Berhari-hari Alena hanya diam mengurung diri di dalam kamar. Dia tak berminat keluar dari pintu yang selalu dikuncinya dengan rapat. Hanya di saat Harry kembali dan berangkat ke kantor saja lah pintu itu terbuka.
Setiap malamnya dia lalui dengan duduk bersandar pada kepala ranjang, atau berbaring membelakangi Harry. Alena seperti mayat hidup yang masih bernapas. Jika Harry mencoba membenarkan tidurnya, Alena akan menepis tangan lelaki itu. Dia tak ingin disentuh bahkan seujung kuku pun.
Sekuat apa pun Harry mendekat, Alena terus memaksanya menjauh. Dia tak ingin berbicara dengan Harry dan bahkan tidur pun Alena sangat menjaga jarak agar Harry tak menyentuhnya. Seperti musuh. Alena sungguh tak ingin mendengar sepatah kata dari Harry.
"Berbaring lah yang benar. Aku akan tidur di sofa." Harry membawa bantalnya menuju sofa yang berjarak dua meter dari ranjang. Dengan wajah menghadap istrinya dia tidur di sana setiap malam.
Tingginya yang melebih
Di layar itu Alena bisa melihat Nitty menuntun Harry menuju ranjang, seperti yang dia lihat di video kiriman Nitty. Harry mengeluarkan gumaman tak jelas dari mulutnya. Alena tak menyukainya, sebab gumaman itu seperti Harry sedang menikmati setiap sentuhan dari Nitty.Kemudian dia dibaringkan di atas ranjang. Gadis berambut sebahu itu melucuti pakaian Harry yang hanya diam membalas tatapan Nitty. Sungguh Alena tak senang, sorot mata Harry terlihat sangat bernapsu di sana. Ingin dia mengakhiri lagi tontonan itu, tak kuat hatinya untuk melanjutkan. Apalagi saat Nitty menindih tubuh Harry, itu sangat menyakiti hati Alena. Bagaikan ribuan kuku-kuku tajam menghujam bongkahan jantung yang kian hebat menumbuk dari dalam.Alena mengalihkan matanya ke samping. Dia menutup dua indra penglihat itu berharap air matanya tak pernah keluar. Tak kuasa dia melihat Harry mengerang atas cumbuan Nitty di dada bidangnya. Dada yang sangat dia senangi ketika tidur dalam pelu
Kalimat yang diucapkan Amanda bagaikan palu besar yang menghantam dada Alena. Dia tertegun, tak bisa Alena tunjukkan ekspresi apa yang harus dia berikan sekarang. Kata-kata itu terlalu menekannya seperti batu besar yang dijatuhkan dari langit. Alena terkubur, terhimpit oleh sakitnya kenyataan.Bukankah kau sudah tahu akan seperti ini? Lalu kenapa terlalu berat kau rasakan? Apa yang salah, Alena? Apa kau berharap keluarga Harry akan menerimamu? Seperti dilempar ke jurang terdalam, Alena bahkan tak bisa menata hatinya sekarang."Nona Gomer?" panggil Amanda. Dia melihat Alena dengan tatapan dingin tak bersahabat."I-iya, Nyonya. Aku mendengarnya.""Jika begitu, katakan berapa yang kau inginkan."Sejak tadi mata Alena sudah berat oleh embun yang menggantung di sana. Ingin sekali dia menangis, meraung, mengeluarkan segala perasaan sakit di dalam dadanya. Andai tak malu dianggap lemah, mungkin dia akan menangis di sini.
"Anda sudah bertemu Nona Alena, Tuan?"Harry melempar wajahnya ke kanan. Pertanyaan Lukas membingungkan lelaki yang tengah sibuk dengan pekerjaannya."Apa maksudmu?" tanya lelaki itu. Membuat Lukas langsung membungkuk sangat dalam."Maaf, Tuan, penjaga di rumah mengatakan, Nona Alena keluar dari satu jam yang lalu. Nona meminta diantar ke sini.""Lalu, di mana dia? Apa kau sudah sangat pikun, Lukas? Kenapa tidak segera mencarinya di bawah?" cecar Harry. Kemudian dia berpikir sejenak.Kenapa Alena datang? Bukannya gadis itu sangat marah dan tidak mau mempercayainya? Atau mungkin Alena sudah membuka hatinya, dan berniar berdamai dengan Harry? Hatinya menghangat segera. Harry bangkit dari kursi kebanggaannya tanpa berpikir panjang."Biar aku yang mencarinya ke bawah."Namun, baru saja Harry tiba di dekat pintu, Lukas kembali berkata, "Tapi, Tuan, Nona tidak ada di bawah. Aku sudah mencarinya dan bertanya di meja resepsio
"A-apa?"Harry tergugup. Dia bertumpuh pada kedua lututnya untuk berjalan di atas ranjang. Seperti robot dia mendekati istrinya yang masih memamerkan perut di depan sana."Alen, kau ... kau hamil?" Matanya berbinar menanyakan itu.Alena mengangguk dua kali sambil melebarkan senyumnya. Sungguh sangat sulit dipercayai Harry, anggukan itu membulatkan matanya. Tangan kekar Harry lantas dilingkarkan ke pinggang Alena dan membawanya mendekat."Kau serius, Alen? Kau tidak sedang menggodaku, bukan?" Harry duduk di sisi ranjang dengan Alena masih di dalam pelukannya. "Kau hamil sungguhan?""Tentu saja. Aku sudah periksa ke dokter."Lantas Harry berdiri dan mengangkat tubuh Alena ke atas. Gadis itu sangat ramping dan mungil, gampang bagi Harry mengangkat Alena dan memutarkannya di udara. Keduanya tertawa bahagia oleh kabar yang sangat menggembirakan ini."Alenaku hami! Istriku hamil!" serunya girang. Bukan hanya Alena yang diputarnya di di
"Maksudnya, Mam- Nyonya?" Alena meralat panggilannya, saat menyadari tak ada Harry di sana.Lantas, Amanda memangku tangan di depan dada. Bibirnya mencibir tak senang, mendengar Alena hampir saja memanggilnya mama."Bagaimana kau berpikir aku akan memberitahumu? Tak ada orang yang memberi tahu rencana pada musuhnya," jawab Amanda sinis.Apa pun rencana itu pasti lah sesuatu yang akan membuat Alena menyingkir dari Harry. Seharusnya Alena tidak perlu mempertanyakan pada Amanda. Dia menjadi malu pada dirinya sendiri."Nyonya, apakah aku sangat tak pantas menjadi menantu Anda? Meski aku miskin, aku akan berusaha menjadi menantu yang patuh."Mata Amanda melotot. "Jangan bermimpi menganggap dirimu menantuku!" sahutnya cepat. "Sadar diri lah, kau hanya pengemis yang menumpang hidup pada putraku. Kau tau benalu? Itu lah kau! Tidak puas hanya menikmati uang Harry, dan kau masih ingin mencekiknya dengan kehamilanmu."Alena sudah tahu jawab
Di saat Alena sangat terpojok oleh ucapan para undangan itu, Feli memasang wajah sedih pada mereka. Dia kemudian mendekati Alena dan memeluk pundak gadis itu."Ah, kalian berlebihan, Nyonya. Bagaimana bisa kalian menuduh saudaraku sekeji itu? Kami sangat dekat, meski hanya saudara tiri. Aku tak yakin Alena melakukan hal seburuk itu untuk menjatuhkanku. Tolong jangan menghinanya."Bukannya mengindahkan perkataan Felisha, justru semuanya semakin ramai. Mereka mengatakan Felisha adalah gadis yang baik dan pantas menjadi menantu keluarga Raves."Keluarga Raves pasti sangat beruntung mendapatkan menantu sepertimu. Ibumu pasti sangat baik mengajarkanmu.""Betul. Aku juga berpikir demikian. Tidak seperti saudara tirinya, yakinlah Nyonya Borisson akan sangat menyesal memiliki menantu seperti dia."Lagi, Feli mengambil kesempatan itu untuk menyerang Alena secara telak."Mamaku selalu mengajarkan kami saling menyayangi, tapi Alena memang tidak pernah menden
Istana besar itu heboh oleh kabar yang berasal dari nyonya besar. Sebagai kepala dari semua pelayan dan orang yang bekerja pada Harry, Lukas yang terlihat sangat terkejut dan berusaha keras membujuk sang nyonya. Ini masih terlalu pagi, bahkan di luar saja masih terlihat gelap."Nyonya Besar, bukannya Anda bilang akan tinggal di sini beberapa bulan? Kenapa Anda sangat buru-buru ingin kembali?" tanya Lukas, menunduk sangat sopan di depan nyonya besar itu.Sebenarnya, Amanda sudah biasa datang dan kembali hanya dalam satu hari. Yang membuat para pelayan ketakutan adalah, sebab tadi malam ada masalah di tengah pesta. Belum lagi sikap Amanda yang terlihat aneh, hanya diam menyusun sendiri pakaiannya ke dalam koper."Jika ada yang membuat Anda tidak senang, bukankah lebih baik dibicarakan dulu, Nyonya?" ucap Lukas lagi, mengharap nyonya besarnya itu buka suara.Tapi Amanda hanya diam menyusun pakaiannya tanpa membiarkan pelayan mendekat."Tu
Harry membalas tatapan Alena. Sudut bibirnya bergerak memaksa senyum di sana. Sorot mata yang penuh iba itu seperti seorang anak yang meminta kasih sayang pada mamanya."Harry ..." panggil Alena, tak tega melihat ekspresi suaminya."Menurutmu, apa aku seperti seseorang yang pernah beristri?"Dari sifat keras dan kekanakannya tentu saja tidak menunjukkan sifat seorang lelaki yang pernah menikah. Tapi jika mengingat usia Harry, tampangnya yang tampan, status sosial yang mendekati langit, tak heran mungkin dia pernah menikah. Para gadis akan berlomba-lomba meminta dia nikahi, walau hanya menjadi istri satu malam. Bukankah menjadi mantan istrinya saja sudah bisa jadi bahan membanggakan diri? Jangan lupa, salah satu sifat manusia adalah pamer dan diakui."Entah lah. Tapi apa pun itu, kau harus bercerita padaku." Meski sedih menyadari mungkin Alena adalah istri keduanya, Alena tetap ingin mendengar pengakuan Harry.Kemudian Harry tersenyum s