Beberapa menit yang lalu.Sebastian menunggu di dalam mobil. Sebenarnya dia ingin protes saat Clara menyuruhnya menunggu di dalam mobil dengan alasan kecurigaan dua mertuanya.Namun, yang dikatakan Clara ada benarnya. Akhirnya dia mengiyakan ucapan wanita itu. Setelah Clara pergi, Sebastian baru menyadari sesuatu."Tunggu, kenapa aku jadi aku patuh pada wanita itu?" Sebastian tidak percaya dengan dirinya sendiri yang berubah begitu mudahnya. Dia tertawa sendiri."Siapa yang Tuan di sini?" gerutu Sebastian. Meski begitu dia memutuskan untuk menunggu.Lama-lama Sebastian semakin bosan. Dia keluar dari mobil. Perumahan ini sangat sepi. Penghuninya adalah mayoritas kalangan menengah ke bawah. Terlihat beberapa hewan piaraan seperti anjing tengah berkerumun di dekat toh sampah.Sebastian berjalan mondar-mandir di dekat mobilnya."Kenapa dia lama sekali?" gumam Sebastian. Kekhawatiran kini mulai merajai dirinya. Sebastian tidak mengerti dengan perasaan ini, kekhawatiran ini sungguh tak berd
Setelah kejadian itu, Clara lebih banyak diam. Dia jarang tersenyum. Dan hanya bicara jika Sebastian mengajaknya bicara atau rekan yang lain. Hal itu membuat Sebastian merasa aneh. Dia tahu Clara seperti itu karena kejadian beberapa waktu yang lalu.Ketika Sebastian meminta dilayani, wanita itu melakukannya dengan setengah hati. Hal itu terlihat jelas dari ekspresi wajahnya yang datar dan tatapannya yang kosong.Namun, Sebastian tidak marah. Dia justru memberi waktu pada Clara untuk menyendiri."Besok kita akan pergi, sebaiknya kamu bersiap mulai dari sekarang," kata Sebastian."Bersiap? Apakah saya harus membawa pakaian ganti?" tanya Clara."Tidak perlu, kita bisa membelinya. Siapkan keperluanmu saja, karena kita akan menginap," kata Sebastian."Baik, Tuan."Sebastian sudah pergi, ketika Clara menyadari sesuatu. "Kenapa aku tidak tanya mau pergi ke mana? Ah, dasar pelupa!" Clara menonyor kepalanya sendiri.Keesokan harinya, Clara bangun pagi-pagi sekali. Seperti yang dikatakan oleh Se
Clara kembali ke dalam ruangan ganti. Dia mengenakan Coat panjang yang diberikan Sebastian. Rasanya memang cukup hangat. Modelnya juga sangat keren. Serasi dengan setelan yang dipakainyaClara menatap pantulan dirinya di cermin."Aku seperti artis Hollywood saja," gumam Clara sembari terkekeh.Ketika Clara keluar, dia melihat Sebastian yang sudah berganti pakaian dengan setelan berwarna senada seperti miliknya."Tuan?" ucap Clara kaget. Lalu dia melihat dirinya sendiri. Warna setelan yang dikenakan Sebastian sama dengan setelan miliknya. "Kita sudah seperti pasangan,” celetuk Clara."Kita memang pasangan 'kan, ayo berangkat."Sebastian melakukan pembayaran. Beberapa tas belanja dimasukkan ke dalam mobil.Urusan pakaian ganti selesai, keduanya masuk ke dalam mobil dan kembali dalam perjalanan.Sebastian menjalankan mobilnya dengan kecepatan rata-rata.Saat berangkat dari Mansion, keduanya memang belum sarapan.Sebastian berniat untuk mencari rumah makan. Kendaraan memasuki area perbuki
Clara ingin sekali memprotes nama panggilan itu, namun Sebastian lebih dulu menyela. "Roger, perkenalkan ini Clara.""Selamat datang, Nyonya Clara," sapa pria setengah baya dengan setelan jas dan dasi kupu-kupu. Dilihat dari penampilannya, mungkin saja Roger ini sekelas Andrew.Clara mengangguk sopan kemudian berkata. "Halo, Tuan Roger.""Apa semuanya sudah siap?" Kini giliran Sebastian yang bertanya."Sudah, Tuan. Mari silakan masuk," ucap Roger.Pintu utama terbuka. Sebastian dan Clara memasuki ruang tamu.Clara mengedarkan pandangannya. Villa ini sangat besar, dan juga megah.Dari banyaknya Villa yang berdiri di pegunungan ini, milik Sebastian lah yang paling megah.Sebastian mengajak Clara untuk naik ke lantai atas di mana kamar utama berada.Pintu kamar dibuka. Ketika Clara masuk, dia mendengar suara berisik dari luar jendela. Clara berjalan mendekati kusen jendela dan mengintip dari tirai yang tersibak sedikit. Seketika itu Clara membulatkan mata."Air terjun?" gumam Clara.Gumam
Clara terdiam beberapa saat. Bukannya Clara merasa besar kepala. Namun, sosok yang disebutkan Sebastian sangat mirip dengan dirinya saat masih kecil.Dulu mendiang neneknya suka sekali mengepang rambutnya, itu sebabnya sang nenek melarangnya untuk memotong rambut tersebut. Lalu sang kakek selalu berkata, bahwa rambut adalah salah satu mahkota terindah bagi perempuan. Itu sebabnya Clara begitu menjaga serta merawat kesehatan rambutnya."Rambutmu bagus, Clara."Ucapan Sebastian seketika menyentakkan Clara dari lamunannya. Wanita itu melirik ke samping dengan ekor mata yang mengarah ke belakang. Dia dapat melihat Sebastian sedang bermain-main dengan rambutnya, sesekali lelaki itu menciumnya."Apa teman masa kecil Tuan suka berkebun?" tanya Clara penasaran."Kenapa kamu bisa tahu?"Clara kembali terdiam. Dia merasa sangat aneh. Jantungnya kembali berdegup kencang. "Hanya menebak saja," ucap Clara akhirnya. "Apa Tuan tidak mencarinya?" tanya Clara lagi."20 tahun, aku sudah mencarinya ke ma
Sebastian seketika menutup bukunya, kemudian menatap Clara. Wanita itu nampak menggigil kedinginan. Sebastian meletakkan bukunya di atas nakas kemudian berdiri dari duduknya, dia meraih remote lalu menyalakan penghangat ruangan. Jendela ditutup rapat, lalu tirai juga dirapatkan.Setelah memastikan ruangan dalam kondisi hangat, Sebastian naik ke atas ranjang. Dia membuka kancing kemejanya kemudian merebahkan diri di dekat Clara.Wanita itu merubah posisinya menghadap Sebastian dan menenggelamkan diri di dada bidang pria itu.Sebastian merengkuh tubuh Clara dan memeluknya dengan sangat erat.Cara ini memang sangat akurat untuk menghangatkan tubuh. Clara tidak menolak, dia justru merasa sangat bersyukur karena Sebastian sudah membantunya."Terima kasih, Tuan," ucap Clara. Dia tidak lagi merasa sungkan terhadap Sebastian."Tidurlah, sepertinya kamu tidak cocok dengan cuaca di sini, besok kita pulang saja," kata Sebastian.Clara mengangguk. Kali ini dia setuju dengan ucapan Sebastian. Clara
Clara demam, suhu tubuhnya mencapai 41 derajat celcius. Hal itu jelas membuat Sebastian panik. Dokter Daniel menyarankan agar dilakukan pengompresan. Selain penanganan medis, cara itu cukup membantu menurunkan panas pada tubuh. Sebastian memerintahkan Andrew untuk membawakan keperluan yang dibutuhkan untuk mengompres tubuh Clara. Sementara Sebastian memastikan secara langsung dengan meletakkan punggung tangannya pada dahi Clara.Dan benar saja, suhu tubuh wanita ini benar-benar panas.Dokter Daniel menatap sahabat sekaligus tuannya ini, pertama kalinya dia melihat kekhawatiran di wajah pria yang selalu terlihat dingin dan ketus. Hingga Dokter Daniel berpikir bahwa Sebastian menyimpan perasaan terhadap wanita ini.“Jadi siapa dia?” tanya Dokter Daniel.Sebastian menatap wajah sahabatnya itu dengan tatapan kesal. Rupanya temannya ini tidak menyerah.“Tidak bisakah kau bekerja saja. Jangan banyak tanya!” protes Sebastian.Dokter Daniel mendecak. “Masih saja kau menganggapku ini orang la
Clara seketika menutup mulutnya. Tidak ingin membangunkan Sebastian. Clara memiringkan kepalanya. Dia menatap Sebastian yang masih terlelap. Jika dilihat dalam kondisi seperti ini, Sebastian terlihat sangat polos, sebagian rambutnya menutupi matanya terpejam. Rasa-rasanya membuat Clara merasa iba.Melihat posisinya saat ini, sepertinya Sebastian telah menjaganya semalaman. Dan itu membuat Clara merasa tidak enak hati. Ternyata Sebastian tidak seperti yang dia pikirkan. Tangan Clara terulur hendak menyentuh wajah pria itu, namun Clara mengurungkannya. “Tuan, jika Anda sebaik ini, bagaimana bisa saya tidak menggunakan perasaan saya.”Perlahan Clara turun dari atas ranjang, Clara mencoba untuk tidak bersuaraagar tidak mengganggu tidur Sebastian.Clara lantas berjalan ke arah kamar mandi.Tak lama kemudian, Sebastian terbangun dan melihat Clara tidak ada di tempatnya. Dia seketika panik, namun ketika mendengar suara gemericik air dari dalam kamar mandi, seketika itu Sebastian merasa lega.
Sebastian berjalan dengan lambat. Mendekati Clara yang kini menatapnya penuh keterkejutan. Wajahnya terlihat tenang. Namun manik indahnya menyiratkan sebuah kemarahan. Kedua tangannya memegang botol mineral dengan sangat erat, seolah melampiaskan kemarahannya pada benda di tangan, dan ketika dia tiba di dekat Clara, dia memposisikan dirinya di depan Clara, seolah ingin melindungi wanita itu dari siapa pun yang ingin mengambil wanita itu darinya. Terutama pria di hadapannya saat ini.“Jadi kau yang mengikuti kami sejak tadi?”Ucapan Sebastian sukses mengejutkan William kaget. Bukan hanya Willian, tetapi juga wanita yang ada di belakangnya.Salah satu bibir Sebastian ditarik ke samping. Seolah menikmati keterkejutan di wajah saingan cintanya itu. “Apa kamu baik-baik saja, kamu terlihat kaget. Kamu juga orang yang berkeliaran di dekat rumahku ‘kan?” Sebastian tertawa setelah mengatakannya. Lagi-lagi dia merasa sangat puas melihat William. Dia merasa menang karena telah mengetahui rahasia
Kehadirannya yang begitu tiba-tiba membuat Clara terkejut seketika.Jantungnya seakan berhenti sejenak, dan perasaan campur aduk memenuhi hatinya. Dia tidak menyangka akan bertemu dengan William di tempat ini, terlebih setelah sekian lama tidak bertemu. Clara menatapnya dengan mata terbelalak, mencoba menghilangkan kebingungannya.William, dengan senyuman yang tampak ramah, berdiri di depan Clara, seolah tidak ada jarak waktu yang telah memisahkan mereka. Kerinduan terlihat di matanya, bercampur dengan rasa bersalah."Clara?" suara William terdengar lembut, namun sangat jelas.Itu cukup untuk membuat Clara terperangah. Dia tidak bisa menahan keterkejutannya, bahkan ada sedikit rasa bingung yang muncul di wajahnya.Dalam sekejap, serangkaian pertanyaan melintas di benaknya. Apa yang membawanya ke sini? Mengapa dia muncul begitu saja? Semua itu. Berputar di kepala. Namun, dia segera menyadari sesuatu. William adalah suaminya, wajar bila lelaki itu mencari dirinya.William yang berdiri
Sesuaikan dengan keinginan Clara, wanita itu sangat ingin pergi ke taman yang terletak di pusat kota. Melihat kebahagiaan di mata Clara, Sebastian dengan senang hati mengabulkan permintaannya. Tanpa menunda, dia segera memberi perintah kepada sopirnya untuk mengarahkan mobil menuju ke taman tersebut.“Ke taman pusat kota!” titah Sebastian.Mendapat perintah, sang sopir menoleh ke samping sejenak kemudian mengangguk. “Baik, Tuan.”Mereka berdua duduk di kursi belakang dengan suasana yang tenang, menikmati perjalanan yang terasa begitu ringan. Sebastian tersenyum, melihat Clara yang tampak penuh antusias. Di tengah perjalanan, pemandangan kota yang sibuk menjadi latar belakang yang kontras dengan suasana damai yang terasa di dalam mobil.Sesampainya di taman kota, suasana yang ramai langsung menyambut kedatangan Sebastian dan Clara. Keduanyan, segera turun dengan Sebastian yang membantu Clara dengan mengulurkan sebelah tangan.“Hati-hati, Sayang.” Di sepanjang jalan setapak yang membent
Clara merasakan mual yang begitu hebat. Perutnya mulai bergejolak tak terkendali. Dengan cepat, dia menutup mulutnya, berusaha menahan rasa tidak nyaman yang semakin kuat. Dia berlari terburu-buru menuju kamar mandi. Setibanya di sana, tubuhnya tak dapat lagi menahan dorongan yang datang, dan dengan segera dia memuntahkan isi perutnya.Melihat itu, kekhawatiran kembali menyergap Sebastian. Lekas dia menyusul Clara ke kamar mandi dan melihat Clara berjongkok di depan wetafel.“Sayang, kamu tidak apa-apa?” tanya Sebastian. Dia hendak mendekat, namun gerakan tangan Clara yang terulur ke depan membuat langkahnya terhenti.“Jangan mendekat!”Seketika itu, Sebastian menyadari sesuatu. Dia mencium aroma tubuhnya sendiri. Tidak ada yang aneh. Aroma parfum dan keringat menjadi satu. Tetapi, ini tidak terlalu buruk. Namun, mampu membuat isi perut Clara keluar.Tidak ingin memperparah keadaan, Sebastian keluar dari kamar, lalu memerintahkan pelayan untuk memeriksa kondisi Clara. Jadwal pemeriksa
Sebastian berlari kecil menaiki anak tangga. Tujuannya sudah pasti kamarnya, yang dia tempati bersama Clara. Ketika dia mendengar bahwa Clara tidak mau makan, Sebastian khawatir. Ini bisa berdampak buruk bagi bayinya. Sebastian harus mencari tahu. Apa ini efek dari kandungannya? Atau justru karena hal lain?Untuk memastikannya, Sebastian harus menemui Clara secara langsung. Tiba di depan pintu kamar, Sebastian memegang handle, kemudian menekannya dengan sedikit mendorong. Akan tetapi, pintu tidak dapat terbuka.Andrew yang diam-diam mengikuti jelas tahu apa yang harus dia lakukan.Kunci cadangan.Andrew bergegas mengambilnya, dan memberikannya pada Sebastian."Ini, Tuan.""Ya, sebaiknya kau siapkan makanan!" titah Sebastian."Baik, Tuan."Sementara Andrew kembali ke dapur, Sebastian berhasil membuka pintu.Ketika dia memasuki ruangan, dia melihat tubuh tertutup selimut di atas kasurnya yang besar. Sebastian segera menghampirinya. Pertama-tama, dia memeriksa kondisi Clara dengan cara m
Sebastian dan Ramon datang ke perusahaan saat malam hari, ketika kegiatan di kantor sudah selesai dan hanya beberapa orang yang masih berada di dalam gedung. Mereka berjalan dengan hati-hati, menghindari deteksi oleh kamera pengawas dan penjaga keamanan. Untuk membangun perusahaan sendiri, dia harus menyalin beberapa data penting yang dapat membantunya dalam mengembangkan bisnisnya.Setelah beberapa menit berjalan, mereka akhirnya tiba di ruang server perusahaan, tempat di mana semua data dan sistem operasional perusahaan disimpan. Sebastian mengeluarkan peralatan yang telah dia bawa, dan mulai bekerja untuk mengakses sistem server. Ramon berdiri di sampingnya, mengawasi sekitar untuk memastikan bahwa tidak ada orang lain yang mendekati.“Tak akan kubiarkan orang lain menikmati kerja kerasku,” gumam Sebastian.Sebastian bekerja dengan cepat dan efisien, menggunakan kemampuan hackingnya untuk mengakses sistem server. Dia mulai menyalin data penting, seperti rahasia perusahaan, strategi
Dareen yang mendapati bahwa orang suruhannya gagal. Dia terlihat marah. Namun, itu hanya sesaat. Dareen yang telah kembali ke rumah hanya menyuruh mereka pergi setelah memberikan bayaran yang sesuai dengan yang dia janjikan kepada mereka.Akan tetapi, Lucia, sang ibu justru mencegahnya. Dia melangkah mendekati mereka. Meraih amplop yang diberikan oleh Dareen kepada kepala preman itu dengan kasar, kemudian menatap puteranya."Kamu ini bodoh atau bagaimana, Dareen? Mereka ini sudah gagal. Jadi mereka tidak pantas menerima bayaran ini!" cetus Lucia menatap tajam puteranya."Tapi, Mom. aku sudah menjanjikan uang pada mereka," bantah Dareen."Benar itu, Nyonya," sahut para preman itu."Diam kalian!" bentak Lucia. "Kalian ini sudah gagal, untuk apa kalian mengharapkan bayaran?” maki Lucia. “Sebaiknya kalian pergi!" usir Lucia dengan mata yang melotot tajam.Hal itu jelas membuat para preman pasar itu ciut. Mereka pikir, Lucia adalah menantu dari orang kaya yang berpengaruh. Wanita itu bisa
"Ramon?" ucap Sebastian dengan suara yang terengah-engah.Mendengar namanya disebut, Ramon menoleh ke samping. Namun, ekor matanya menangkap raut wajah Sebastian yang nampak terkejut dengan kedatangannya.“Maaf, saya terlambat datang,” ucapnya.Sebastian menghela. Ini adalah sebuah kebetulan yang menguntungkan. Ramon datang di waktu yang tepat.Ramon melompat ke dalam pertarungan, menghadapi lawan-lawan Sebastian dengan kemampuan bela diri yang sangat baik. Dia menyerang dengan cepat dan tepat, menangkis serta membalas dan membuat lawan-lawan Sebastian terkejut dan tidak siap.“Sialan!” umpat salah satu musuh yang serangannya berhasil ditepis oleh Ramon. Dia merasa aura Ramon lebih menakutkan dari lawan sebelumnya.Ramon berdiri tegap. Tatapannya terihat tajam dan waspada. Seperti serigala yang mengunci mangsanya. Setelan hitamnya, membuat Ramon seperti malaikat pencabut nyawa. Senyumnya mengembang sempurna ketika melihat lawannya ciut karenanya.“Rupanya mereka hanya preman pasar,”
"Nona, apa yang terjadi?" Seruan suara pelayan menembus gendang telinga Clara. Dia pun seketika tersadar dari lamunannya tentang foto itu. Dia juga menyadari apa yang dirinya perbuat. Dia segera meraih benda pipih yang tergeletak di tanah.Layarnya telah menghitam, namun foto itu terekam jelas di benak Clara. Bagaimana Sebastian begitu mesra memeluk wanita itu. Clara tahu siapa wanita itu. Bianca Weadow adalah seorang perancang perhiasan sekaligus mantan kekasih Sebastian."Nona, Anda tidak apa-apa?" tanya pelayan yang tampak khawatir dengan perubahan ekspresi wajah Clara.Clara pun terkesiap."Ya, aku tidak apa-apa. Aku ingin kembali ke mansion saja. Mendadak aku merasa pusing." Clara segera membalik diri. Kemudian melangkah menuju ke mansion. Clara segera menuju ke kamarnya tanpa menoleh. Dan ketika dia sampai, Clara seketika menitihkan air matanya.Sebastian memang telah pergi, namun Bianca masih berada di Abraham Group. Itu karena dia memiliki sebuah urusan yang sangat penting.