Harry membalas tatapan Alena. Sudut bibirnya bergerak memaksa senyum di sana. Sorot mata yang penuh iba itu seperti seorang anak yang meminta kasih sayang pada mamanya.
"Harry ..." panggil Alena, tak tega melihat ekspresi suaminya.
"Menurutmu, apa aku seperti seseorang yang pernah beristri?"
Dari sifat keras dan kekanakannya tentu saja tidak menunjukkan sifat seorang lelaki yang pernah menikah. Tapi jika mengingat usia Harry, tampangnya yang tampan, status sosial yang mendekati langit, tak heran mungkin dia pernah menikah. Para gadis akan berlomba-lomba meminta dia nikahi, walau hanya menjadi istri satu malam. Bukankah menjadi mantan istrinya saja sudah bisa jadi bahan membanggakan diri? Jangan lupa, salah satu sifat manusia adalah pamer dan diakui.
"Entah lah. Tapi apa pun itu, kau harus bercerita padaku." Meski sedih menyadari mungkin Alena adalah istri keduanya, Alena tetap ingin mendengar pengakuan Harry.
Kemudian Harry tersenyum s
"Harry, gendong aku.""Baik, Sayang ....""Harry, turunkan aku.""Ya, Sayang ....""Pelan-pelan. Kau ingin membuatku jatuh? Karena perutku sudah gendut lantas kau sudah tak cinta padaku? Kau ingin mencari gadis lain untuk kau pacari? Kau jahat, Harry!""Tidak, Sayang, tidak. Bagaimana bisa aku berbuat keji seperti itu? Meski sekarang tubuhmu mirip berudu, aku tetap mencintai-mu." Suaranya terputus-putus kala melihat mata Alena melotot. Harry menyadari sudah membuat kesalahan besar, pasti akan mendapat kemarahan besar pula.Lelaki itu menyatukan kedua tangan saat Alena berkacak pinggang di depannya."Maaf, Sayang. Aku tidak bermaksud berkata kau mirip berudu." Wajahnya sudah sangat takut."Tapi kau sudah mengatakannya dua kali, Harry ...!"'Ya, Tuhan ... ini lah ajal bagi suami yang tak bisa menjaga bicaranya.' Tangan Harry menepuk sendiri mulutnya. "Maafkan aku, Sayang. Aku khilaf.""
Halo, Kak, terima kasih aku ucapkan untuk kakak semua yang sudah mengikuti cerita ini. Karena kesetiaan pembaca lah aku punya semangat mengetik setiap hari untuk menyajikan bacaan yang kakak sukai. 🙏 Seperti janjiku sebelumnya, season 1 akan tamat di bab 70an, sebab kontrak awal hanya 100k kata. Tapi setelah kupikir-pikir, masih ada konflik yang belum kelar. Ezra, Feli, Rona, juga pernikahan Harry dan Alena yang belum resmi di mata keluarga, jadi kuputuskan menyambung season 2. Kakak semua pasti nggak puas dong tokoh-tokoh jahat itu masih bisa hidup enak.Yuhuy ... setelah berunding dengan editor, aku akan lanjutkan season 2 di buku yang sama, alias lanjut di buku ini. Kakak semua tak perlu menunggu lama lagi, tak perlu cari-cari di mana buku barunya untuk lanjut baca. Kakak bisa lanjut scrool ke bawah, untuk mengikuti kisahnya, ya. Aku akan tetap update setiap hari seperti biasa.Oh, ya. Jangan lupa baca juga ceritaku yang lain judulnya "Jerat Tua
"Ughm ... Harry ...."Alena mendesah oleh ciuman panas yang Harry berikan pagi ini. Duduknya sudah tidak tenang di atas nakas, tempat di mana Harry menaikkannya tadi. Kedua kaki melingkar di pinggang suaminya untuk merapatkan tubuh mereka lebih erat.Harry melucuti pakaian Alena satu per satu hingga meninggalkan hanya dalaman saja yang tersisa di tubuhnya. Pergumulan itu terasa semakin panas kala Harry menjalarkan bibirnya di leher jenjang Alena.Pernikahan mereka sudah berjalan tiga tahun, tapi Harry masih menggilai tubuh Alena seperti dulu. Seperti saat pertama kalinya dia menyentuh gadis lugu yang terpengaruh obat perangsang atas jebakannya. Harry tak pernah bisa menahan diri untuk tidak menggauli Alena setiap hari. Bahkan di pagi seperti ini, ketika dia seharusnya sudah bersiap-siap menuju kantor, Harry masih menyempatkan diri untuk mencuri start dengan Alena.Kedua gundukan dada Alena sudah terpampang di depan wajahnya. Dengan sigap Harry memag
Masih dengan posisi Alena menggendong Zoe, Harry menghampiri dan memeluknya. Wajah yang tadi menegang kini mulai tersenyum. Tapi, Alena masih cukup bisa memahami bahwa senyuman Harry tidak setenang biasa."Apa yang kau pikirkan, hum?" Lelaki itu mengecup kening istrinya. "Jangan membicarakan yang tidak-tidak, Alen. Tentu saja aku mencintaimu dan Zoe. Kalian berdua adalah nyawaku."Bergantian ibu dan anak itu Harry kecup keningnya, memberikan rasa nyaman. Alena mendongak untuk melihat Harry, dan bisa dia lihat kekhawatiran di wajah itu. Harry sengaja menyembunyikan darinya."Aku mengenalmu bukan sebulan dua bulan, Harry. Hampir empat tahun, dan kita sudah menikah sejak tiga tahun yang lalu.""Jangan pikirkan apa pun, oke? Tugasmu hanya mengasuh Zoe dan percaya padaku. Jangan pernah kau meragukan cintaku sedikit pun, Nyonya Borisson."Alena terdiam. Dia tak berani memaksa Harry untuk bercerita, meski dia sendiri sangat ingin tahu. Wajahny
"Apa? Bangkrut?" Alena mengulang perkataan Ezra. Meski dia khawatir perkataan Ezra mungkin benar, tapi Alena tidak akan menjatuhkan harga diri suaminya begitu saja. Dia tersenyum sangat raham seakan tak berpengaruh oleh ucapan mantan kekasihnya itu."Kau tidak tau?" Dia tertawa sumbang. "Entah lelaki macam apa yang kau dapatkan menjadi suami, sampai dia tak jujur padamu. Aku yakin, Harry Borisson sedang sangat ketakutan mungkin kau akan membuangnya ketika bangkrut."Ini penghinaan yang sangat menyakiti Alena. Seakan-akan, Alena menikahi Harry hanya karena uang dan kekuasaan yang dimiliki lelaki itu."Ini." Ezra melempar sebuah majalah bisnis ke dada Alena, yang langsung ditangkap gadis itu. "Baca lah, Alena. Lihat betapa menderitanya suamimu sekarang."Oleh rasa khawatirnya pada Harry, Alena melakukan apa yang dikatakan Ezra. Dan benar saja, halaman depan majalah itu memuat berita tentang perusahaan milik Harry yang katakan sebentar lagi akan tumbang. Semua o
"Harry ...."Suara itu masih sama seperti dulu. Lembut, bernada yang mampu membuat Harry tenang saat mendengarnya. Lelaki itu lantas memeluk Alena dengan erat, seakan mengatakan semua akan baik- baik saja. Alena lalu mengunci bibirnya lagi, tak tega memaksa Harry bercerita.Sekarang mereka berada di dalam mobil menuju rumah. Harry memutuskan kembali sebab di kantor pun sudah tak ada yang bisa dia lakukan. Menikmati hari dengan anak istri, itu lah yang ingin Harry lakukan sekarang.Dalam diam, mereka turun dari mobil itu dan langsung disambut si kecil Zoe di taman depan. Anak itu sedang bermain bersama Tiffa. Alena membentang tangannya dan langsung memeluk putri kecil mereka."Nona Kecil sedang apa di sini? Menangkap kupu-kupu lagi?" tanya Harry, yang juga ikut memeluk dua wanita yang sangat dia cintai."Kupu-kupu." Zoe menunjuk kupu-kupu yang beterbangan di taman bunga.Sejenak mereka melupakan masalah kantor dan bermain di taman istana. Ale
Alena berlari ke dalam rumah. Dia tak kuasa menunggu jawaban dari Harry, yang menatapnya dengan alis mengerut. Gadis itu merasa sangat tertekan oleh pengakuan Serena yang sangat mengejutkan.Tapi tak berapa lama, Harry sudah menyusulnya di belakang. Tampak Alena tengah menelungkup di atas ranjang tidur mereka, dan jelas dia sedang menangis. Terlihat dari guncangan pundak yang semakin menjadi."Alen."Harry memanggil. Lelaki itu lantas duduk di tepi ranjang, di sebelah Alena. Tangannya bekerja menyentuh puncak kepala istrinya."Maafkan aku."Oh ... Alena ingin menjerit sekarang. Permintaan maaf Harry bisa dia artikan sebagai jawaban atas pertanyaannya di luar tadi. Mereka berselingkuh. Harry dan perempuan bernama Serena itu berselingkuh sampai memiliki seorang anak. Apakah mungkin anak yang tadi dia lihat di dalam mobil? Sudah sangat besar, yang berarti hubungan mereka sudah lama."Semua itu sudah berlalu, Alena. Dan ... kami tida
"Alena, ikut lah denganku."Amanda langsung saja keluar setelah mengatakan kalimat itu. Dia tak punya pilihan selain mengikuti kata mama mertuanya, lalu pergi tanpa meminta ijin dari Harry. Dia harus memastikan lebih dulu apa yang akan Amanda katakan padanya, baru lah Alena akan berbicara dengan Harry.Di taman istana besar itu, Amanda berdiri memunggungi Alena. Dia tidak gentar sama sekali."Apa yang ingin Mama bicarakan?" tanya Alena tanpa berbasa-basi.Kemudian Amanda memutar wajahnya menghadap Alena."Sepertinya aku tidak perlu menjelaskan lagi padamu, Alena. Serena pasti sudah mengatakannya." Wanita itu berkata.Dengan sedikit tersenyum, Alena mengusir rasa pedih di dalam dadanya untuk menghadapi pembicaraan yang akan menjadi panas."Lalu, apa menurut Mama aku akan menerima anak itu?" Alena sengaja bertanya untuk mendengar apa isi di kepala mertuanya itu.Seperti yang sudah Alena antisipasi, Amanda tampak