Perlahan tapi pasti, Esau mengangkat wajahnya untuk lebih dekat pada Freya. Dia tekan leher gadis itu agar tidak bisa mengelak darinya. Esau mulai mengendus kulit wajah Freya, mempermainkan bibirnya menuju telinga sang gadis yang masih diam tak berkutik.
Freya sendiri merasakan debaran jantungnya semakin memacu di dalam sana, mungkin itu akan pecah jika Esau terus melakukannya. Apalagi napas hangat lelaki itu seakan meminta Freya untuk merespon Esau yang kini sudah sukses menggigit kecil cuping telinganya.
Serrr....
Darah Freya seperti terjun bebas dari ketinggian.
Ada apa ini? Kenapa menjadi sangat aneh? Ini bukan kali pertama mereka bermesraan di atas ranjang. Esau sangat sering menggodanya, juga tak dua tiga kali mereka sampai bercinta sangat panas, tetapi malam ini dia merasa ada yang aneh di dalam dirinya. Ya, pipi Freya memanas, dan lonjakan hatinya di dalam dada seperti seorang anak kecil yang mendapatkan hal yang dia inginkan.
Apakah m
“Jadi kau yang akan pergi mencarinya?”Harry bertanya tanpa mengalihkan matanya dari berkas-berkas yang sedang dia periksa di meja kerjanya. Kaca mata yang menggantung di pangkal hidung pria itu membuatnya terlihat berbeda dari pria yang dulu Esau kenal. Dad semakin matang, rambut putih di bagian poninya semakin banyak, tapi dia masih terlihat gagah.“Ya, aku ingin meringankan sedikit pekerjaanmu, Dad.”Mengangkat wajahnya perlahan, Harry menatap ke inti mata Esau. Dia seorang pria, lebih dulu merasakan asam manisnya gula dan garam dunia, Harry tidak semudah itu untuk percaya seperti Alena.“Selain ingin meringankan bebanku, katakan apa lagi tujuanmu membantuku, Esau. Ada sesuatu yang ingin kau cari di Inggris?”Dia masih Harry Borisson yang dulu, meski perubahan sudah banyak di wajah dan rambutnya. Esau salah jika berpikir dad akan segampang itu dia kelabuhi. Instingnya sangat kuat, dan Esau bangga akan kelebiha
“Bagaimana dengan Freya? Kau sudah melakukan seperti yang kukatakan?”“Sudah, Tuan Muda. Dan seperti yang kita duga, Nona Freya menghubungi nomor ayahnya.”“Apa yang dia katakan?”“Nona Freya meminta papanya untuk berangkat ke Indonesia.”Tepat sekali dugaan Esau. Freya sudah menyusun rencana untuk membuat dia tidak bisa menemukan Ezra Raves, tapi sayangnya, Esau sudah mengantisipasi semua itu sejak awal. Ya, Esau memang menugaskan seseorang mengangkat panggilan telepon dari Freya, dan menirukan suara Ezra Raves.“Kau tidak akan lebih pintar dariku, Frey... kau salah jika menduga aku akan mudah kau bohongi lagi. Sabar lah, aku akan meluruskan semua ini sampai kau menyesali semua kebohonganmu,” bisik Esau, seakan di sebelahnya ada Freya sekarang.Teringat tadi malam, Esau sangat memanjakan tubuh Freya dengan segala sentuhannya. Gadis itu sampai menjerit, merontah kenikmatan ole
Untuk beberapa detik Ezra masih terpaku menatap Esau. Orang ini... pemuda yang baru saja membicarakan persembunyian padanya, sudah membuat Ezra Raves teringat pada Harry Borisson. Lelaki arogan, keras kepala, juga tentu saja orang yang sudah mengambil hal terindah di hidup Ezra. Dan sifat itu juga sama, pemuda di depannya sangat terang-terangan menyindir Ezra. Esau sendiri tak mau kalah, dia balas menatap Ezra Raves seperti yang dilakukan pria itu. Dua pasang mata mereka bagaikan ujung tombak yang saling menusuk musuhnya. Kemudia, Ezra mengangguk dan tetap menjaga karisma kewibawaannya. “Silakan, ikut aku ke ruanganku dan suruh orangmu tunggu di sini. Percakapan hanya akan terjadi antara kau dan aku,” kata Ezra dengan penuh penekanan. Secara halus. Esau mengikut Ezra masuk ke dalam lift. Keduanya tak saling bicara, Ezra lebih banyak diam sembari memperhatikan penampilan Esau dari kaca yang ada di dalam lift. Pemuda itu benar-benar tak membuang sedikit pun sos
“Kenapa papa belum memberi kabar?” Freya berputar-putar di dalam kamarnya. Sejak perbincangan dengan papanya kemarin, dia tidak mendengar sama sekali apakah Ezra Raves sudah benar berangkat. Freya panik, tidak rela jika Esau sudah lebih dulu menemukan di mana papanya tinggal. Jika sampai Esau bertemu papa, apa kira-kira yang akan mereka bahas? Apakah mungkin Esau akan bercerita dirinya sudah menikah? Terus, adakah Esau mungkin akan memuja Freya di depan papanya, mengatakan dia sangat cantik dan Esau sudah jatuh cinta padanya? Lalu, apakah Esau akan berjanji di depan papa akan terus mencintai Freya sampai ajal menjemput mereka? Freya tersadar ketika dirinya baru saja tersenyum membayangkan semua itu. “Kenapa jadi memikirkan Esau? Astaga, wajahnya terus saja datang ke kepalaku,” gerutu Freya kemudian menepuk keningnya. Ini sudah hari ke dua, tetapi Esau belum juga memberi kabar. Mungkin dia terlalu sibuk mencari keberadaan Ezra Raves sampai tidak
“Kau sangat tak sabar menunggu, he?”Esau tersenyum, matanya fokus menatap layar ponsel yang di layarnya memunculkan nama dan gambar Freya. Istri cantiknya menelepon, entah sudah berapa kali Freya menghubunginya sejak kemarin. Dia menggeser layar itu dan mengangkat panggilan dari Freya.“Ya, Sayang.”“Sayang? Kau masih bisa memanggilku seperti itu?”Suara Freya langsung memenuhi telinga Esau, membuatnya menjauhkan ponsel jika tak ingin telinganya menjadi tuli.“Hei, kenapa kau berteriak?”“KARENA KAU TIDAK MENGANGKAT PANGGILANKU! Menurutmu, karena apa lagi aku marah, Tuan Muda?”Lagi, Esau harus memicingkan matanya karena suara Freya yang justru berteriak sangat keras.. Astaga gadis itu....“Kau keasyikan di Inggris dengan gadis-gadis di sana? Kau lupa kau memiliki istri di rumah? Aku membencimu!” kata Freya lagi, bisa Esau bayangkan seperti a
“Tadi kau bilang Freya ada di rumah?”“Benar, Tuan Muda.”“Kau sudah mengatakan pada mereka untuk tidak memberinya keluar dari rumah?”“Sudah, Tuan Muda. Dan Nona Freya juga berkata dia tidak akan ke mana-mana.”“Baik lah, jangan sampai Ezra Raves menghubungi dan membawanya.”Di dalam peswat Esau terus saja gelisa. Pikirannya sudah lebih dulu tiba di Indonesia membayangkan mungkin Ezra Raves akan memaksa Freya kembali ke Inggris. Dia tidak sepenuhnya bisa tenang meski Timothy berkata sudah menyuruh seseorang mengamankan Freya.“Ah sial, aku juga lupa mengabarkan pada mom dan dad,” gerutu Esau lagi, dia benar-benar sangat gelisa.Guncangan keras terasa di dalam pesawat, Esau yang tadinya tidak mengenakan sabuk pengaman sampai bergeser dari tempat duduknya. Dia menatap Timothy dengan bingung.“Kau merasakannya?”“Sepertinya ada
“Ezra, kenapa masih membahas masa lalu? Tujuanmu datang ke sini bukan untuk membahas masa lalu yang seharusnya sudah berakhir, bukan?” tanya Alena. “Feli membutuhkanmu, aku harap kau paham itu.”Ezra bergerak mendekati Alena, tangannya menarik tangan Alena, membuat Alena membelalakkan kedua matanya karena kaget mendapat perlakuan yang sama sekali tak diharapkan.“Apakah aku tak bisa mengatakan apa yang saat ini masih kurasakan, Alena?’ tanya Ezra penuh harap.Alena sedih mendengar kalimat Ezra, tapi tak ada yang mampu diperbuatnya, semua hanyalah masa lalu yang sudah dikubur dalam-dalam olehnya. Baginya sampai kapan pun, hanya ada Harry di hatinya. Bukankah Ezra seharusnya bisa melupakan dirinya?“Lepaskan tanganku, orang bisa saja membuat gosip karena itu,” pinta Alena sopan agar Ezra mau melepaskan tangannya dari Alena. Ezra mendesah pelan, kemudian menarik napas perlahan, berusaha untuk tak hanyut d
Alena tertegun. Jika Ezra tidak mau membantunya, janji pada Felisha pun tidak mungkin bisa dia tepati. Wanita itu melemah oleh rasa sesal, entah apa yang akan dia katakan pada Feli ketika menemuinya nanti. Tapi satu yang Alena tanamkan di hatinya, tak ada kesempatan untuk Ezra mengusik hidupnya lagi.“Aku tidak peduli. Jika kau berkata demikian, maka aku juga lepas tangan untuk Felisha.” Dia tidak main-main, seseorang tidak boleh mengancamnya.Kemudian Ezra tertawa kecil, telunjuknya teracung ke wajah Alena dan membuat ekspresi yang seakan baru saja melihat sebuah lelucon.“Kau tertawa?” Alena sangat geram dibuatnya.“Siapa yang tidak akan tertawa? Liat, kau sangat serius dengan wajah itu.”“Maksudmu... kau bercanda?”Mengangguk, Ezra membenarkan posisi duduknya. “Apa salahnya sedikit bercanda, Alena? Kita sudah lama tidak bertemu, kenapa harus tegang begitu?”“Maksdumu