Tahu bahwa ada yang makin tidak beres, akhirnya Siella mencoba mengajak ngobrol Devan. Mereka duduk di sebuah kafe, untuk memperjelas apa maksud Devan tadi kepadanya.
“Jadi, Hani selalu menceritakan diriku padamu?” tanya Siella.
“Ya. Dia sangat senang menceritakan dirimu padaku. Dia selalu berkata bahwa beruntungnya kamu menikah dengan seseorang yang mencintaimu, dan selalu membuka diri satu sama lain. Dia bahkan berkata betapa irinya dia padamu,” jelas Devan.
Syok sekaligus tidak percaya Siella mendengarnya. Sambil menunjuk ke arah dirinya sendiri, Siella ingin menanyakan lebih jauh seberapa banyak Devan tahu tentang dirinya dari Hani.
“Aku? Tapi dia tidak pernah berkata apa-apa padaku. Apalagi setelah menikah. Dia seperti mengurangi waktu denganku,” Siella mengeluhkan.
“Justru waktu itu lah, Hani bermimpi untuk menjadi sepertimu. Dia diam-diam berkencan dengan seorang pria, hingga lupa untuk mengendalikan
Pak Romi menunjukkan kekecewaan yang begitu besar di hadapan Siella dan juga Devan. Selain itu, Devan merasa kasihan melihat Pak Romi, karena dia sendiri tahu bagaimana watak dari Rifia yang mementingkan urusannya sendiri.“Saya sudah berkali-kali memperingatinya untuk apa yang akan dia lakukan. Kalau itu baik, lanjutkan. Tetapi, kalau merugikan sebaiknya ditinggalkan. Tapi, sekarang dia benar-benar sudah tidak mendengarkan aku,” Pak Romi mengeluhkan sikap dari Rifia.Siella dan Devan tidak berkata apa pun. Mereka membiarkan seorang ayah yang sedang kecewa tersebut mengendalikan emosinya sebelum akhirnya akan memutuskan bagaimana kedepannya.“Padahal aku sudah menyekolahkan ke luar negeri, dan dia menjadi anak baik dan hebat di sana. Tapi kenapa saat kembali dia jadi seperti ini?”Devan menemukan lampu hijau untuk ikut mengompori dan memberitahukan sesuatu kepada Pak Romi yang sedang merasa kesedihan tersebut.“Maaf se
Vano dan Rifia yang kaget melihat kedatangan dari mereka berdua tampak hendak menyangkal, namun tidak bisa sama sekali. Sepertinya sekarang mereka benar-benar kepepet untuk bisa memberikan alasan.“So. Apa mau kalian sekarang?” tanya dari Siella.Rifia dan Vano terlihat saling melirik dengan tangan yang mengepal, mereka membawa emosinya sendiri dan berusaha untuk menahannya kali ini. Seringai puas dari Siella melihat mereka berdua di titik ini benar-benar menyenangkan.“Jujur saja. Kalian sudah datang jauh-jauh kemari, tidak mungkin kalian pulang dengan tangan kosong, kan?” Devan menambahi untuk mengompori mereka.Air mata Rifia terlihat jelas di permukaan kedua matanya. Sambil menggigit ujung bibirnya, wanita tersebut berusaha mengumpulkan sisa tenaga untuk mengutuk Siella dan juga Devan.Ditunggu dengan baik oleh Siella. Seperti kata Devan, supaya mereka tidak rugi sudah datang kemari dan merencanakan hal bodoh demi bisa membatalkan kontrak yang ada.“Kalian sangat licik!” Vano lang
Siella dan Devan yang masuk ke dalam ruangan sudah mendapati Vano serta Rifia berada di sana. Dengan di tengah-tengah ada Pak Romi yang merupakan orang yang akan menjadi penentu hari ini.Sorot mata Rifia kelihatan seperti sudah merencanakan sesuatu. Sementara Vano kelihatan sudah sangat menunggu kedatangannya. Tetapi, raut wajah dari Pak Romi yang tidak berekspresi tersebut jadi tanda tanya besar di kepala Siella.“Selamat pagi,” Siella menyapa dengan ramah.“Selamat pagi, kalian datang benar-benar tepat waktu,” balas dari Pak Romi.“Halah, tepat waktu apanya. Yang ada malah kami lebih dulu di sini,” Rifia berkata begitu dengan tangan yang menyilang di depan dadanya.Siella membalasnya dengan senyuman lebar memandang ke arah dari Rifia. “Kami tidak terlambat. Kami TEPAT WAKTU. Bagi kami selagi belum terlambat tidak masalah.”Senyuman miring dari Rifia menunjukkan bahwa dia tidak peduli dengan
“Memang kenapa? Memang kamu murahan!” tegas dari Vano.“Tidak! Kamu yang murahan! Kamu yang tidak tahu diri sudah punya istri malah cari pacar lagi!” Rifia membalas.Vano yang mendengarnya merasa sedikit terkejut, tetapi tidak jadi. Dia benar-benar tidak menyangka dengan apa yang dikatakan oleh Rifia kepadanya.“Wah…, kamu benar-benar tidak sadar? Yang murahan itu kamu!” Vano menunjuk kasar ke arah Rifia dengan sedikit menghadap ke arah Rifia dan sebelah tangannya masih di setir, “Sudah tahu aku beristri! Malah agresif sendiri!”Rifia makin menjadi tangisannya setelah mendengar Vano yang memarahinya dengan sangat lantang tersebut. Pria tersebut benar-benar tidak memikirkan perasaan Rifia yang sedang bersedih.“Aku hanya punya kamu sekarang ini! Dan kamu malah memarahiku seperti itu?! Teganya kamu!”Sekarang Rifia malah berlagak menjadi korban dari apa yang telah terjadi. Pada
“Haha, kamu pintar sekali, mengirimnya untuk urusan bisnis selama seminggu, sampai kita berdua bisa berduaan begini.”Kaki Siella yang melangkah hendak ke kamar setelah perjalanan jauh langsung berhenti seketika. Telinganya mendengar dengan jelas, bahwa barusan ia mendengar seorang wanita berbicara dari dalam kamarnya.Meski tubuhnya terguncang setelah mendengarnya, perlahan Siella melangkah dan hendak melihat, siapa orang yang ada di dalam sana. Ia ingin tahu, meski ia juga tahu bahwa pasti sakitnya akan berkali-kali lipat.Pintu yang kelihatan terbuka tersebut memberikannya celah mengintip. Kamarnya yang luas dan lampu yang menyala membuat Siella bisa melihat jelas, bahwa Vano sedang bersama wanita lain di dalam kamar mereka berdua.Ia melangkah mundur, napasnya terasa sesak dan bahkan Siella nyaris merasa tidak bisa mengendalikan dirinya. Seluruh akal sehatnya seperti berhenti memikirkan apa yang sedang terjadi.Air matanya langsung berlinang, tidak percaya atas apa yang sudah ia l
Siella mengiyakan saja ajakan sang sahabat. Ia sudah kalang kabut memikirkan bahwa suaminya tersebut berselingkuh di rumahnya sendiri. Wajahnya lebih banyak melamun, dan juga pandangannya selalu saja kosong.Esok harinya, mereka mendatangi sebuah rumah yang cukup besar sekali. Siella hanya memandangi ke sana dan kemari melihatnya. Entah apa yang ada di dalam pikirannya yang kacau tersebut.Tok… Tok… Tok…Hani mengetuk pintu besar tersebut. Dan tak lama kemudian, melihat seseorang yang keluar dari balik pintu sana. Seorang pria yang membukanya membuat wajah dari Siella seketika berubah seketika.Dengan ekspresi terkejut, Siellan menunjuk ke arah si pria dengan suara yang cukup besar nadanya. “Kamu?!”Pria tersebut memandangi Siella dengan tatapan yang jengkel dan juga nampak sedikit kesal. Ia tidak menghiraukan ucapan dari Siella, dan kemudian menatap ke arah Hani yang ada di depannya.“Ada apa sampai kamu datang kemari?” tanya si pria.“Aku mau minta tolong, boleh?” tanya Hani, member
Melihat bagaimana Siella benar-benar berlutut di depan Devan, dengan kedua tangan yang ada di atas pahanya dan dengan kepala yang menunduk juga, membuat suasana jadi sangat mencengkam.Hani yang melihat sahabatnya sampai sujud tersebut mencoba untuk memintanya bangun, dan tidak sampai seperti ini. namun Devan dengan segera menghentikan Hani supaya tidak melakukan itu. Dia akan menguji.“Beri aku alasan logis dan juga keuntungan apa yang bisa kamu berikan padaku kalau aku membantumu. Selain karena kamu ingin membalas suamimu,” tanya Devan.Siella mendongakkan kepala melihat ke arah Devan yang menatapi wajahnya dengan sangat serius juga. Siella sampai menggigit bibir karena ingin menunjukkan kesungguhannya.“Aku akan menuruti apa pun permintaanmu! Selama kamu bisa membantuku membuat suamiku serta selingkuhannya terpuruk! Aku ingin menunjukkan bahwa aku adalah orang dengan nilai tinggi yang tidak pantas mendapatkan perlakuan ini! Akan aku tunjukkan bahwa aku bisa berdiri dengan kakiku se
Siella tersenyum dengan lebar memandangi wanita tersebut, ini jelas sekali adalah bagian dari rencananya yang berjalan sangat mulus sekali.“Iya. Silakan duduk,” Siella mempersilakan sambil menunjuk kursi depannya.Wajah Rifia yang kelihatan kikuk tersebut jelas tahu siapa Siella ini. dan Siella berusaha berpura-pura bahwa ini adalah kali pertama mereka bertemu satu sama lain.Rifia duduk di depannya, dan jelas sekali dia merasa canggung saat berhadapan dengan Siella.“Kamu sudah tahu, kan? Kalau aku mencari pengganti untuk posisi sekretaris di perusahaan tempatku bekerja? Dan kamu orang yang mengajukan diri, kan?” tanya Siella.Rifia menganggukkan kepalanya, kelihatan berusaha sangat sopan. Padahal sifatnya jelas sekali seperti orang licik yang berusaha mengubur bangkainya.“Sebelumnya kamu pernah punya pengalaman menjadi sekretaris pribadi? Atau mungkin ini pertama kali? Karena perusahaan yang akan kamu pegang cukup besar,” Siella sedikit memancing.“O- oh, belum. Kebetulan ini pert