Ezra Raves sangat putus asa mengingat perbincangannya dan Alena tempo hari. Hatinya marah, kesal, sakit, bercampur baur dan membuatnya ingin segera menghancurkan Harry. Kedua tangan saling mengepal ketika dia mengingat setiap kata yang Alena ucapkan selalu memuji pernikahannya.
"Apa yang membuatmu berubah, Alena? Dulu kita saling mencintai," gumamnya. Dia sangat frustasi jika mengingat kenangan yang dia lalui bersama Alena.
Kenapa Ezra sangat bodoh tak mendengarkan penjelasan Alena, justru lebih percaya pada Felisha. Ezra menyesali setiap keputusan yang dia ambil.
Pintu kamarnya terbuka dan Ezra melihat Felisha di ambang pintu. Mereka memang tidur di kamar terpisah sejak menikah.
"Boleh aku masuk?" tanya gadis itu. Sebelah tangan memegang gelas berisi air, dan tanpa ijin Ezra dia tetap memasuki kamar itu.
Ezra menerima gelas pemberian Feli dan meletakkannya ke atas nakas. Tak biasanya gadis itu mengantarkan air minum untunya, membuat Ezra serba wa
"Harry, ada apa dengan wajahmu?"Serena bertanya di sebelahnya. Rahang Harry yang mengetat membuktikan bahwa dia sangat marah sekarang. Gadis itu lantas meletakkan tangan di bibirnya dan menunjukkan wajah bersalah."Apa mungkin kau ..." Serena mendesah menyesal. "Maaf, maafkan aku, Harry. Aku pikir kau sudah tau tentang itu. Maaf, aku sudah lancang memberitahu hal yang tak seharusnya kucampuri," lanjut Serena.Tapi Harry bukan lah tipe lelaki yang gampang percaya akan perkataan orang lain. Apalagi, dia ingat betul bagaimana Serena pernah membuat kebohongan besar yang sangat merugikan dirinya. Bisa saja perempuan ini ternyata belum benar-benar menyadari kesalahannya?Harry tersenyum miring pada Serena."Aku selalu percaya pada istriku. Dan jika pun dia membuat sebuah keputusan, dia akan selalu berunding denganku," jawabnya mantap.Alena bukan tipe istri yang seperti itu. Tak mungkin Alena mempermalukan suaminya di depan lela
Ketiganya terdiam dengan pikiran masing-masing. Bibir Alena gemetar menahan ketakutan dan rasa bersalah pada dirinya, sedangkan Ezra, tentu saja ini yang dia inginkan. Dia tersenyum miring melihat pasangan suami istri itu saling menatap."Harry, ini ... ini tidak seperti yang kau pikirkan," kata Alena, mencoba menjelaskan situasi sekarang, tapi hanya itu lah yang mampu dia katakan. Bibir Alena gemetar, dia sangat menyesal masuk ke dalam perangkap Ezra.Harry sudah tak sabar ingin mengetahui kontrak apa sebenarnya yang dibuat Alena dengan Ezra Raves. Lantas dia melangkah masuk, kedua tangan masih tetap di dalam saku."Hallo, Tuan Harry," sapa Ezra, dia mengulurkan tangan ketika Harry berdiri di sebelah Alena. "Aku tak tahu Anda datang."Tak tahu? Ha! Ha! Ha! Ezra tertawa besar di pikirannya. Tentu ini sudah dia rencanakan. Ezra tahu, Harry akan mencari istrinya setelah mendengar isu yang dia sebarkan."Aku tak suka berbelit, Tuan Raves. Sebut
"Harry, sarapan lah lebih dulu," tawar Alena ketika melihat suaminya akan berangkat ke kantor.Lelaki itu melihatnya sejenak. Tak ada kata yang harus dia ucapkan pada Alena. Dia hanya menggeleng menghela napas sejenak dan melanjutkan langkahnya keluar dari rumah.Ini sudah satu minggu sejak Harry sama sekali tak berbicara dengan Alena. Hati gadis itu sangat sakit olehnya. Tapi ada satu hal yang Alena tidak ketahui bahwa Harry tengah berusaha melepaskannya dari jebakan permainan Ezra."Bagaimana yang aku perintahkan kemarin?" tanya Harry pada Lukas.Pria tua yang sedang menyetir itu mengambil beberapa berkas dari dasboard dan menyerahkannya pada tuannya."Aku sudah menyiapkan beberapa catatan kelemahannya yang bisa kita lakukan untuk menyerang."Harry membaca setiap kata di dalam berkas itu dan dia cukup puas.Tapi, saat mereka tiba di kantor, Harry lagi-lagi dilanda kemarahan luar biasa."Tuan Ezra Raves mengi
Gadis itu berdiri di anak tangga paling atas. Matanya bertabrakan dengan seorang wanita berpakaian sangat modis, di bawa sana. Wanita dengan topi besar yang melingkar di kepalanya hampir menutupi keseluruhan wajah si pemilik. Wanita itu adalah Rona, ibu tiri yang sangat membenci Alena.Alena pikir orang dari keluarga mana yang datang mencari suaminya? Ternyata manusia berhati busuk ini. Dia menuruni tangga untuk menghadapi wanita itu."Maaf, Anda mencari suami saya?" kata Alena berbicara sangat formal, seakan mereka tak pernah saling mengenal.Urat leher Rona terlihat jelas di bayangan kulitnya yang menegang. Kedua mata yang melotot itu pasti lah ingin sekali menelan Alena hidup-hidup."Di mana suamimu?" Sangat angkuh dia berkata.Melihap kedua tangan di depan dada, Alena melangkah lebih dekat lagi."Ada keperluan apa dengan suami saya? Dari yang saya ingat, suami saya tak pernah mengenal orang seperti Anda.""Kau pikir aku peduli dia
"Kita harus bicara!"Gadis itu mengejar suaminya ke ruang kerja. Tangannya menarik jas mahal yang dikenakan Ezra, untuk menghentikan langkahnya. Lelaki itu lantas memutar wajah padanya.Hanya sedetik, Ezra melanjutkan kakinya."Ezra, hei! Kau tak bisa mendiamkanku sepeti ini, Ezra!""Apa yang perlu dibicarakan, Feli? Bukankah sudah kukatakan sejak kemarin? Tak ada yang perlu kita bicarakan lagi." Kini Ezra menatap wajah Feli. Dia kesal terus diganggu wanita licik itu."Ezra, kita pasangan menikah. Meski sebelumnya ada perjanjian di antara kita, kau tak bisa seperti ini. Dalam hukum aku tetap lah istrimu, dan sewajarnya aku mendapat nafkah batin darimu. Apa itu salah?"Sekretaris pribadi Ezra keluar ketika mendapat tatapan tajam dari tuannya. Rahang Ezra mengeras menghadap Feli, sekarang."Kau sengaja membahas ranjang dinginmu di depan orang lain? Apa kau tidak malu, Feli?""Aku tidak malu! Seharusn
"Bersiap lah, kita harus menghadiri peluncuran prodak baru."Alena baru saja keluar dari kamar mandi ketika mendengar Harry berbicara di depan cermin. Lelaki itu sudah rapi dengan setelan jas yang berwarna sama dengan dasinya. Harry tampak sangat gagah di dalam balutan busana bernuansa biru muda.'Bahkan mengenakan dasinya saja, dia tak memintaku,' batin Alena berkata di dalam sana.Belakangan ini Harry hanya berbicara seperlunya pada Alena. Mereka menghabiskan malam dengan banyak diam, kecuali di depan putri kesayangannya. Alena merasa sangat tersiksa, penjelasan sudah tak lagi ingin dia katakan."Baik," jawab Alena lemah, melangkah meninggalkan suaminya.Harry mengamati istrinya yang hanya mengenakan sehelai handuk, berjalan menuju ruang ganti. Hasrat di dalam diri lelaki itu bangkit seketika. Matanya fokus melihat pinggul Alena yang bergerak indah, dan kedua kaki putih bersih tanpa Alas. Harry sangat rindu untuk menjamah
Ketegangan di meja itu masih sangat terasa. Alena menatap Harry dengan penuh permohonan seakan dia tengah meminta Harry mempercayainya. Dia juga menggeleng sangat pelan, sebelum telinga mereka mendengar tawa kecil Ezra."Sepertinya kau memang tak tau. Bersyukurlah aku memberitahumu, Harry," kata Ezra, memamerkan senyum miringnya."Mari kita sambut Tan Harry Borisson ke podium!"Seruan host di atas panggung membuat Harry tak bisa membalas perkataan Ezra. Seluruh mata tengah tertuju padanya, yang lantas berdiri. Tak lupa Harry mengusap pundak istrinya yang harus dia tinggalkan di meja itu.Riuh tepukan tangan dari semua orang mengiringi langkah Harry menuju podium.Ketika Harry menyapa para undangan dari depan sana, Ezra memutar tubuhnya lagi menghadap Alena. Senyum miringnya tak juga hilang."Apa maksudmu berkata seperti itu?" cecar Alena, hatinya sangat kesal pada Ezra.Tapi Ezra sama sekali tidak terpengaruh o
Harry bergandengan bersama Alena menyalami para tamu yang datang memberi ucapan selamat. Sebagian dari mereka terlihat sangat ramah, seakan tak memiliki rasa malu setelah pernah menolak kerja sama dengan Harry. "Selamat, Tuan Borisson. Perusahaan Anda melejit dengan pesat," puji salah satu pebisnis bertubuh besar itu. Lalu seorang dari mereka ikut tertawa dan menyambung pujian temannya. "Siapa yang bisa meragukan Tuan Harry Borisson? Dia akan tetap menjadi yang nomor satu. Bukan begitu, Tuan Harry?" katanya. Lalu dengan tak tahu malu dia melanjutkan, "Mungkin sebentar lagi kita bisa melanjutkan kerja sama yang sempat terputus." Kemudian, lelaki bertubuh gendut itu tergelak mendengar pujian dari temannya. "Tuan Harry tidak mungkin mau bekerja sama dengan perusahaan yang pernah meninggalkannya saat dalam kesulitan." Matanya penuh semangat menatap Harry. "Tuan Harry, bagaimana jika kita membuat pertemuan suatu saat? Kami sangat setia dengan