"Apa yang kau bicarakan dengan Anneth tadi?" Janice mendadak begitu kepo saat ia dan Edgard sudah duduk berdua di ranjang mereka malam itu. Edgard yang mendengar pertanyaan Janice hanya menaikkan alisnya sambil tersenyum. "Mengapa mendadak kau begitu penasaran, Janice? Apa kau cemburu?" "Tentu saja tidak! Siapa juga yang cemburu pada wanita barbar itu!" elak Janice. "Haha, hari ini dia sama sekali tidak barbar, Janice." "Oh, jadi karena dia tidak barbar lalu mendadak kau menyukainya? Kalau begitu tidur saja dengannya, jangan minta aku menemanimu di sini!" Mendadak rasa cemburu membuat Janice kesal dan memalingkan wajahnya sampai Edgard mendadak gemas sendiri. "Haha, aku tidak bilang aku menyukainya kan? Hmm, kami berbicara banyak. Intinya dia bilang dia akan mundur dan tidak akan mengejarku lagi dan dia juga akan pulang ke London. Jadi masalah selesai, tidak ada yang harus membuatmu cemburu lagi." Janice langsung mengerjapkan mata mendengarnya. "Eh, benarkah itu? Dia ... tida
Janice melangkah dengan percaya diri memasuki gedung perusahaan pagi itu. Senyuman pun tidak berhenti mengembang di bibirnya saat ia menyapa para karyawan yang ia temui. Walaupun seisi perusahaan juga sempat berkabung untuk Miriam, tapi semua sudah kembali normal sekarang. Di belakang Janice pun, Edgard dan Jefry juga melangkah dengan percaya diri seperti biasanya. Kehidupan dan keseharian mereka sudah kembali normal beberapa waktu terakhir, anak-anak pun sudah kembali ke sekolah dan Edgard serta Janice juga sudah kembali bekerja. Edgard dan Janice sudah resmi berpacaran, bahkan Edgard sudah memesan cincin untuk melamar Janice. Namun, Janice yang ingin menikmati harinya dengan tenang pun meminta pada Edgard agar jangan mempublikasikan hubungan mereka dulu karena rasanya akan tidak nyaman bagi Janice. "Entah mereka pernah mendengar desas-desus tentang kita atau apa pun, tapi kurasa lebih baik kita menyembunyikannya dulu. Kau juga harus fokus mengejar ketinggalan karena masalah k
"Aku baru menerima karyawan baru untuk bergabung di divisimu, Sayang."Edgard dan Janice sudah duduk santai di atas ranjang sambil mengobrol berdua dengan santai juga malam itu. "Hmm, aku sudah mendengarnya dari Bu Olla dan dia bersemangat sekali karena katanya ada karyawan pria yang baru." Edgard yang mendengarnya pun mendengus kesal. "Aku sudah bilang jangan terlalu dekat dengan Olla. Dia itu terlalu genit!" "Itu naluri wanita, Edgard," bela Janice. "Hmm, teruslah membelanya, atau jangan-jangan kau juga termasuk tipe yang akan genit pada semua pria juga? Seperti Olla dan Wina, kedua sahabatmu itu?" Janice pun langsung tergelak mendengar nada bicara Edgard. "Sepertinya ada yang cemburu," goda Janice. "Aku sudah bilang aku tidak cemburu, Janice. Aku hanya tidak suka," dalih Edgard. "Haha, baiklah, tidak suka. Tapi aku kan juga sudah pernah bilang kalau kau jangan khawatir karena aku tidak tertarik pada pria mana pun.""Hmm, baiklah, aku percaya padamu. Besok karyawan baru itu
"Perkenalkan, ini Wina!" Olla langsung memperkenalkan Wina pada Fabian dan Wina pun langsung tersenyum melihat pria tampan itu. Wina pun berkenalan dan mengobrol basa-basi dengan Fabian sampai saat Janice selesai menelepon dan melangkah kembali ke meja Wina. Fabian sendiri langsung menoleh ke arah wanita yang sedang melangkah ke arahnya dan ia pun mendadak mematung di sana. Begitu juga dengan Janice yang mendadak menghentikan langkahnya saat ia melihat seorang pria yang ia kenal sedang berdiri di meja Wina. "K-kau?" pekik Janice kaget. Sontak Olla dan Wina pun menatap kaget pada Janice. "Eh, apa kau mengenalnya, Janice? Fabian, apa kau mengenal Janice?" Fabian sendiri langsung mengerjapkan matanya. "Astaga, kau benar-benar Janice ya! Aku tidak menyangka kita bisa bertemu lagi setelah sekian lama, Janice!" Janice pun langsung menelan salivanya dan mengangguk. "Hai, hai, Fabian! Apa kau karyawan barunya?" tanya Janice yang seketika salah tingkah. Fabian hanya mengangguk sambi
Janice dan Fabian sontak menoleh ke arah sumber suara dan keduanya sama-sama membelalak kaget. "E-Edgard?" sapa Janice. Fabian sendiri menoleh singkat ke arah Janice, sebelum ia kembali mengalihkan tatapannya ke arah Edgard. "Eh, ini ...." "Ah, ini Edgard. Oh ya, Edgard, perkenalkan ini Fabian." Janice memperkenalkan Edgard pada Fabian agar Edgard tidak salah paham padanya karena nada suara Edgard tadi terdengar begitu menyeramkan bagi Janice. Fabian sendiri yang dikenalkan pun langsung berdiri sopan dan mengulurkan tangannya ke arah Edgard. "Hai, aku ... Fabian, aku karyawan baru di sini. Senang berkenalan denganmu, Edgard!" sapa Fabian ramah. Namun, Edgard hanya melirik uluran tangan itu tanpa berniat menyambutnya sama sekali. Janice sampai begitu tegang melihatnya. Fabian pun nampak salah tingkah sampai akhirnya ia menarik tangannya lagi. "Aku tidak perlu berkenalan denganmu tapi alangkah baiknya kalau kau memanggilku dengan sebutan Pak karena kita sama sekali tidak akrab,
"Janice, maafkan aku tentang kemarin! Aku merasa tidak enak pada calon suamimu." Fabian merasa tidak enak hati sejak semalam dan pagi ini setelah ia mendapat kesempatan bertemu dengan Janice lagi, ia pun kembali mengajak Janice bicara. "Eh, santai saja, Fabian. Tidak apa!" Janice mengibaskan tangannya santai. "Hmm, tapi aku bisa melihat kalau ekspresinya tidak suka padaku." "Tidak begitu, Fabian. Sudahlah, jangan dipikirkan lagi, semuanya baik-baik saja dan tidak ada masalah. Sungguh!" "Hmm, benarkah?""Tentu saja," jawab Janice dengan santai sambil tersenyum. Rasanya Janice juga ikut lega karena ia dan Edgard sudah saling meminta maaf semalam dan Janice begitu yakin kalau tidak akan ada masalah lagi dalam hubungan mereka. Fabian sendiri yang mendengarnya pun mengangguk sambil tersenyum. Tentu saja hatinya masih kecewa. Walaupun setelah sekian lama, tidak bisa dibilang Fabian masih menyukai Janice juga.Perasaan yang lama itu tentu saja sudah lama memudar, namun menjadi sediki
Fabian masih membelalak lebar melihat pimpinan perusahaan yang sedang duduk di hadapannya saat ini dan untuk sesaat Fabian benar-benar mematung di tempatnya. Sedangkan Edgard sendiri sudah tersenyum puas menatap ekspresi Fabian."Apa kabar, Fabian?" sapa Edgard santai. Namun, Fabian masih tetap diam seolah sama sekali belum pulih dari rasa kagetnya. Cukup lama Fabian hanya terdiam di sana sebelum akhirnya ia mengedipkan matanya dan membalas sapaan Edgard sambil berusaha untuk tetap tenang. "Hmm, kau ... kau ... calon suaminya Janice kan? Bagaimana bisa kau ...." Namun, belum sempat Fabian menyelesaikan ucapannya, Edgard pun sudah menyelanya. "Aku memang adalah calon suaminya Janice dan aku juga adalah pimpinan dan pemilik dari Emerald Group. Namaku Edgard William dan aku baru tahu kalau kau melamar kerja di sini tanpa tahu siapa nama pimpinan di perusahaan ini. Itu adalah hal dasar yang setidaknya harus kau ketahui dari perusahaan tempatmu bekerja, Fabian." Fabian menahan napas
"Mengapa kau melakukannya, Edgard?" Janice langsung bertanya pada Edgard malam itu setelah ia mendengar cerita dari Fabian tentang pertemuannya dengan Edgard.Edgard sendiri yang ditanyai oleh Janice, alih-alih marah malah tertawa pelan. "Huh, jadi dia sudah melaporkannya padamu?" "Edgard, aku tidak sedang bercanda. Ini bukan masalah melapor atau tidak." "Aku juga tidak sedang bercanda, Janice. Fabian itu bukan pria yang baik!" "Edgard, dia itu pria yang baik! Aku sudah lama mengenalnya sebagai pria yang baik dan sampai sekarang pun masih begitu!" Tapi Edgard tetap menanggapinya sambil tertawa pelan."Jangan menilai orang hanya dari luarnya saja, Janice! Hanya karena kau pernah menyukainya bukan berarti dia pria yang baik! Terkadang kita bisa tertipu oleh penampilan luar dan terlanjur menyukai padahal sebenarnya dia bukan pria yang baik!" Janice pun mengernyit mendengarnya. "Aku tidak mengerti sebenarnya apa yang mau kau katakan, Edgard? Kau ingat kan kau sudah berjanji padaku u