Malam yang penuh kehangatan itu perlahan mencapai puncaknya. Sebastian yang telah terpenjara hasrat, membawa Clara ke kamar pribadinya. Dia meletakkan tubuh Clara di atas kasur yang empuk. Lampu utama dimatikan dan menyisakan lampu tidur.Di bawah cahaya temaram yang lembut, Sebastian menatap Clara dengan penuh kasih. Kedalaman matanya memancarkan ketulusan dan rasa cinta yang begitu nyata, seolah ingin meyakinkan bahwa malam ini sepenuhnya dia dedikasikan untuk wanita yang kini berada di bawah kungkungannya.Dengan penuh perhatian, Sebastian membelai wajah Clara, jemarinya yang hangat menyusuri pipi wanitanya dengan kelembutan yang tak terlukiskan. Dia tahu bahwa Clara kini tengah mengandung, dan itu membuatnya semakin berhati-hati dalam setiap gerakan. Baginya, Clara dan buah hati yang sedang dikandungnya adalah anugerah terbesar dalam hidupnya.“Aku akan melakukannya dengan sangat berhati-hati.” Bisikan itu terdengar begitu menggelitik daun telinga Clara. “Jika kamu merasakan kesak
Kalau tidak ingat ini adalah pekerjaan penting, Sebastian pasti akan membatalkan niatnya untuk pergi ke Zairo dan lebih memilih menghabiskan waktu bersama dengan Clara. Bayangan permainan semalam, menari-nari di pelupuk mata Sebastian, membangkitkan gairah dalam dirinya yang sempat menghilang.Namun, karena pekerjaan, Sebastian harus menekan hasratnya itu. Kecupan berlangsung cukup lama sebelum akhirnya Sebastian lebih dulu mengakhirinya.“Kamu sudah mulai berani menggodaku?”Clara menundukkan kepalanya. “Maafkan saya.”“Tunggu aku pulang, kamu akan mendapatkan jatah yang lebih lama.” Sebastian mengelus puncak kepala Clara sebelum akhirnya membalik diri dan menghilang di balik pintu mobil.Clara melambaikan tangan, perasaan cemas, dan khawatir berlebihan merasuk dalam diri Clara. Ini tidak seperti biasanya. Perasaan ini sangat berlebihan.“Firasat macam apa ini?” gumam Clara sembari memegangi dadanya.Kendaraan mulai menghilang dari pandangannya, namun entah mengapa Clara masih ingin
“Penerbangan komersial bernomor 784 yang lepas landas dari Bandara Internasional Arbour hilang kontak beberapa menit setelah mengudara, pesawat tersebut membawa 169 penumpang dan 5 orang awak. Pesawat dengan tujuan Zairo itu lantas ditemukan pada titik menghilang yaitu pegunungan Arphen dalam kondisi tidak utuh.”Clara seketika tercengang setelah mendengar kabar itu. Pikirannya mendadak kosong, sementara detak jantungnya berdegup semakin cepat. Suara di sekelilingnya seolah meredup, menyisakan hanya gema kalimat mengejutkan yang baru saja masuk ke telinganya.“Tidak mungkin, Tuan Bastian.”Tubuh Clara terasa lemas, seakan seluruh kekuatannya lenyap dalam sekejap. Tanpa mampu menahan diri, dia menjatuhkan tubuhnya ke lantai. Tangannya gemetar, dan napasnya memburu cepat, dia tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.Di dalam hatinya, ribuan pertanyaan berkecamuk tanpa jawaban. Dunia yang selama ini terasa stabil tiba-tiba goyah, seolah segalanya runtuh di hadapannya dalam sa
Clara termundur ke belakang, langkahnya goyah seakan tubuhnya kehilangan keseimbangan. Dadanya terasa sesak, seolah-olah udara di sekitarnya semakin menipis. Pandangannya kabur oleh genangan air mata yang terus mengalir tanpa henti.Tangisnya kembali pecah, menggema di tengah hiruk pikuk yang dan keramaian. Tubuhnya luruh ke lantai, menarik perhatian orang-orang lannya. Isakan yang tertahan akhirnya meluap, tak lagi mampu dia bendung. Bahunya terguncang hebat, sementara kedua tangannya mengepal di sisi tubuhnya, berusaha keras menahan emosi yang membanjiri dirinya.Seluruh kepedihan yang berusaha dia redam sejak tadi kini meledak begitu saja. Kakinya terasa lemas, hampir tak sanggup menopang tubuhnya sendiri. Dalam keputusasaan, Clara menutupi wajahnya dengan kedua tangan, seakan berharap segalanya hanyalah mimpi yang bisa dia hapus begitu saja.“Tuan Bastian.” Tanpa mampu menahan diri, air matanya mulai jatuh. Satu per satu butiran bening itu mengalir di pipinya, hingga akhirnya isak
Kecupan itu disambut hangat oleh Sebastian, keduanya saling memagut mesra, tanpa peduli tatapan orang lain yang menghujam ke arah mereka. Sebastian merengkuh tubuh Clara, memperdalam kecupan, dan sesekali menjulurkan lidah. Mengabsen setiap inci gigi Clara yang segera disambut oleh hal yang sama. Seolah dunia milik berdua. Dan seolah tidak ada sesuatu yang mampu menghentikan mereka. Sebastian dan Clara benar-benar telah dimabuk asmara. Permainan bibir itu berlangsung lama sebelum akhirnya sebuah suara mengganggu keduanya. "Maaf, Nona..." Suara itu seketika menyadarkan keduanya dari buaian permainan perang lidah itu. Keduanya saling melepas pagutan lalu menoleh ke arah sumber suara. "Ada apa? Kamu siapa?" tanya Sebastian yang tampak kesal karena kesenangan telah diganggu. "Maaf, Nona ini belum membayar ongkos taksi." Mendengar itu, Clara seketika menepuk keningnya. "Astaga! Aku lupa!" Karena Clara tidak membawa uang, akhirnya biaya taksi diselesaikan oleh Sebastian dengan perw
Puas menikmati es krim, Sebastian mengajak Clara untuk berkeliling. Anggap saja sebagai hiburan bagi Clara yang baru saja dirundung kesedihan. Meski kesedihan itu dipatahkan oleh kenyataan bahwa Sebastian selamat, tetap saja Clara merasa ketakutan."Kamu ingin pergi berbelanja?" tanya Sebastian.Clara menggeleng. "Saya sudah lama tidak pergi ke pantai.”“Kamu akan mendapatkannya.” Tanpa pikir panjang, Sebastian mengabulkan keinginan Clara. Itu karena Clara tengah mengandung dan dia tidak ingin membuat wanita itu stress.Clara dan Sebastian memutuskan untuk berkunjung ke pantai. Pagi itu, matahari bersinar cerah, dan angin sepoi-sepoi menyambut kedatangan mereka. Dengan penuh semangat, mereka melangkah menuju pantai.Sementara Ramon, akan mengawasi kedua tuannya dari kejauhan sembari memeriksa laporan yang masuk dari alamat surel miliknya.Setibanya di sana, Clara segera melepas sandalnya dan berlari menuju tepi pantai, merasakan lembutnya pasir yang hangat di bawah kakinya. Sementara
Clara terbangun ketika langit di luar jendela mulai diselimuti kegelapan. Cahaya senja telah menghilang, digantikan oleh redupnya sinar bulan yang muncul di antara awan tipis. Dia mengerjapkan mata beberapa kali, mencoba menyesuaikan diri dengan keadaan sekitar. Rupanya dirinya sudah berada di dalam kamar.Dengan perlahan, dia menoleh ke arah jendela. Dari balik kaca yang sedikit berembun, dia bisa melihat taman yang terhampar luas di luar sana, dihiasi dengan lampu-lampu kecil yang mulai menyala, menciptakan suasana yang tenang dan menenangkan.Menyadari bahwa dia telah tidur cukup lama, Clara segera bangkit dari tempat tidurnya. Kakinya melangkah menuju kamar mandi, dan dia mulai membersihkan diri. Air yang mengalir membasuh wajahnya membawa kesegaran, mengusir sisa kantuk yang masih tersisa.Setelah selesai, dia mengenakan pakaian yang rapi dan merapikan rambutnya. Kini, dia siap untuk turun untuk menemui Sebastian. Sebelum keluar, Clara melihat ke arah jam dinding. Waktu menunjuk
Sensasi wanita hamil memang beda. Itulah yang dirasakan oleh Sebastian. Ketika dia memasukkan miliknya, dia merasa seperti dia telah merasakan Clara untuk pertama kali.Hanya saja, Sebastian harus menahan diri untuk tidak melakukannya dengan gaya ekstrim. Itu karena Sebastian tidak ingin membahayakan bayinya.Sebastian menarik diri setelah mencapai beberapa kali puncak kepuasan. Sebastian lantas turun dari atas ranjang."Tidurlah!" titah Sebastian. Dia lantas meraih jubah tidurnya, dan memakainya dengan gerakan yang elegan.Sudah lama Clara tidak melihat kebiasaan buruk Sebastian setelah selesai berhubungan. Itu lantaran dirinya yang selalu tertidur. Saat ini, Clara kembali melihat Sebastian dengan kebiasaan buruknya itu.Clara memalingkan wajahnya. Dia merasa ini adalah hal yang tidak sesuai dengan kata hatinya. Meski itu bukan suatu kejahatan. Tetap saja Clara merasa itu adalah hal yang salah."Tuan," panggil Clara.Sebastian memalingkan wajahnya ke arah Clara. "Ada apa?" tanyanya y
Saat mendengar sang ayah jatuh sakit, Leonard beserta istrinya segera datang ke rumah tua. Sejak Bellatia sang ibu meninggal dunia, Maxime hanya tinggal seorang diri, ditemani oleh kepala pelayan, serta pelayan yang lain. Meski begitu, tidak ada hal yang perlu ditakutkan, karena rumah tersebut memiliki sistem penjagaan yang sangat ketat. Namun, saat ini yang membuat Leonard dan Sania khawatir adalah kondisi kesehatan Maxime yang terus menurun. Begitu sampai di tempat tujuan, mereka segera menuju ke kamar utama, di mana tubuh Maxime terkulai lemah. Keduanya masuk, dan mendapati Maxime duduk bersadar di atas kasur. "Ayah?" Sania berjalan lebih dulu menghampiri sang ayah mertua. "Bagaimana kondisi ayah?" tanya Sania. "Aku baik-baik saja," jawab Maxime. Sania menatap ayah mertuanya kesal. Lantas dia beralih pada suster yang berdiri berseberangan dengannya. "Bagaimana kondisinya?" tanyanya lagi. "Mulai stabil, Nyonya. Kami sudah memeriksa secara teratur tensinya, dan mulai menurun," j
"Clara!" William berpikir wanita itu adalah Clara, mantan istrinya yang masih dia cinta. Namun, ketika dia memperjelas pandangannya, dia merasa kecewa. "Siapa kamu?" hardik William seketika dengan raut wajah yang tiba-tiba berubah. Dia merasa tidak pernah melihat wanita ini sebelumnya. Bianca menyunggigkan senyum sinis. "Jadi kamu suami Clara? Ah tidak, mantan suami?" Bianca tersenyum, namun dalam senyum itu terdapat sebuah ejekan. Tetapi, bukan itu tujuan Bianca untuk menemui pria ini. Dia memiliki maksud lain. Bianca tidak bisa merelakan Sebastian begitu saja menikahi wanita lain. Itu sebabnya dia menyusun sebuah rencana. "Kamu masih mencintai Clara 'kan? Kalau kamu seperti ini bagaimana dia mau sama kamu. Clara itu menyukai pria yang rapi dan perfeksionis. Itu sebabnya dia lari dalam pelukan Bastian!" ucap Bianca dengan kedua tangan yang bertaut di depan perut. "Sebenarnya siapa kamu, dan apa tujuanmu?" William tidak mengerti, dia merasa tidak mengenali wanita ini. Akan tetap
Bukan hanya Bianca yang telah mendengar kabar tentang pernikahan Sebastian dan Clara, tetapi juga sesepuh keluarga Abraham, Maxime Abraham yang akhir-akhir ini mengalami penurunan kesehatan. Saat ini Maxime Abraham terbaring lemah di atas ranjang tempat tidur, tubuhnya diselimuti oleh kain putih yang tampak rapi tetapi tidak mampu menghangatkan dinginnya kulitnya. Nafasnya terdengar pelan, teratur tetapi berat, seakan setiap helaan membutuhkan usaha yang besar. Gangguan pada jantungnya telah menguras begitu banyak energinya, membuat tubuhnya terasa begitu rapuh.Wajahnya sedikit pucat, kontras dengan rambut hitamnya dan terdapat semburat putih yang tertata acak di atas bantal. Matanya yang biasanya tajam kini tampak sayu, seperti kehilangan cahaya yang biasa memancar darinya. Tatapannya kosong, mengarah ke langit-langit kamar, seolah sedang mengamati sesuatu yang tak bisa dilihat oleh orang lain.Maxime menghela napas pelan, kelopak matanya sedikit bergerak, tetapi tubuhnya tetap di
Meski dirayakan secara sederhana, namun hari itu menjadi hari yang sangat membahagiakan bagi Clara dan juga Sebastian. Di depan para pelayan, penjaga, Andrew dan juga Ramon. Sebastian resmi melamar Clara. Sebastian yang sudah lama menyiapkan cincin berlian khusus memberikannya kepada Clara. Pria itu berjongkok di bawah kaki Clara sembari menyodorkan kotak beludru berwarna merah. "Maukah kamu menikah dengan aku?" Melihat hal itu, Clara menutup mulutnya karena kaget. Tidak ada angin tidak ada hujan, Sebastian tiba-tiba melamarnya. "Bastian...aku..." Jujur saja, Clara sampai tidak bisa berkata-kata. "Katakan saja. Sesuai yang aku katakan sebelumnya. Jika kamu bersedia menikah denganku, maka perjanjian kontrak di antara kita akan aku anggap tidak ada. Aku juga akan melupakan masalah uang yang kamu pinjam. Dan kamu akan menjadi satu-satunya ratu di hidupku, Clara," ucap Sebastian. Clara berkaca-kaca. Haru bahagia menjadi satu. Perasaan yang tidak bisa dia gambarkan saat ini.
"Ada apa?" tanya Sebastian ketika mendengar suara pria di seberang sana terdengar panik. "Tuan, Nona Clara..." Tut! Tiba-tiba mati. Sebastian menatap layar ponselnya yang sudah kembali ke halaman utama. Ketika dia mencoba menghubungi nomor mansion. Justru tidak aktif. Hal itu membuat Sebastian seketika panik. Dia menyambar jasnya yang tersampir di punggung kursi kemudian melangkah cepat. "Kita pulang sekarang, terjadi sesuatu di mansion." Ramon mengikuti langkah Sebastian yang begitu cepat. Dan ketika mencapai mobil, Sebastian melesat cepat memasuki kendaraan. Ramon segera memposisikan diri di bangku depan. Ramon memang ahli dalam segala termasuk mengemudi secara kilat. Dalam waktu singkat, keduanya tiba di tempat tujuan. Ketika tiba di depan pintu gerbang. Tidak ada yang membukakannya. Meski pintu terbuka otomatis, tetap harus ada yang menekan tombol. Menunggu beberapa menit, Sebastian jadi tidak sabar. "Ke mana para penjagaku?" Sebastian terlihat sangat geram. "Entahlah. Tap
Maxime menatap asistennya itu penuh tanda tanya. Sejak Sebastian memutuskan untuk memutus hubungan keluarga dan memilih wanita itu. Maxime sama sekali tidak peduli dengan cucunya. Bagi Maxime, anak yang melanggar norma-norma dan adat keluarga adalah seorang pembangkang. Dan Maxime tidak mau memiliki cucu yang seorang pembangkang."Tuan Bastian telah mendirikan bisnisnya sendiri, dan menamainya dengan Diamond Company." Maxime merasa tercubit. Dengan kemampuan otak yang dimiliki cucunya itu. bukan tidak mungkin bila Sebastian mampu melakukan semuanya. Namun, tanpa dukungan materi, rasa-rasanya semuanya mustahil.Maxime yakin bahwa semua itu ada campur tangan Leonard di dalamnya. Puteranya itu, pasti akan selalu mendukung anaknya. Terlebih Sania sangat mencintai Sebastian."Jadi dia sudah mendirikan sebuah perusahaan?""Ya, Tuan. Dia menarik saham atas namanya di Abraham Group. Menjual villa mewahnya untuk dijadikan modal untuk mendirikan perusahaan baru. Dalam kurun waktu kurang da
Clara memandang Sebastian. Setelah lama berpikir, akhirnya Clara memutuskan untuk mempercayai pria itu. Lagi pula, Clara tidak ada tempat tujuan jika dirinya pergi. Dirinya juga harus memikirkan bayi ini. Kedua orang tuanya bahkan tidak mau menerima dirinya. Hanya Sebastian yang setia di sisinya."Maafkan aku, ya?" Clara memeluk Sebastian. Dan segera mendapat balasan dari pria itu."Maafkan Ibuku," kata Sebastian yang merasa ibunya sudah keterlaluan. Kemudian dia mengikis jarak, memegangi kedua bahu wanitanya itu lalu berkata, "Jadilah wanita kuat. Demi bayi kita. Lawan siapa pun orang yang berani menghinamu sekalipun itu orang tuaku," tegur Sebastian. "Bukankah kamu pernah membuat Silvia takut?"Clara memandang Sebastian, dia mengerjap beberapa kali. Pikirannya mulai menggali sebuah maksud dari kata yang terlontar dari bibir Sebastian."Kamu menyuruh aku melawan orang tua?" Kemudian Clara mendesah. Sejak kecil dirinya memang telah dididik untuk bersikap hormat pada orang yang lebih t
“Ramon, kita pulang sekarang!”Mendengar ucapan Sebastian, Ramon segera melirik ke arah samping sekilas."Apa terjadi sesuatu?""Orang tuaku datang. Mereka memaksa masuk."Jawaban itu cukup membuat Ramon mengerti. Dia segera menambah kecepatan mobilnya. Beberapa kilometer kemudian, terdengar ledakan kecil yang membuat kendaraan yang ditumpangi oleh Sebastian oleh hingga menyebabkan keluar jalur."Apa yang terjadi?" tanya Sebastian setelah mobil berhenti."Sepertinya bannya meletus, Tuan."“Apa?”“Biar saya periksa.” Ramon segera keluar dari mobil.Tak lama kemudian, Sebastian menyusul keluar dan melihat Ramon berjongkok. Benar saja yang dikatakan oleh Ramon. Ban mobil dalam keadaan kempes.“Tuan, ini akan memakan waktu.” Ramon berkata sembari mendongak.“Kamu benar, kalau begitu aku akan naik taksi saja.”“Baik.”"Sayang, sebaiknya kita pulang. Kita temui Bastian besok lagi!" Leonard yang merasa istrinya sedikit keterlaluan segera menegur. Melihat wajah kekasih dari puteranya yang ta
"Jadi kamu melarang kami masuk?"Sania terlihat geram ketika kendaraannya dihadang oleh para penjaga saat hendak memasuki pagar ke rumah Sebastian–puteranya sendiri.Akhirnya, Leonard dan Sania turun untuk meminta kejelasan perihal penahanan ini. Dan Sania sempat merasa geram dengan aksi para penjaga yang tak beralasan sama sekali. Andrew tampak merasa bersalah hanya bisa menghindari tatapan Sania yang semakin tajam. Pria itu sesekali menunduk, kemudian kembali mengangkat kepalanya ketika memulai bicara."Maaf, Tuan, Nyonya Besar. Tuan Bastian sedang tidak ada di rumah," ucap Andrew dengan sopan. Tanpa mengurangi rasa hormat. Bagaimanapun juga, mereka adalah orang tua dari majikannya."Ke mana dia?" tanya Leonard menyahut.Andrew mengarahkan pandangannya ke arah Leonard yang tampak terlihat lebih tenang dibandingkan dengan Sania."Beliau sedang ada urusan pekerjaan, Tuan Besar," jawab Andrew."Kalau begitu biarkan kami menunggu di dalam!" seru Sania kembali menyela. Dia tidak terima