulan ingin bertemu sama kamu,) aku kirim teks pesan ke nomor Anjel. Kutunggu beberapa menit akhirnya masuk balasan dari Anjel. (apa keluarga mas Adam ada di
("Apa kamu ngomong kaya gini untuk mengejekku? Menertawakan aku karena bernasib malang, ditinggal setelah ada yang lebih dariku? Apa iya, Khansa?") "Tidak! Aku sama sekali tidak punya pikiran sampai sana. Ini murni dari hatiku, karena Aku pun pernah ada di posisimu, aku tahu bagaimana sakitnya pria yang kita cintai memilih wanita lain. Terlebih sekarang kamu sedang hamil. Ingat! Anak dalam kandunganmu tidak berdosa, dia tidak tahu apa-apa. Jangan sampai anakmu bernasib sama seperti anakku. Jikapun Adam tidak mau tanggung jawab, tapi aku yakin keluarganya akan menerima kamu. Terlebih kamu sedang mengandung keturunan mereka," tuturku menjelaskan sekaligus menyanggah tuduhan jika aku tengah mengejeknya. Lagi-lagi tidak ada jawaban, yang terdengar sekarang hanya suara isakan yang sangat menyayat hati. "Kamu mau yah dengarkan saranku? Dia harus tanggung jawab, aku akan bicara pada keluarganya. Aku titip pesan sama kamu, tolong jangan stres, jangan banyak pikiran. Percayalah setiap ma