"Zoe! Harel!"
Semua orang memanggil nama kedua anak itu. Harry sudah memeriksa kamar Zoe baik pun Harel, tapi mereka sama sekali tidak menemukannya di sana. Tuan Borisson dan Amanda berlari dari ruang bermain yang ada di lantai tiga.
"Kalian menemukan mereka?" tanya Tuan Borisson, mata tuanya terlihat sangat khawatir.
"Belum. Harel mau pun Zoe tidak ada di kamarnya."
Amanda mengusap kedua tangan dan mendasah lemah sembari berkata, "Harel ... dia belum bisa menerima kematian Serena. Aku takut Harel melakukan sesuatu yang ..." katanya menahan kalimat. Amanda tidak tega mengatakan mungkin Harel menyakiti Zoe, tapi juga tidak menepis kemungkinan.
"Sudah, jangan terlalu mengkhawatirkan banyak hal. Mari berpencar untuk menemukan anak-anak." Harry menengahi perkataan mamanya untuk menghilangkan kekhawatiran di pikiran mereka semua.
Lantas mereka kembali berpencar. Harry dan Alena menuju taman luar rumah, sedangkan Tuan Borisson dan Amanda men
Alena memeluk anak itu penuh kasih sayang. Hatinya mencelus ke dalam ketika Harel memanggilnya orang yang baik. Dia tidak menyangka akan secepat ini anak itu datang memberikan hati padanya, sehingga tak mampu Alena tahan air mata yang mengalir di pipi."Kau boleh memeluk bibi kapan pun, Sayang, kau boleh," ulang Alena, meyakinkan anak yang merindukan kasih sayang.Semua orang ikut merasakan haru atas kejadian yang tidak mereka duga. Padahal, tadinya mereka pikir Harel akan sangat menjaga jarak atau bahkan membenci Alena."Benar kah aku boleh memelukmu kapan pun?" Harel menarik diri dari pelukan Alena, sedang matanya menatap dalam kedua netra Alena yang masih berair.Dengan yakin Alena menganggukkan kepalanya dua kali sembari menambahk
"Tidurmu sangat nyaman, hum?" Harry menggosokkan dagunya di pipi Alena, membuat istrinya bergerak malas. Dagu yang sudah satu minggu tidak dicukur tentunya menimbulkan rasa geli dari bulu-bulu kasar yang mulai tumbuh di sana. Harry semakin senang menggoda istrinya yang masih tetap menutup mata.Satu harian di dalam perjalanan hingga tiba di rumah pun Alena sudah sangat sibuk dengan berbagai tanggung jawabnya. Meski Alena adalah istri dari seorang Harry Borisson, sangat jarang dia membiarkan pelayan yang menyentuh pekerjaan di dalam kamarnya. Alena hanya memberi mereka me-loundry dan membersihkan lantai kamar, sementara untuk urusan menata pakaian Harry juga merapikan ranjang tidur mereka itu selalu Alena lakukan dengan sendiri. Dia tidak suka pakaian suaminya ditata oleh tangan perempuan lain meski mereka adalah pelayan, itu yang pernah Alena katakan ketika Harry menyuruhnya diam dan banyak beristirahat.Mungkin sebab itu dia sangat lelah setelah semalaman
Beberapa detik Alena terdiam melihat putrinya yang meringis di bawah Harel. Anak itu sangat kesakitan, Alena tahu itu. Dia mengambur masuk dengan menyerukan nama kedua anak di sudut sana."Zoe! Harel!" Kedua anak yang namanya dipanggil, melihat ke arah Alena secara bersamaan. Zoe masih menahan sakit dan wajahnya memerah padam. Sigap Alena mangangkat Harel yang berdiri di atas punggung Zoe, dan menurunkannya. "Zoe, Zoe!" panggil Alena lagi, dan mengambil putrinya dari atas lantai. Anak itu sangat lemas dan matanya menatap sayu."M0m ... ini sakit," keluh Zoe, menunjuk kedua tangan yang terikat.Alena tidak sempat bertanya kenapa tangan anak itu terikat. Dia juga tidak menanyakan Harel kenapa memperlakukan Zoe seperti ini. Dia hanya terburu membuka ikatan di pergelangan tangan putrinya."Ayo, Sayang. Mom akan membawamu ke rumah sakit."Alena menggendongnya dan berlari ke luar, meninggalkan Harel yang masih berdiri mematung."Harry!
"Dokter ..." panggil Alena tertahan, bahkan mulutnya tak kuasa untuk menanyakan bagaimana keadaan Zoe sekarang. Hanya dua mata yang masih terus mengalirkan air mata lah yang bisa menjelaskan perasaan ibu satu anak itu."Zoe baik-baik saja, Dokter? Katakan bahwa putri kami baik-baik saja." Harry menambahkan.Orang berjas putih yang sedang ditanyai itu, melepas kaca mata yang terpasang di atas hidungnya. "Begini, Tuan. Kondisi Nona Zoe lumayan serius, dia harus dirawat untuk sementara waktu."Alena membungkam mulutnya. Perasaan bersalah itu semakin menggerogoti hati dan pikiran, yang membuat Alena kembali terisak."Dokter, katakan yang sebenarnya apa yang terjadi pada putri kami. Dia ... punggungnya diinjak dari atas, apakah Zoe mungkin mengalami seperti ... patah tulang?" tanya Alena ragu.Anak itu menjerit sangat keras sehingga Alena bisa mendengarnya dari jarak yang cukup jauh. Jika bukan karena merasa sangat sakit, tidak mungkin Zoe b
"Harry ...."Nada rendah dengan sedikit berirama yang membuat Harry selalu luluh mendengarnya, keluar dari bibir merah muda Alena. Dia tidak melanjutkan kalimat apa yang ingin dia katakan. Alena hanya menatap Harry dengan dua maniknya, seakan meminta pengertian dari lelaki itu. Jika dulu Harry langsung membawa Alena ke dalam pelukan setiap mendengar nada itu, kali ini sangat berbeda. Harry hanya membuang muka ke samping, menghindari tatapan iba dari istrinya. Dia adalah lelaki yang teguh pendiriannya, jika sudah menyangkut putri juga istrinya.Meski yang sekarang memohon adalah Alena, Harry akan berusaha mengabaikan ucapan istrinya itu. Harry terlanjur kesal oleh sikap Alena yang sangat sulit dimengerti. Apa yang ada di pikiran wanita ini, sampai harus mempertimbankan masa ke depan nanti, sedangkan sekarang mungkin putri mereka dalam ma
"Harel, apa yang kau bicarakan, Sayang?"Mata Alena sudah mulai berair. Pandangan matanya meredup oleh genangan embun yang menyelimuti penglihatannya. Dia melipat bibirnya ke dalam sebelum melanjutkan perkatannya."Harel, kau ... kau pernah melihat mamamu menguburkan orang lain?Harel menautkan kedua alisnya. "Menguburkan? Mamaku bilang itu bukan mengubur, tapi memberinya tidur."Tak perlu bertanya lagi untuk memperjelas perkataan Harel. Dia memang pernah melihat Serena menyiksa seseorang sampai tidak sadarkan diri, atau mungkin itu mati, lalu menguburkannya dengan alasan memberi tidur. Alena semakin merasa iba pada anak ini, tidak tega dia membayangkan seperti apa Sere mengajarkan Harel dengan tingkah laku kasar.Apakah benar Alena harus mengembalikan Harel ke Prancis? Anak ini butuh pertolongan yang tepat, dan dia tidak boleh diabaikan. Alena juga bimbang jika harus merawat anak itu seperti yang sudah dia rencanakan. Sungguh ... Alena benar-benar
Seluruh tubuh Alena terasa kaku seketika. Dia bergeming di tempatnya dengan tangan meremas buku di balik punggungnya. Alena tidak berani membalas tatapan suami yang seperti sedang mengintrogasi. Jadi, dia sama sekali tidak menggerakkan tubuh dan hanya berharap Harry segera melupakan perkataannya barusan."Mari ke rumah sakit. Sebenarnya aku juga akan segera ke sana jika kau tidak datang," kata Alena, mencoba meluluhkan hati suaminya."Alen, kau mendengarku?"'Kumohon tidak, Harry, tolong jangan. Kau tidak boleh melihat ini,' kata hati Alena di dalam sana. Dia kalah telak, tapi mencoba membuat wajahnya menjadi sedih."Alena Gomer istriku, kau mendengaku?"Jika Harry sudah memanggilnya
Ada apa dengan anak istrinya? Mereka berdua memaksa Harry membiarkan Harel tetap di sini. Apakah mereka tidak mengerti jika Harel bisa sangat berbahaya? Tapi terserah lah kata mereka, Harry sudah bulat dengan keputusannya, anak itu harus dikembalikan, Harel butuh dokter dan psikolog, bukan teman bermain juga kasih sayang seorang ibu."Maka anggap lah demikian jika kau tidak bisa mengerti. Dad akan pergi ke kantor."Harry merasa lelah. Dia sudah mencoba memberi pengertian pada putri kecilnya, tapi Zoe malah menganggap dirinya jahat dan berkata membenci Harry. Ketika akan keluar dari kamar, Harry sempat menatap mata Alena dengan tatapan yang sulit diartikan. Dia marah, dan Alena merasa sangat mersalah.Kini hanya Alena dan Zoe yang tinggal di dalam kamar itu. Alena menarik kursi yang tadi dipakai suaminya, lalu duduk menghadap Zoe. Putri kecilnya itu segera membuang wajah ke samping."Apakah mom juga tidak mencintaiku?" tanya Zoe, dia tidak ingin melihat ma