“Bagaimana dengan Freya? Kau sudah melakukan seperti yang kukatakan?”
“Sudah, Tuan Muda. Dan seperti yang kita duga, Nona Freya menghubungi nomor ayahnya.”
“Apa yang dia katakan?”
“Nona Freya meminta papanya untuk berangkat ke Indonesia.”
Tepat sekali dugaan Esau. Freya sudah menyusun rencana untuk membuat dia tidak bisa menemukan Ezra Raves, tapi sayangnya, Esau sudah mengantisipasi semua itu sejak awal. Ya, Esau memang menugaskan seseorang mengangkat panggilan telepon dari Freya, dan menirukan suara Ezra Raves.
“Kau tidak akan lebih pintar dariku, Frey... kau salah jika menduga aku akan mudah kau bohongi lagi. Sabar lah, aku akan meluruskan semua ini sampai kau menyesali semua kebohonganmu,” bisik Esau, seakan di sebelahnya ada Freya sekarang.
Teringat tadi malam, Esau sangat memanjakan tubuh Freya dengan segala sentuhannya. Gadis itu sampai menjerit, merontah kenikmatan ole
Untuk beberapa detik Ezra masih terpaku menatap Esau. Orang ini... pemuda yang baru saja membicarakan persembunyian padanya, sudah membuat Ezra Raves teringat pada Harry Borisson. Lelaki arogan, keras kepala, juga tentu saja orang yang sudah mengambil hal terindah di hidup Ezra. Dan sifat itu juga sama, pemuda di depannya sangat terang-terangan menyindir Ezra. Esau sendiri tak mau kalah, dia balas menatap Ezra Raves seperti yang dilakukan pria itu. Dua pasang mata mereka bagaikan ujung tombak yang saling menusuk musuhnya. Kemudia, Ezra mengangguk dan tetap menjaga karisma kewibawaannya. “Silakan, ikut aku ke ruanganku dan suruh orangmu tunggu di sini. Percakapan hanya akan terjadi antara kau dan aku,” kata Ezra dengan penuh penekanan. Secara halus. Esau mengikut Ezra masuk ke dalam lift. Keduanya tak saling bicara, Ezra lebih banyak diam sembari memperhatikan penampilan Esau dari kaca yang ada di dalam lift. Pemuda itu benar-benar tak membuang sedikit pun sos
“Kenapa papa belum memberi kabar?” Freya berputar-putar di dalam kamarnya. Sejak perbincangan dengan papanya kemarin, dia tidak mendengar sama sekali apakah Ezra Raves sudah benar berangkat. Freya panik, tidak rela jika Esau sudah lebih dulu menemukan di mana papanya tinggal. Jika sampai Esau bertemu papa, apa kira-kira yang akan mereka bahas? Apakah mungkin Esau akan bercerita dirinya sudah menikah? Terus, adakah Esau mungkin akan memuja Freya di depan papanya, mengatakan dia sangat cantik dan Esau sudah jatuh cinta padanya? Lalu, apakah Esau akan berjanji di depan papa akan terus mencintai Freya sampai ajal menjemput mereka? Freya tersadar ketika dirinya baru saja tersenyum membayangkan semua itu. “Kenapa jadi memikirkan Esau? Astaga, wajahnya terus saja datang ke kepalaku,” gerutu Freya kemudian menepuk keningnya. Ini sudah hari ke dua, tetapi Esau belum juga memberi kabar. Mungkin dia terlalu sibuk mencari keberadaan Ezra Raves sampai tidak
“Kau sangat tak sabar menunggu, he?”Esau tersenyum, matanya fokus menatap layar ponsel yang di layarnya memunculkan nama dan gambar Freya. Istri cantiknya menelepon, entah sudah berapa kali Freya menghubunginya sejak kemarin. Dia menggeser layar itu dan mengangkat panggilan dari Freya.“Ya, Sayang.”“Sayang? Kau masih bisa memanggilku seperti itu?”Suara Freya langsung memenuhi telinga Esau, membuatnya menjauhkan ponsel jika tak ingin telinganya menjadi tuli.“Hei, kenapa kau berteriak?”“KARENA KAU TIDAK MENGANGKAT PANGGILANKU! Menurutmu, karena apa lagi aku marah, Tuan Muda?”Lagi, Esau harus memicingkan matanya karena suara Freya yang justru berteriak sangat keras.. Astaga gadis itu....“Kau keasyikan di Inggris dengan gadis-gadis di sana? Kau lupa kau memiliki istri di rumah? Aku membencimu!” kata Freya lagi, bisa Esau bayangkan seperti a
“Tadi kau bilang Freya ada di rumah?”“Benar, Tuan Muda.”“Kau sudah mengatakan pada mereka untuk tidak memberinya keluar dari rumah?”“Sudah, Tuan Muda. Dan Nona Freya juga berkata dia tidak akan ke mana-mana.”“Baik lah, jangan sampai Ezra Raves menghubungi dan membawanya.”Di dalam peswat Esau terus saja gelisa. Pikirannya sudah lebih dulu tiba di Indonesia membayangkan mungkin Ezra Raves akan memaksa Freya kembali ke Inggris. Dia tidak sepenuhnya bisa tenang meski Timothy berkata sudah menyuruh seseorang mengamankan Freya.“Ah sial, aku juga lupa mengabarkan pada mom dan dad,” gerutu Esau lagi, dia benar-benar sangat gelisa.Guncangan keras terasa di dalam pesawat, Esau yang tadinya tidak mengenakan sabuk pengaman sampai bergeser dari tempat duduknya. Dia menatap Timothy dengan bingung.“Kau merasakannya?”“Sepertinya ada
“Ezra, kenapa masih membahas masa lalu? Tujuanmu datang ke sini bukan untuk membahas masa lalu yang seharusnya sudah berakhir, bukan?” tanya Alena. “Feli membutuhkanmu, aku harap kau paham itu.”Ezra bergerak mendekati Alena, tangannya menarik tangan Alena, membuat Alena membelalakkan kedua matanya karena kaget mendapat perlakuan yang sama sekali tak diharapkan.“Apakah aku tak bisa mengatakan apa yang saat ini masih kurasakan, Alena?’ tanya Ezra penuh harap.Alena sedih mendengar kalimat Ezra, tapi tak ada yang mampu diperbuatnya, semua hanyalah masa lalu yang sudah dikubur dalam-dalam olehnya. Baginya sampai kapan pun, hanya ada Harry di hatinya. Bukankah Ezra seharusnya bisa melupakan dirinya?“Lepaskan tanganku, orang bisa saja membuat gosip karena itu,” pinta Alena sopan agar Ezra mau melepaskan tangannya dari Alena. Ezra mendesah pelan, kemudian menarik napas perlahan, berusaha untuk tak hanyut d
Alena tertegun. Jika Ezra tidak mau membantunya, janji pada Felisha pun tidak mungkin bisa dia tepati. Wanita itu melemah oleh rasa sesal, entah apa yang akan dia katakan pada Feli ketika menemuinya nanti. Tapi satu yang Alena tanamkan di hatinya, tak ada kesempatan untuk Ezra mengusik hidupnya lagi.“Aku tidak peduli. Jika kau berkata demikian, maka aku juga lepas tangan untuk Felisha.” Dia tidak main-main, seseorang tidak boleh mengancamnya.Kemudian Ezra tertawa kecil, telunjuknya teracung ke wajah Alena dan membuat ekspresi yang seakan baru saja melihat sebuah lelucon.“Kau tertawa?” Alena sangat geram dibuatnya.“Siapa yang tidak akan tertawa? Liat, kau sangat serius dengan wajah itu.”“Maksudmu... kau bercanda?”Mengangguk, Ezra membenarkan posisi duduknya. “Apa salahnya sedikit bercanda, Alena? Kita sudah lama tidak bertemu, kenapa harus tegang begitu?”“Maksdumu
“Apa dia begitu menakutkan bagimu?” Alena menyolek pucuk hidung suaminy, tersenyum mendengar kata yang baru diucapkan pria yang sangat dia cintai. “Aku hanya milikmu, Harry, dan aku tidak akan membiarkan diriku digoda lelaki mana pun.”“Karena aku juga tidak akan membiarkan ada yang berani menggodamu,” sahut Harry, dia bawa kembali istrinya ke dalam pelukan, menempelkan wajah wanita itu di dadanya. Harry mengecup puncak kepala Alena, mengirup wangi rambut yang selalu memabukkan dirinya. Alena hanya miliknya, tak seorang pun boleh mendekati istrinya ini.***Ezra Raves tersenyum menatap kota yang sudah sangat lama dia tinggalkan. Puluhan tahun, sejak kejadian dirinya menembak Serena demi menyelamatkan Alena, papanya membawa Ezra jauh ke Inggris, sebab hanya itu satu-satunya jalan bagi Ezra untuk bisa lepas dari tuntutan pengadilan kala itu. Ezra sendiri pun tidak pernah berniat untuk kembali ke negara ini, jik
Freya masih mematung dengan ponsel yang menempel di telinga. Mulutnya tertutup rapat, tak berani bahkan untuk membuat sedikit pun gerakan seakan takut jika papanya akan mendengar dari ujung sana.“Kau tidak dengar? Perlu aku bertanya sekali lagi, Frey?”“A-aku...” Freya menjadi teringat dengan pembicaraanya di dalam telepon berapa hari yang lalu. Dia meminta papanya datang ke Indonesia untuk membuat Ezra Raves tidak bertemu dengan Esau di Inggris. Sudah barang tentu papanya itu sekarang ada di kota ini, berbohong pun pasti lah tak ada gunanya.“Itu... aku....”“Aku tunggu di rumah, mari kita bicara.”Berbicara, sudah barang tentu papanya akan mempertanyakan tentang kehidupan Freya selama ini. Jika dia memberitahu keberadaannya, bukankah itu mencari mati? Belum lagi tadi penjaga berkata Esau berpesan agar Freya tidak meninggalkan rumah. Dia tidak mungkin pergi menemui papanya dan membuat rahasianya men
Esau berlari menaiki tangga pintu masuk istana keluarganya, dengan penuh semangat dan senyum yang tergambar di bibirnya. Tangan kanan menjinjing sebuah boks besar yang dia bawakan hadiah untuk istrinya, belakangan ini dia memang menjadi sangat romantis sejak mendengar kabar kehamilan Freya. Setiap akan pulang dari mana pun, Esau menyempatkan membawa hadiah untuk Freya. Baik itu berupa bunga, makanan, atau benda apa saja yang dia temukan di jalan. Terkadang juga Esau mencari-cari sesuatu yang diinginkan ibu hamil melalui situs internet, lantas membawakannya untuk Freya. Dia adalah suami yang begitu mencintai istrinya. “Sayang...” Esau mendorong pintu kamar, memamerkan jinjingan yang dia bawa. “Lihat, aku membawa apa padamu?” Freya yang tengah berbaring membaca sebuah buku, menurunkan buku itu ke atas perutnya dan melihat Esau. Sejak hamil dan dikatakan fisiknya lemah, Freya dengan suka rela mengambil cuti kuliah dan lebih memilih menghabiskan waktu menikmati k
“Frey, kalian harus datang, ingat!”Leona berseru dari ujung sana, melambaikan tangannya pada Freya yang masih berdiri menunggu Esau membukakan pintu mobil. Gadis itu mengangguk sebagai jawaban untuk seruan dari Leona.“Baik lah, akan aku usahakan.” Freya lalu masuk ke dalam mobil di samping suaminya yang menyetir.“Datang? Memangnya... ke mana dia mengajakmu?”“Ulang tahun. Leona merayakan ulang tahunnya, dan dia mengundang kita.”“Kenapa kita harus datang?” Esau menyahut acuh, menyalakan mesin mobil yang membawa mereka meninggalkan parkiran kampus. “Aku heran kenapa kau mau berteman dengannya, padahal dulu dia jahat padamu.”Jika dipikir-pikir, Leona memang banyak melakukan kejahatan pada Freya, tapi di balik itu Freya sendiri sudah membalasnya, kan? Lantas kenapa harus merasa dirinya harus membenci Leona lagi? Lagian Leona sendiri sudah meminta maaf secara terang-tera
Semua orang menjadi diam melihat kedatangan pria itu. Esau masih terkejut, bahkan dia tidak sadar kapan Ezra Raves berjalan menuju kado besar yang sudah Harry siapkan. Dia menatap Harry dengan tatapan yang sedikit aneh.“Apakah kado dariku sangat besar?” katanya, seakan menyindir Harry. Ezra cukup tahu Harry adalah seseorang yang selalu mempersiapkan segala sesuatu, dan sudah pasti Harry lah yang membuat kado itu seakan-akan dari dirinya. “Kalian tampak senang melihat kado dariku, tapi tampaknya tidak senang dengan kedatanganku.” Ezra berpindah ke depan Harry, mengulurkan tangannya dan berkata, “Halo, Besan, akhirnya kita bertemu setelah sekian lama.”Harry muak melihat sikap Ezra yang seakan ingin menunjukkan sifat arogannya. Tapi demi menjaga nama baik menantu perempuannya, Harry mengulurkan tangan untuk menyambut Ezra. “Ya, selamat datang kembali. Aku pikir pesawat itu sudah meledak sehingga kau mungkin tidak akan pernah dat
“Selamat, akhirnya kau benar-benar menjadi lelaki jantan.” Parsa menepuk pundak sahabatnya, membuat Esau mengerut kening tidak senang.“Sial! Apa selama ini aku kurang jantan di matamu?” umpat Esau pelan, tidak senang dia dengan ledekan yang ditujukan Parsa padanya.“Mana aku tahu, Freya lah yang tahu bagaimana kau di ranjang.” Parsa melirik Freya dan meneruskan pertanyaan Esau padanya. “Bagaimana, Frey, apakah Esau jago di ranjang?” ucapnya sembari tertawa.Kesal, Esau meninju pelan pundak Parsa untuk menyuruh sahabatnya itu diam. “Diam lah, Brengsek, atau aku memanggil bagian keamanan untuk mengusirmu,” balasnya sambil bergurau.Hal itu membuat Julian ikut tertawa mendengar dua sahabatnya yang saling mengejek, dan ikut serta di dalam perbincangan mereka. “Mungkin kau memang tidak jago, Esau, sebab itu Freya ingin meninggalkanmu.”“Hei, tutup mulutmu atau aku
“Apa yang kau lakukan, Esau?” Freya menarik Esau untuk menjauh, tetapi Esau tidak menggubrisnya. Dia tidak akan menyerah begitu saja sebelum Felisha menunjukkan apa yang dia sembunyikan.“Frey, aku lah yang lebih dulu mengenal bibi, jadi aku tahu dia tidak sepenuhnya gila. Sebelum kau masuk ke dalam hidupku, perawat mengatakan bibi hanya butuh pengobatan ringan. Dia hanya terlalu malu bertemu denganmu, sampai-sampai berkata tidak ingin melihatmu lagi. Benar seperti itu kan, Bi?” tanya Esau tegas.Tentu hal itu membuat Felisha tak tahan lagi. Dia lelah menahan diri hingga akhirnya meneteskan air mata dari kedua sudut matanya.“Aku orang jahat, kenapa aku berhak memiliki anak? Aku sudah membuat semua orang menderita, aku tidak pantas menjadi ibunya,” bisik Feli lemah.Pertemuan dengan Ezra sudah membuat Feli seperti tersadar bahwa dirinya adalah orang jahat yang tak pantas mendapatkan perhatian dari siapa pun. Semua tuduh
“Maaf sudah memisahkanmu dengan papamu.” Esau mengelus wajah Freya, satu jarinya bermain-main di wajah cantik gadis yang bersandar ke pundaknya.Bagaimana pun, Ezra Raves adalah pria pertama yang mencintai gadis itu sejak dia lahir. Mungkin banyak kesalahan yang Ezra lakukan, tapi tetap saja cinta seorang ayah tidak bisa dihilangkan dari hati.“Kau masih sedih?” Kini Esau tatap wajah cantik istrinya dengan memegangi dagu lancip Freya.Menggeleng lemah, tentu saja Freya berbohong. Dia tidak bisa berkata dirinya baik-baik saja setelah yang barusan terjadi.“Sedih sebentar tidak akan membunuhku, kan?” bisik Freya, lagi air matanya mengalir. “Papa tidak boleh hanya menyalahkan mama, mereka sama-sama salah. Aku harus tega pada papa untuk membuatnya menyadari kesalahan.”“Benar, kau tidak melakukan kesalahan. Jika papamu bisa berpikir dengan baik, seharusnya dia menyesal.”Helaan na
“Apa yang kalian bicarakan? Sayang, papa mencintaimu. Kau tidak harus mendengarkan kesaksian dari orang-orang yang tidak menyukai papa,” kata Ezra, berharap kali ini putrinya masih mendengarnya. Ezra Raves tidak rela jika Freya menuduhnya tidak menginginkan dirinya.“Tapi bukti yang kutemukan bukan sekedar ucapan orang-orang. Papa juga ingin melihatnya?” Freya menantang papanya, lantas membuka lipatan kertas yang dia pegang.Bagaimana pula ada orang yang berkata demikian? Apakah mereka bisa mendengar isi kepala Ezra? Siapa yang dengan berani membuat kesaksian bahwa Ezra tidak menginginkan bayinya? Sejak mendengar Felisha hamil, Ezra sudah berencana untuk mengurus bayi itu meski tanpa ibunya!“Catatan rumah sakit atas nama Felisha Raves dan suaminya Ezra Raves,” kata Freya, membaca sebagian dari kertas yang ada di tangannya. Dadanya sesak. Pedih Freya rasakan ketika dia melanjutkan untuk berkata, “Catatan ini adalah kunju
Freya masih bergeming menatap tangan Esau yang terulur padanya. Lalu perlahan mengangkat mata untuk melihat wajah suami yang... katanya sudah bercerai oleh perbuatan oleh sang papa. Wajah sendunya sulit untuk ditebak, apakah Freya akan menerima uluran tangan itu?Kemudian dia perlahan mengalihkan wajah menatap tangan papanya, lalu mata mereka pun bertemu beberapa detik kemudian.“Mari, Sayang, kita akan berangkat hari ini,” ucap Ezra Raves sekali lagi.“Papa menjagaku?” Suara serak yang menyiratkan kerinduan akan cinta.“Pasti, karena kau lah separu dari nyawaku yang tersisa.” Ezra mengangguk perlahan.Ezra memang banyak melakukan kebohonga, tapi semua dia lakukan untuk alasan yang tepat. Dia hanya tidak ingin membuat Freya seperti ibunya.“Freya, ibumu memiliki temprament yang sangat buruk. Dia suka menyakiti orang lain tanpa peduli siapa orangnya. Aku menjauhkanmu dari dia karena aku mencintaimu, a
“Esau, tunggu!” Freya hampir saja terjatuh ketika mengikuti langkah suaminya turun dari mobil. “Bukankah kau bilang akan mempertahankanku? Kenapa kau ingin mengembalikanku pada papa?” katanya lagi. Freya tidak ingin pergi, dia berhenti menatap rumah besar di mana papanya menunggu.“Freya, ikut lah, papamu sudah tak sabar menunggu.”Kemarahan Esau sudah sampai di puncak kepalanya, sehingga tak ada waktu baginya membahas hal ini. Esau hanya ingin segera bertemu dengan Ezra Raves dan menyelesaikan masalah mereka. Dia tidak tahan mendengar kata-kata Ezra yang bahkan sudah mengurus perceraiannya dan Freya. Bukankah pria itu sudah sangat keterlaluan?“Tapi aku tidak mau! Aku mencintaimu, aku ingin denganmu!” Freya yang baru mendapat kasih sayang dari seluruh anggota keluarga Borisson, tiba-tiba merasa sangat sedih. Esau, lelaki yang pagi tadi berkata mencintai dirinya bahkan rela mati untuknya, kenapa sekarang justru sep