Ketegangan di meja itu masih sangat terasa. Alena menatap Harry dengan penuh permohonan seakan dia tengah meminta Harry mempercayainya. Dia juga menggeleng sangat pelan, sebelum telinga mereka mendengar tawa kecil Ezra.
"Sepertinya kau memang tak tau. Bersyukurlah aku memberitahumu, Harry," kata Ezra, memamerkan senyum miringnya.
"Mari kita sambut Tan Harry Borisson ke podium!"
Seruan host di atas panggung membuat Harry tak bisa membalas perkataan Ezra. Seluruh mata tengah tertuju padanya, yang lantas berdiri. Tak lupa Harry mengusap pundak istrinya yang harus dia tinggalkan di meja itu.
Riuh tepukan tangan dari semua orang mengiringi langkah Harry menuju podium.
Ketika Harry menyapa para undangan dari depan sana, Ezra memutar tubuhnya lagi menghadap Alena. Senyum miringnya tak juga hilang.
"Apa maksudmu berkata seperti itu?" cecar Alena, hatinya sangat kesal pada Ezra.
Tapi Ezra sama sekali tidak terpengaruh o
Harry bergandengan bersama Alena menyalami para tamu yang datang memberi ucapan selamat. Sebagian dari mereka terlihat sangat ramah, seakan tak memiliki rasa malu setelah pernah menolak kerja sama dengan Harry. "Selamat, Tuan Borisson. Perusahaan Anda melejit dengan pesat," puji salah satu pebisnis bertubuh besar itu. Lalu seorang dari mereka ikut tertawa dan menyambung pujian temannya. "Siapa yang bisa meragukan Tuan Harry Borisson? Dia akan tetap menjadi yang nomor satu. Bukan begitu, Tuan Harry?" katanya. Lalu dengan tak tahu malu dia melanjutkan, "Mungkin sebentar lagi kita bisa melanjutkan kerja sama yang sempat terputus." Kemudian, lelaki bertubuh gendut itu tergelak mendengar pujian dari temannya. "Tuan Harry tidak mungkin mau bekerja sama dengan perusahaan yang pernah meninggalkannya saat dalam kesulitan." Matanya penuh semangat menatap Harry. "Tuan Harry, bagaimana jika kita membuat pertemuan suatu saat? Kami sangat setia dengan
Lelaki itu duduk di sisi ranjang tempat istrinya terbaring. Berbagai peralatan medis menempel pada hidung, tangan, dan juga pada tempat lainnya. Istrinya belum sadarkan diri setelah melewati operasi beberap saat yang lalu. Lukanya sangat dalam, mengenai sebelah ginjal Alena, itu yang dikatakan oleh dokter yang menangani.Harry menggenggam erat telapak istrinya, membawa tangan itu ke depan bibir. Dia mengecup punggung tangan Alena dengan mata terpejam."Kau harus kuat, Sayang. Zoe dan aku sangat membutuhkanmu," bisik Harry lemah.Sangat banyak penyesalan di dada Harry saat ini. Dia menyesal sudah mendiamkan Alena berhari-hari dan mengabaikan penjelasan dari istrinya. Harry tertekan oleh tekanan batin yang datang dari rasa bersalah itu."Maafkan aku, Alen, maafkan aku. Tak seharusnya aku membuat jarak antara kita," bisiknya sekali lagi.Entah kapan terakhir kalinya Harry menangis. Kalau dia tak salah ingat, mungkin itu ketika
Sorot mata yang siap untuk melenyapkan Feli masih tertuju ke arahnya. Felisha sempat kehilangan kepercayaan dirinya sejenak, tapi dengan kilat dia sadar."Apa maksudmu? Apa lagi yang kau tuduhkan ini? Apa semua orang yang akan datang ke sini akan menuduhku?" Dia menatap mamanya bergantian dengan Ezra.Wajah bengis Ezra tak bisa dihindarkan dan secepat kilat pria itu melesat ke arahnya. Ezra terlihat sangat menakutkan seperti malaikat maut yang akan menghabisi Feli sekarang juga."Aghhh ...."Secepat kilat tangan Ezra beralih ke lehar Feli, sehingga gadis itu mengerang menahan sakit. Tangannya berusaha memukul pergelangan suaminya untuk membebaskan diri."Aku sudah bilang agar kau nikmati sisa hidupmu yang menyedihkan, tapi kau masih berusaha mengganggu Alena? Aku tak akan mengampunimu kali ini, Felisha!""Apa yang kau lakukan pada putriku?!" Rona berlari memegangi tangan Ezra. "Lepaskan Felisha! Dia tak bersalah! Kau tak bisa melakukan
Gudang yang disebut penyiksaan itu terletak di bagian istana timur. Tempat yang sudah sangat lama tak pernah lagi Harry masuki, semenjak dia mengenal Alena. Dulu, Harry memakai gudang itu untuk memberi pelajaran bagi mereka yanh berani menentangnya. Sebab itu lah dia sangat terkenal dengan kekejamannya. Dan setelah sekian lamanya tak pernah lagi Harry mendatangi gudang itu, di sini lah dia sekarang di depan orang-orang yang diduga pelaku penusukan pada Alena."Katakan, siapa pelakunya di antara kalian!" bentak Lukas. Ini bukan pertamaan pertama darinya. Lukas sudah menanyai orang-orang itu sejak mereka di bawa ke sana."Kau? Kau? Atau kau?" Luka menunjuk wajah mereka satu per satu.Wajah yang sangat ketakutan. Mereka bahkan tak berani bersuara. Hanya gelengan yang mereka tunjukkan sebagai jawaban untuk pertanyaan itu."Kalian tak mau mengaku?" Lukas yang duduk di bangku kayu tak jauh dari mereka, kini berdiri mendekat. "Baik! Jika tak satu pun yang
Melihat putrinya dibawa paksa, Rona berteriak mengejar suruhan Lukas, tapi pria tua itu segera menghentikannya."Jangan sia-siakan tenaga Anda. Putri Anda harus bertanggung jawab untuk hal yang dia lakukan," kata Lukas tegas. Bukannya menyerah, Rona semakin menggila berusaha melawan Lukas."Kalian tak berhak membawa anakku begitu saja! Setidaknya, kalian tunjukkan lah sopan santun kalian terhadap istri seorang Ezra Raves!"Padahal Lukas sudah mengatakan bahwa Ezra sendiri sudah memberi ijin, tapi wanita tua ini sangat keras kepala. Lukas menjadi kesulitan dibuat Rona, sebab dia bukan orang yang suka memukul perempuan."Bahkan jika Tuan Raves tak ijin, kami akan tetap membawa putri Anda. Bukti dan saksi untuk kejahatannya ada di tangan kami.""Tidak! Kalian pasti berbohong! Kalian sudah melakukan kesalahan, sebab aku lah yang menusuk Alena bukan Feli. Tangkap aku dan lepaskan putriku!" teriaknya lebih keras.Masih dengan cara yang sama, heh?
Rona tiba di rumah sakit tempat Alena dirawat. Dia mengendam-endap masuk ke dalam kamar itu, ketika tak seorang pun berjaga di sana. Rona tersenyum lebar, merasa keberuntungan berpihak padanya.Matanya menatap sosok yang kini terbaring di atas ranjang. Berbagai peralatan medis menempel pada tubuh putri tirinya itu.Rona mendekat, berdiri di sisi ranjang dengan mata yang tak lepas dari Alena."Kenapa nasibmu selalu baik, di saat aku selalu membuangmu ke kubangan?" gumam Rona.Sudah berpuluh kali Rona menyiksa Alena, menjauhkannya dari keluarga dan membuat gadis itu menggelandang di jalanan. Tapi kemudian, ketika mereka melihat Alena lagi, gadis itu selalu bisa bangkit dari keterpurukannya. Alena selalu mampu melewati setiap siksa yang Rona berikan, bahkan mampu melewati kematiannya. Rona mengepal kedua tangan menahan rasa yang berkecamuk di dadanya."Haruskah aku benar-benar membunuhmu, Alena? Aku sangat menahan tangan
Para dokter berlarian menuju kamar tempat Alena terbaring. Berbagai peralatan medis mereka bawa menuju tempat itu, setelah mendapatkan alarm gawat darurat. Harry yang baru saja tiba di tempat itu segera ikut berlari mengejar pintu yang akan tertutup. Dan ketika akhirnya dia tiba, pintu itu tertutup tepat di depan matanya. Dia meninju pintu di hadapannya dengan seluruh tenaga yang dia punya."Ada apa dengan Alena? Apa yang terjadi?!" sentak Harry pada pengawal yang berjaga.Dua pengawal itu sangat ketakutan bahkan tak berani untuk melihat wajah tuannya."Tuan, ampuni kami. Kami juga baru tiba."Lantas mata Harry menyalang melihat pengawal yang dia tugaskan."Baru tiba? Bukannya aku sudah menyuruh kalian berjaga di sini sejak kemarin malam?!"Kemudian dua orang itu menunduk sangat dalam sampai tak bisa menunjukkan wajahnya."Kami mencari kopi di kafetaria rumah sakit, Tuan. Dan saat kami kembali ..." Pengawal itu mengh
"Tuan Harry, bisa berbicara sebentar?"Seorang dokter berdiri di ambang pintu memanggil lelaki yang tengah menjaga istrinya. Lelaki itu memutar wajahnya, ingin dia katakan agar sang dokter menyampaikan ucapannya di tempat itu, tapi kemudian dia urungkan. Harry tahu dokter itu akan membahas tentang Alena, dan itu tak baik didengar oleh istrinya demi kebaikan Alena sendiri. Lantas, Harry mengiyakan ucapan dokter, dia keluar dari ruangan itu setelah lebih dulu mengecup kening istrinya, berpamitan.Di depan pintu, Harry berkata pada si dokter."Katakan di sini saja. Aku harus di sini memastikan istriku baik-baik saja." Dia tak ingin Alena mengalami kritis ketika dia tidak di tempat. Si dokter mengiyakan perkataan Harry dengan anggukan."Mohon maaf sebelumnya, Tuan. Selain kelalaian kami, sebenarnya ada yang tak beres di kamar Nyonya Alena. Saat aku tiba di sana, aku sempat melihat kamar istri Anda berantakan. Bantal yang seharusnya berada di kepala, aku