Seperti orang bodoh yang kebingungan ingin melakukan apa. Anees yang pikirannya entah ke mana sekarang mondar – mandir ke dalam dan keluar markas.
“Anees! Bisa tidak kamu diam,” protes Andi dengan berteriak karena dia sangat terganggu dengan aktivitas Anees.“Lagian kamu mau apa sih Nees, mondar – mandir tidak jelas begini pagi – pagi.” Haikal mengikuti Andi protes dengan Anees.“Kangen aku sama Aneet, senyumnya itu loh. Selalu terngiang – ngiang di pikiranku,” jawab Anees sembari tertidur di samping Andi dan Haikal yang duduk sambil sarapan.Bruk!Sebuah seleyer hitam mendarat di mukanya.“Anjit! Milik siapa ini? Bau banget,” seru Anees sambil melempar seleyernya“tidak kapok juga ini bocah. Kamu mau di bunuh sama bapaknya?” Andi mencoba memperingatkan Anees.“Sudah lupakan saja Aneet. Kak Annan tidak akan membiarkanmu mendekati anaknya. Kecuali kalau kaMalam yang cerah dengan hiasan bulan dan bintang di langit yang hitam tanpa awan. Suasana yang tergambar di sekitar tempat perjamuan untuk gangs Kenanga malam ini.Ojan juga sudah terlihat di sana sesuai dengan janjinya kepada Annan. Para sahabat – sahabat Jarot, Same, Fahmi dan Taka dengan jas yang rapi siap menjadi tuan rumah yang baik untuk menyambut tamu.“Bagaimana sayang? Aku sudah ganteng apa belum?” tanya Jarot kepada Winda.“Sudahlah, pacar aku mesti ganteng,” jawab Winda sembari merapikan dasi milik Jarot.Jarot yang tak sabar menyambut kedatangan para tamunya berjalan keluar masuk gedung terus menerus.Pukul 20.00, tiga puluh menit berlalu dari jam undangan yang mereka sebarkan tapi hanya ada lima orang yang datang.“Undangannya sudah ke sebar dengan baik kan?” tanya Jarot pada Anak buahnya.“Sudah Rot bahkan mereka janji kalau mau datang,” jawab Same. “Kita tunggu sebentar lagi
Jari jemari Gayang sedang aktif menekan – nekan tombol pada laptopnya. Dia terus menggeser tuas ke arah bawah mencari pesan Ojan yang bertumpuk dengan pesan yang lainnya.“Dapat!”Teriak Gayang sambil menggebrak meja pantrinya yang membuat Aneet yang setengah mengangguk menjadi membelalakkan mata dan menegapkan tubuhnya.“Bagaimana?” tanya Annan dengan antusias dan berharap semua berjalan dengan lancar.Pesan dari Ojan mengabarkan jika perjamuan makan malam yang diselenggarakan oleh Jarot tidak berjalan baik. Hanya ada satu orang yang datang di acara tersebut dikarenakan Santoso dengan saat bersamaan juga mengadakan acara yang sama dan menawarkan hadiah dan pembagian sembako diacaranya tersebut.“Kasihan paman Jarot,” celetuk Aneet spontan.“Aneet sayang itulah kejamnya kompetisi di dunia TRIAD, segala cara mereka lakukan baik atau buru yang penting tujuan mereka tercapai,” tutur Annan dengan b
Setelah Winda berdiri Aneet mendapati pipi bibinya itu memar dan keluar darah hari hidungnya, pergelangan tangan kanannya keseleo karena dipelintir oleh Yuli.“Bibi tahan dulu ya, Habis ini kita ke klinik,” ucap Aneet lalu menghapus darah di hidung bibinya dengan lengan bajunya yang panjang.“Win! Bisa jalan kan?” tanya Annan yang baru bisa mendekat karena kesusahan mencari parkiran.“Bisa kak Annan,” jawab Winda untuk pertanyaan Annan. “Bibi diantar ke markas saja ya, kita obati di sana saja,” pinta Winda kepada Aneet.Dengan sabar Aneet yang dibantu oleh Annan berjalan memapah Winda sambil tertatih karena sakit yang di rasakan oleh Winda.Jarot yang sedang bersandar di kursi ruang tamu sembari memijat kepalanya. Sontak bangkit dari posisinya ketika mendengar suara mobil Annan memasuki halaman markas, dirinya mencoba melihat dari jendela untuk memastikan dugaan dia benar.Dan benar saja, mobil Annan
Hari Senin sudah kembali menyapa. Hari yang sebagian orang tidak suka, ini datang dengan begitu cepat. Hari ini juga Aneet harus kembali ke aktivitasnya sekolah, hal yang tidak disuka Aneet karena harus bertemu dengan Linda dan teman – teman yang kemarin baru dia hajar di depan pasar.Memakai kemeja putih yang pas dengan badannya yang ramping dan bawahan celana kulon yang terlihat seperti rok dengan motif garis kotak – kotak merah hitam. Dengan sedikit berlari dan mengangkat badannya sedikit ke udara Aneet bergerak ke arah Pantri.“Wah! Cantik sekali ponakan paman ini,” ucap Gaying yang melihat Aneet dari kejauhan.“Boleh atau tidak, jika tidak usah masuk sekolah?” tanya Aneet pada Annan sembari memasang wajah yang memelas ketika dirinya sampai pertama kali di pantriAnnan melihat ke arah Aneet lalu menggelengkan kepalanya.“Ayah bisa di protes sama Guntur kalau cucunya tidak sekolah lagi,” ucap Annan sambil me
Setelah para tamu pergi meninggalkan apartemen Same dan Rika, suasana di apartemen mereka berubah menjadi hening dan senyap.“Sayang tolong!” pinta Same sedikit berseru kepada istrinya.Same meminta tolong Rika membantunya pindah ke kamar karena kakinya tidak bisa berjalan sendiri akibat dari penyerangan ke tempat Santoso.“Iya sayang,” Sahut Rika dari arah dapur.Rika saat ini sedang mencuci gelas yang dipakai untuk menjamu para tamu yang tadi menjenguk suaminya.Dia meletakkan gelas yang sedang dia cuci kemudian membersihkan tangannya. Rika memapah sang suami dengan pelan menuju tempat tidur mereka.“Mau ke mana?” tanya Same sembari memegang pergelangan tangan sang istri saat Rika hendak pergi sehabis membantunya.“Mau melanjutkan pekerjaanku di dapur dulu,” Jawab Rika sambil dengan lembut menyingkirkan tangan suaminya.Brak!“Same! Brengsek! Kamu di mana?!” teriak Cokky
Suasana kota pagi ini sedikit heboh karena seluruh media cetak maupun media elektronik semua memuat hotline tentang jatuhnya Samuel. Warga yang haus informasi berburu berita tersebut dari sumber – sumber yang mereka anggap dapat di percaya.Suasana tersebut di atas sangat berbanding terbalik dengan suasana di rumah duka yang terletak di rumah Arman kakak ipar Samuel yang juga merupakan kelapa cabang wilayah satu.Tentu saja saat ini di rumah duka banyak anggota wilayah satu dan lima termasuk anak gangs motor gentala. Kesedihan tampak terpancar dari setiap wajah pelayat. Tak terkecuali Jarot yang merupakan sahabat dengan Samuel.Brak!Aneet, Gaying dan Gayang turun dari mobilnya, mereka melangkah ke dalam yang langsung di sambut oleh Arman.“Kakak Arman, saya Gayang Pradipta Pasya mewakili keluarga Pradipta Pasha mengucapkan duka yang sedalam – dalamnya untuk kematian Kak Same,” ucap Gayang sembari berjabat tangan.“Kami jan
Annan terlihat oleh Aneet sedang merapikan setelan jas hitam yang dipakainya lalu menghembuskan nafasnya dan berjalan masuk ke dalam yang di ikuti oleh Aneet di belakangnya.Kedatangan Annan dan Aneet tentunya menarik perhatian pelayat yang ada di sana. Termasuk Arman yang menyambut Annan di dekat peti jenazah Same.“Kak Arman,” Belum sempat melanjutkan ucapannya Annan lalu mendapatkan pelukan dari Arman. “Saya turut berduka cita atas semua ini. Mohon maaf saya datang terlambat karena tadi ada urusan sebentar,” lanjut Annan berucap ketika Arman melepaskan pelukannya.“Terima kasih Annan dan mari silakan duduk.” Arman berkata.Annan duduk tepat di samping Arman, duduk segaris dengan kepala cabang dan pimpinan gangs yang lain. Sementara Aneet memilih untuk menjauh dari Annan dan duduk dengan Anees, Gaying dan juga Gayang.“Ketemu di mana Ayahmu?” tanya Gaying berbisik di telinga Aneet.“Di aparte
Vroom!Vroom!Vroom!Tepat tengah malam Aneet, Gaying dan Gayang sampai di halaman white house, Aneet segera keluar dan menuju bagasi belakang.“Paman! Jangan lupa berkasnya,” seru Aneet mengingatkan pamanya sambil menunjuk bagasi belakang.“Agak menjauh! Paman mau buka,” perintah Gayang yang melihat dari spion mobil posisi Aneet yang sangat dekat dengan pintu bagasi.Berkas – berkas penyelidikan yang lumayan agak banyak mereka keluarkan dari bagasi untuk di bawa masuk ke dalam dan di simpan.Annan, Ojan dan Fahmi sedang menunggu kedatangan mereka di ruang tengah ditemani bir dan beberapa bungkus rokok. Aneet dengan sedikit kesusahan membawa berkas itu masuk. Ojan yang melihatnya lalu mendekat.“Wah bawa apa ini? Sini – sini paman bantu kelihatannya berat sekali,” ucap Ojan sembari mengambil bekas dari tangan Aneet.“Terima kasih paman Ojan!” seru Aneet yang kemudian menyandarkan
Tubuh Tomo tersentak bersamaan tiga buah peluru yang bersarang di dadanya. Mata Tomo membuka dengan begitu lebar, bahkan manik matanya sempat melirik ke arah Cokky.“Ka-kamu,” ucap Tomo dengan jari telunjuk yang mengarah ke Cokky.Tidak lama setelah itu, tubuh Tomo terpelanting ke lantai dengan matanya yang masih terbelalak.Waktu seakan berhenti, situasi begitu hening. Semua pasang mata langsung menatap Cokky dengan penuh kecurigaan.“Annan, kamu tidak perlu berterima kasih kepadaku.” Cokky bertutur memecah suasana hening. “Kenapa kalian semua dia, tidak usah terkesan karena ini adalah kewajibanku membela wilayah angka.”“Saudara-saudaraku di wilayah angka, kalian semua saksinya jika telah terjadi pembunuhan di sini... Bagaimanapun negara ini adalah negara hukum, jadi pasti kejadian ini akan diusut oleh polisi.” Lambang menunjuk dengan tangan sambil memegang cerutu.“Tunggu! Tunggu!&rdqu
“Merunduk!” halau Aneet sembari menarik tangan Gaying dan Gayang.Dor!Aneet melepaskan tembakan dari pistol yang dia ambil di samping kiri pinggang Gayang. Tembakan itu tepat mengenai pistol yang dibawa oleh Tomo dan terpental turun ke bawah.Dengan senyum yang dingin Aneet bangkit. Mengarahkan lurus pistol yang dia bawa ke tengah kepala Tomo.“Apa mau kamu?” tanya Tomo yang mulai ketakutan dengan kepala yang celingukan.“Aku ingin nyawamu,” jawab Aneet dengan nada lambat.“Aku tidak punya urusan sama kamu, jadi jangan ikut campur dengan urusanku,” ujar Tomo.Tawa kemenangan keluar dari bibir mungil Aneet. Senyum kepuasan menghiasi wajahnya sembari terus berjalan mendekati Tomo. Sementara Gaying dan Gayang melihat dengan heran apa yang sedang keponakannya tersebut lakukan.“Cuih!” Aneet meludah ketika posisinya dengan Tomo hanya berjarak beberapa meter. “Siapa b
“Semua pasukan, segera menempati posisi yang telah di tentukan!” Asisten Pramono memerintah setelah beberapa detik mengakhiri pembicaraannya dengan Gayang.“Siap, Pak!” jawab mereka serentak dengan begitu tegas.Pasukan khusus itu melangkah dengan senyap. Mereka mengepung gedeng tersebut pada setiap titik untuk mengantisipasi buronan kabur.“Mereka di mana?” Pramono bertanya.“Mungkin sudah di dalam pak, karena mereka menjawab dengan suara yang pelan,” jawab asisten.“Terlalu gegabah, mana ada petugas keamanan yang ikut pertemuan antar gangster. Apalagi mereka bertiga itu petugas khusus kepolisian,” protes Pramono.“Bukannya itu sudah menjadi pekerjaan mereka pak?” tanya Asisten dengan ragu.Pramono hanya melirik sang Asisten saja, dia kemudian masuk ke dalam mobil yang dipenuhi dengan perlengkapan IT yang begitu canggih. Tidak lama setelah memastikan semua pasukan sudah berada
Beberapa orang yang membawa pemukul bola pada olahraga kasti keluar dari mobil yang berukuran lebih besar itu.Bruk! Bruk! Bruk!Prang!“Aahhh!” Yuli berteriak ketika dia terkejut setelah jendela kaca di sebelahnya mendapatkan pukulan dari pria-pria yang sengaja mengikuti mobil mereka.“Kak Willy, apa yang harus kita lakukan?” tanya Dayat dengan wajahnya yang ketakutan.“Bagaimana ini Wil?” Sarah yang mulai cemas juga bertanya pada orang tertua di wilayah lima tersebut.“Kalau kita keluar melawan mereka, kita semua hanya akan mati konyol,” ujar Willy sembari celingukan untuk mengetahui kekuatan lawan. “Telepon Annan, kita cari bantuan.” Willy memerintah Sarah.“Tidak akan sempat, mobilku tidak akan mampu menahan pukulan terlalu lama,” sanggah Sarah.“Ada mobil mendekat ke sini!” seru Brian.Harapan seketika muncul di benak mereka setelah melihat Gayi
“Jarot! Ayo kita ke gedung pemilihan,” ajak Annan sambil memakai jam tangan yang hampir sama dengan Jarot, cuma berbeda warna saja.“Mari kak,” sahut Jarot, lalu berjalan beriringan dengan Annan. “Kak Annan menunggu di sini apa ikut ambil mobil?” tanya Jarot saat berada di teras depan.“Ikut saja!” jawab Annan singkat.Mobil milik Annan yang akan mereka gunakan terparkir satu sisi dengan Aneet yang sedang merendam kakinya di kolam renang.Ketika Jarot hendak membuka pintu dia tak sengaja melihat Aneet. “Kak Annan! Sebentar ya.”Jarot lalu menutup kembali pintu mobilnya lalu melangkah mendekati Aneet.“Sayang! Kamu sedang apa di situ?” tanya Jarot. Aneet menaikkan kakinya dari dalam kolam dan berdiri menyambut Jarot yang datang ke arahnya.“Mau berenang Paman.” Aneet menjawab dengan alibi apa yang terlintas di otaknya.“Paman berangkat dulu ya. Doakan pama
“Halo kantor polisi.... Pak ini dengan rumah sakit kepolisian. Pak telah terjadi pembunuhan di sini, korban atas nama Sultan yang merupakan tersangka titipan dari kepolisian kota.” Seorang perawat berbicara.Setelah beberapa saat telah terdiam mendengarkan lawan bicaranya merespons diujung telepon perawat tersebut menutup teleponnya.Polisi yang sedang bertugas dan menerima laporan tersebut. Meneruskan laporannya kepada Pramono sebagai penanggung jawab wilayah. Pramono ditemani oleh asistennya bergerak ke rumah sakit setelah mendapatkan laporan tersebut.“Silakan Pak!” seorang polisi yang sudah datang terlebih dahulu mempersilahkan Pramono masukDengan pelan Pramono membuka bantal yang menutupi wajah sultan. Dahi Pramono berkerut dan sedikit membuang wajahnya, ketika dia melihat ekspresi wajah ekstrim sultan.“Kuburkan dia dengan layak!” perintah Pramono, “Yang paling penting cari pelakunya sampai dapat,” titah
Di tempat persembunyiannya, Tomo yang masih merasakan sakit ditangannya karena luka tembak yang dihadiahkan oleh Aneet. Terpaksa tetap mengadakan koordinasi dengan seluruh pimpinan gangs wilayah dua. Dia lalu menyuruh Cokky untuk segera menghubungi para pimpinan gangs di bawah naungannya.“Bagaimana kak Tomo kondisinya?” tanya Hendra“Ya... Seperti yang kamu lihat.” Tomo menunjukkan tangan kanannya yang terbalut perban dengan sedikit bercak merah. “Brengsek! Gadis kecil anaknya Annan itu, berani – beraninya menyarangku!” lanjutnya mengumpat Aneet dengan geram dan salah satu tangannya mengepal.“Ini aku bawa obat pereda rasa sakit, semoga bisa membantu.” Hendra meletakkan sebuah kantung plastik transparan di meja yang berisi beberapa jenis obat.“Terima kasih, Hend!” ucap Tomo.Mengisi waktu sambil menunggu yang lain berkumpul, Tomo menyempatkan terlebih dahulu untuk meminum obat ya
“Tapi Yah!” Aneet masih sangat ingin membuat orang yang berada di dalam mobil itu berhenti, untuk mengetahui dalang di balik peristiwa ini.“Sayang! Mereka sudah jauh, kalau dipaksa bisa membahayakan pengguna jalan yang lain... Kita urus yang sudah tertangkap dulu, kita cari informasi dari mereka,” ucap Annan membujuk sang putri dengan memegang tangan Aneet yang saat ini memegang pistol.Annan mengajak sang putri untuk pergi dari jalan agar tidak mengganggu pengguna jalan lain. Dengan lembut Annan menggandeng tangan Aneet untuk melangkah.Kelima orang bertopeng itu diamankan oleh Gaying, Gayang dan Jarot di sudut toko. Empat orang dengan tangan terikat sabuk dan satu orang di sampingnya terkapar dengan luka tembak tapi dia tidak membuatnya meregang nyawa karena Annan sengaja menembak pada bagian tangan yang memegang pistol.Bak! Bak! Bak!Kaki Jarot menendang ke arah empat orang dengan tangan terikat, dia masih terbakar emosi dengan t
Pramono yang penasaran dengan terburu – buru mengambil berkas tersebut.“Bangsat! Ternyata dia orangnya!” umpat Pramono setelah melihat dan pelajari dokumen yang Aneet berikan.“Bapak pasti tidak menyangkakan?” celetuk Aneet. “Jika dalam setahun ini operasi yang bapak lakukan selalu gagal karena orang ini telah memberi informasi kepada target bapak.” Aneet melanjutkan pembicaraannya dengan pandangan yang serius.“Terima kasih atas segala bantuan dan kerjasamanya selama ini,” tutur Pramono sembari menjabat tangan Aneet. “Oh ya, sampaikan salam dan terima kasihku kepada Ying dan Yang,” sambung Pramono yang membalas pandangan Aneet juga dengan serius.“Dengan senang hati pak,” balas Aneet dengan senyum.Pramono berpamitan untuk kembali ke kantor polisi dan berjanji kepada Aneet untuk menyelesaikan masalah ini dengan segera.Aneet yang masih memegang pergelangan tangan Anees, meng