"Menghilang?" ulang Harry. Netra hitamnya yang berada di sudut mata menjereng melihat Alena. Menakutkan, dia seperti hewan buas yang siap akan menerkam.
"Kau sudah mengaku mencintaiku, dan kau mengkhawatirkanku saat jauh. Jadi, Alen, jangan berharap aku membiarkanmu hilang barang sedetik pun," sambungnya.
Lukas membuka pintu di sebelah Harry dan dia turun dengan tetap memeluk Alena di pangkuannya. Alena malu, dia berusaha turun dari tangan suaminya.
"Harry ...."
Dengar suaranya yang lembut dan berirama? Itu sangat menyenangkan di telinga Harry. Dia ingin terus mendengar Alena menyebut namanya seperti itu hingga kepala mereka penuh dengan rambut putih.
"Turunkan, Harry. Semua orang melihat kita."
"Lantas?" sahut Harry. Lelaki itu sama sekali tak peduli dengan tatapan orang-orang padanya. Dia membawa Alena melewati orang-orang yang sedang makan, untuk menuju ruangan khusus yang sudah mereka pesan.
Wajah memerah istrinya yang merona malu semaki
"Bagaimana awal kalian bertemu?"Dua gadis itu tengah berjalan-jalan di taman istana, menikmati matahari sore yang sebentar lagi akan bersembunyi di ufuk barat. Nitty sangat banyak bertanya tentang hubungan Alena dan Harry. Saat pertanyaan itu meluncur dari bibir Nitty, wajah Alena menjadi murah. Apa yang akan Nitty katakan jika Alena memberitahunya?"Kami bertemu di Toko Toserba." Alena berbohong, meski tak sepenuhnya bohong. Harry berkata seperti itu, walau Alena sendiri belum mengenal Harry di sana. Dia hanya tak ingin mengingat kisah menyedihkan yang pernah Harry berikan."Benarkah? Dia langsung mengajakmu pindah ke istana lalu menikah?""Kurang lebih seperti itu," jawab Alena lagi."Aku penasaran bagaimana dia mengatakan cinta padamu. Alena, ceritakan itu.""Bisa kita tidak membahasnya? Menurutku itu sangat pribadi, Nitty." Alena memaksa senyumnya sedikit. Dia bingung, bagaimana bisa Nitty sangat ingin tahu semua
"Alena, kau sudah berjanji memberiku waktu. Bisa kau pegang janjimu, kan?" kata Nitty, sesaat Harry menghilang dari meja makan. Matanya yang berkaca-kaca memohon, seakan Alena adalah Tuhan yang bisa mengabulkan permintaannya. Gadis itu sangat berharap membuat Alena menjadi serba salah."Sebenarnya aku ingin membantumu, Nitty. Tapi ....""Harry sangat keras dan akan memaksamu bicara. Tolong, Alena, ini hanya dua bulan. Kasih aku kesempatan sebelum benar-benar menghilang. Jangan katakan padanya aku lah yang meminta padamu," potong Nitty. Dia meremas tangan Alena seakan meminta kekuatan."Akan kuusahakan."Hati Alena menolak, tak mampu dia melakukan hal yang sangat Nitty inginkan. Tapi bagaimana pun dia juga harus membalas kebaikan gadis itu yang rela melepas Harry untuknya. Lagian, Harry dan Alena saling mencintai. Dengan memberi Nitty sedikit ruang tidak akan membuat cinta mereka hilang begitu saja."Kenapa kau berbohong?"&nb
"Kau berani mengancamku?"Melihat Lukas diperlakukan buruk saja sudah sukses membangkitkan amarah Harry. Lalu Nitty masih dengan berani mengancam dirinya, menyebut-nyebut nama Alena. Sangat tak tahu malu, Nitty tersenyum melihat ekspresi Harry yang lebih mirip dengan hewan buas."Siapa yang bisa mengancam Harry Borisson? Lelaki yang dikenal tak memiliki rasa takut, tentu saja kau akan mengabaikan ancamanku." Nitty mendengus. "Tapi ... bagaimana dengan Alena? Saat dia melihat video yang kusiapkan, aku yakin Alena akan meninggalkanmu, Harry." Tangannya bergerak menuju kerah baju Harry yang langsung ditepis kasar oleh lelaki itu."Jangan berani kau sentuh aku!" Dingin. Nada itu seakan mengandung es balok keluar dari mulutnya.Kikik tawa Nitty terdengar sekilas dan dia berpindah dari depan Harry."Tapi mulai sekarang aku akan sering menyentuhmu. Atau mungkin ... kita harus melanjutkan adegan panas di pesa
Harry mengantar Alena ke kamarnya. Sangat lembut dia meletakkan tubuh istrinya di atas ranjang empuk bilik mereka. Tak lupa Harry menutup tubuh kecil Alena dengan selimut untuk membuatnya hangat. Sebelah kaki yang tadi dipijit pun dinaikkan ke atas bantal agar terasa nyaman. Mata Alena tak pernah lekang dari wajah Harry yang kini juga menatapnya."Ada apa, hum?" tanya Harry. Nadanya yang lembut lebih nyaman dari semua perlakuan yang Harry tujukan padanya.Malu-malu Alena menggeleng kala Harry ikut berbaring di sisinya."Ada yang ingin kau bicarakan, Alen?""Ya. Terima kasih," sahutnya.Tak Alena pungkiri dia sangat bahagia atas perhatian Harry yang langsung tertuju padanya saat mendengar Tiffa berkata kaki Alena sakit. Padahal kaki itu hanya terpelintir kecil, sama sekali tidak terasa sakit. Melihat Nitty terus menggoda Harry lah justru yang lebih menyakitkan baginya."Bukankah kita suami istri. Kenapa kau berte
Harry beranjak dari kursinya mengejar Alena."Alen, jangan dengarkan dia. Aku tidak melakukan seperti yang dia katakan," terangnya, berusaha menjelaskan apa yang terjadi.Plak!Tapi itu lah yang Harry dapatkan dari Alena. Istrinya itu menampar keras pipi kiri Harry."Alen," panggil Harry. Matanya yang memohon meminta Alena percaya pada ucapannya. "Aku tidak berbohong.""Tapi aku mempercayai apa yang kulihat, Harry." Alena mengalihkan tatapan pada Nitty yang tersenyum di atas meja.Gadis itu sama sekali tak menunjukkan rasa bersalah. Nitty tersenyum sinis, matanya tajam menusuk netra Alena. Sungguh sakit Alena rasakan melihat gadis itu masih tetap dengan dada telanjangnya. Menjijikkan. Alena tak kuat menahan diri di sana lebih lama."Alen, ayo kita jelaskan semua ini-""Tidak. Jangan menyentuhku. Kau tetap lah lelaki kotor yang tak akan pernah berubah," potong Alena. Suaranya datar, Alena
Berhari-hari Alena hanya diam mengurung diri di dalam kamar. Dia tak berminat keluar dari pintu yang selalu dikuncinya dengan rapat. Hanya di saat Harry kembali dan berangkat ke kantor saja lah pintu itu terbuka.Setiap malamnya dia lalui dengan duduk bersandar pada kepala ranjang, atau berbaring membelakangi Harry. Alena seperti mayat hidup yang masih bernapas. Jika Harry mencoba membenarkan tidurnya, Alena akan menepis tangan lelaki itu. Dia tak ingin disentuh bahkan seujung kuku pun.Sekuat apa pun Harry mendekat, Alena terus memaksanya menjauh. Dia tak ingin berbicara dengan Harry dan bahkan tidur pun Alena sangat menjaga jarak agar Harry tak menyentuhnya. Seperti musuh. Alena sungguh tak ingin mendengar sepatah kata dari Harry."Berbaring lah yang benar. Aku akan tidur di sofa." Harry membawa bantalnya menuju sofa yang berjarak dua meter dari ranjang. Dengan wajah menghadap istrinya dia tidur di sana setiap malam.Tingginya yang melebih
Di layar itu Alena bisa melihat Nitty menuntun Harry menuju ranjang, seperti yang dia lihat di video kiriman Nitty. Harry mengeluarkan gumaman tak jelas dari mulutnya. Alena tak menyukainya, sebab gumaman itu seperti Harry sedang menikmati setiap sentuhan dari Nitty.Kemudian dia dibaringkan di atas ranjang. Gadis berambut sebahu itu melucuti pakaian Harry yang hanya diam membalas tatapan Nitty. Sungguh Alena tak senang, sorot mata Harry terlihat sangat bernapsu di sana. Ingin dia mengakhiri lagi tontonan itu, tak kuat hatinya untuk melanjutkan. Apalagi saat Nitty menindih tubuh Harry, itu sangat menyakiti hati Alena. Bagaikan ribuan kuku-kuku tajam menghujam bongkahan jantung yang kian hebat menumbuk dari dalam.Alena mengalihkan matanya ke samping. Dia menutup dua indra penglihat itu berharap air matanya tak pernah keluar. Tak kuasa dia melihat Harry mengerang atas cumbuan Nitty di dada bidangnya. Dada yang sangat dia senangi ketika tidur dalam pelu
Kalimat yang diucapkan Amanda bagaikan palu besar yang menghantam dada Alena. Dia tertegun, tak bisa Alena tunjukkan ekspresi apa yang harus dia berikan sekarang. Kata-kata itu terlalu menekannya seperti batu besar yang dijatuhkan dari langit. Alena terkubur, terhimpit oleh sakitnya kenyataan.Bukankah kau sudah tahu akan seperti ini? Lalu kenapa terlalu berat kau rasakan? Apa yang salah, Alena? Apa kau berharap keluarga Harry akan menerimamu? Seperti dilempar ke jurang terdalam, Alena bahkan tak bisa menata hatinya sekarang."Nona Gomer?" panggil Amanda. Dia melihat Alena dengan tatapan dingin tak bersahabat."I-iya, Nyonya. Aku mendengarnya.""Jika begitu, katakan berapa yang kau inginkan."Sejak tadi mata Alena sudah berat oleh embun yang menggantung di sana. Ingin sekali dia menangis, meraung, mengeluarkan segala perasaan sakit di dalam dadanya. Andai tak malu dianggap lemah, mungkin dia akan menangis di sini.