Share

Bab. 4 Si bungsu Sakit

Author: Aina Maritza
last update Last Updated: 2022-11-03 14:41:49

Akhirnya yang kutakutkan pun terjadi. Aku keluar kamar sambil mencari-cari cara, agar bungsuku bisa melepas Mas Yanto sebagaimana ia melepas kepergian ayahnya dulu.

“Ohim,” panggilku.

Rohim menarik lengan Yanto dengan tatapan memohon. Tentu kesempatan tersebut digunakan lelaki pembohong itu untuk menarik simpati padaku.

“Ohim, sini Sayang,” bujukku.

“Mamak, kenapa Mamak biarin abi pergi? Kalau abi pergi, nanti Ohim jadi ngga punya bapak lagi.” Bocah itu terisak tanpa melepaskan tangan ayah sambungnya.

Sebegitu inginnyakah kamu memiliki sosok bapak, Nak? Maafkan ibumu ini yang belum bisa menghadirkan bapak yang baik untukmu.

“Abi perginya sebentar aja kok. Besok juga sudah pulang. Ya kan Mi?” Mas Yanto menoleh ke arahku.

“Beneran, ya.” Ohim sepertinya mulai terpengaruh dengan omongan lelaki pembohong itu.

“Nanti abi ajak Ohim jalan-jalan ke taman bermain lagi. Tapi, sekarang abi pergi dulu ya.”

Anehnya Rohim langsung menurut, mau melepaskan tangan Mas Yanto.

Berani-beraninya lelaki itu memberikan harapan pada anakku. Dia pikir, dia itu siapa?

Aku tidak boleh diam saja. Rohim anakku. Seharusnya aku sendiri yang mengendalikannya, bukan orang lain. Apalagi orang itu Mas Yanto.

“Ohim, ada sesuatu yang ingin mamak obrolin sama Ohim. Tapi, di kamar. Ayo.” kujulurkan tangan, dan kali ini langsung disambut  bocah berambut lebat itu.

Segera kuajak Rohim ke kamar, agar drama murahan Mas Yanto tidak semakin berlanjut. Dia memang tidak menyakiti fisikku dan anak-anak, sebagaimana yang Mas Budi lakukan. Akan tetapi, apa yang sudah Mas Yanto lakukan itu sudah keterlaluan.

*

Dua hari sejak kepergian Mas Yanto, ternyata menyisakan duka yang mendalam bagi bungsuku. Rohim demam panas dan lebih parahnya lagi, dia sampai mengigau memanggil-manggil bapak sambungnya.

 Aku tidak mungkin meminta Mas Yanto kembali ke sini. Akan tetapi, aku juga tidak tega melihat keadaan Rohim.

“Sudahlah San, mending kamu susulaja suamimu. Siapa tahu keadaan Rohim akan membaik setelah bertemu dengan abinya,” ujar Mbok Darmi yang kebetulan datang untuk menjenguk Rohim.

“Tapi, Mbok, menyusul dan meminta lelaki pembohong itu kembali ke sini sama halnya menjilat ludahku sendiri. Aku tidak bisa, Mbok.”

Kugenggam erat tangan putra bungsuku yang kurasakan panas. Padahal sudah kukompres berkali-kali dengan air hangat dan memberikannya  obat penurun panas, tetapi suhunya hanya sebentar saja turun, setelahnya tinggi lagi.

“Mau gimana lagi, San? Daripada harus dibawa ke rumah sakit pas musim wabah covid begini?”

Aku menimbang-nimbang saran Mbok Darmi. Membawa Rohim ke rumah sakit pada saat wabah covid begini memang kurang tepat. Kasihan, putraku kalau sampai diperiksa dengan hasil positif.

Aku tidak punya pilihan lain lagi, selain menyusul Mas Yanto dan memintanya untuk kemari menjenguk Rohim.

“Kalau begitu, titip Ohim dulu ya Mbok, aku mau menyusul lelaki itu ke rumahnya.”

“Iya. Kamu nggak usah khawatir. Ohim akan baik-baik saja. Kebetulan ada Rani di rumah yang menjaga warungku.”

“Makasih banyak, Mbok.”

“Andai aku punya anak lelaki, pasti sudah kujodohkan sama kamu, San. Sayangnya anakku perempuan semua. Kamu itu wanita yang cantik, baik, kuat, pekerja keras juga. Insya Allah nanti bakal ketemu jodoh yang sepadan denganmu. Sabar aja. Mungkin sekarang jodohmu masih sibuk kumpulin uang yang banyak, biar jadi mampan, baru nanti melamarmu.”

“Mbok Darmi ini ada-ada aja. Mana ada lelaki mapan yang mau sama janda  empat anak? Apalagi kalau aku nanti resmi bercerai dengan lelaki itu dan menjadi janda dua kali cerai.” Aku tergelak.

Aku tahu maksud Mbok Darmi ingin menghiburku, biar tidak terlalu larut dalam kesedihan.

“Rencana Allah siapa yang tahu, San.”

Aku sudah tidak mau memikirkan masalah jodoh lagi, setelah semua ini benar-benar kuakhiri. Sudah cukup kebohongan dalam pernikahan keduaku itu kujadikan pelajaran. Saatnya aku  fokus membesarkan keempat putraku dengan kaki dan tanganku sendiri.

“Aku pergi dulu, Mbok. Assalamu’alaikum.”

Wa’alaikumussalam. Hati-hati di jalan, San.”

*

Aku yakin semua kejadian yang menimpaku ini tidak berjalan sendiri. Ada campur tangan dari Dia, sang penggenggam takdir ini. Aku diuji karena Dia yakin aku kuat menjalaninya. Termasuk menghadapi wanita yang baru kuketahui statusnya sebagai kakak maduku itu.

Entah, bagaimana rupanya? Sikap dan wataknya? Apakah suaminya sudah lebih dulu memberitahu tentang kebohongan besar itu?

“Afwan mengganggu, Akh. Saya mau minta alamat rumah Antum. Tolong kirimkan alamatnya sekarang juga,” tulisku pada pesan yang akan kukirimkan lewat aplikasi W******p. Terkirim. Tidak berapa lama, sebuah balasan kuterima.

“Maaf, ini siapa ya? Saya istrinya Yanto.”

“Saya temannya, Mbak. Kebetulan mau silaturrahim ke rumah Mbak. Bisakah kirim alamatnya sekarang?”

Balasan berikutnya sebuah alamat lengkap yang lumayan jauh dari sini. Butuh tiga jam untuk menempuh perjalanan ke sana dengan bus umum. Beruntung aku sudah terbiasa bepergian sendiri, jadi tidak ada rasa khawatir akan tersesat di jalan. Sekarang sudah jamannya GPS yang bisa digunakan untuk menunjukkan arah.

Perumahan Dahlia Blok. C no. 21. Tidak salah lagi ini rumahnya. Sebuah rumah sederhana, tetapi sayang halamannya tidak sebersih dan serapi rumah kanan-kirinya. Rumput dibiarkan tumbuh liar. Kalau dilihat dari luar, rumahnya seperti tidak berpenghuni.

Assalamu’alaikum,” sapaku sambil mengetuk pintu.

Namun, tidak ada jawaban yang kudengar. Hingga ke sekian kalinya barulah suara yang tidak asing di telinga itu terdengar.

Related chapters

  • Membalas Kebohongan Suami Kere   Bab. 5 Dua Juta

    “Maaf, Mbak Susan ini siapanya suami saya ya?” tanya wanita berpakaian daster itu setelah sesi perkenalan.Usianya di bawahku. Akan tetapi, wajahnya terlihat tidak dirawat. Banyak bopeng bekas jerawat di kedua pipinya. Bahkan, daster yang dikenakannya robek di bagian ujung bawahnya. Entah kenapa Mas Yanto tega mengkhianati pernikahan mereka. Padahal, kalau dilihat dari anaknya, sepertinya usia pernikahan mereka masih seumur jagung. “Saya….”“Assalamu’alaikum.”Obrolan pun terpotong oleh suara salam dari arah luar.“Wa'alaikumsalam.” Aku dan wanita yang tadi mengaku bernama Ranti, serentak menjawab.“Yang, ada tamu. Katanya sih temanmu,” ucap Ranti membuatku tertarik untuk menoleh.Mas Yanto. Dia sudah pulang. Lelaki itu seperti salah tingkah di depan istri pertamanya. Takutkah dia kalau kubongkar kebohongannya pada Ranti?“Kevin ikut bapak dulu ya. Ibu mau ambil minum buat tamu.” Ranti menaruh bocah bernama Kevin itu di pangkuan suaminya. Akan tetapi, Kevin lebih memilih turun ke l

    Last Updated : 2022-11-03
  • Membalas Kebohongan Suami Kere   Bab. 6 Kilas Balik

    “Assalamu’alaikum, afwan kalau ana mengganggu.” Satu pesan masuk lewat aplikasi Messenger.Nama akunnya sangat familiar. Sering wara-wiri di kolom komentar status Facebook-ku.“Wa’alaikumussalam. Ngga kok Akh. Kebetulan saya sedang istirahat,” balasku dengan gaya bahasa menyeimbanginya. Bisa dibilang, aku suka membaca artikel berisi kajian Islam, dan sering menyimak isi komentarnya yang acap kali menggunakan bahasa Arab. Jadi, sedikit tahu dasar-dasarnya.“Selamat istirahat, Ukh. Semoga anti bisa bertemu dengan jodoh anti.”Aku tersenyum membacanya. Aku tahu kalau yang dia sedang menyinggung isi statusku yang beberapa menit lalu kuposting di beranda Facebook. Di sana kutuliskan tentang curahan hati putraku, Rohim yang menginginkan hadirnya sosok ayah.Kembali kuketikan balasan ....“Aamiin. Makasih, Akhi.”Aku tersenyum sendiri. Ternyata masih ada orang yang peduli padaku, meskipun hanya di dunia maya. Sejatinya media sosial itu tempat yang sering kumanfaatkan untuk lahan promosi p

    Last Updated : 2022-11-03
  • Membalas Kebohongan Suami Kere   Bab. 7 Demi Rohim

    Kalau kuingat keadaan Ranti yang kacau tadi, rasanya sungguh memprihatinkan. Miris. Mempunyai suami yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Tugas rumah tangga dan mengurus anak-anak dibebankan pada dia sendiri. Sepertinya psikisnya pun mulai terganggu.Masa bodoh sama rumah tangga mereka. Toh, aku pun pernah di posisi Ranti, pasca bercerai dengan suami pertamaku. Buat apa aku harus memikirkan orang yang bahkan suaminya sendiri tidak memedulikannya.*“Agak dipercepat dikit, Pak. Anak saya sedang demam di rumah membutuhkan saya,” ucapku pada sopir Go Car yang kupesan lewat sebuah aplikasi online.“Baik, Bu.” Lelaki paruh baya itu sekilas melihat ke arahku lewat kaca di atas dasbornya.Baru saja kusandarkan tubuh lelah ini di sandaran kursi mobil, ponselku berdenting beberapa kali. Setelah dilihat, ternyata dari lelaki pembohong itu.“Gara-gara umi, Ranti jadi marah besar sama Abi. Tahu ngga Mi, Ranti sampai nekat pulang ke rumah orang tuanya membawa anak-anak.”Entah, aku harus tertawa at

    Last Updated : 2022-11-11
  • Membalas Kebohongan Suami Kere   Bab. 8 Kedatangan Bu RT

    “Abi. Abi.” Ke sekian kalinya Rohim mengigau, dan anehnya lelaki itu yang dicari-carinya.“Ya Allah… panasnya naik lagi Mbok. Kita bawa ke rumah sakit aja kali ya.”“Ya udah simbok mau ke rumah Mitro dulu, minta tolong dia buat antar kita ke rumah sakit.”Saya menanggapi Mbok Darmi dengan anggukan.Wanita paruh baya itu pun pergi tergesa-gesa.“Akbar!” panggilku pada si sulung.Anak-anak sengaja tidak kuperbolehkan melihat keadaan adiknya yang kini berada di kamarku. Boleh, tapi satu per satu. Kalau bersamaan, nanti adiknya akan terganggu istirahatnya.Tidak lama kemudian, sosok yang kupanggil pun datang.“Nak, tolong gantikan air ini. Isi dengan air hangat buat mengompres Dek Ohim.” Kuberikan baskom berisi air bekas mengompres tadi.“Pakai air termos ya Mak?”“Iya. Tambahi keran udara, biar nggak terlalu panas airnya. Dan handuknya itu, tolong dibilas pakai keran air ya Nak. Mau mamak pakai buat ngompres lagi.”“Baik, Mak.” Akbar meninggalkan kamar.Setelahnya terdengar bunyi ketukan

    Last Updated : 2022-11-12
  • Membalas Kebohongan Suami Kere   Bab. 9 Salah Tingkah

    “Mbak Ria,” tegur Faisal.Bu RT tergelak dan semakin menggoda adik lelakinya itu.“Lagian, kamu sih. Mbak pikir kamu pulang sudah bawa calon adik ipar buat mbak. Tapi, ternyata ....” Majikanku itu menghela napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan.“Mbak, aku kan udah sering bilang sama Mbak lewat telepon, kalau aku itu nggak mungkin menikah dengan orang sana.”“Ya kan bisa juga dengan WNI yang sedang menempuh pendidikan di sana. Ya, nggak San?”Aku hanya tersenyum sebentar menanggapi obrolan kakak-beradik yang melepas rasa rindu dengan gurauan itu. Tidak mengambil hati atas perkataan Bu RT tadi, karena kutahu pasti itu pun bagian dari candaan mereka berdua.“Kecuali kalau kamu memang masih berharap dengan Susan,” imbuh Wanita berkaca mata itu, kembali tergelak.“Mbak, ingat kita ini sedang mengantar anak yang lagi sakit.” Faisal menegur.“Astaghfirullah. Maafkan aku ya San.” Bu RT menoleh ke belakang.“Iya Bu. Nggak apa-apa.”Aku dan Faisal pernah tumbuh bersama sebagai teman dek

    Last Updated : 2022-11-13
  • Membalas Kebohongan Suami Kere   Bab 10. Dijemput Abi

    Ya Allah, ujian apa lagi yang akan Kau berikan pada hamba-Mu ini? Putra bungsuku terlihat sangat lahap menyantap makanan dari tangan Mas Yanto. Entah, pelet apa yang lelaki pembohong itu berikan pada putraku, sehingga ia seperti tidak bisa jauh-jauh darinya. “Sudah Bi. Ohim sudah kenyang.” “Sekali lagi deh. Habis itu Ohim minum obat ya.” Bocah itu pun menurut. Membuka mulutnya lebar-lebar saat suapan itu kembali masuk. “Ohim pinter banget ya. Sekarang minum obatnya.” Mas Yanto membuka bungkusan berisi obat yang tadi sempat kuberikan padanya. Satu per satu obat itu diberikan pada bungsuku, hingga menandaskan segelas air putih. “Tuh Mi. Dek Ohim pinter kan,” kata Mas Yanto mencoba menarik simpatiku. Sayangnya aku sudah tidak tertarik lagi. “Ohim istirahat ya, biar cepat sembuh,” imbuhnya merebahkan Rohim. “Abi jangan pergi ya,” pinta Bocah itu. Seakan takut ditinggalkan Mas Yanto lagi. “Nggak. Abi bakal di sini nemenin Ohim sampai Ohim sembuh, terus bisa pulang.” “Beneran ya B

    Last Updated : 2022-11-14
  • Membalas Kebohongan Suami Kere   Bab. 11 Jam Tiga Sore

    “Tenangkan dirimu dulu, San. Ohim biar simbok yang jagain,” ujar Mbok Darmi.Saya sedang di warung Mbok Darmi. Menceritakan kejadian di rumah sakit yang mirip drama ikan buntal tadi. “Apa mungkin Rohim sudah diguna-guna Mas Yanto ya Mbok?” cetusku, tidak terima putraku terobsesi dengan lelaki pembohong itu.“Kamu ada-ada aja, San. Ohim itu Cuma butuh figur seorang ayah. Menurut simbok, kalau kamu mau Ohim lupa sama Yanto, ya kamu tinggal bawa aja pengganti Yanto.”“Maksud simbok?”“Ya kamu mencari suami baru buat gantiin Yanto.”Mataku membulat mendengar ide ngawur Mbok Darmi.“Ya Allah Mbok. Sebenarnya setelah apa yang menimpa rumah tangga Susan, Susan jadi tidak kepikiran mau menikah lagi. Susan masih trauma.”Mbok Darmi mengusap punggungku dengan lembut, hingga kurasakan kenyamanan di sana.“Yang sabar ya San. Insya Allah akan ada pelangi demi hujan badai.”“Ya Allah… simbok ternyata gaul juga ya. Bisa tahu kata-kata gitu.”“Oh… jangan salah. Gini-gini simbok hobi baca juga loh S

    Last Updated : 2022-11-16
  • Membalas Kebohongan Suami Kere   Bab. 12 Kejutan

    “Ya Allah Cal, hati-hati kalau nyetir.”Untung mobil Faisal tidak sampai memukul pejalan kaki.“Kamu nggak apa-apa, San?” Faisal tampak rugi keadaanku.“Aku ngga papa kok. Justru yang kukhawatirkan itu kamu.”Lelaki itu malah nyengir. Entah apa yang ada di pikirannya?Mobil kembali melaju, dan kali ini Faisal tampak fokus mengemudikannya. Sampai akhirnya belok dan berhenti di halaman Masjid. Kami berdua turun untuk menunaikan kewajiban sebagai orang muslim.*Saya tidak menyangka kalau sore ini ada kejutan besar. Calon pembeli tanah yang kukukunjungi tidak lain dan bukan orang yang sudah lama kukenal. Temanku sendiri. Faisal. Dia membeli untuk membangun cabang butik yang akan dia kelola sendiri.“Kamu pasti sengaja mau ngerjai aku kan Cal?”Lelaki itu sejak tadi tidak henti-hentinya tertawa.“Maaf, saya hanya ingin tahu reaksi kamu aja. Lagi pula, sebenarnya ini tuh idenya mbakku. Kalau kamu mau protes, protes aja sama dia.”Ide Bu RT?“Mana berani aku protes sama majikanku sendiri. Y

    Last Updated : 2022-11-16

Latest chapter

  • Membalas Kebohongan Suami Kere   Bab. 15 Cerai

    “Mbok, titip anak anak-anak ya.” Ke sekian kalinya aku merepotkan Mbok Darmi.Kali ini kepergianku untuk urusan yang sangat penting. Menemui Paman Kiswo dan ustadz yang menikahkan aku dengan Mas Yanto.“Kamu sudah yakin, San sama keputusanmu?”“Insya Allah yakin Mbok. Tidak ada alasan lain yang membuat Susan ragu lagi.”“Ya sudah. Hati-hati di jalan.”“Iya Mbok.”Aku meninggalkan rumah dengan hati mantap, agar masa depanku dengan anak-anak lebih baik lagi.Ampuni hama-Mu ini ya Allah jika lagi-lagi memilih perceraian sebagai jalan keluar dari masalah. Karena hamba tidak sanggup jika terus menerus dibohongi. Lebih baik capek fisik, daripada lelah hati.**Tiba di rumah Paman Kiswo, disambut istri paman yang biasa kusapa Bi Asih. Bi Asih sudah seperti ibuku sendiri. Tidak pernah membedakan antara aku dengan anak-anak beliau.“Bibi sedih ikut kalau nasib rumah tanggamu, San,” ucap Bi Asih dengan mata berkaca-kaca. “Bibi masih ingat dulu waktu awal awal pernikahan bibi dengan pamanmu, ibu

  • Membalas Kebohongan Suami Kere   Bab. 14 Cemburu?

    Tidurku pulas sekali. Kalau saja tidak dibangunkan Akbar karena harus salat Magrib, mungkin aku masih keenakan tidur. Bahkan, Asar pun sudah terlewati. Aku pun beristigfar berkali-kali.“Kayaknya Ranti kecepekan banget ya. Sampe tidurnya lama gitu,” ucap simbok yang terdengar seperti sebuah nyinyiran. Masa bodoh. Lagi pula kedatanganku ke sini juga karena terpaksa. Dan satu lagi yang membuatku tambah kesal, panggilan ngawur wanita tua itu.“Susan, Mbok.” Mas Yanto meralat.“Oh, iya Susan. Maaf, simbok keingetnya sama Ranti terus.” Simbok terkekeh.Mereka pikir aku akan cemburu sama Ranti? Mereka salah besar. Malah rasaku pada Mas Yanto sudah menguap begitu saja saat kebohongannya itu sudah terungkap.“Kalau simbok kangen sama Ranti, kenapa dia nggak disuruh ke sini saja, bantu-bantu di dapur,” cetusku, lalu memasukkan makanan ke mulut. Tidak peduli siapa yang masak. Aku di sini sebagai tamu, karena Mas Yanto yang membawaku, jadi untuk apa aku ikut sibuk membantu mereka.“Yan, kenapa

  • Membalas Kebohongan Suami Kere   Bab. 13 OTW Kampung Mertua

    Mas Yanto benar-benar mengibarkan bendera perang. Bisa-bisanya dia berani menjejakkan kakinya di rumahku. “Langsung saja, mau apa lagi Antum datang ke rumah ini?” Masih kuredam amarahku, mengingat ada anak-anak di rumah. Memang seharusnya tempat kami beradu bukanlah di rumah. Langsung saja di ring, biar kutinju sampai babak belur muka yang tidak tahu malu itu. “Umi lupa ya? Umi kan sudah janji mau ikut silaturahmi ke rumah simbok di kampung, kalau abi bersedia menjenguk Ohim di rumah sakit kemarin. Nah, abi kan sudah penuhi tuh permintaan Umi. Sekarang giliran Umi.” Ke rumah orang tua Mas Yanto? Kalau tidak penuhi, nanti aku dicap ingkar janji. Akan tetapi, apa yang harus kulakukan di sana, sementara mengenal mereka saja belum pernah? Lagi pula, aku sama Mas Yanto kan sebentar lagi mau cerai. Seharusnya tidak perlu lagi menjaga hubungan baik dengan keluarga besarnya. “Mi,” ucap Yanto, seolah menyadari kalau aku tengah melamun. “Iya aku mengerti.” Alhamdulillah. Kalau gitu, kita

  • Membalas Kebohongan Suami Kere   Bab. 12 Kejutan

    “Ya Allah Cal, hati-hati kalau nyetir.”Untung mobil Faisal tidak sampai memukul pejalan kaki.“Kamu nggak apa-apa, San?” Faisal tampak rugi keadaanku.“Aku ngga papa kok. Justru yang kukhawatirkan itu kamu.”Lelaki itu malah nyengir. Entah apa yang ada di pikirannya?Mobil kembali melaju, dan kali ini Faisal tampak fokus mengemudikannya. Sampai akhirnya belok dan berhenti di halaman Masjid. Kami berdua turun untuk menunaikan kewajiban sebagai orang muslim.*Saya tidak menyangka kalau sore ini ada kejutan besar. Calon pembeli tanah yang kukukunjungi tidak lain dan bukan orang yang sudah lama kukenal. Temanku sendiri. Faisal. Dia membeli untuk membangun cabang butik yang akan dia kelola sendiri.“Kamu pasti sengaja mau ngerjai aku kan Cal?”Lelaki itu sejak tadi tidak henti-hentinya tertawa.“Maaf, saya hanya ingin tahu reaksi kamu aja. Lagi pula, sebenarnya ini tuh idenya mbakku. Kalau kamu mau protes, protes aja sama dia.”Ide Bu RT?“Mana berani aku protes sama majikanku sendiri. Y

  • Membalas Kebohongan Suami Kere   Bab. 11 Jam Tiga Sore

    “Tenangkan dirimu dulu, San. Ohim biar simbok yang jagain,” ujar Mbok Darmi.Saya sedang di warung Mbok Darmi. Menceritakan kejadian di rumah sakit yang mirip drama ikan buntal tadi. “Apa mungkin Rohim sudah diguna-guna Mas Yanto ya Mbok?” cetusku, tidak terima putraku terobsesi dengan lelaki pembohong itu.“Kamu ada-ada aja, San. Ohim itu Cuma butuh figur seorang ayah. Menurut simbok, kalau kamu mau Ohim lupa sama Yanto, ya kamu tinggal bawa aja pengganti Yanto.”“Maksud simbok?”“Ya kamu mencari suami baru buat gantiin Yanto.”Mataku membulat mendengar ide ngawur Mbok Darmi.“Ya Allah Mbok. Sebenarnya setelah apa yang menimpa rumah tangga Susan, Susan jadi tidak kepikiran mau menikah lagi. Susan masih trauma.”Mbok Darmi mengusap punggungku dengan lembut, hingga kurasakan kenyamanan di sana.“Yang sabar ya San. Insya Allah akan ada pelangi demi hujan badai.”“Ya Allah… simbok ternyata gaul juga ya. Bisa tahu kata-kata gitu.”“Oh… jangan salah. Gini-gini simbok hobi baca juga loh S

  • Membalas Kebohongan Suami Kere   Bab 10. Dijemput Abi

    Ya Allah, ujian apa lagi yang akan Kau berikan pada hamba-Mu ini? Putra bungsuku terlihat sangat lahap menyantap makanan dari tangan Mas Yanto. Entah, pelet apa yang lelaki pembohong itu berikan pada putraku, sehingga ia seperti tidak bisa jauh-jauh darinya. “Sudah Bi. Ohim sudah kenyang.” “Sekali lagi deh. Habis itu Ohim minum obat ya.” Bocah itu pun menurut. Membuka mulutnya lebar-lebar saat suapan itu kembali masuk. “Ohim pinter banget ya. Sekarang minum obatnya.” Mas Yanto membuka bungkusan berisi obat yang tadi sempat kuberikan padanya. Satu per satu obat itu diberikan pada bungsuku, hingga menandaskan segelas air putih. “Tuh Mi. Dek Ohim pinter kan,” kata Mas Yanto mencoba menarik simpatiku. Sayangnya aku sudah tidak tertarik lagi. “Ohim istirahat ya, biar cepat sembuh,” imbuhnya merebahkan Rohim. “Abi jangan pergi ya,” pinta Bocah itu. Seakan takut ditinggalkan Mas Yanto lagi. “Nggak. Abi bakal di sini nemenin Ohim sampai Ohim sembuh, terus bisa pulang.” “Beneran ya B

  • Membalas Kebohongan Suami Kere   Bab. 9 Salah Tingkah

    “Mbak Ria,” tegur Faisal.Bu RT tergelak dan semakin menggoda adik lelakinya itu.“Lagian, kamu sih. Mbak pikir kamu pulang sudah bawa calon adik ipar buat mbak. Tapi, ternyata ....” Majikanku itu menghela napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan.“Mbak, aku kan udah sering bilang sama Mbak lewat telepon, kalau aku itu nggak mungkin menikah dengan orang sana.”“Ya kan bisa juga dengan WNI yang sedang menempuh pendidikan di sana. Ya, nggak San?”Aku hanya tersenyum sebentar menanggapi obrolan kakak-beradik yang melepas rasa rindu dengan gurauan itu. Tidak mengambil hati atas perkataan Bu RT tadi, karena kutahu pasti itu pun bagian dari candaan mereka berdua.“Kecuali kalau kamu memang masih berharap dengan Susan,” imbuh Wanita berkaca mata itu, kembali tergelak.“Mbak, ingat kita ini sedang mengantar anak yang lagi sakit.” Faisal menegur.“Astaghfirullah. Maafkan aku ya San.” Bu RT menoleh ke belakang.“Iya Bu. Nggak apa-apa.”Aku dan Faisal pernah tumbuh bersama sebagai teman dek

  • Membalas Kebohongan Suami Kere   Bab. 8 Kedatangan Bu RT

    “Abi. Abi.” Ke sekian kalinya Rohim mengigau, dan anehnya lelaki itu yang dicari-carinya.“Ya Allah… panasnya naik lagi Mbok. Kita bawa ke rumah sakit aja kali ya.”“Ya udah simbok mau ke rumah Mitro dulu, minta tolong dia buat antar kita ke rumah sakit.”Saya menanggapi Mbok Darmi dengan anggukan.Wanita paruh baya itu pun pergi tergesa-gesa.“Akbar!” panggilku pada si sulung.Anak-anak sengaja tidak kuperbolehkan melihat keadaan adiknya yang kini berada di kamarku. Boleh, tapi satu per satu. Kalau bersamaan, nanti adiknya akan terganggu istirahatnya.Tidak lama kemudian, sosok yang kupanggil pun datang.“Nak, tolong gantikan air ini. Isi dengan air hangat buat mengompres Dek Ohim.” Kuberikan baskom berisi air bekas mengompres tadi.“Pakai air termos ya Mak?”“Iya. Tambahi keran udara, biar nggak terlalu panas airnya. Dan handuknya itu, tolong dibilas pakai keran air ya Nak. Mau mamak pakai buat ngompres lagi.”“Baik, Mak.” Akbar meninggalkan kamar.Setelahnya terdengar bunyi ketukan

  • Membalas Kebohongan Suami Kere   Bab. 7 Demi Rohim

    Kalau kuingat keadaan Ranti yang kacau tadi, rasanya sungguh memprihatinkan. Miris. Mempunyai suami yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Tugas rumah tangga dan mengurus anak-anak dibebankan pada dia sendiri. Sepertinya psikisnya pun mulai terganggu.Masa bodoh sama rumah tangga mereka. Toh, aku pun pernah di posisi Ranti, pasca bercerai dengan suami pertamaku. Buat apa aku harus memikirkan orang yang bahkan suaminya sendiri tidak memedulikannya.*“Agak dipercepat dikit, Pak. Anak saya sedang demam di rumah membutuhkan saya,” ucapku pada sopir Go Car yang kupesan lewat sebuah aplikasi online.“Baik, Bu.” Lelaki paruh baya itu sekilas melihat ke arahku lewat kaca di atas dasbornya.Baru saja kusandarkan tubuh lelah ini di sandaran kursi mobil, ponselku berdenting beberapa kali. Setelah dilihat, ternyata dari lelaki pembohong itu.“Gara-gara umi, Ranti jadi marah besar sama Abi. Tahu ngga Mi, Ranti sampai nekat pulang ke rumah orang tuanya membawa anak-anak.”Entah, aku harus tertawa at

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status