Harry bergandengan bersama Alena menyalami para tamu yang datang memberi ucapan selamat. Sebagian dari mereka terlihat sangat ramah, seakan tak memiliki rasa malu setelah pernah menolak kerja sama dengan Harry.
"Selamat, Tuan Borisson. Perusahaan Anda melejit dengan pesat," puji salah satu pebisnis bertubuh besar itu.
Lalu seorang dari mereka ikut tertawa dan menyambung pujian temannya.
"Siapa yang bisa meragukan Tuan Harry Borisson? Dia akan tetap menjadi yang nomor satu. Bukan begitu, Tuan Harry?" katanya. Lalu dengan tak tahu malu dia melanjutkan, "Mungkin sebentar lagi kita bisa melanjutkan kerja sama yang sempat terputus."
Kemudian, lelaki bertubuh gendut itu tergelak mendengar pujian dari temannya.
"Tuan Harry tidak mungkin mau bekerja sama dengan perusahaan yang pernah meninggalkannya saat dalam kesulitan." Matanya penuh semangat menatap Harry. "Tuan Harry, bagaimana jika kita membuat pertemuan suatu saat? Kami sangat setia dengan
Lelaki itu duduk di sisi ranjang tempat istrinya terbaring. Berbagai peralatan medis menempel pada hidung, tangan, dan juga pada tempat lainnya. Istrinya belum sadarkan diri setelah melewati operasi beberap saat yang lalu. Lukanya sangat dalam, mengenai sebelah ginjal Alena, itu yang dikatakan oleh dokter yang menangani.Harry menggenggam erat telapak istrinya, membawa tangan itu ke depan bibir. Dia mengecup punggung tangan Alena dengan mata terpejam."Kau harus kuat, Sayang. Zoe dan aku sangat membutuhkanmu," bisik Harry lemah.Sangat banyak penyesalan di dada Harry saat ini. Dia menyesal sudah mendiamkan Alena berhari-hari dan mengabaikan penjelasan dari istrinya. Harry tertekan oleh tekanan batin yang datang dari rasa bersalah itu."Maafkan aku, Alen, maafkan aku. Tak seharusnya aku membuat jarak antara kita," bisiknya sekali lagi.Entah kapan terakhir kalinya Harry menangis. Kalau dia tak salah ingat, mungkin itu ketika
Sorot mata yang siap untuk melenyapkan Feli masih tertuju ke arahnya. Felisha sempat kehilangan kepercayaan dirinya sejenak, tapi dengan kilat dia sadar."Apa maksudmu? Apa lagi yang kau tuduhkan ini? Apa semua orang yang akan datang ke sini akan menuduhku?" Dia menatap mamanya bergantian dengan Ezra.Wajah bengis Ezra tak bisa dihindarkan dan secepat kilat pria itu melesat ke arahnya. Ezra terlihat sangat menakutkan seperti malaikat maut yang akan menghabisi Feli sekarang juga."Aghhh ...."Secepat kilat tangan Ezra beralih ke lehar Feli, sehingga gadis itu mengerang menahan sakit. Tangannya berusaha memukul pergelangan suaminya untuk membebaskan diri."Aku sudah bilang agar kau nikmati sisa hidupmu yang menyedihkan, tapi kau masih berusaha mengganggu Alena? Aku tak akan mengampunimu kali ini, Felisha!""Apa yang kau lakukan pada putriku?!" Rona berlari memegangi tangan Ezra. "Lepaskan Felisha! Dia tak bersalah! Kau tak bisa melakukan
Gudang yang disebut penyiksaan itu terletak di bagian istana timur. Tempat yang sudah sangat lama tak pernah lagi Harry masuki, semenjak dia mengenal Alena. Dulu, Harry memakai gudang itu untuk memberi pelajaran bagi mereka yanh berani menentangnya. Sebab itu lah dia sangat terkenal dengan kekejamannya. Dan setelah sekian lamanya tak pernah lagi Harry mendatangi gudang itu, di sini lah dia sekarang di depan orang-orang yang diduga pelaku penusukan pada Alena."Katakan, siapa pelakunya di antara kalian!" bentak Lukas. Ini bukan pertamaan pertama darinya. Lukas sudah menanyai orang-orang itu sejak mereka di bawa ke sana."Kau? Kau? Atau kau?" Luka menunjuk wajah mereka satu per satu.Wajah yang sangat ketakutan. Mereka bahkan tak berani bersuara. Hanya gelengan yang mereka tunjukkan sebagai jawaban untuk pertanyaan itu."Kalian tak mau mengaku?" Lukas yang duduk di bangku kayu tak jauh dari mereka, kini berdiri mendekat. "Baik! Jika tak satu pun yang
Melihat putrinya dibawa paksa, Rona berteriak mengejar suruhan Lukas, tapi pria tua itu segera menghentikannya."Jangan sia-siakan tenaga Anda. Putri Anda harus bertanggung jawab untuk hal yang dia lakukan," kata Lukas tegas. Bukannya menyerah, Rona semakin menggila berusaha melawan Lukas."Kalian tak berhak membawa anakku begitu saja! Setidaknya, kalian tunjukkan lah sopan santun kalian terhadap istri seorang Ezra Raves!"Padahal Lukas sudah mengatakan bahwa Ezra sendiri sudah memberi ijin, tapi wanita tua ini sangat keras kepala. Lukas menjadi kesulitan dibuat Rona, sebab dia bukan orang yang suka memukul perempuan."Bahkan jika Tuan Raves tak ijin, kami akan tetap membawa putri Anda. Bukti dan saksi untuk kejahatannya ada di tangan kami.""Tidak! Kalian pasti berbohong! Kalian sudah melakukan kesalahan, sebab aku lah yang menusuk Alena bukan Feli. Tangkap aku dan lepaskan putriku!" teriaknya lebih keras.Masih dengan cara yang sama, heh?
Rona tiba di rumah sakit tempat Alena dirawat. Dia mengendam-endap masuk ke dalam kamar itu, ketika tak seorang pun berjaga di sana. Rona tersenyum lebar, merasa keberuntungan berpihak padanya.Matanya menatap sosok yang kini terbaring di atas ranjang. Berbagai peralatan medis menempel pada tubuh putri tirinya itu.Rona mendekat, berdiri di sisi ranjang dengan mata yang tak lepas dari Alena."Kenapa nasibmu selalu baik, di saat aku selalu membuangmu ke kubangan?" gumam Rona.Sudah berpuluh kali Rona menyiksa Alena, menjauhkannya dari keluarga dan membuat gadis itu menggelandang di jalanan. Tapi kemudian, ketika mereka melihat Alena lagi, gadis itu selalu bisa bangkit dari keterpurukannya. Alena selalu mampu melewati setiap siksa yang Rona berikan, bahkan mampu melewati kematiannya. Rona mengepal kedua tangan menahan rasa yang berkecamuk di dadanya."Haruskah aku benar-benar membunuhmu, Alena? Aku sangat menahan tangan
Para dokter berlarian menuju kamar tempat Alena terbaring. Berbagai peralatan medis mereka bawa menuju tempat itu, setelah mendapatkan alarm gawat darurat. Harry yang baru saja tiba di tempat itu segera ikut berlari mengejar pintu yang akan tertutup. Dan ketika akhirnya dia tiba, pintu itu tertutup tepat di depan matanya. Dia meninju pintu di hadapannya dengan seluruh tenaga yang dia punya."Ada apa dengan Alena? Apa yang terjadi?!" sentak Harry pada pengawal yang berjaga.Dua pengawal itu sangat ketakutan bahkan tak berani untuk melihat wajah tuannya."Tuan, ampuni kami. Kami juga baru tiba."Lantas mata Harry menyalang melihat pengawal yang dia tugaskan."Baru tiba? Bukannya aku sudah menyuruh kalian berjaga di sini sejak kemarin malam?!"Kemudian dua orang itu menunduk sangat dalam sampai tak bisa menunjukkan wajahnya."Kami mencari kopi di kafetaria rumah sakit, Tuan. Dan saat kami kembali ..." Pengawal itu mengh
"Tuan Harry, bisa berbicara sebentar?"Seorang dokter berdiri di ambang pintu memanggil lelaki yang tengah menjaga istrinya. Lelaki itu memutar wajahnya, ingin dia katakan agar sang dokter menyampaikan ucapannya di tempat itu, tapi kemudian dia urungkan. Harry tahu dokter itu akan membahas tentang Alena, dan itu tak baik didengar oleh istrinya demi kebaikan Alena sendiri. Lantas, Harry mengiyakan ucapan dokter, dia keluar dari ruangan itu setelah lebih dulu mengecup kening istrinya, berpamitan.Di depan pintu, Harry berkata pada si dokter."Katakan di sini saja. Aku harus di sini memastikan istriku baik-baik saja." Dia tak ingin Alena mengalami kritis ketika dia tidak di tempat. Si dokter mengiyakan perkataan Harry dengan anggukan."Mohon maaf sebelumnya, Tuan. Selain kelalaian kami, sebenarnya ada yang tak beres di kamar Nyonya Alena. Saat aku tiba di sana, aku sempat melihat kamar istri Anda berantakan. Bantal yang seharusnya berada di kepala, aku
Harry tak mengerti apa yang ingin dibicarakan Alena dengan Rona. Tapi untuk menyengkan hati istrinya, dia bersedia membawakan Rona bertemu dengan Alena. Dengan pengamanan ketat, Harry memberi ruang untuk istrinya berbicara empat mata bersama wanita licik tak berperasaan itu. Dan di sini lah Rona sekarang, berdiri di depan Alena."Silakan duduk, Mama Rona. Jangan hanya berdiri," kata Alena, dia memberikan senyum ramah pada wanita itu."Tak perlu berpurs baik padku! Katakan apa maksud kalian membawaku ke sini!"Wanita yang biasanya berpenampilan menor itu terlihat sangat rapuh sekarang, tidak seperti dirinya. Alena tahu, Harry sudah mengurung wanita itu belakangan ini. Pergelangan tangan yang memerah Alena pastikan bekas ikatan tali.Sebenarnya, Alena sendiri tak tega melihat Rona seperti itu. Meski rasa sakit di hatinya atas perbuatan wanita ini, Alena masih memiliki rasa kemanusiaan. Dia bukan orang kejam yang suka menyiksa seseorang."
Esau berlari menaiki tangga pintu masuk istana keluarganya, dengan penuh semangat dan senyum yang tergambar di bibirnya. Tangan kanan menjinjing sebuah boks besar yang dia bawakan hadiah untuk istrinya, belakangan ini dia memang menjadi sangat romantis sejak mendengar kabar kehamilan Freya. Setiap akan pulang dari mana pun, Esau menyempatkan membawa hadiah untuk Freya. Baik itu berupa bunga, makanan, atau benda apa saja yang dia temukan di jalan. Terkadang juga Esau mencari-cari sesuatu yang diinginkan ibu hamil melalui situs internet, lantas membawakannya untuk Freya. Dia adalah suami yang begitu mencintai istrinya. “Sayang...” Esau mendorong pintu kamar, memamerkan jinjingan yang dia bawa. “Lihat, aku membawa apa padamu?” Freya yang tengah berbaring membaca sebuah buku, menurunkan buku itu ke atas perutnya dan melihat Esau. Sejak hamil dan dikatakan fisiknya lemah, Freya dengan suka rela mengambil cuti kuliah dan lebih memilih menghabiskan waktu menikmati k
“Frey, kalian harus datang, ingat!”Leona berseru dari ujung sana, melambaikan tangannya pada Freya yang masih berdiri menunggu Esau membukakan pintu mobil. Gadis itu mengangguk sebagai jawaban untuk seruan dari Leona.“Baik lah, akan aku usahakan.” Freya lalu masuk ke dalam mobil di samping suaminya yang menyetir.“Datang? Memangnya... ke mana dia mengajakmu?”“Ulang tahun. Leona merayakan ulang tahunnya, dan dia mengundang kita.”“Kenapa kita harus datang?” Esau menyahut acuh, menyalakan mesin mobil yang membawa mereka meninggalkan parkiran kampus. “Aku heran kenapa kau mau berteman dengannya, padahal dulu dia jahat padamu.”Jika dipikir-pikir, Leona memang banyak melakukan kejahatan pada Freya, tapi di balik itu Freya sendiri sudah membalasnya, kan? Lantas kenapa harus merasa dirinya harus membenci Leona lagi? Lagian Leona sendiri sudah meminta maaf secara terang-tera
Semua orang menjadi diam melihat kedatangan pria itu. Esau masih terkejut, bahkan dia tidak sadar kapan Ezra Raves berjalan menuju kado besar yang sudah Harry siapkan. Dia menatap Harry dengan tatapan yang sedikit aneh.“Apakah kado dariku sangat besar?” katanya, seakan menyindir Harry. Ezra cukup tahu Harry adalah seseorang yang selalu mempersiapkan segala sesuatu, dan sudah pasti Harry lah yang membuat kado itu seakan-akan dari dirinya. “Kalian tampak senang melihat kado dariku, tapi tampaknya tidak senang dengan kedatanganku.” Ezra berpindah ke depan Harry, mengulurkan tangannya dan berkata, “Halo, Besan, akhirnya kita bertemu setelah sekian lama.”Harry muak melihat sikap Ezra yang seakan ingin menunjukkan sifat arogannya. Tapi demi menjaga nama baik menantu perempuannya, Harry mengulurkan tangan untuk menyambut Ezra. “Ya, selamat datang kembali. Aku pikir pesawat itu sudah meledak sehingga kau mungkin tidak akan pernah dat
“Selamat, akhirnya kau benar-benar menjadi lelaki jantan.” Parsa menepuk pundak sahabatnya, membuat Esau mengerut kening tidak senang.“Sial! Apa selama ini aku kurang jantan di matamu?” umpat Esau pelan, tidak senang dia dengan ledekan yang ditujukan Parsa padanya.“Mana aku tahu, Freya lah yang tahu bagaimana kau di ranjang.” Parsa melirik Freya dan meneruskan pertanyaan Esau padanya. “Bagaimana, Frey, apakah Esau jago di ranjang?” ucapnya sembari tertawa.Kesal, Esau meninju pelan pundak Parsa untuk menyuruh sahabatnya itu diam. “Diam lah, Brengsek, atau aku memanggil bagian keamanan untuk mengusirmu,” balasnya sambil bergurau.Hal itu membuat Julian ikut tertawa mendengar dua sahabatnya yang saling mengejek, dan ikut serta di dalam perbincangan mereka. “Mungkin kau memang tidak jago, Esau, sebab itu Freya ingin meninggalkanmu.”“Hei, tutup mulutmu atau aku
“Apa yang kau lakukan, Esau?” Freya menarik Esau untuk menjauh, tetapi Esau tidak menggubrisnya. Dia tidak akan menyerah begitu saja sebelum Felisha menunjukkan apa yang dia sembunyikan.“Frey, aku lah yang lebih dulu mengenal bibi, jadi aku tahu dia tidak sepenuhnya gila. Sebelum kau masuk ke dalam hidupku, perawat mengatakan bibi hanya butuh pengobatan ringan. Dia hanya terlalu malu bertemu denganmu, sampai-sampai berkata tidak ingin melihatmu lagi. Benar seperti itu kan, Bi?” tanya Esau tegas.Tentu hal itu membuat Felisha tak tahan lagi. Dia lelah menahan diri hingga akhirnya meneteskan air mata dari kedua sudut matanya.“Aku orang jahat, kenapa aku berhak memiliki anak? Aku sudah membuat semua orang menderita, aku tidak pantas menjadi ibunya,” bisik Feli lemah.Pertemuan dengan Ezra sudah membuat Feli seperti tersadar bahwa dirinya adalah orang jahat yang tak pantas mendapatkan perhatian dari siapa pun. Semua tuduh
“Maaf sudah memisahkanmu dengan papamu.” Esau mengelus wajah Freya, satu jarinya bermain-main di wajah cantik gadis yang bersandar ke pundaknya.Bagaimana pun, Ezra Raves adalah pria pertama yang mencintai gadis itu sejak dia lahir. Mungkin banyak kesalahan yang Ezra lakukan, tapi tetap saja cinta seorang ayah tidak bisa dihilangkan dari hati.“Kau masih sedih?” Kini Esau tatap wajah cantik istrinya dengan memegangi dagu lancip Freya.Menggeleng lemah, tentu saja Freya berbohong. Dia tidak bisa berkata dirinya baik-baik saja setelah yang barusan terjadi.“Sedih sebentar tidak akan membunuhku, kan?” bisik Freya, lagi air matanya mengalir. “Papa tidak boleh hanya menyalahkan mama, mereka sama-sama salah. Aku harus tega pada papa untuk membuatnya menyadari kesalahan.”“Benar, kau tidak melakukan kesalahan. Jika papamu bisa berpikir dengan baik, seharusnya dia menyesal.”Helaan na
“Apa yang kalian bicarakan? Sayang, papa mencintaimu. Kau tidak harus mendengarkan kesaksian dari orang-orang yang tidak menyukai papa,” kata Ezra, berharap kali ini putrinya masih mendengarnya. Ezra Raves tidak rela jika Freya menuduhnya tidak menginginkan dirinya.“Tapi bukti yang kutemukan bukan sekedar ucapan orang-orang. Papa juga ingin melihatnya?” Freya menantang papanya, lantas membuka lipatan kertas yang dia pegang.Bagaimana pula ada orang yang berkata demikian? Apakah mereka bisa mendengar isi kepala Ezra? Siapa yang dengan berani membuat kesaksian bahwa Ezra tidak menginginkan bayinya? Sejak mendengar Felisha hamil, Ezra sudah berencana untuk mengurus bayi itu meski tanpa ibunya!“Catatan rumah sakit atas nama Felisha Raves dan suaminya Ezra Raves,” kata Freya, membaca sebagian dari kertas yang ada di tangannya. Dadanya sesak. Pedih Freya rasakan ketika dia melanjutkan untuk berkata, “Catatan ini adalah kunju
Freya masih bergeming menatap tangan Esau yang terulur padanya. Lalu perlahan mengangkat mata untuk melihat wajah suami yang... katanya sudah bercerai oleh perbuatan oleh sang papa. Wajah sendunya sulit untuk ditebak, apakah Freya akan menerima uluran tangan itu?Kemudian dia perlahan mengalihkan wajah menatap tangan papanya, lalu mata mereka pun bertemu beberapa detik kemudian.“Mari, Sayang, kita akan berangkat hari ini,” ucap Ezra Raves sekali lagi.“Papa menjagaku?” Suara serak yang menyiratkan kerinduan akan cinta.“Pasti, karena kau lah separu dari nyawaku yang tersisa.” Ezra mengangguk perlahan.Ezra memang banyak melakukan kebohonga, tapi semua dia lakukan untuk alasan yang tepat. Dia hanya tidak ingin membuat Freya seperti ibunya.“Freya, ibumu memiliki temprament yang sangat buruk. Dia suka menyakiti orang lain tanpa peduli siapa orangnya. Aku menjauhkanmu dari dia karena aku mencintaimu, a
“Esau, tunggu!” Freya hampir saja terjatuh ketika mengikuti langkah suaminya turun dari mobil. “Bukankah kau bilang akan mempertahankanku? Kenapa kau ingin mengembalikanku pada papa?” katanya lagi. Freya tidak ingin pergi, dia berhenti menatap rumah besar di mana papanya menunggu.“Freya, ikut lah, papamu sudah tak sabar menunggu.”Kemarahan Esau sudah sampai di puncak kepalanya, sehingga tak ada waktu baginya membahas hal ini. Esau hanya ingin segera bertemu dengan Ezra Raves dan menyelesaikan masalah mereka. Dia tidak tahan mendengar kata-kata Ezra yang bahkan sudah mengurus perceraiannya dan Freya. Bukankah pria itu sudah sangat keterlaluan?“Tapi aku tidak mau! Aku mencintaimu, aku ingin denganmu!” Freya yang baru mendapat kasih sayang dari seluruh anggota keluarga Borisson, tiba-tiba merasa sangat sedih. Esau, lelaki yang pagi tadi berkata mencintai dirinya bahkan rela mati untuknya, kenapa sekarang justru sep