“Oh! Jadi kamu yang namanya Ganeesha Putra, punya nyali besar juga ya kamu,” tanya Annan sambil mengelilingi badan Anees. “Ojan, yang lain suruh ke pojokkan sana!” perintah Annan.
“Salah saya apa ya kak?” tanya Anees“Masih tanya salah kamu apa? Hm hm hm, berani – beraninya kamu bawa putriku kabur kemarin!” teriak Annan.“Tapi saya tidak membawanya kabur, malam harinya saya Anter dia pulang,” jawab Anees dengan tegas.“Berapa lama kamu sudah kenal putriku? Sampai berani ajak dia balapan, kamu tidak takut jika dia kenapa – kenapa aku pasti anak membunuhmu?” tanya Annan kembali dengan menatap mata Anees dengan tajam.“Baru kenal kemarin, waktu aku lihat di jalan dia lagi menangis. Terus aku tidak menyuruh Aneet balap, aku sudah mencoba melarangnya tapi dia tetap keras kepala untuk balap,” kembali lagi Anees menjawab tegas pertanyaan kepala cabang wilayah lima dengan“Memang mau ke mana kok libur lagi?” tanya Annan yang duduk di samping Aneet.Aneet yang merasa tidak nyaman dengan kedatangan Ayahnya dan Linda seketika berdiri bersamaan saat Annan duduk, Dia berdiri membawa piringnya menuju wastafel.“Aneet masih ada pekerjaan ayah,” jawab Aneet sembari mencuci piring bekas makannya.“Terus opa bagaimana? Kalau opa tahu Ayah bisa dibunuh sama,” tanya Annan kembali sambil terus melihat sang putri.“Nanti opa biar Aneet yang hubungi, Ayah hubungi pak kepala sekolah saja. Oke yah?” pinta Aneet“Oke, oke.” Annan menyetujui permintaan AneetAneet dengan cepat menyelesaikan pekerjaannya. Dia ingin segera meninggalkan Annan dan Linda karena dirinya memang merasa sangat tidak nyaman.Aneet memang tidak suka jika Ayahnya menjalin hubungan dengan para wanita, tapi selama dua bulan ini bersama dia hanya diam saja. Dia hanya protes tidak mau dicium dan tidur dengan
Aneet meminta kedua pamannya untuk menurunkannya pada sebuah gang yang tidak terlalu besar. Dirinya akan masuk sendiri ke markas gangs Gentala.“Paman, Aneet jalan dulu ya,” pamit Aneet lalu mencium pipi kedua pamannya.“Take care sayang. Kalau ada apa – apa dan minta dijemput langsung hubungi paman,” ujar Yang mengingatkan AneetTempat di mana Aneet turun adalah deretan gudang – gudang milik industri dan hanya sedikit perkampungannya. Aneet memang gadis pemberani, dia berjalan sendirian menyusuri jalanan yang sepi itu dan hanya menggunakan piamanya.Vroom!Vroom!Vroom!Beberapa anak muda yang bermotor besar melewati dirinya. Sudah bisa dipastikan jika itu adalah anak motor gangs gentala.Haikal tiba – tiba mengerem mendadak motornya setelah menyadari bahwa gadis berpiama itu adalah Aneet. Haikal memutar lagi motornya untuk memastikan hal tersebut.“Mau ke mana kamu?” tanya Remon
Aneet merebahkan badannya di atas tempat tidur. Salah satu hal yang tidak disukai dalam hidupnya adalah berdebat dengan orang yang dia sayangi.Dirinya sebenarnya malas sekali pulang, jika bukan karena berkas – berkas kematian Fungky Mulyoto dia tidak akan pulang.“Bu, Aneet rindu ibu. Kenapa ibu tidak membiarkan Aneet bersama ibu saja. Jadi Aneet perlu mengalami semua hal ini,” Keluh Aneet dengan berbicara sendiri.Tak bisa terus seperti ini, Aneet menyadari dirinya harus bangkit dan mencoba bersahabat dengan seorang guru yang dulu sering membuat hidupnya susah dan kini menjadi pacar Ayahnya.Dia harus segera menyiapkan keperluan untuk bedah kasus Fungky Mulyoto sehingga dirinya bangkit mempersiapkan diri untuk hal itu.Krek!Aneet membuka pintu lalu menyandarkan dirinya di dinding dan menghadap ke arah Annan.“Yah! Maafi Aneet ya? Tadi Aneet sudah teriak ke ayah,” Tuturnya sambil terus memandang Annan.Huh! Anna
Siang ini Aneet dan Anees mendapat beberapa nasehat dari Willy yang sangat bijak. Aneet hanya tersenyum manis jika Willy memberikan wejangan kepadanya tanpa berargumen dan tanpa berdebat karena Aneet sangat menghormati Willy sebagai orang tua.“Paman Will. Paman tahu soal Tomo?” tanya Aneet sesaat setelah Willy selesai memberikan nasehat pada dirinya.“Kamu berurusan dengan Tomo?” tanya balik Willy dengan wajah yang sangat serius seakan – akan ada ketakutan yang tersirat.“Tidak paman. Bahkan kita tidak tahu sama sekali Tomo itu siapa dan bagaimana,” jelas Aneet.“Tomo itu dulunya juga orang Wilayah lima, gangster biasa sama seperti Annan. Tomo itu satu angkatan dengan Annan di wilayah lima mereka Cuma kelompok saja,” tutur Willy sembari mengingat – ingat.“Terus kenapa dia sekarang tidak di wilayah lima lagi?” tanya Aneet makin penasaran.“Setahu paman karena dia kalah dari A
Malam ini setelah melepas kerinduan pada Aneet, hujan mendadak terus begitu deras yang sebelumnya diawali dengan petir yang menyambar dengan suara yang menggelegar.Suara tersebut membuat semua orang terkejut tidak terkecuali Aneet yang langsung menutup telinganya setelah cahaya kilat terlihat. Sementara Annan dengan spontan memeluk dengan erat putri kesayangannya tersebut.Suhu berganti dengan sangat cepat udara panas dan kering tadi siang berubah menjadi lembab dan dingin malam ini.Annan, Aneet, Gaying, Gayang dan Ojan memutuskan untuk berkumpul di ruang tengah untuk melihat acara televisi.Annan yang dengan setia mendekap sang putri dari belakang untuk mengurangi rasa dingin dan Aneet juga terlihat sangat manja dengan menyandarkan bahunya di lengan kanan sang ayah.“Paman Yang, Tomo!” celetuk Aneet yang mendadak teringat tugasnya yang tertunda.Mendengar kata Tomo dari bibir putrinya Annan mengarahkan tatapan wajahnya ke arah Aneet. Seol
Seperti orang bodoh yang kebingungan ingin melakukan apa. Anees yang pikirannya entah ke mana sekarang mondar – mandir ke dalam dan keluar markas.“Anees! Bisa tidak kamu diam,” protes Andi dengan berteriak karena dia sangat terganggu dengan aktivitas Anees.“Lagian kamu mau apa sih Nees, mondar – mandir tidak jelas begini pagi – pagi.” Haikal mengikuti Andi protes dengan Anees.“Kangen aku sama Aneet, senyumnya itu loh. Selalu terngiang – ngiang di pikiranku,” jawab Anees sembari tertidur di samping Andi dan Haikal yang duduk sambil sarapan.Bruk!Sebuah seleyer hitam mendarat di mukanya.“Anjit! Milik siapa ini? Bau banget,” seru Anees sambil melempar seleyernya“tidak kapok juga ini bocah. Kamu mau di bunuh sama bapaknya?” Andi mencoba memperingatkan Anees.“Sudah lupakan saja Aneet. Kak Annan tidak akan membiarkanmu mendekati anaknya. Kecuali kalau ka
Malam yang cerah dengan hiasan bulan dan bintang di langit yang hitam tanpa awan. Suasana yang tergambar di sekitar tempat perjamuan untuk gangs Kenanga malam ini.Ojan juga sudah terlihat di sana sesuai dengan janjinya kepada Annan. Para sahabat – sahabat Jarot, Same, Fahmi dan Taka dengan jas yang rapi siap menjadi tuan rumah yang baik untuk menyambut tamu.“Bagaimana sayang? Aku sudah ganteng apa belum?” tanya Jarot kepada Winda.“Sudahlah, pacar aku mesti ganteng,” jawab Winda sembari merapikan dasi milik Jarot.Jarot yang tak sabar menyambut kedatangan para tamunya berjalan keluar masuk gedung terus menerus.Pukul 20.00, tiga puluh menit berlalu dari jam undangan yang mereka sebarkan tapi hanya ada lima orang yang datang.“Undangannya sudah ke sebar dengan baik kan?” tanya Jarot pada Anak buahnya.“Sudah Rot bahkan mereka janji kalau mau datang,” jawab Same. “Kita tunggu sebentar lagi
Jari jemari Gayang sedang aktif menekan – nekan tombol pada laptopnya. Dia terus menggeser tuas ke arah bawah mencari pesan Ojan yang bertumpuk dengan pesan yang lainnya.“Dapat!”Teriak Gayang sambil menggebrak meja pantrinya yang membuat Aneet yang setengah mengangguk menjadi membelalakkan mata dan menegapkan tubuhnya.“Bagaimana?” tanya Annan dengan antusias dan berharap semua berjalan dengan lancar.Pesan dari Ojan mengabarkan jika perjamuan makan malam yang diselenggarakan oleh Jarot tidak berjalan baik. Hanya ada satu orang yang datang di acara tersebut dikarenakan Santoso dengan saat bersamaan juga mengadakan acara yang sama dan menawarkan hadiah dan pembagian sembako diacaranya tersebut.“Kasihan paman Jarot,” celetuk Aneet spontan.“Aneet sayang itulah kejamnya kompetisi di dunia TRIAD, segala cara mereka lakukan baik atau buru yang penting tujuan mereka tercapai,” tutur Annan dengan b
Tubuh Tomo tersentak bersamaan tiga buah peluru yang bersarang di dadanya. Mata Tomo membuka dengan begitu lebar, bahkan manik matanya sempat melirik ke arah Cokky.“Ka-kamu,” ucap Tomo dengan jari telunjuk yang mengarah ke Cokky.Tidak lama setelah itu, tubuh Tomo terpelanting ke lantai dengan matanya yang masih terbelalak.Waktu seakan berhenti, situasi begitu hening. Semua pasang mata langsung menatap Cokky dengan penuh kecurigaan.“Annan, kamu tidak perlu berterima kasih kepadaku.” Cokky bertutur memecah suasana hening. “Kenapa kalian semua dia, tidak usah terkesan karena ini adalah kewajibanku membela wilayah angka.”“Saudara-saudaraku di wilayah angka, kalian semua saksinya jika telah terjadi pembunuhan di sini... Bagaimanapun negara ini adalah negara hukum, jadi pasti kejadian ini akan diusut oleh polisi.” Lambang menunjuk dengan tangan sambil memegang cerutu.“Tunggu! Tunggu!&rdqu
“Merunduk!” halau Aneet sembari menarik tangan Gaying dan Gayang.Dor!Aneet melepaskan tembakan dari pistol yang dia ambil di samping kiri pinggang Gayang. Tembakan itu tepat mengenai pistol yang dibawa oleh Tomo dan terpental turun ke bawah.Dengan senyum yang dingin Aneet bangkit. Mengarahkan lurus pistol yang dia bawa ke tengah kepala Tomo.“Apa mau kamu?” tanya Tomo yang mulai ketakutan dengan kepala yang celingukan.“Aku ingin nyawamu,” jawab Aneet dengan nada lambat.“Aku tidak punya urusan sama kamu, jadi jangan ikut campur dengan urusanku,” ujar Tomo.Tawa kemenangan keluar dari bibir mungil Aneet. Senyum kepuasan menghiasi wajahnya sembari terus berjalan mendekati Tomo. Sementara Gaying dan Gayang melihat dengan heran apa yang sedang keponakannya tersebut lakukan.“Cuih!” Aneet meludah ketika posisinya dengan Tomo hanya berjarak beberapa meter. “Siapa b
“Semua pasukan, segera menempati posisi yang telah di tentukan!” Asisten Pramono memerintah setelah beberapa detik mengakhiri pembicaraannya dengan Gayang.“Siap, Pak!” jawab mereka serentak dengan begitu tegas.Pasukan khusus itu melangkah dengan senyap. Mereka mengepung gedeng tersebut pada setiap titik untuk mengantisipasi buronan kabur.“Mereka di mana?” Pramono bertanya.“Mungkin sudah di dalam pak, karena mereka menjawab dengan suara yang pelan,” jawab asisten.“Terlalu gegabah, mana ada petugas keamanan yang ikut pertemuan antar gangster. Apalagi mereka bertiga itu petugas khusus kepolisian,” protes Pramono.“Bukannya itu sudah menjadi pekerjaan mereka pak?” tanya Asisten dengan ragu.Pramono hanya melirik sang Asisten saja, dia kemudian masuk ke dalam mobil yang dipenuhi dengan perlengkapan IT yang begitu canggih. Tidak lama setelah memastikan semua pasukan sudah berada
Beberapa orang yang membawa pemukul bola pada olahraga kasti keluar dari mobil yang berukuran lebih besar itu.Bruk! Bruk! Bruk!Prang!“Aahhh!” Yuli berteriak ketika dia terkejut setelah jendela kaca di sebelahnya mendapatkan pukulan dari pria-pria yang sengaja mengikuti mobil mereka.“Kak Willy, apa yang harus kita lakukan?” tanya Dayat dengan wajahnya yang ketakutan.“Bagaimana ini Wil?” Sarah yang mulai cemas juga bertanya pada orang tertua di wilayah lima tersebut.“Kalau kita keluar melawan mereka, kita semua hanya akan mati konyol,” ujar Willy sembari celingukan untuk mengetahui kekuatan lawan. “Telepon Annan, kita cari bantuan.” Willy memerintah Sarah.“Tidak akan sempat, mobilku tidak akan mampu menahan pukulan terlalu lama,” sanggah Sarah.“Ada mobil mendekat ke sini!” seru Brian.Harapan seketika muncul di benak mereka setelah melihat Gayi
“Jarot! Ayo kita ke gedung pemilihan,” ajak Annan sambil memakai jam tangan yang hampir sama dengan Jarot, cuma berbeda warna saja.“Mari kak,” sahut Jarot, lalu berjalan beriringan dengan Annan. “Kak Annan menunggu di sini apa ikut ambil mobil?” tanya Jarot saat berada di teras depan.“Ikut saja!” jawab Annan singkat.Mobil milik Annan yang akan mereka gunakan terparkir satu sisi dengan Aneet yang sedang merendam kakinya di kolam renang.Ketika Jarot hendak membuka pintu dia tak sengaja melihat Aneet. “Kak Annan! Sebentar ya.”Jarot lalu menutup kembali pintu mobilnya lalu melangkah mendekati Aneet.“Sayang! Kamu sedang apa di situ?” tanya Jarot. Aneet menaikkan kakinya dari dalam kolam dan berdiri menyambut Jarot yang datang ke arahnya.“Mau berenang Paman.” Aneet menjawab dengan alibi apa yang terlintas di otaknya.“Paman berangkat dulu ya. Doakan pama
“Halo kantor polisi.... Pak ini dengan rumah sakit kepolisian. Pak telah terjadi pembunuhan di sini, korban atas nama Sultan yang merupakan tersangka titipan dari kepolisian kota.” Seorang perawat berbicara.Setelah beberapa saat telah terdiam mendengarkan lawan bicaranya merespons diujung telepon perawat tersebut menutup teleponnya.Polisi yang sedang bertugas dan menerima laporan tersebut. Meneruskan laporannya kepada Pramono sebagai penanggung jawab wilayah. Pramono ditemani oleh asistennya bergerak ke rumah sakit setelah mendapatkan laporan tersebut.“Silakan Pak!” seorang polisi yang sudah datang terlebih dahulu mempersilahkan Pramono masukDengan pelan Pramono membuka bantal yang menutupi wajah sultan. Dahi Pramono berkerut dan sedikit membuang wajahnya, ketika dia melihat ekspresi wajah ekstrim sultan.“Kuburkan dia dengan layak!” perintah Pramono, “Yang paling penting cari pelakunya sampai dapat,” titah
Di tempat persembunyiannya, Tomo yang masih merasakan sakit ditangannya karena luka tembak yang dihadiahkan oleh Aneet. Terpaksa tetap mengadakan koordinasi dengan seluruh pimpinan gangs wilayah dua. Dia lalu menyuruh Cokky untuk segera menghubungi para pimpinan gangs di bawah naungannya.“Bagaimana kak Tomo kondisinya?” tanya Hendra“Ya... Seperti yang kamu lihat.” Tomo menunjukkan tangan kanannya yang terbalut perban dengan sedikit bercak merah. “Brengsek! Gadis kecil anaknya Annan itu, berani – beraninya menyarangku!” lanjutnya mengumpat Aneet dengan geram dan salah satu tangannya mengepal.“Ini aku bawa obat pereda rasa sakit, semoga bisa membantu.” Hendra meletakkan sebuah kantung plastik transparan di meja yang berisi beberapa jenis obat.“Terima kasih, Hend!” ucap Tomo.Mengisi waktu sambil menunggu yang lain berkumpul, Tomo menyempatkan terlebih dahulu untuk meminum obat ya
“Tapi Yah!” Aneet masih sangat ingin membuat orang yang berada di dalam mobil itu berhenti, untuk mengetahui dalang di balik peristiwa ini.“Sayang! Mereka sudah jauh, kalau dipaksa bisa membahayakan pengguna jalan yang lain... Kita urus yang sudah tertangkap dulu, kita cari informasi dari mereka,” ucap Annan membujuk sang putri dengan memegang tangan Aneet yang saat ini memegang pistol.Annan mengajak sang putri untuk pergi dari jalan agar tidak mengganggu pengguna jalan lain. Dengan lembut Annan menggandeng tangan Aneet untuk melangkah.Kelima orang bertopeng itu diamankan oleh Gaying, Gayang dan Jarot di sudut toko. Empat orang dengan tangan terikat sabuk dan satu orang di sampingnya terkapar dengan luka tembak tapi dia tidak membuatnya meregang nyawa karena Annan sengaja menembak pada bagian tangan yang memegang pistol.Bak! Bak! Bak!Kaki Jarot menendang ke arah empat orang dengan tangan terikat, dia masih terbakar emosi dengan t
Pramono yang penasaran dengan terburu – buru mengambil berkas tersebut.“Bangsat! Ternyata dia orangnya!” umpat Pramono setelah melihat dan pelajari dokumen yang Aneet berikan.“Bapak pasti tidak menyangkakan?” celetuk Aneet. “Jika dalam setahun ini operasi yang bapak lakukan selalu gagal karena orang ini telah memberi informasi kepada target bapak.” Aneet melanjutkan pembicaraannya dengan pandangan yang serius.“Terima kasih atas segala bantuan dan kerjasamanya selama ini,” tutur Pramono sembari menjabat tangan Aneet. “Oh ya, sampaikan salam dan terima kasihku kepada Ying dan Yang,” sambung Pramono yang membalas pandangan Aneet juga dengan serius.“Dengan senang hati pak,” balas Aneet dengan senyum.Pramono berpamitan untuk kembali ke kantor polisi dan berjanji kepada Aneet untuk menyelesaikan masalah ini dengan segera.Aneet yang masih memegang pergelangan tangan Anees, meng