“Dixon, ada apa ini?”
Zoe bertanya, berjalan meraba-raba di depan Dixon yang memeluknya dari belakang. Kedua mata Zoe ditutup menggunakan sehelai pita lebar, sehingga dia tidak bisa melihat apa pun sekarang. Sedangkan Dixon yang terus menuntunnya tertawa kecil mendengar pertanyaan dari sang kekasih.
“Jangan hanya tertawa. Katakan, ada apa kau menutup mataku seperti ini?” tanya Zoe lagi.
“Hati-hati, Zoe, di depan ada tangga. Turun lah perlahan dan jangan banyak bertanya, oke?”
Ada apa sih sebenarnya? Sungguh Zoe sangat ingin membuka ikatan pita yang menghalangi pemandangannya, jika tak ingin Dixon akan menjadi kecewa. Selain itu, Zoe juga harus menjaga sikap di depan keluarga besar Stewart, sungkan jika mereka melihat kecerewetannya. Terpaksa dia ikuti perkataan lelaki yang terus menggiringnya menuruni anak tangga.
“Ke kiri.”
Dixon menuntun Zoe lagi, dan gadis itu bisa mendengar suara riuh di de
“Maksudnya?” Zoe bertanya. Dia benar-benar tidak mengerti akan pertanyaan dari Natasha.Mengagetkan, bukan? Di saat semua orang tampak bahagia atas pernikahan ini, Natasha justru mempertanyakan kenapa Zoe harus menikahi Dixon. Memangnya, apa yang salah dengan itu? Zoe tidak melakukan kejahatan dengan menikah. Zoe tidak memaksa atau membuat Dixon menjadi tertekan. Pernikahan ini murni karena mereka saling mencintai.“Kau pura-pura tidak mengerti atau bagaimana? Apakah memang sebodoh ini putri keluarga Borisson? Kudengar, ibumu juga berasal dari keluarga biasa. Apakah mungkin IQ ibumu yang menurun padamu?”Rasanya tak bisa Zoe tahan ingin menjambak rambut gadis itu, tapi dia berusaha menahan ini. Natasha sangat kelewatan, berani menyebut-nyebut ibunya. Apakah di matanya, orang biasa akan selalu memiliki IQ yang rendah? Jika tak mengingat besok akan menjadi hari penuh sejarah di dalam hidupnya, ingin sekali Zoe menghajar calon iparnya ini.
“Jadi begitu?” Mendengus tidak percaya. Mata berkedip beberapa kali untuk menahan perasaan yang bercampur aduk. “Ternyata aku bahkan tidur dengannya.”Beruntungnya Dixon tidak serta merta menjadi marah dan meledak mendengar tuduhan dari calon istri. Hanya saja, dia tidak percaya Zoe bisa bisa berpikiran demikian tentang dirinya.“Apakah aku terlalu gila di matamu, Zoe Xaveera?” Dia bertanya dengan sedikit nada geli setiap kali memikirkan perkataan Zoe. “Hei, Nona Muda Borisson, mungkin aku bukan lelaki yang suci, tapi aku masih cukup waras. Meski Natasha terus mengganggu dan merayuku, tak sedikit pun di dalam kepalaku memikirkan hal seperti itu.”Sekarang Zoe yang justru terlihat terkejut. Dixon menyentuh tangannya, menarik gadis itu untuk berdiri. Kedua tangan kekar Dixon langsung melingkar di pinggang ramping Zoe, seakan tak mengijinkannya lepas barang satu detik. Dua mata mereka beradu beberapa saat sebelu
“Dixon Leonel Stewart, mau kah menikahi Zoe Xaveera Borisson. Setia padanya, dalam keadaan sakit atau sehatnya, senang atau susah, dan menjadikannya istri satu-satunya yang kau miliki. Jika kau bersedia, maka jawab ‘Ya, aku bersedia’, Anakku.”Pendeta yang membacakan pemberkatan pernikahan itu berbicara dengan lantang, tapi cukup lembut di akhir kalimatnya. Semua orang menunggu pengantin laki-laki yang berdiri berdampingan dengan gadis bergaun putih tulang. Dixon memang sengaja menggabungkan nama dari orang tua kandung juga angkatnya untuk disebut dihari pernikahannya, untuk terus mengingat fakta bahwa ada seorang pria yang mengawasinya dari atas sana. Lelaki itu pun menjawab dengan sangat tegas dan yakin.“Ya, aku bersedia menikahi Zoe Xaveera Borisson, untuk menjadi istriku. Menemaninya dan setia dalam keadaan sehat atau pun sakit, juga susah mau pun duka. Zoe Xaveera akan menjadi istriku satu-satunya.”“Anakku, Zoe Xa
Langkah kaki Esau semakin lebar mengelilingi aula hotel yang dijadikan tempat berlangsungnya pesta. Orang-orang tengah berbahagia, tak terkecuali dengan dua pengantin yang duduk berdampingan disepasang sofa. Esau sempat melihat kakaknya menerima banyak tamu yang datang mengucapkan kata selamat.Jika wanita bernama Felisha itu sampai melakukan sesuatu, yakin lah tak ada orang yang akan menyadarnya sampai terjadi lautan darah. Dia melupakan pesta, dan kembali fokus mencari wanita yang mencurigakan.Ketika sibuk mencari, Esau bertabrakan dengan mommy-nya. Punggungnya ditepuk oleh Alena yang kebingungan melihat sang anak.“Esau, ada apa denganmu? Tampaknya wajahmu sangat tegang.” Mengerut alis melihat kejanggalan di wajah putranya.Tangan Alena menyentuh wajah sang putra, mengusapnya pelan. “Ada masalah? Kau terlihat tegang bahkan berkeringan dingin.”“Mom, itu ...”Berhenti sejenak, Esau berpikir kembal
“ESAU!”Harry meneriakkan nama putranya. Pria yang sudah tak muda itu berlari mengejar tubuh sang putra yang terlempar ke belakang. Tak peduli jika benda itu mungkin akan meledak lagi, Harry hanya memikirkan nasib Esau. Buru-buru dia buka jas yang dikenakan oleh Esau, melemparnya ke sembarang arah. Dia angkat kapala anaknya untuk diletakkan di atas pangkuan, dan kembali menyerukan nama putranya.“Esau! Esau, kau mendengarku?”“Dad, aku tidak kenapa.” Esau mengangkat kepalanya dari pangkuan sang ayah, dan menatap orang tua yang dipenuhi rasa khawatir.“Kau yakin?”“Ya, itu hanya ledakan kecil. Aku hanya terlalu terkejut sampai melompat ke belakang. Lihat, bajuku tidak terkena ledakannya.”Ya, dari yang Harry lihat memang kemeja putih putranya tidak terkena api sama sekali. Hanya jas itu lah yang terbakar di bagian depannya, pertanda perkataan Esau memang benar. Dia tidak kenapa-kenap
Semua orang menatapnya tidak percaya. Harry yang sudah dipenuhi kemarahan pun sampai tak mengerti akan mengatakan apa, pada wanita yang berdiri di depan sana. Felisha berjalan menuruni anak tangga, sama sekali tidak memiliki rasa takut di dalam hati. Dia benar-benar memancing kemarahan Harry? Bahkan rasa khawatir melihat putranya belum lagi hilang dari pikiran Harry, kala bom rakitan kecil itu meledak di tangan Esau. Sungguh, Felisha sudah sangat berani menjemput kematiannya ke rumah ini. “Kenapa dengan kalian? Apakah aku tampak sangat menakutkan?” Kini Felisha sudah berdiri di depan mereka semua. “Kau sangat berani menginjakkan kakimu di rumahku?” Harry mendengus dengan mata beralih pada sebelah kiri. “Felisha, aku rasa kau belum melupakan gudang di ujung sana,” katanya lagi, mengingatkan Felisha akan siksaan yang pernah dia berikan untuk perempuan itu. Jika Felisha adalah manusia, seharusnya dia akan mengingat setiap siksa yang Harry berikan d
“Adikku, lihat lah wajahmu yang menyedihkan.” Felisha berbicara dengan nada yang dibuat semenyedihkan mungkin. “Ke mana perginya Nyonya Borisson yang sangat kuat dan bermartabat? Aku sangat sedih melihat kau begitu pasrah menerima kematianmu.” Apa yang akan Alena katakan? Jika ditanya apakah dia siap, tentu saja tidak ada manusia yang siap menerima kematiannya. Meski Alena sudah berkata dia pasrah di tangan Feli, tetap saja tubuhnya gemetar menahan takut, dan hatinya meraung memohon pertolongan. Namun, dia harus membuat dirinya tetap tegar, untuk membuat Felisha tidak lantas mengamuk seperti tadi. “Jawab, Bodoh! Apa kau tuli?” Ini tidak bisa dibiarkan. Harry sudah tak sabar melihat tingkah Felisha yang sangat menyebalkan itu, sehingga dia sedikit maju. “Berhenti di sana!” felisha memperingatkan. Rahang Felisha semakin tegang, matanya melotot, sedang wajahnya memerah padam menunjukkan kemarahan. Dia menatap Harry seakan ingin menelannya hidup-h
Ketegangan di istana milik Harry Borisson berakhir setelah petugas Rumah Sakit Jiwa memberi obat penenang untuk Felisha. Dia yang memintanya sendiri, sebab Felisha sendiri sadar bahwa jiwanya tidak dalam kondisi yang stabil. Felisha sering mengamuk ketika dia tidak mampu mengendalikan pikirannya. Alena sendiri ikut mengantar kakak tirinya ke Rumah Sakit. Dia juga meminta agar Feli tidak dibawa lagi ke rumah sakit cabang, di luar kota. Alena berkata, dia akan mengurus Felisha sampai kakak tirinya bisa pulih seperti dulu lagi. Sebab itu lah Feli meminta perawat menyuntiknya dengan obat penenang, takut jika kembali jiwanya terguncang dan melakukan tindakan di luar kendali, lantas melukai Alena. Dia berubah. Dia menjadi seorang yang peduli ketika kewarasan sedang menyapa. Tapi Feli adalah monster yang menakutkan saat dia sudah kembali dihantui kebencian yang masih bersarang di dalam dada. ‘Kondisi ini sudah ada sejak lama. Sebelum Nyonya Felish
Esau berlari menaiki tangga pintu masuk istana keluarganya, dengan penuh semangat dan senyum yang tergambar di bibirnya. Tangan kanan menjinjing sebuah boks besar yang dia bawakan hadiah untuk istrinya, belakangan ini dia memang menjadi sangat romantis sejak mendengar kabar kehamilan Freya. Setiap akan pulang dari mana pun, Esau menyempatkan membawa hadiah untuk Freya. Baik itu berupa bunga, makanan, atau benda apa saja yang dia temukan di jalan. Terkadang juga Esau mencari-cari sesuatu yang diinginkan ibu hamil melalui situs internet, lantas membawakannya untuk Freya. Dia adalah suami yang begitu mencintai istrinya. “Sayang...” Esau mendorong pintu kamar, memamerkan jinjingan yang dia bawa. “Lihat, aku membawa apa padamu?” Freya yang tengah berbaring membaca sebuah buku, menurunkan buku itu ke atas perutnya dan melihat Esau. Sejak hamil dan dikatakan fisiknya lemah, Freya dengan suka rela mengambil cuti kuliah dan lebih memilih menghabiskan waktu menikmati k
“Frey, kalian harus datang, ingat!”Leona berseru dari ujung sana, melambaikan tangannya pada Freya yang masih berdiri menunggu Esau membukakan pintu mobil. Gadis itu mengangguk sebagai jawaban untuk seruan dari Leona.“Baik lah, akan aku usahakan.” Freya lalu masuk ke dalam mobil di samping suaminya yang menyetir.“Datang? Memangnya... ke mana dia mengajakmu?”“Ulang tahun. Leona merayakan ulang tahunnya, dan dia mengundang kita.”“Kenapa kita harus datang?” Esau menyahut acuh, menyalakan mesin mobil yang membawa mereka meninggalkan parkiran kampus. “Aku heran kenapa kau mau berteman dengannya, padahal dulu dia jahat padamu.”Jika dipikir-pikir, Leona memang banyak melakukan kejahatan pada Freya, tapi di balik itu Freya sendiri sudah membalasnya, kan? Lantas kenapa harus merasa dirinya harus membenci Leona lagi? Lagian Leona sendiri sudah meminta maaf secara terang-tera
Semua orang menjadi diam melihat kedatangan pria itu. Esau masih terkejut, bahkan dia tidak sadar kapan Ezra Raves berjalan menuju kado besar yang sudah Harry siapkan. Dia menatap Harry dengan tatapan yang sedikit aneh.“Apakah kado dariku sangat besar?” katanya, seakan menyindir Harry. Ezra cukup tahu Harry adalah seseorang yang selalu mempersiapkan segala sesuatu, dan sudah pasti Harry lah yang membuat kado itu seakan-akan dari dirinya. “Kalian tampak senang melihat kado dariku, tapi tampaknya tidak senang dengan kedatanganku.” Ezra berpindah ke depan Harry, mengulurkan tangannya dan berkata, “Halo, Besan, akhirnya kita bertemu setelah sekian lama.”Harry muak melihat sikap Ezra yang seakan ingin menunjukkan sifat arogannya. Tapi demi menjaga nama baik menantu perempuannya, Harry mengulurkan tangan untuk menyambut Ezra. “Ya, selamat datang kembali. Aku pikir pesawat itu sudah meledak sehingga kau mungkin tidak akan pernah dat
“Selamat, akhirnya kau benar-benar menjadi lelaki jantan.” Parsa menepuk pundak sahabatnya, membuat Esau mengerut kening tidak senang.“Sial! Apa selama ini aku kurang jantan di matamu?” umpat Esau pelan, tidak senang dia dengan ledekan yang ditujukan Parsa padanya.“Mana aku tahu, Freya lah yang tahu bagaimana kau di ranjang.” Parsa melirik Freya dan meneruskan pertanyaan Esau padanya. “Bagaimana, Frey, apakah Esau jago di ranjang?” ucapnya sembari tertawa.Kesal, Esau meninju pelan pundak Parsa untuk menyuruh sahabatnya itu diam. “Diam lah, Brengsek, atau aku memanggil bagian keamanan untuk mengusirmu,” balasnya sambil bergurau.Hal itu membuat Julian ikut tertawa mendengar dua sahabatnya yang saling mengejek, dan ikut serta di dalam perbincangan mereka. “Mungkin kau memang tidak jago, Esau, sebab itu Freya ingin meninggalkanmu.”“Hei, tutup mulutmu atau aku
“Apa yang kau lakukan, Esau?” Freya menarik Esau untuk menjauh, tetapi Esau tidak menggubrisnya. Dia tidak akan menyerah begitu saja sebelum Felisha menunjukkan apa yang dia sembunyikan.“Frey, aku lah yang lebih dulu mengenal bibi, jadi aku tahu dia tidak sepenuhnya gila. Sebelum kau masuk ke dalam hidupku, perawat mengatakan bibi hanya butuh pengobatan ringan. Dia hanya terlalu malu bertemu denganmu, sampai-sampai berkata tidak ingin melihatmu lagi. Benar seperti itu kan, Bi?” tanya Esau tegas.Tentu hal itu membuat Felisha tak tahan lagi. Dia lelah menahan diri hingga akhirnya meneteskan air mata dari kedua sudut matanya.“Aku orang jahat, kenapa aku berhak memiliki anak? Aku sudah membuat semua orang menderita, aku tidak pantas menjadi ibunya,” bisik Feli lemah.Pertemuan dengan Ezra sudah membuat Feli seperti tersadar bahwa dirinya adalah orang jahat yang tak pantas mendapatkan perhatian dari siapa pun. Semua tuduh
“Maaf sudah memisahkanmu dengan papamu.” Esau mengelus wajah Freya, satu jarinya bermain-main di wajah cantik gadis yang bersandar ke pundaknya.Bagaimana pun, Ezra Raves adalah pria pertama yang mencintai gadis itu sejak dia lahir. Mungkin banyak kesalahan yang Ezra lakukan, tapi tetap saja cinta seorang ayah tidak bisa dihilangkan dari hati.“Kau masih sedih?” Kini Esau tatap wajah cantik istrinya dengan memegangi dagu lancip Freya.Menggeleng lemah, tentu saja Freya berbohong. Dia tidak bisa berkata dirinya baik-baik saja setelah yang barusan terjadi.“Sedih sebentar tidak akan membunuhku, kan?” bisik Freya, lagi air matanya mengalir. “Papa tidak boleh hanya menyalahkan mama, mereka sama-sama salah. Aku harus tega pada papa untuk membuatnya menyadari kesalahan.”“Benar, kau tidak melakukan kesalahan. Jika papamu bisa berpikir dengan baik, seharusnya dia menyesal.”Helaan na
“Apa yang kalian bicarakan? Sayang, papa mencintaimu. Kau tidak harus mendengarkan kesaksian dari orang-orang yang tidak menyukai papa,” kata Ezra, berharap kali ini putrinya masih mendengarnya. Ezra Raves tidak rela jika Freya menuduhnya tidak menginginkan dirinya.“Tapi bukti yang kutemukan bukan sekedar ucapan orang-orang. Papa juga ingin melihatnya?” Freya menantang papanya, lantas membuka lipatan kertas yang dia pegang.Bagaimana pula ada orang yang berkata demikian? Apakah mereka bisa mendengar isi kepala Ezra? Siapa yang dengan berani membuat kesaksian bahwa Ezra tidak menginginkan bayinya? Sejak mendengar Felisha hamil, Ezra sudah berencana untuk mengurus bayi itu meski tanpa ibunya!“Catatan rumah sakit atas nama Felisha Raves dan suaminya Ezra Raves,” kata Freya, membaca sebagian dari kertas yang ada di tangannya. Dadanya sesak. Pedih Freya rasakan ketika dia melanjutkan untuk berkata, “Catatan ini adalah kunju
Freya masih bergeming menatap tangan Esau yang terulur padanya. Lalu perlahan mengangkat mata untuk melihat wajah suami yang... katanya sudah bercerai oleh perbuatan oleh sang papa. Wajah sendunya sulit untuk ditebak, apakah Freya akan menerima uluran tangan itu?Kemudian dia perlahan mengalihkan wajah menatap tangan papanya, lalu mata mereka pun bertemu beberapa detik kemudian.“Mari, Sayang, kita akan berangkat hari ini,” ucap Ezra Raves sekali lagi.“Papa menjagaku?” Suara serak yang menyiratkan kerinduan akan cinta.“Pasti, karena kau lah separu dari nyawaku yang tersisa.” Ezra mengangguk perlahan.Ezra memang banyak melakukan kebohonga, tapi semua dia lakukan untuk alasan yang tepat. Dia hanya tidak ingin membuat Freya seperti ibunya.“Freya, ibumu memiliki temprament yang sangat buruk. Dia suka menyakiti orang lain tanpa peduli siapa orangnya. Aku menjauhkanmu dari dia karena aku mencintaimu, a
“Esau, tunggu!” Freya hampir saja terjatuh ketika mengikuti langkah suaminya turun dari mobil. “Bukankah kau bilang akan mempertahankanku? Kenapa kau ingin mengembalikanku pada papa?” katanya lagi. Freya tidak ingin pergi, dia berhenti menatap rumah besar di mana papanya menunggu.“Freya, ikut lah, papamu sudah tak sabar menunggu.”Kemarahan Esau sudah sampai di puncak kepalanya, sehingga tak ada waktu baginya membahas hal ini. Esau hanya ingin segera bertemu dengan Ezra Raves dan menyelesaikan masalah mereka. Dia tidak tahan mendengar kata-kata Ezra yang bahkan sudah mengurus perceraiannya dan Freya. Bukankah pria itu sudah sangat keterlaluan?“Tapi aku tidak mau! Aku mencintaimu, aku ingin denganmu!” Freya yang baru mendapat kasih sayang dari seluruh anggota keluarga Borisson, tiba-tiba merasa sangat sedih. Esau, lelaki yang pagi tadi berkata mencintai dirinya bahkan rela mati untuknya, kenapa sekarang justru sep