Alena sedang berada di ruang ganti bersama tiga pelayan yang membantunya mengenakan pakaian. Gadis itu berdiri seperti sebuah patung manekin yang pasrah diperlakukan. Sejak tadi dia sudah berkata akan mengenakan sendiri pakaiannya, tapi ketiga pelayan itu berkata Tuan Muda mereka akan marah jika membiarkan Alena mengenakannya sendiri. Sangat berlebihan, Alena merasa seperti di awal dia masuk ke rumah besar itu yang segalanya harus dilakukan pelayan.
"Apa ini?" tanya Alena dengan mata membola.
Gaun yang dibawakan pelayan terlihat sangat indah dan berbeda dengan gaun yang biasa Alena pakaian sehari-hari. Alena juga baru kali ini melihat gaun itu, sebab tak pernah ada di dalam lemari.
"Ini gaun Anda, Nona."
Ya, ya. Alena belum buta. Dia tahu itu gaun, tapi maksudnya, kenapa harus memakainya?
Lihat saja. Gaun itu sangat cantik dan mewah. Bahannya yang lembut terasa sangat ringan menggelitik kulit Alena saat pelayan mengenakan padanya. Alen
Harry dan Alena masih sibuk dengan acara dadakan tanpa perencanaan itu. Para tamu yang tak pernah diundang pun berebut mengucapkan selamat untuk pasangan pengantin. Tak lupa dengan reporter juga mempertanyakan kenapa pernikahan mereka sangat mendadak."Bagaimana Tuan menjelaskan pernikahan ini? Saudara tiri Nona Alena berkata ini hanya sandiwara. Benarkah seperti itu, Tuan Borisson?"Alena merasakan telapak tangannya mulai basah, gugup oleh pertanyaan mereka. Bahkan di depan altar dia bisa bersikap santai, tapi saat seperti ini justru Alena menjadi berkeringat."Aku mencintainya sejak lama. Dan aku sengaja melamarnya tepat di hari ini agar segera bisa melangsungkan pernikahan. Bagi sebagian orang mungkin terdengar aneh, tapi bagi kami berdua, pernikahan ini adalah impian. Kami sudah mewujudkannya, dan kami sangat bahagia." Harry menggenggam tangan Alena erat untuk membuat gadis itu tetap percaya diri."Terima kasih untuk semua. Kami harus pergi berb
"Anakku sayang, akhirnya kau tiba."Amanda Borisson menyambut Harry yang baru saja tiba di pintu masuk rumah keluarganya. Harry membiarkan Amanda memeluk putra satu-satunya itu dan menciumnya di kedua pipi. Harry membalas perlakuan mamanya dengan memberi kecupan di kening wanita itu.Amanda sudah berusia akhir empat puluh, tapi kecantikan di wajahnya masih sangat sempurna. Belum lagi tubuhnya yang tinggi ramping membuatnya terlihat tidak seperti wanita yang sudah memiliki anak seusia Harry."Apa kau lapar? Kau ingin makan malam terlebih dulu?" cecar Amanda. Suaranya tampak tenang tidak seperti saat di telepon sore tadi."Ini sudah tengah malam, Ma. Tentu aku sudah mengisi perut lebih dulu."Mamanya lalu terkekeh mendengar jawaban Harry, tapi tampak jelas ada salah tingkah di gelagatnya."Ah, ya. Ini sudah malam. Kalau begitu mari mama antar ke kamar."Amanda menggandeng Harry menuju kamarnya di lantai tiga, kamar yang Harr
"Harry!"Lelaki yang namanya dipanggil itu menggeser kepala untuk mencari datangnya suara. Seorang gadis berlarian ke tempat Harry sedang duduk membaca buku di taman belakang. Gadis itu menabrak tubuh kekar lelaki itu dan memeluk erat leher Harry."Kapan kau tiba? Kenapa tak memberitahuku?" tanyanya, masih terus bergelayut di leher Harry."Natalie Dominiqe, leherku akan patah jika kau bergelayut seperti itu," ucap Harry melepaskan lehernya dari gadis itu."Nitty!" serga Natalie cepat."Oke lah, Nitty. Leherku bisa patah jika kau bergelayut. Jangan mengulanginya."Gadis yang lebih senang dipanggil Nitty itu memanyunkan bibirnya tak senang dan langsung menarik buku dari tangan Harry."Ayo masuk." Kali ini Nitty memeluk lengan Harry untuk mengajaknya masuk."Aku masih ingin di sini. Kau duluan saja, Nitty.""Yang benar saja? Apa kau menunggu pelayan itu agar mau ikut ke dalam?"Mata Ha
Kendati amarah di dada Harry tak bisa dia elakkan, lelaki itu masih memasang wajah acuhnya. Harry menggerdik bahu, menatap Nitty yang kini tertunduk di sebelahnya. Gadis itu tampak memerah menahan malu."Nitty, kau ingin menikah denganku? Seperti yang kau tau aku sudah beristri, kau masih ingin menikahi lelaki yang sudah bekas gadis lain?" tanya Harry.Papanya membentak lagi di balik sana tapi Harry hanya terfokus pada wajah Nitty. Gadis yang dia anggap seperti adik itu gugup, tangannya saling meremas di pangkuan."Ini penghinaan! Kami sangat terhina dengan cara Harry mempermalukan anak kami!" Dominiqe berkata tajam.Lantas, Nitty mengangkat wajahnya cepat. Matanya memohon pada Dominiqe untuk tidak mengeluarkan ucapan apa pun. Dia kemudian menatap Harry ragu-ragu."Papa dan Paman jangan terlalu menekan Harry. Hubungan kami sudah baik selama ini, tolong mengerti lah dengan pilihannya. Lagian, apa kalian pikir aku sangat menyedihkan? Aku juga punya p
Mata Alena menyelidiki Nitty beberapa saat. Dia menyambut tangan gadis itu meski dia sendiri tak tahu siapa Natalie Dominiqe ini."Ake Alena Gomer," sahutnya. "Lalu ... di mana Harry?" Alis Alena sedikit berkerut bingung."Harry? Dia akan pulang belangan."'Jadi ini gadis yang dinikahi Harry? Sangat kampungan. Dia tak pantas berada di sisi Harry-ku," batin Nitty tak senang. 'Tunggu saja, Alena. Aku akan membuatmu merasa di neraka!' Dadanya bergemuruh merasakan amarah yang ditahan sejak tadi."Oh, begitu rupanya. Natalie, apa mungkin ... kau dan Harry bersaudara?" tanya Alena penasaran.Gadis itu terkikik. "Nama keluarga kami berbeda, Alena. Bagaimana kau bisa menganggap kami bersaudara? Dan satu lagi, panggil saja aku Nitty. Aku tak senang dengan nama panjang itu."Nitty sudah masuk lebih dulu dan langsung disusul Alena dari belakang. Gadis itu tak memberitahu apa hubungannya dengan Harry. Apakah mungkin adik sepupuh atau a
"Alen," panggil Harry. Kepalanya berpikir mencari jawaban yang tepat untuk memberitahu Alena, tentang gadis itu."Dia putri teman papaku. Dia ada di rumah?" Alisnya mengerut.Nitty berkata dia datang bersama Harry, lalu apa ekspresi yang Harry tunjukkan ini? Dia seperti orang bingung yang tak tahu apa-apa. Alena tak mengerti akan bersikap apa sekarang."Mari masuk," ajak Harry saat Alena masih sibuk dengan isi kepalanya. Lelaki yang sudah menjadi suaminya itu merangkul pundak Alena. Itu terasa lembut, seperti kebiasaan Harry bersikap belakangan ini."Harry!"Seruan gadis yang baru saja mereka bahas, mengalihkan mata keduanya pada Nitty. Gadis itu berlari ke sebelah kiri Harry dan langsung bersigayut di tangan Harry. Alena sampai terbelalak melihatnya."Kau dari mana? Aku menunggumu di pesawat tapi kau malah menghilang," lanjut Nitty.Harry mendesah pendek. "Kau ikut ke sini?""Yap! Aku ingin be
Ranjang yang tadi malam sangat berantakan sudah kembali rapi oleh Alena. Dia memang selalu merapikan ranjang setiap kali selesai bercinta dengan Harry. Baginya sangat memalukan jika harus pelayan yang membereskannya. Bukankah rahasia ranjang memang harusnya suami istri saja yang tahu?Memikirkan kata 'suami istri' membuatnya tersenyum sebelum masuk ke kamar mandi.Jika dulu Alena menggosok kasar tubuhnya setelah disentuh Harry, belakangan ini dia justru seakan tak ingin menghilangkan bekas sentuhan Harry dari tubuhnya. Alena menggosok pelan setiap inci dari kulit itu berharap bisa mengabadikan bekas tangan dan bibir Harry. Alena bahkan menggerakkan tangannya menirukan cara Harry meremas dada. Oh, Alena ... jangan sampai kau gila.Cinta memang aneh, ya. Tak memandang pada siapa akhirnya dia akan berlabu. Hubungan yang dijalin bertahun-tahun bisa tiba-tiba kandas hanya karena orang baru yang tadinya sangat Alena benci.Selepas Alena meng
Sejak kembali dari pesta, Alena menjadi sangat pendiam dan jarang tersenyum. Dia bingung bagaimana akan memulai kalimat untuk menanyakan pada Harry, perihal ucapan Ezra dan Felli. Menguncinya di dalam pikiran pun membuat gadis itu sangat stress. Alena tertekan sendiri oleh ketakutan yang mungkin akan datang sebentar lagi."Ada apa, Alen?" tanya Harry di atas ranjang.Tak biasanya Alena langsung berbaring tanpa berbincang dengan Harry. Alena gadis yang cerewet, ada saja hal yang ingin dia bahas. Tapi malam ini dia benar-benar diam jika Harry tak mengajaknya bicara. Apalagi, sikap Alena pun aneh. Dia memunggungi Harry saat tidur."Tidak. Aku hanya mengantuk, Harry. Mungkin karena lelah di pesta."Harry melihat kejanggalan itu namun dia berusaha berpikir positif. Alena memang jarang pergi ke luar, wajar jika dia kelelahan. Lelaki itu lalu memeluk pinggang istrinya dalam tidur.Begitu pagi datang, Harry berangkat seperti biasa dengan Lukas. Tak l
Esau berlari menaiki tangga pintu masuk istana keluarganya, dengan penuh semangat dan senyum yang tergambar di bibirnya. Tangan kanan menjinjing sebuah boks besar yang dia bawakan hadiah untuk istrinya, belakangan ini dia memang menjadi sangat romantis sejak mendengar kabar kehamilan Freya. Setiap akan pulang dari mana pun, Esau menyempatkan membawa hadiah untuk Freya. Baik itu berupa bunga, makanan, atau benda apa saja yang dia temukan di jalan. Terkadang juga Esau mencari-cari sesuatu yang diinginkan ibu hamil melalui situs internet, lantas membawakannya untuk Freya. Dia adalah suami yang begitu mencintai istrinya. “Sayang...” Esau mendorong pintu kamar, memamerkan jinjingan yang dia bawa. “Lihat, aku membawa apa padamu?” Freya yang tengah berbaring membaca sebuah buku, menurunkan buku itu ke atas perutnya dan melihat Esau. Sejak hamil dan dikatakan fisiknya lemah, Freya dengan suka rela mengambil cuti kuliah dan lebih memilih menghabiskan waktu menikmati k
“Frey, kalian harus datang, ingat!”Leona berseru dari ujung sana, melambaikan tangannya pada Freya yang masih berdiri menunggu Esau membukakan pintu mobil. Gadis itu mengangguk sebagai jawaban untuk seruan dari Leona.“Baik lah, akan aku usahakan.” Freya lalu masuk ke dalam mobil di samping suaminya yang menyetir.“Datang? Memangnya... ke mana dia mengajakmu?”“Ulang tahun. Leona merayakan ulang tahunnya, dan dia mengundang kita.”“Kenapa kita harus datang?” Esau menyahut acuh, menyalakan mesin mobil yang membawa mereka meninggalkan parkiran kampus. “Aku heran kenapa kau mau berteman dengannya, padahal dulu dia jahat padamu.”Jika dipikir-pikir, Leona memang banyak melakukan kejahatan pada Freya, tapi di balik itu Freya sendiri sudah membalasnya, kan? Lantas kenapa harus merasa dirinya harus membenci Leona lagi? Lagian Leona sendiri sudah meminta maaf secara terang-tera
Semua orang menjadi diam melihat kedatangan pria itu. Esau masih terkejut, bahkan dia tidak sadar kapan Ezra Raves berjalan menuju kado besar yang sudah Harry siapkan. Dia menatap Harry dengan tatapan yang sedikit aneh.“Apakah kado dariku sangat besar?” katanya, seakan menyindir Harry. Ezra cukup tahu Harry adalah seseorang yang selalu mempersiapkan segala sesuatu, dan sudah pasti Harry lah yang membuat kado itu seakan-akan dari dirinya. “Kalian tampak senang melihat kado dariku, tapi tampaknya tidak senang dengan kedatanganku.” Ezra berpindah ke depan Harry, mengulurkan tangannya dan berkata, “Halo, Besan, akhirnya kita bertemu setelah sekian lama.”Harry muak melihat sikap Ezra yang seakan ingin menunjukkan sifat arogannya. Tapi demi menjaga nama baik menantu perempuannya, Harry mengulurkan tangan untuk menyambut Ezra. “Ya, selamat datang kembali. Aku pikir pesawat itu sudah meledak sehingga kau mungkin tidak akan pernah dat
“Selamat, akhirnya kau benar-benar menjadi lelaki jantan.” Parsa menepuk pundak sahabatnya, membuat Esau mengerut kening tidak senang.“Sial! Apa selama ini aku kurang jantan di matamu?” umpat Esau pelan, tidak senang dia dengan ledekan yang ditujukan Parsa padanya.“Mana aku tahu, Freya lah yang tahu bagaimana kau di ranjang.” Parsa melirik Freya dan meneruskan pertanyaan Esau padanya. “Bagaimana, Frey, apakah Esau jago di ranjang?” ucapnya sembari tertawa.Kesal, Esau meninju pelan pundak Parsa untuk menyuruh sahabatnya itu diam. “Diam lah, Brengsek, atau aku memanggil bagian keamanan untuk mengusirmu,” balasnya sambil bergurau.Hal itu membuat Julian ikut tertawa mendengar dua sahabatnya yang saling mengejek, dan ikut serta di dalam perbincangan mereka. “Mungkin kau memang tidak jago, Esau, sebab itu Freya ingin meninggalkanmu.”“Hei, tutup mulutmu atau aku
“Apa yang kau lakukan, Esau?” Freya menarik Esau untuk menjauh, tetapi Esau tidak menggubrisnya. Dia tidak akan menyerah begitu saja sebelum Felisha menunjukkan apa yang dia sembunyikan.“Frey, aku lah yang lebih dulu mengenal bibi, jadi aku tahu dia tidak sepenuhnya gila. Sebelum kau masuk ke dalam hidupku, perawat mengatakan bibi hanya butuh pengobatan ringan. Dia hanya terlalu malu bertemu denganmu, sampai-sampai berkata tidak ingin melihatmu lagi. Benar seperti itu kan, Bi?” tanya Esau tegas.Tentu hal itu membuat Felisha tak tahan lagi. Dia lelah menahan diri hingga akhirnya meneteskan air mata dari kedua sudut matanya.“Aku orang jahat, kenapa aku berhak memiliki anak? Aku sudah membuat semua orang menderita, aku tidak pantas menjadi ibunya,” bisik Feli lemah.Pertemuan dengan Ezra sudah membuat Feli seperti tersadar bahwa dirinya adalah orang jahat yang tak pantas mendapatkan perhatian dari siapa pun. Semua tuduh
“Maaf sudah memisahkanmu dengan papamu.” Esau mengelus wajah Freya, satu jarinya bermain-main di wajah cantik gadis yang bersandar ke pundaknya.Bagaimana pun, Ezra Raves adalah pria pertama yang mencintai gadis itu sejak dia lahir. Mungkin banyak kesalahan yang Ezra lakukan, tapi tetap saja cinta seorang ayah tidak bisa dihilangkan dari hati.“Kau masih sedih?” Kini Esau tatap wajah cantik istrinya dengan memegangi dagu lancip Freya.Menggeleng lemah, tentu saja Freya berbohong. Dia tidak bisa berkata dirinya baik-baik saja setelah yang barusan terjadi.“Sedih sebentar tidak akan membunuhku, kan?” bisik Freya, lagi air matanya mengalir. “Papa tidak boleh hanya menyalahkan mama, mereka sama-sama salah. Aku harus tega pada papa untuk membuatnya menyadari kesalahan.”“Benar, kau tidak melakukan kesalahan. Jika papamu bisa berpikir dengan baik, seharusnya dia menyesal.”Helaan na
“Apa yang kalian bicarakan? Sayang, papa mencintaimu. Kau tidak harus mendengarkan kesaksian dari orang-orang yang tidak menyukai papa,” kata Ezra, berharap kali ini putrinya masih mendengarnya. Ezra Raves tidak rela jika Freya menuduhnya tidak menginginkan dirinya.“Tapi bukti yang kutemukan bukan sekedar ucapan orang-orang. Papa juga ingin melihatnya?” Freya menantang papanya, lantas membuka lipatan kertas yang dia pegang.Bagaimana pula ada orang yang berkata demikian? Apakah mereka bisa mendengar isi kepala Ezra? Siapa yang dengan berani membuat kesaksian bahwa Ezra tidak menginginkan bayinya? Sejak mendengar Felisha hamil, Ezra sudah berencana untuk mengurus bayi itu meski tanpa ibunya!“Catatan rumah sakit atas nama Felisha Raves dan suaminya Ezra Raves,” kata Freya, membaca sebagian dari kertas yang ada di tangannya. Dadanya sesak. Pedih Freya rasakan ketika dia melanjutkan untuk berkata, “Catatan ini adalah kunju
Freya masih bergeming menatap tangan Esau yang terulur padanya. Lalu perlahan mengangkat mata untuk melihat wajah suami yang... katanya sudah bercerai oleh perbuatan oleh sang papa. Wajah sendunya sulit untuk ditebak, apakah Freya akan menerima uluran tangan itu?Kemudian dia perlahan mengalihkan wajah menatap tangan papanya, lalu mata mereka pun bertemu beberapa detik kemudian.“Mari, Sayang, kita akan berangkat hari ini,” ucap Ezra Raves sekali lagi.“Papa menjagaku?” Suara serak yang menyiratkan kerinduan akan cinta.“Pasti, karena kau lah separu dari nyawaku yang tersisa.” Ezra mengangguk perlahan.Ezra memang banyak melakukan kebohonga, tapi semua dia lakukan untuk alasan yang tepat. Dia hanya tidak ingin membuat Freya seperti ibunya.“Freya, ibumu memiliki temprament yang sangat buruk. Dia suka menyakiti orang lain tanpa peduli siapa orangnya. Aku menjauhkanmu dari dia karena aku mencintaimu, a
“Esau, tunggu!” Freya hampir saja terjatuh ketika mengikuti langkah suaminya turun dari mobil. “Bukankah kau bilang akan mempertahankanku? Kenapa kau ingin mengembalikanku pada papa?” katanya lagi. Freya tidak ingin pergi, dia berhenti menatap rumah besar di mana papanya menunggu.“Freya, ikut lah, papamu sudah tak sabar menunggu.”Kemarahan Esau sudah sampai di puncak kepalanya, sehingga tak ada waktu baginya membahas hal ini. Esau hanya ingin segera bertemu dengan Ezra Raves dan menyelesaikan masalah mereka. Dia tidak tahan mendengar kata-kata Ezra yang bahkan sudah mengurus perceraiannya dan Freya. Bukankah pria itu sudah sangat keterlaluan?“Tapi aku tidak mau! Aku mencintaimu, aku ingin denganmu!” Freya yang baru mendapat kasih sayang dari seluruh anggota keluarga Borisson, tiba-tiba merasa sangat sedih. Esau, lelaki yang pagi tadi berkata mencintai dirinya bahkan rela mati untuknya, kenapa sekarang justru sep