Ucapan Nara terus terngiang di telinga Janice sampai Janice sama sekali tidak bisa berkonsentrasi bekerja hari itu.Janice langsung saja meninggalkan Nara tadi tanpa bicara lebih lanjut lagi. Ia pun akhirnya berangkat ke kantor bersama Edgard dengan mereka yang saling diam di sepanjang perjalanan. Bahkan Janice pun terus diam sampai sekarang dan ia hanya terus melamun. Wina yang sejak tadi hanya melirik dan memperhatikan Janice pun akhirnya kepo dan menggeser kursinya mendekati Janice. "Hei, Janice, kau kenapa? Apa yang kau pikirkan sampai kau terus merenung seperti itu?"Janice yang mendengar suara Wina pun refleks mengelak seperti biasa. "Eh, aku tidak apa, Wina."Namun, Wina pantang menyerah dan malah memicingkan matanya. "Ckckck, setiap aku bertanya, kau selalu bilang tidak apa. Sebenarnya kapan kau baru mau bercerita padaku, hah? Kita ini setiap hari bersama, dari pagi sampai malam, bahkan kau lebih sering melihatku dibanding orang rumahmu, apa kau masih belum menganggapku
"Edgard, tunggu aku!"Suara sepatu hak tinggi terdengar berlari kecil di lobby perusahaan. Anneth yang baru saja datang nampak mengejar Edgard masuk ke perusahaan. Awalnya Edgard sendiri ingin makan siang di luar, walaupun jamnya sudah terlambat, tapi mendadak ia bertemu Anneth dan ia mengurungkan niatnya. Lebih baik makan di ruang kerjanya saja daripada harus makan di luar tapi Anneth ikut. "Ck, Jefry, singkirkan wanita itu! Aku tidak mau dekat-dekat dengannya!" "Err, iya, Bos!" Jefry pun segera menghalangi Anneth dan mengajaknya bicara, sedangkan Edgard langsung cepat-cepat masuk ke dalam lift. Di sisi lain, Janice juga berniat ke atas setelah menyelesaikan makan siangnya. "Kau mau kembali duluan, Janice?""Iya, Wina. Kau santai dulu saja! Aku ada sesuatu yang harus kukerjakan di atas." "Ah, baiklah!" Janice dan Wina yang awalnya sedang makan siang bersama di kantin perusahaan pun akhirnya berpisah. Janice segera berlari kecil ke arah lift, namun langkahnya sempat terhent
"Itu milikku!""Milikku!" "Milikku!" Collin dan Calista mendadak berebut di ruang makan malam itu dan mereka begitu ribut. "Hei hei, jangan begitu, malu dilihat Uncle Edgard!" tegur Nara. Collin dan Calista pun akhirnya mendadak diam dan tidak berebut lagi, sementara Edgard hanya tersenyum tipis melihatnya. "Tidak apa, Bu. Namanya juga anak kecil, mereka akan selalu berebut sesuatu," kata Edgard pengertian. Nara hanya memaksakan senyumnya ke arah Edgard, sebelum ia kembali menyantap makan malamnya. Hati Nara juga sedang tidak karuan sekarang. Sejak mendengar bahwa Edgard menindih Janice, Nara mulai tidak nyaman. Ibu mana yang rela anaknya menjadi wanita seperti itu? Wanita yang bisa disentuh oleh pria sembarangan hanya karena pria itu sudah menampung keluarga mereka di rumahnya?Walaupun keluarga Nara bukan keluarga kaya, tapi Nara punya harga diri. Sekalipun selama ini Janice mencari uang ke mana-mana dan Nara begitu sulit mengasuh si kembar, paling Nara hanya suka mengomel,
Suara lantang Janice yang penuh harap itu mendadak membuat Edgard tersentak sampai ia terdiam dan tidak bersuara lagi. Bahkan ekspresi yang tadi masih kesal pun mendadak berubah menjadi tidak jelas. Cukup lama Edgard terdiam sampai akhirnya ia kembali bersuara. "Pertanyaan apa itu, Janice?" serunya ketus. "Apa yang salah dengan pertanyaanku? Kau bisa bilang menyukai anak-anakku karena itu kau menahan mereka di sini, lalu bagaimana denganku? Apa kau menahanku karena kau menyukaiku juga?" ulang Janice kukuh. Edgard pun mengeraskan rahangnya dan kembali terdiam, sebelum Edgard melangkah mendekati Janice dan meraih tubuh Janice lalu mendorongnya ke arah pintu. "Sial, Janice! Jangan banyak berpikir dan besok kita bicarakan lagi, sekarang keluarlah dari sini dan kau juga bisa tidur di kamar anak-anakmu malam ini!"Namun, Janice tetap kukuh dan menahan dirinya. Bahkan Janice membalikkan tubuhnya dan menyandarkan punggungnya ke arah pintu, tidak mau keluar dari sana sampai Edgard pun me
"Sial! Mengapa aku terus memikirkan wanita itu?"Edgard terus mengembuskan napas kesalnya setelah Janice keluar dari ruang kerjanya dan Edgard pun berpikir keras, sebelum akhirnya ia memutuskan untuk pergi mencari Janice. Edgard pun melangkah cepat turun ke bawah dan ia langsung mendengar suara-suara dari ruang tamu. "Suara itu ... seperti suara Anneth. Benarkah? Apa yang dia lakukan di sini semalam ini?" Edgard mempercepat langkahnya dan ia sempat membelalak saat melihat semua orang berkumpul di ruang tamu, apalagi saat mendengar ucapan Anneth. "Aku yang meminta mereka tinggal di sini!" seru Edgard dengan lantang sambil langsung melangkah ke samping Janice. Sontak semua orang menatap ke arah Edgard dan Edgard pun memicingkan matanya menatap Anneth. Anneth sendiri begitu kaget melihat Edgard yang muncul begitu saja dan malah membela wanita itu dan anak-anaknya. "E-Edgard ....""Apa yang kau lakukan di rumahku semalam ini, Anneth? Bukankah sudah kubilang kalau aku tidak mengijin
Edgard tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya saat ini namun ada dorongan besar untuk membuat Anneth pergi dari sini dan membuat Anneth menghargai Collin dan Calista. Edgard tidak rela kedua anaknya itu diperlakukan kasar oleh siapa pun dan Edgard juga tidak menyukai sikap Anneth ini. Semua orang yang mendengar pertanyaan Edgard pun menegang, terutama Janice. Apakah Edgard sudah curiga? Atau Edgard malah sudah melakukan tes DNA dan memastikan kalau si kembar adalah anaknya? Mengapa tiba-tiba Edgard berbicara seperti ini? Ekspresi Anneth pun tidak kalah kaget mendengarnya. "Edgard, kau sadar apa yang sedang kau katakan? Anak-anakmu? Mereka? Sebesar ini? Jangan gila, Edgard!" seru Anneth yang tidak percaya. Namun, ekspresi Edgard nampak biasa saja dan tetap tenang. "Aku sangat sadar apa yang aku katakan, Anneth. Dan aku masih waras. Mereka memang anakku jadi tolong jaga sikapmu!" Anneth hanya terus membelalak dan Janice pun tidak kalah kagetnya sampai ia tidak berani bergerak
"Apa? Apa maksudmu? Kekasih? Wanita simpanan? Anak?"Miriam mendadak membelalak lebar mendengar ucapan Anneth. Anneth pun akhirnya menjelaskan apa yang ia lihat di rumah Edgard tadi dan Miriam sempat terdiam sejenak karena terlalu syok namun tidak lama kemudian, ia malah tertawa. Rasanya Miriam begitu mengenal Edgard sampai Edgard tidak mungkin menyimpan wanita apalagi anak-anak. "Astaga, Anneth! Tante tidak tahu bagaimana kau bisa berpikir seperti itu, Anneth! Tapi sungguh itu pikiran yang lucu sekali!""Edgard tidak punya kekasih dan tidak pernah dekat dengan wanita mana pun sejak kecelakaan enam tahun lalu, apalagi anak. Hahaha, jangan berpikir terlalu banyak, Anneth!" "Baiklah, Tante tahu sejak lama Edgard selalu menolak perjodohan ini jadi bukan tidak mungkin kalau dia memang sengaja menyiapkan semua ini untuk membohongimu. Kau lucu sekali, Anneth!"Miriam pun terus tertawa, tapi Anneth malah kesal mendengarnya. "Tante, semoga saja semua benar-benar hanya rekayasa. Tapi apa
"Mereka ... sudah pergi tadi pagi, Bos." Seperti orang bodoh, Edgard hanya menganga mendengarnya dan menatap Jefry seperti ia kehilangan separuh jiwanya. "Apa, Jefry? Apa kau bilang? Katakan lagi dengan jelas!" seru Edgard dengan nada lirih. "Janice, Oma, Collin, dan Calista, sudah pergi tadi pagi! Mereka sudah pulang ke rumahnya sendiri," tegas Jefry lagi yang seketika kembali membuat Edgard menganga. "Apa? Pulang? Pulang ke rumah mereka sendiri? Tapi ini juga rumah mereka, mengapa mereka harus pulang lagi?""Ini bukan rumah mereka, Bos. Ini rumahmu dan kau tidak punya hubungan apa pun dengan mereka." Edgard membelalak tidak suka mendengar sahutan Jefry. "Apa yang kau bilang, Jefry? Collin dan Calista itu ... mereka itu anakku kan? Lalu mengapa ini bukan rumah mereka? Ini rumah mereka! Mereka bisa tinggal di sini dan melakukan apa saja yang mereka mau! Aku bahkan baru saja berpikir untuk mengajak mereka berbelanja baju-baju yang bagus! Mereka harus mendapat apa yang sudah sehar