Beranda / Romansa / Melody Mr. Mafia / Karena Aku Mafia

Share

Karena Aku Mafia

Penulis: Linn
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-05 22:07:38

“Tanda tangan kontrak ini!” perintah Leo kepada seorang pria ber-jas hitam yang terikat di kursi kayu.

Seperti biasa, Leo membawa korbannya ke tempat terpencil untuk melancarkan aksinya. Sebenarnya Leo tidak berbahaya, tidak akan melukai, dan tidak akan membunuh, jika saja orang yang ia bawa menuruti semua perkataannya dengan baik. Karena hal itu tentu saja dapat memudahkan pekerjaan Leo.

“Apa ini? Kontrak apa? Mencoba mengancamku?” teriak pria ber-jas hitam yang bernama Derald. Ia adalah pemilik sebuah perusahaan yang cukup besar. Kali ini, Leo bertugas membuat derald menandatangani sebuah kontrak berisi persetujuan kerja sama antar perusahaan.

Ada sebuah perusahaan yang ingin bekerja sama dengan perusahaan Derald untuk meningkatkan keuntungan. Namun, perusahaan tersebut selalu ditolak oleh Derald karena tak akan menguntungkan perusahaan miliknya.

Leo memegang kertas kontrak itu tepat di depan wajah Derald, agar pria itu bisa membacanya langsung, untuk apa kontrak itu ditandatangani.

“Tanda tangan dan kau kulepaskan,” ucap Leo tegas.

“Perusahaan itu hanya akan menjadi parasit dalam perusahaan milikku! Aku tak akan menandatanganinya!!”

“Keras kepala.” Leo meraih pisau kebanggaannya dari sebuah tas yang ia bawa. Memainkan pisau itu di tangannya sebentar, lalu kembali pada pria yang tengah merinding ketakutan.

Derald jelas tahu bagaimana cara kerja mafia bertopeng serigala putih. Ia banyak mendengar tentang Mr. X. Pria mengerikan yang tak segan membunuh seseorang jika tak menuruti permintaannya.

“Aku hanya berusaha mempertahankan perusahaanku! Apa itu salah di matamu, sialan?!” teriak Derald dengan frustrasi.

Walaupun takut, tetapi ia juga ingin mempertahankan perusahaan miliknya, tidak bisa menerima kontrak dari perusahaan kecil begitu saja.

“Apa katamu?” Leo melangkah mendekati Derald, lalu membungkuk untuk menyejajarkan wajah mereka. Ia menatap tajam Derald dari balik topengnya. “Tolong katakan sekali lagi.”

“SIALAN! BERENGSEK! AKU HANYA INGIN MEMPERTAHANKAN PERUSAHAAN MILIKKU! MENGAPA KAU MEMBELA HAL ILEGAL SEPERTI ITU!”

Perkataan dari mulut Derald membuat Leo menyeringai.

“Biarkan aku menjawab.” Leo kembali menegakkan tubuhnya, memasukkan satu tangannya ke saku celana. Satu tangan lagi ia gunakan untuk meraih sesuatu di dalam tasnya. “Karena aku ... mafia,” jawab Leo dengan senyuman, seakan bangga dengan apa yang sedang ia perbuat. 

***

“Seorang pimpinan perusahaan XX berinisial ‘DD’ tewas di dalam ruangan kerjanya. Setelah melakukan autopsi untuk menemukan penyebab kematian, dokter menemukan di dalam tubuhnya terkandung arsenik, zat berbahaya yang dapat dengan mudah membunuh manusia jika dikonsumsi.”

“Bukan hanya itu, di leher korban juga terdapat bekas sayatan berbentuk ‘X’. Itu artinya, ‘DD’ menjadi korban pembunuhan. Polisi terus mengumpulkan bukti-bukti yang ada. Namun, tak satu pun bukti mengarah pada pelaku pembunuhan ini.”

Malam ini Eric dan Aira—istri Eric—tengah menonton acara berita di televisi yang menampilkan kasus pembunuhan yang lagi-lagi bertandaan sebuah sayatan huruf ‘X’.

“Siapa pembunuh yang selalu memberikan tanda seperti itu? Beberapa tahun belakangan tanda itu selalu muncul pada kasus-kasus kematian,” ucap Aira. Sementara Eric yang duduk di samping istrinya hanya bisa diam. Ia tahu pasti siapa pelaku yang sudah melakukan hal kejam seperti itu. Namun, Eric juga tak bisa melakukan apa pun.

“Bagaimana menurutmu?” tanya Aira pada suaminya yang sedari tadi hanya diam, tak seperti biasanya. 

“Apanya?”

“Tentang pernyataanku tentu saja! Bagaimana bisa pelaku itu selalu memberikan tanda, tetapi tak ada satu pun polisi yang berhasil menyelidiki identitasnya. Mengerikan.”

“Itu karena dia bermain bersih,” jawab Eric, tanpa sadar sedang membela pelaku dalam berita itu. Aira menatap Eric bingung. Biasanya Eric juga selalu memaki siapa pun yang berbuat jahat. 

“Apa?” tanya Eric pada istrinya yang terus memberikan tatapan aneh padanya. Namun, dalam beberapa saat Eric sadar akan sikapnya yang sedang membela pelaku. “Oh, aku ingin membangunkan anak kembarku.” Eric beranjak dari sofa, ia tak ingin ditimpa oleh pertanyaan-pertanyaan dari Aira.

“Hey! Kau tak akan mendapat jatah malam ini, jika kau berani membangunkan mereka!” teriak Aira, yang justru membuat kedua anak kembarnya terdengar menangis. “Ah, aku benci pria tua itu,” gumamnya.

***

Leo berdiri di ruang kerjanya sembari menatap ke arah jendela besar yang menampilkan pemandangan kota di bawahnya. Namun, beberapa saat kemudian, dering ponsel menyadarkan lamunannya. Ia meraih ponsel yang ada di saku celananya, lalu tanpa pikir panjang langsung mengangkat panggilan itu.

“Apa yang kau lakukan, Mr. X?” tanya seseorang di seberang telepon.

“Apa?” jawab Leo santai.

“AKU MENYURUHMU UNTUK MENGANCAM, BUKAN MEMBUNUHNYA. BODOH!”

“Kau menugaskanku, itu artinya kau tahu caraku bermain, bukan?”

“Tapi klien kita tak mendapat keuntungan apa pun jika dia mati!” 

“Akan kukirim berkas pengalihan pemegang perusahaan.”

“Kau melakukannya?! I-itu bukan bagian dari rencana.”

Leo mematikan panggilan secara sepihak, tanpa berniat untuk menjawab pertanyaan pemimpinnya.

Kemarin, sebelum benar-benar membunuh, Leo memaksa korbannya untuk menandatangani satu berkas yang ia simpan sebagai cadangan jika korban itu harus mati. 

Pintu ruangannya tiba-tiba saja terbuka tanpa diketuk terlebih dahulu, membuat Leo sedikit terkejut. Namun, senyuman tipis langsung terukir di bibirnya ketika melihat siapa yang datang. Gadis manis yang juga membawa kue manis untuknya.

“Aku mengantar pesanan Eric,” ucap Melody. Ia sebenarnya tak yakin jika pria di depannya itu bernama Eric, tetapi satpam di luar sana menyuruhnya untuk masuk ke ruangan ini lagi dan bertemu pria itu lagi.

Leo mengambil kue yang ada di tangan gadis itu, kemudian menaruhnya di meja. Leo berjalan mendekati Melody, menghapus jarak di antara mereka.

Gadis itu tentu terkejut dan perlahan memundurkan langkahnya. Namun, tubuh belakangnya justru menabrak pintu yang sudah tertutup.

Tangan Leo menekan tombol untuk mengunci pintu yang ada di belakang gadis manis itu. Tangan satunya ia letakkan pada dinding dan mengurung gadis itu. Jantung Leo terdengar berdetak begitu cepat, tetapi ekspresi wajah Leo tetap tenang seakan tak terjadi apa pun. Leo memang sangat pandai mengatur ekspresinya. 

“Hai, Melody,” ucap Leo sembari menatap gadis yang lebih pendek darinya itu. Berkat orang suruhannya, sekarang Leo mengetahui nama Melody.

“A-apa yang kau lakukan.” Melody merasa takut. Ia takut pria di depannya itu bertindak jahat padanya. Kedua tangannya berusaha mendorong dada Leo untuk memberikan jarak di antara mereka. Namun, Leo sama sekali tak bergerak, tenaga Melody sungguh tak ada apa-apanya dibanding pria itu.

“Mulai saat ini kau tak akan lepas dariku, manis.”

“Leo! Mengapa kau mengunci pintunya?” teriak Eric dari luar.

“Sialan!” umpat Leo. Rasanya ia ingin sekali mencabik-cabik pamannya itu.

Melody dengan cepat memanfaatkan situasi, ia mendorong Leo sekuat tenaga lalu langsung saja membuka pintu itu. Terlihat sudah ada Eric yang menunggu di balik pintu. Eric terkejut dengan gadis yang ada di ruangan Leo.

Tanpa memedulikan kedua pria itu, Melody bergegas pergi.

“Apa yang baru saja kau lakukan pada gadis itu?” tanya Eric dengan tatapan menyelidiki. Sementara Leo hanya menatap Eric datar. 

“Kau tidak berniat menjadikannya korbanmu, kan?” tanya Eric lagi.

“Cih, aku tidak sedang bermain.”

“Kalau begitu untuk apa kau menguncinya di ruanganmu? Apa yang kau lakukan?”

“Bisakah Paman masuk dan tutup pintunya? Jangan membicarakan hal seperti itu sembarangan.”

Eric sadar jika dirinya masih berada di depan pintu. Ia terlalu terkejut melihat Leo mengunci seorang gadis di ruangannya. Yang Eric tahu, Leo tak pernah membawa seorang perempuan ke ruangannya. Kecuali untuk bahan permainannya. Bahkan pacar Leo sebelumnya pun tak pernah diizinkan untuk masuk.

Eric masuk ke ruangan Leo, lalu menutup rapat pintu itu. Mereka duduk di kursi sembari berbincang.

“Kau menyukai gadis itu?”

“Aku hanya tertarik.” Leo menyalakan laptop miliknya, kemudian memulai pekerjaan yang belum sempat ia kerjakan.

“Sebelumnya kau juga mengatakan hal seperti ini, dan tiga hari kemudian gadis itu mati ditanganmu.”

Leo mendengus kasar, ia malas membahas apa yang sudah berlalu. 

“Berhentilah membahas pekerjaan sampinganku, Paman.”

“Apa katamu? Menurutmu membunuh orang lain itu adalah pekerjaan sampingan?” Eric menatap Leo tak percaya. “Wah, bagaimana bisa aku menjadi paman dari seorang seperti ini.”

Leo menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi, lalu melipat kedua tangannya di dada. 

“Kalau begitu berhentilah menjadi pamanku,” tutur Leo serius.

“Ayahmu menyuruhku untuk menjagamu, dasar anak nakal.”

“Kalau begitu, biarkan aku bermain.”

Bab terkait

  • Melody Mr. Mafia   Kau takut, hm?

    Aldara memperhatikan Melody yang tengah duduk di dapur tokonya dengan wajah kesal. Sejak pulang mengantar kue pagi tadi, Melody langsung menuju dapur dan duduk dalam keadaan seperti itu, tanpa mengatakan sepatah kata pun.Padahal, biasanya gadis itu selalu berisik dan menceritakan semua hal pada Aldara.“Apa ada pelanggan yang membuatmu kesal?” tanya Aldara. Melody melirih Aldara dengan mata kesalnya yang justru terlihat lucu.“Iya! Aku tidak akan mau mengantar kue atas nama Eric lagi, Bulda!” rengeknya. Melody memang kerap kali memanggil Aldara dengan sebutan Bulda, singkatan dari Bu Aldara. Jika memanggil dengan sebutan Bu Aldara, Melody merasa itu terlalu formal. Melody ingin lebih santai dengan bosnya itu.“Kenapa? Kalau bukan kau siapa lagi.”Melody mendengus kesal. Benar juga, hanya dirinyalah yang bertugas mengantar makanan. Dahulu, Melody sempat menjadi bagian kasir, tetapi ia selalu salah dalam menghitun

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-05
  • Melody Mr. Mafia   Jangan Menjauh

    Melody mencuci jas milik Leo dengan penuh kehati-hatian. Ya, walaupun mulutnya terus mengomel, ia merutuki dirinya sendiri yang begitu ceroboh dan membuatnya harus berurusan dengan jas mahal itu. Biasanya, Melody mencuci semua pakaiannya di mesin cuci, karena ia yang selalu pulang kerja menjelang malam. Hal itu membuat tubuhnya kelelahan, tak mampu untuk mencuci semua tumpukkan baju. Sedangkan ibunya dilarang keras oleh Melody untuk mengerjakan pekerjaan rumah, kecuali memasak. Namun, kali ini ia sengaja mencuci dengan tangannya sendiri. Melody tak ingin jas itu rusak karena ulah mesin cuci, ia tak sanggup mengganti jas semahal itu. Untungnya jas milik Leo itu berwarna hitam, membuat noda dari minuman yang ditumpahkan oleh Melody tidak begitu terlihat. “Tidak biasanya kau mencuci dengan tanganmu," tutur Emeli—ibu Melody. Melody terkejut dengan kedatangan Emeli ke dapur. Padahal ia sudah menyuruh sang ibu untuk beristirahat di kamarnya. Belakangan ini, p

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-18
  • Melody Mr. Mafia   Nona Ley

    Tanpa memakan waktu lama, Melody dan seorang pria yang bersamanya tiba di toko Aldara Cake. Keduanya turun dari motor matic berwarna hitam dengan dominan putih, milik Melody. "Maaf sudah berprasangka buruk padamu," tutur Melody yang merasa tak enak. Ternyata pria itu memang hanya ingin menumpang dengannya karena tahu Melody adalah bagian dari Aldara Cake. Pria itu lagi-lagi tersenyum ramah, ia tak mempermasalahkan hal itu. "Tidak masalah. Terima kasih sudah mengantarku. Ayo, masuk!" ajaknya. "Ah, tunggu, boleh aku tahu namamu?" tanya Melody. Entahlah, Melody hanya ingin mengetahui nama pria itu. "Aku Kai Alviano. Kau bisa memanggilku Kai atau Vian." "Baiklah, Kai," ucap Melody dengan senyuman manisnya. "Namamu?" "Melody," jawabnya. "Benarkah? Apa kau terlahir dengan diiringi oleh

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-18
  • Melody Mr. Mafia   Terima Kasih, Nona Ley.

    "Sialan!" umpat Leo. Ia mengambil ponselnya yang tergeletak di nakas, jam di layar ponsel itu menunjukkan pukul 9 pagi. Sayangnya semalam Ley sudah menyentuh titik kelemahan Leo. "Akan kubunuh wanita gila itu," ucap Leo dalam batinnya. Sungguh, Leo tak terima jika dirinya kalah dengan nafsunya sendiri karena wanita itu.Leo bangkit dari kasur dan memakai semua pakaiannya yang berada di lantai. Sementara di kasur besar itu, Ley masih tertidur dengan nyenyak setelah melewati malam yang panjang.Leo meraih air putih yang tersedia di nakas, ia melarutkan 150mg sianida ke dalam air dan menunggu Ley bangun dari tidurnya. Benda berbahaya itu memang sudah tersimpan rapih di jasnya.Semalam, Leo sudah mendapatkan semua informasi yang ia inginkan dari Ley. Bukan hanya itu, ternyata Ley menyimpan salinan dokumen penting Perusahaan Eigh di apartemennya. Katanya, sejak bercerai, mantan suami Ley belum mengambil salinan dokumen-dokumen itu. Leo bisa de

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-24
  • Melody Mr. Mafia   Dia Menyukaimu

    "Apa temanmu pergi berlibur lagi?"Pertanyaan Melody hanya dijawab anggukan oleh Kai."A-ah, baiklah, biar aku siapkan." Melody melangkahkan kakinya pergi, tetapi ia tiba-tiba menghentikan langkahnya dan kembali menghampiri Kai ketika mengingat tujuan utamanya menghampiri pria itu."Tunggu, kau berhutang budi padaku," ucap Melody. Kai menautkan dua alisnya, ia tak mengerti maksud gadis di depannya itu."Benarkah?" Melody mengangguk lucu."Aku sudah memberimu tumpangan. Kau ingat?""Ah ... benar."Melody maju satu langkah mendekati Kai dengan tatapan yang tak bisa diartikan oleh pria itu. Kai belum menangkap maksud dari pembicaraan Melody."Bolehkah hari ini kau mengantarku ke alamat ini?" Melody memberikan secarik kertas berisikan alamat pada Kai.Kai membaca alamat tersebut. "Bukankah ini Perusahaan Big Zine?"Lagi, Melody mengangguk lucu dengan wajah yang penuh h

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-25
  • Melody Mr. Mafia   Masa Kecil

    Di tengah malam yang gelap, Leo terbangun dari tidurnya. Anak kecil berumur enam tahun yang belum mengetahui banyak hal itu mendengar keributan dari luar kamarnya.Rasa penasaran yang begitu besar membuat ia melangkah keluar. Leo berjalan perlahan dan mengintip keributan yang terjadi di kamar orang tuanya. Matanya menangkap seseorang yang tengah membidik kepala ayahnya dengan sebuah pistol, juga ibunya yang sedang memohon kepada seorang pria bertopeng itu untuk tak menyakiti ayahnya.“Ibu, Ayah ....” Leo melangkah masuk, ia belum mengerti apa yang tengah terjadi di antara mereka. Umurnya masih terlalu kecil untuk memahami situasi. Namun, ia tahu persis jika ayah dan ibunya sedang dalam bahaya.Amora—ibu Leo—segera menghampiri anaknya. Ia tak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada putra semata wayangnya.“Amora, bawa Leo pergi!” Arion—ayah Leo—berteriak pada istrinya itu untuk membawa Leo pergi dari sana.

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-05
  • Melody Mr. Mafia   Balas Dendam

    Pria dengan topeng serigala putih tengah memainkan pisau di tangannya, sembari menatap intens sang mangsa.Pria bertopeng itu adalah Leo. Dalam dunia Mafia, Leo dikenal dengan nama Mr. X, karena ia kerap kali menandai korbannya dengan irisan pisau berbentuk huruf ‘X’. Bukan hanya itu, Leo juga dikenal dengan topeng serigala putih yang selalu digunakannya saat beraksi. Meskipun begitu, hingga sekarang tak ada yang mengetahui siapa dia sebenarnya, kecuali dua orang yang saat ini ia percayai.“Jangan takut, sakitmu hanya sementara,” bisik Leo pada pria tua yang terikat di depannya. Leo berjongkok di depan pria itu dengan tatapan penuh dendam.“Siapa kau? Apa alasanmu melakukan ini padaku?!” Pria tua itu berteriak, tak terima jika dirinya harus mati di tangan pembunuh.Leo menyeringai dalam topengnya. “Pria tua menyebalkan. Beraninya kau berteriak padaku.”“Apa maumu? Aku tidak melakukan apa p

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-05
  • Melody Mr. Mafia   Gadis Manis

    “Bisakah kau bekerja dengan baik?” tanya seorang wanita yang terlihat berumur cukup tua, pada seorang gadis yang merupakan karyawannya di toko kue miliknya itu.“Maaf, aku tidak hati-hati.” Gadis itu menundukkan kepalanya, pasrah akan kemarahan bosnya.Beberapa jam yang lalu, ketika hendak mengantarkan pesanan pelanggannya, ia tak begitu memperhatikan jalan, hingga motor yang ia kendarai hampir menabrak mobil di depannya. Untung saja ia bisa menghindar, tetapi tetap saja dirinya harus oleng dan akhirnya terjatuh.Kue milik pelanggan pun menjadi korban atas kecerobohannya. Akhirnya, ia harus kembali ke toko dan mengganti kue itu menggunakan uang miliknya. Namun, pelanggan sudah enggan menerima pesanan karena keterlambatannya.Aldara—wanita pemilik toko kue— menghela napasnya perlahan. Walau bagaimana pun, gadis itu sudah lama bekerja di tempatnya dan selalu tekun melakukan pekerjaan. Ya, meskipun gadis itu sering c

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-05

Bab terbaru

  • Melody Mr. Mafia   Dia Menyukaimu

    "Apa temanmu pergi berlibur lagi?"Pertanyaan Melody hanya dijawab anggukan oleh Kai."A-ah, baiklah, biar aku siapkan." Melody melangkahkan kakinya pergi, tetapi ia tiba-tiba menghentikan langkahnya dan kembali menghampiri Kai ketika mengingat tujuan utamanya menghampiri pria itu."Tunggu, kau berhutang budi padaku," ucap Melody. Kai menautkan dua alisnya, ia tak mengerti maksud gadis di depannya itu."Benarkah?" Melody mengangguk lucu."Aku sudah memberimu tumpangan. Kau ingat?""Ah ... benar."Melody maju satu langkah mendekati Kai dengan tatapan yang tak bisa diartikan oleh pria itu. Kai belum menangkap maksud dari pembicaraan Melody."Bolehkah hari ini kau mengantarku ke alamat ini?" Melody memberikan secarik kertas berisikan alamat pada Kai.Kai membaca alamat tersebut. "Bukankah ini Perusahaan Big Zine?"Lagi, Melody mengangguk lucu dengan wajah yang penuh h

  • Melody Mr. Mafia   Terima Kasih, Nona Ley.

    "Sialan!" umpat Leo. Ia mengambil ponselnya yang tergeletak di nakas, jam di layar ponsel itu menunjukkan pukul 9 pagi. Sayangnya semalam Ley sudah menyentuh titik kelemahan Leo. "Akan kubunuh wanita gila itu," ucap Leo dalam batinnya. Sungguh, Leo tak terima jika dirinya kalah dengan nafsunya sendiri karena wanita itu.Leo bangkit dari kasur dan memakai semua pakaiannya yang berada di lantai. Sementara di kasur besar itu, Ley masih tertidur dengan nyenyak setelah melewati malam yang panjang.Leo meraih air putih yang tersedia di nakas, ia melarutkan 150mg sianida ke dalam air dan menunggu Ley bangun dari tidurnya. Benda berbahaya itu memang sudah tersimpan rapih di jasnya.Semalam, Leo sudah mendapatkan semua informasi yang ia inginkan dari Ley. Bukan hanya itu, ternyata Ley menyimpan salinan dokumen penting Perusahaan Eigh di apartemennya. Katanya, sejak bercerai, mantan suami Ley belum mengambil salinan dokumen-dokumen itu. Leo bisa de

  • Melody Mr. Mafia   Nona Ley

    Tanpa memakan waktu lama, Melody dan seorang pria yang bersamanya tiba di toko Aldara Cake. Keduanya turun dari motor matic berwarna hitam dengan dominan putih, milik Melody. "Maaf sudah berprasangka buruk padamu," tutur Melody yang merasa tak enak. Ternyata pria itu memang hanya ingin menumpang dengannya karena tahu Melody adalah bagian dari Aldara Cake. Pria itu lagi-lagi tersenyum ramah, ia tak mempermasalahkan hal itu. "Tidak masalah. Terima kasih sudah mengantarku. Ayo, masuk!" ajaknya. "Ah, tunggu, boleh aku tahu namamu?" tanya Melody. Entahlah, Melody hanya ingin mengetahui nama pria itu. "Aku Kai Alviano. Kau bisa memanggilku Kai atau Vian." "Baiklah, Kai," ucap Melody dengan senyuman manisnya. "Namamu?" "Melody," jawabnya. "Benarkah? Apa kau terlahir dengan diiringi oleh

  • Melody Mr. Mafia   Jangan Menjauh

    Melody mencuci jas milik Leo dengan penuh kehati-hatian. Ya, walaupun mulutnya terus mengomel, ia merutuki dirinya sendiri yang begitu ceroboh dan membuatnya harus berurusan dengan jas mahal itu. Biasanya, Melody mencuci semua pakaiannya di mesin cuci, karena ia yang selalu pulang kerja menjelang malam. Hal itu membuat tubuhnya kelelahan, tak mampu untuk mencuci semua tumpukkan baju. Sedangkan ibunya dilarang keras oleh Melody untuk mengerjakan pekerjaan rumah, kecuali memasak. Namun, kali ini ia sengaja mencuci dengan tangannya sendiri. Melody tak ingin jas itu rusak karena ulah mesin cuci, ia tak sanggup mengganti jas semahal itu. Untungnya jas milik Leo itu berwarna hitam, membuat noda dari minuman yang ditumpahkan oleh Melody tidak begitu terlihat. “Tidak biasanya kau mencuci dengan tanganmu," tutur Emeli—ibu Melody. Melody terkejut dengan kedatangan Emeli ke dapur. Padahal ia sudah menyuruh sang ibu untuk beristirahat di kamarnya. Belakangan ini, p

  • Melody Mr. Mafia   Kau takut, hm?

    Aldara memperhatikan Melody yang tengah duduk di dapur tokonya dengan wajah kesal. Sejak pulang mengantar kue pagi tadi, Melody langsung menuju dapur dan duduk dalam keadaan seperti itu, tanpa mengatakan sepatah kata pun.Padahal, biasanya gadis itu selalu berisik dan menceritakan semua hal pada Aldara.“Apa ada pelanggan yang membuatmu kesal?” tanya Aldara. Melody melirih Aldara dengan mata kesalnya yang justru terlihat lucu.“Iya! Aku tidak akan mau mengantar kue atas nama Eric lagi, Bulda!” rengeknya. Melody memang kerap kali memanggil Aldara dengan sebutan Bulda, singkatan dari Bu Aldara. Jika memanggil dengan sebutan Bu Aldara, Melody merasa itu terlalu formal. Melody ingin lebih santai dengan bosnya itu.“Kenapa? Kalau bukan kau siapa lagi.”Melody mendengus kesal. Benar juga, hanya dirinyalah yang bertugas mengantar makanan. Dahulu, Melody sempat menjadi bagian kasir, tetapi ia selalu salah dalam menghitun

  • Melody Mr. Mafia   Karena Aku Mafia

    “Tanda tangan kontrak ini!” perintah Leo kepada seorang pria ber-jas hitam yang terikat di kursi kayu.Seperti biasa, Leo membawa korbannya ke tempat terpencil untuk melancarkan aksinya. Sebenarnya Leo tidak berbahaya, tidak akan melukai, dan tidak akan membunuh, jika saja orang yang ia bawa menuruti semua perkataannya dengan baik. Karena hal itu tentu saja dapat memudahkan pekerjaan Leo.“Apa ini? Kontrak apa? Mencoba mengancamku?” teriak pria ber-jas hitam yang bernama Derald. Ia adalah pemilik sebuah perusahaan yang cukup besar. Kali ini, Leo bertugas membuat derald menandatangani sebuah kontrak berisi persetujuan kerja sama antar perusahaan.Ada sebuah perusahaan yang ingin bekerja sama dengan perusahaan Derald untuk meningkatkan keuntungan. Namun, perusahaan tersebut selalu ditolak oleh Derald karena tak akan menguntungkan perusahaan miliknya.Leo memegang kertas kontrak itu tepat di depan wajah Derald, agar pria itu bisa memb

  • Melody Mr. Mafia   Gadis Manis

    “Bisakah kau bekerja dengan baik?” tanya seorang wanita yang terlihat berumur cukup tua, pada seorang gadis yang merupakan karyawannya di toko kue miliknya itu.“Maaf, aku tidak hati-hati.” Gadis itu menundukkan kepalanya, pasrah akan kemarahan bosnya.Beberapa jam yang lalu, ketika hendak mengantarkan pesanan pelanggannya, ia tak begitu memperhatikan jalan, hingga motor yang ia kendarai hampir menabrak mobil di depannya. Untung saja ia bisa menghindar, tetapi tetap saja dirinya harus oleng dan akhirnya terjatuh.Kue milik pelanggan pun menjadi korban atas kecerobohannya. Akhirnya, ia harus kembali ke toko dan mengganti kue itu menggunakan uang miliknya. Namun, pelanggan sudah enggan menerima pesanan karena keterlambatannya.Aldara—wanita pemilik toko kue— menghela napasnya perlahan. Walau bagaimana pun, gadis itu sudah lama bekerja di tempatnya dan selalu tekun melakukan pekerjaan. Ya, meskipun gadis itu sering c

  • Melody Mr. Mafia   Balas Dendam

    Pria dengan topeng serigala putih tengah memainkan pisau di tangannya, sembari menatap intens sang mangsa.Pria bertopeng itu adalah Leo. Dalam dunia Mafia, Leo dikenal dengan nama Mr. X, karena ia kerap kali menandai korbannya dengan irisan pisau berbentuk huruf ‘X’. Bukan hanya itu, Leo juga dikenal dengan topeng serigala putih yang selalu digunakannya saat beraksi. Meskipun begitu, hingga sekarang tak ada yang mengetahui siapa dia sebenarnya, kecuali dua orang yang saat ini ia percayai.“Jangan takut, sakitmu hanya sementara,” bisik Leo pada pria tua yang terikat di depannya. Leo berjongkok di depan pria itu dengan tatapan penuh dendam.“Siapa kau? Apa alasanmu melakukan ini padaku?!” Pria tua itu berteriak, tak terima jika dirinya harus mati di tangan pembunuh.Leo menyeringai dalam topengnya. “Pria tua menyebalkan. Beraninya kau berteriak padaku.”“Apa maumu? Aku tidak melakukan apa p

  • Melody Mr. Mafia   Masa Kecil

    Di tengah malam yang gelap, Leo terbangun dari tidurnya. Anak kecil berumur enam tahun yang belum mengetahui banyak hal itu mendengar keributan dari luar kamarnya.Rasa penasaran yang begitu besar membuat ia melangkah keluar. Leo berjalan perlahan dan mengintip keributan yang terjadi di kamar orang tuanya. Matanya menangkap seseorang yang tengah membidik kepala ayahnya dengan sebuah pistol, juga ibunya yang sedang memohon kepada seorang pria bertopeng itu untuk tak menyakiti ayahnya.“Ibu, Ayah ....” Leo melangkah masuk, ia belum mengerti apa yang tengah terjadi di antara mereka. Umurnya masih terlalu kecil untuk memahami situasi. Namun, ia tahu persis jika ayah dan ibunya sedang dalam bahaya.Amora—ibu Leo—segera menghampiri anaknya. Ia tak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada putra semata wayangnya.“Amora, bawa Leo pergi!” Arion—ayah Leo—berteriak pada istrinya itu untuk membawa Leo pergi dari sana.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status