Predir Rex Alba sudah mengatakan rencananya untuk makan malam dengan Rosella secara terbuka, dan ia mengharapkan Rosella untuk menyetujui ajakannya itu. Dan anehnya, Rosella amat bersemangat dengan prospek makan malam dengan sang Presdir.
Oh tidak! Rosella bukan hanya bersemangat, tetapi bahkan saat ia memikirkan makan malam hanya berdua dengan Presdir Rex, getaran kegembiraan pun menjalar ke seluruh tubuhnya. Rosella yang tidak dapat menahan dirinya saat itu lantas mengangkat telepon dan menelepon Joy. Dan, Joy pun mengangkat teleponnya hanya dalam hitungan detik. "Hai, Rosella," kata Joy. Suaranya terdengar agak teredam. "Joy! Kau tidak akan percaya apa yang terjadi hari ini," balas Rosella selagi ia duduk di tepi kasurnya. "Mungkin saja kalau kau memberitahuku, Ro." Joy terkekeh. "Rex Alba mengundangku makan malam," ungkap Rosella sementara jantungnya berdegup kencang seakan ingin melompat keluar daRosella tersenyum miring lalu mengangguk. "Nona Rhea, kau mungkin benar. Aku masih muda dan lamban. Tapi aku cukup dewasa untuk bisa mengerti arti tanggung jawab. Aku adalah Tutor dan Pengasuh tinggal anak-anak, dan mereka adalah klienku. Jadi, sudah pasti aku-lah yang akan bertanggung jawab jika sesuatu terjadi pada mereka. Dan, dengan usiaku saat ini, aku cukup tahu kepada siapa aku harus melaporkan semua hal mengenai anak-anak itu. Tentu saja kepada Pimpinan Rex karena dia ayah mereka. Jadi, kupikir aku tak harus melaporkan kepadamu semua hal mengenai anak-anak. Karena kau bukan ibu mereka," balas Rosella tegas, sehingga membuat Rhea bergeming. Ia kemudian tersenyum pahit kepada asistennya Rex itu, dan melenggang pergi dari hadapannya. "Hhhhhhh ...." Rhea menghela napas panjang guna menetralisir perasaan sesak yang memenuhi dadanya usai mendengar penuturan Rosella yang sangat berani itu. "Aku kira dia seseorang yang naif dan masih harus banyak belajar. Tetapi rupanya
Rosella berusaha untuk tak menggigil melihat rasa lapar yang membara di mata Presdir Rex. Sambil menelan ludah, ia mengalihkan pandangan darinya dan memilih menilai hidangan lezat yang tercium di hidungnya. Hidangan lezat tersebut membuat Rosella berpikir bahwa ia diundang ke pesta, bukan makan malam. Ia tahu itu akan menjadi jamuan makan tiga hidangan. "Haruskah aku menyewa pelatih pribadi setelah ini?" Rosella bertanya lalu cekikikan dari dalam hati. Usai cekikikan dalam hati, Rosella menatap sang Presdir, yang matanya perlahan mengamati wajahnya nan cantik. Rasa lapar yang tidak terkendali, yang pertama ia lihat, kini tampak lebih terkendali. "Aku sangat senang kau datang," kata Presdir Rex dengan seringai lebar. Pria tampan ini terlihat jauh lebih hangat dari sebelumnya. Karena itulah, Rosella tidak ragu untuk memberinya senyum lebar yang sama lebarnya.
Rosella menggelengkan kepala sambil tersenyum. "Aku lebih suka menundanya, tolong. Perutku sudah kenyang dan rasanya aku akan jatuh terkapar jika aku mencoba berjalan santai di sepanjang rumah besar ini," balasnya. "Baiklah, kau bisa melakukan tur sepenuhnya pada kunjunganmu ke sini berikutnya." Presdir Rex menerima keinginan Rosella saat mereka mulai menaiki tangga.Seketika saja Rosella menundukkan kepala malu-malu karena ia sendiri bahkan tidak menyadari bahwa ia ingin berkunjung lagi ke rumah mewah itu. Sampai Presdir Rex menunjukkannya melalui ucapannya kepadanya. Tidak berselang lama, Rosella dan Presdir Rex tiba di tempat yang tampak seperti lantai pertama dan mulai berjalan menyusuri lorong yang remang-remang.Di waktu ini, Rosella diam-diam bertanya-tanya ke mana Presdir Rex akan membawanya, tetapi rupanya ia tal bertanya kepadanya. Lebih tepatnya, ia bertanya pada dirinya sendiri dari dalam hati. Sekian detik kemudian, Rosella dan Presdir Rex mencap
"Kau sangat mengingatkanku pada orang itu," kata Presdir Rex lembut. "Dasar gadis kecil berambut merah yang pemberani."Rosella hanya diam. Sejujurnya, ia tidak tahu harus berpikir apa mengenai dirinya yang dibandingkan dengan seseorang, yang mungkin saja sudah tiada. Sekian detik berikutnya, Rosella tercekat ketika ia merasakan jari-jari sang Presdir jatuh ke rahangnya dan membelainya lebih jauh ke bawah arteri lembut yang memompa darah ke lehernya. Namun kemudian, Rosella berkedip terbuka saat tangan-tangan panjang Presdir Rex itu dengan sangat ahli melingkari lehernya. Pada waktu ini, mata Rosella terkunci pada mata Presdir Rex, yang telah berubah gelap sehingga tampak hampir keemasan dalam cahaya redup.Melihat itu, Rosella lantas merasa seperti sedang melihat seseorang yang lebih seperti dewa daripada manusia."Katakan padaku untuk berhenti," kata Presdir Rex. Bicaranya serak. Sementara, pandangan lapar mentah di matanya kembali. Ia tampak seperti sed
Rosella menoleh pada Presdir Rex di pintu, dan ia menemukan mata indah Presdri Rex menatapnya. Melihat itu, ia lantas tidak bisa menahan diri untuk tidak memberi sang Presdir senyum. "Aku bersenang-senang bersamamu, Rosella," aku Rosella, yang membuat alis Presdir Res terangkat. Ketika melihat itu, Rosella lantas tersadar bahwa ada yang salah dari kata-katanya. Karena itu, ia tersipu malu, dan segera ia mengalihkan pandangan saat mulai tergagap."Maksudku, senang bisa makan malam denganmu, dan menghabiskan waktu bersamamu malam ini," imbuh Rosella. Penjelasan Rosella itu kontan membuat Presdir Rex tertawa. Tawanya dalam dan pelan. "Rosella, senang bisa menghabiskan waktu bersamamu malam ini," jawab pria ini, matanya berbinar karena tawa. Rosella tahu ia menggodanya. Kendati begitu, wanita 40an tersebut tak bisa memikirkan apa pun untuk menjawabnya. "Rosella, biarkan supirku mengantarmu," tambah Presdir Rex saat Rosella mengeluarkan ponselnya untuk memesan taksi.
Setelan gagal membujuk Jiro, Rhea keluar kamar bocah itu dan kembali ke ruang makan. Di sana, dengan hati-hati ia memberi tahu Presdir Rex bahwa putra bungsu kesayangannya menolak makan bersamanya. "Apakah Jiro sungguh bilang dia tidak mau makan denganku lagi?" tanya Presdir Rex pada Rhea, membentak. Sementara, Rosella hanya diam dan berdiri di balik kitchen island bersama Bibi Grace. Rhea mengangguk pelan. "Ya. Kurasa kalian harus makan tanpa dia. Tapi jangan khawatir, akan kupastikan dia makan nanti. Setelah mood-nya lebih baik," jelasnya. "Hhhhhh ...." Presdir Rex menghela napaa panjang sambil memijat pelipisnya pelan. Ia kemudian menatap Jovan dan Jovin silih berganti dan berkata, "Jovan, Jovin... Mari makan."Dengan cepat, Jovan dan Jovin mengangguk pada ayah mereka tanpa berkomentar apa pun. Setelah selesai makan malam bersama Jovan dan Jovin, Presdir Rex dengan tenang dan sambil tersenyum memasuki kamar Jiro. Saat ia masuk, Jiro sedang duduk di tempat
Presdir Rex mengangguk tegas sambil tersenyum kepada Jiro yang lagi makan sambil menatapnya. "Baiklah. Ini kesepakatan antar pria. Tapi, kau tidak boleh bermain lebih dari dua kali sepekan." Ia mengulurkan tangan pada putranya tersebut. "Baiklah. Ini kesepakatan antar pria." Jiro dengan raut wajah gembira menyambut uluran tangan sang ayah, dan menjabatnya. Mereka bersalaman sambil tertawa. Selagi Presdir Rex, Jiro dan Rosella tertawa, Bibi Grace datang membawakan segelas air minum untuk Jiro. "Kesepakatan antar pria?" timpal wanita dengan bandana di kepala, yang menjadi ciri khasnya."Senang rasanya bisa mendengar tawa setelah sekian lama," kata Bibi Grace saat meletakkan air minum di depan Jiro. Setelah itu, sejenak ia menatap Presdir Rex dan Jiro silih berganti, lalu ia kembali ke dapur. Sesaat usai Bibi Grace meninggalkan ruang makan, Rosella membuka sebuah kotak kecil berisi vitamin anak di atas meja makan di hadapannya."Baiklah. Karena sudah selesai maka
"Kau tahu, Rosella" kata Rex Alba. "Jika kau takut, aku akan menghancurkanmu. Kau seharusnya lebih takut sekarang karena aku tak pernah takut mengejar apa yang kuinginkan," ungkapnya langsung. Lalu, ia dengan sengaja mengusap ibu jarinya di pergelangan tangan Rosella, dan menggeser jari-jarinya di telapak tangan wanita tersebut dengan sensual. "Kapan pun aku mau." Ia menarik Rosella lebih dekat kepadanya. "Dan, di mana pun aku mau," jelas pria ini, berbisik tepat di depan wajah sang Tutor. Agak sulit dipercaya bahwa Rosella telah tergoda oleh Rex dengan mudah dan sepenuhnya. Namun, kini ia berada di bawah mantranya, seolah-olah akan merangkak dengan kedua tangan serta lututnya jika pria tampan satu itu meminta itu padanya. Mata Rex Alba telah menggelap, dan bintik-bintik emas yang mengelilingi bola matanya yang berkilau itu telah berubah warna menjadi madu, sementara bibirnya yang telah membuat Rosella terjaga sepanjang malam karena mimpi, hanya berjarak satu tarikan napas
"Siapa yang membantumu melakukan ini?" tanya Rex. Rosella tidak menjawab. "Kau tidak akan menjawab pertanyaanku?" Rosella mengangkat bahu. Ia sama sekali tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Semakin berat beban ini, semakin Rosella pikir Chris berbohong kepadanya tentang banyak hal. Rasa bersalah mulai mengganggu Rosella. Matanya berkaca-kaca. Ia memalingkan wajahnya, tidak ingin Rex melihatnya. "Aku pikir dia sedang membalas kematian Rimba, tapi yang dia lakukan hanyalah pekerjaan kotor untuk Chris. Bagaimana aku bisa begitu naif?" sesal Rosella dari dalam hatinya. Rosella mencoba mengendalikan diri saat mereka memasuki tempat Rex. Pintu tertutup dengan bunyi klik keras di belakang mereka. "Bagaimana kepalamu?" tanya Rex lagi. Rosella heran dengan Rex yang peduli padanya. Ia cukup yakin ia hanya di sini untuk semacam interogasi. Ia rasa mungkin ia harus meletakkan semua kartunya di atas meja. Cari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Rimba. "Baik-baik saja," jawab Rose
Polisi itu melakukan apa yang Rex katakan dan meninggalkannya. Pergelangan tangan Rosella memiliki sedikit tanda merah di tempat borgol menggores kulitnya.“Polisi sialan,” gerutu Rex dan mencari-cari lotion. Ia menemukan sesuatu yang encer di kamar mandi dan mengisi telapak tangannya dengannya. Rex bergegas kembali ke samping tempat tidur dan mengoleskan krim ke pergelangan tangan dan lengan Rosella. Wanita itu merasa lemah dan rentan."Dia pasti kembali ke menara D1 dan tidak dapat menemukanku, jadi dia membunyikan alarm kebakaran. Dia bukan orang di balik kesepakatan Park Hill. Dia tidak akan berbohong kepadaku seperti itu. Dia tidak akan membiarkanku menyentuhnya, mencintainya, menghargainya jika yang ingin dia lakukan hanyalah membuatku bertekuk lutut...bukan?" kata Rex, bergumam. ***Suara bip adalah hal pertama yang Rosella dengar saat ia mulai terbangun. Semuanya kembali berhamburan seperti gelombang pasang yang menghantam udara keluar dari paru-parunya
"Rex di sini," gertak Rex di telepon."Rex, aku minta maaf—""Kau belum menemukannya?" Rex menyela.Connor mendesah. "Tidak. Kami masih mengerjakannya, tetapi aku harus memberitahumu bahwa kesepakatan Park Hill—""Connor, aku tidak peduli tentang kesepakatan Park Hill—"“Kita kalah,” kata Connor. Itu menarik perhatian Rex. “Tunggu, apa?”“Kita kalah,” ulang Connor. “Bagaimana kita bisa kalah? Kesepakatan sudah dilakukan. Tangan sudah berjabat tangan. Janji diberikan,” kata Rex, terkejut tidak percaya. “Kontrak tidak ditandatangani,” jelas Connor. “Kata-kata seseorang adalah miliknya—”“Bos, aku tahu. Tapi Joe Rees mendapat tawaran menit terakhir, dan itu sekitar dua persen lebih tinggi darimu, jadi dia menerimanya,” beber Connor. “Dua persen?”“Ya, aku tahu. Itu margin yang sangat kecil. Hampir seperti mereka tahu berapa banyak yang kau tawarkan dan kemudian menaikkannya cukup untuk membuat Rees membatalkannya.”“Itu men
"Apa yang coba kau katakan?" tanya Rosella pada Chris. "Jangan seperti anak kecil. Aku akan menunggu informasi lebih lanjut besok." Chris mengakhiri panggilan. Rosella menyeka pipinya, tidak menyadari bahwa ia mulai menangis. Rosella pikir bahwa ia harus keluar. Pergi. Tapi ke mana ia akan pergi? Ke mana pun lebih baik daripada penjara, ia rasa.Rosella memeriksa tasnya, memastikan setidaknya ia membawa dompet. Ia bisa meninggalkan semua yang lain. Ia berputar kembali saat matahari mulai terbenam. Ia yakin semua orang sudah menjauh dari pandangan sekarang. Bahkan Rex. Ia bertanya-tanya apakah Rex keluar mencarinya atau apakah Rex kembali ke rumah.Butuh waktu hampir satu jam untuk kembali; kaki Rosella mulai sakit. Satu-satunya cahaya datang dari bulan purnama saat ia mendekati gedung itu. Rosella memeriksa sekeliling gedung dan mencetak skor saat ia melihat kayu di atas celah yang kemungkinan akan mereka pasang pintu. Rosella menyelinap masuk, dan ia berkeliaran di tem
Rex berhenti sejenak karena Rosella kesal, yang membuatnya terkejut. Rex pikir mereka akan segera bertemu, tetapi cara Rosella menuduh Rex bersikap mencurigakan, membuatnya bertanya-tanya apakah Rosella atau seseorang yang ia kenal kehilangan uang dalam transaksi tanah spekulatif.“Tidak. Itu penting. Ada beberapa orang yang kacau dalam bisnis real estat dan jika ada seseorang yang menurutku tidak mampu, aku mencoba memperingatkan mereka. Tetapi banyak orang tidak menginginkan bantuan, Rosella. Seperti beberapa minggu atau bulan yang lalu, seseorang bunuh diri setelah menginvestasikan seluruh tabungan hidupnya dalam skema investasi untuk membeli properti hotel ini. Orang yang menjalankan skema itu tidak memiliki cukup uang untuk tawaran minimum. Alih-alih memberi tahu investornya, dia kabur membawa uangnya,” beber Rex. “Tempat ini? Yang sedang kita lihat?” Rosella berputar pelan di tengah lobi yang penuh debu. Kaca untuk unit ritel sedang dipasang, dan meja resepsionis marm
Rosella memberitahu Chris tentang kesepakatan Park Hill. Ia mengambil file yang disimpan dan melampirkannya sebelum ia menghapus jejak informasi apa pun dari ponselnya dan memasukkannya ke dalam saku. Rasa bersalah mulai menggerogoti Rosella.Rasa bersalah itu menyusup dari sekeliling Rosella. Rasa bersalah terhadap Rimba dan tidak bisa menjaga performanya. Rasa bersalah atas apa yang mungkin ia lakukan pada Hugo Kenyataan.Rex berkata dulu itu perusahaannya adalah milik ayahnya. Dan yang mengejutkan Rosella, bagian yang paling membuatnya merasa tidak enak adalah kenyataan bahwa ia mengkhianati Rex.Rosella seharusnya tidak merasa bersalah atas hal itu, tetapi ia merasa bersalah. Tidak peduli seberapa sering ia meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia sedang membalas kematian Rimba, rasa bersalah itu tetap ada.Rosella meraih handuk untuk menyeka wajahnya. Satu-satunya saat rasa bersalah dan amarah itu tidak mencoba menguasainya adalah ketika Rex memeganginya. Kendali yan
Rosella menatap ke bawah ke set catur, dan jantungnya mulai berdebar. Ia mengusap telapak tangannya yang berkeringat di pahanya, mencoba mencari tahu bagaimana ia akan keluar dari situasi ini. Rasa bersalah yang seharusnya tidak ia rasakan seketika menyerangnya. "Ini indah," Rosella mengakui, mengambil ratu dari Rex. "Kenapa Joy dan Chris harus meletakkan ini di resumeku yang dibuat-buat?" Rosella menggerutu dalam hati. Rosella sama sekali tidak tahu apa-apa tentang catur. Biasanya tidak butuh waktu lama bagi Rosella untuk mengingat sesuatu dengan ingatannya, tetapi dalam hal ini, ia sama sekali tidak tahu. Rosella harus mengalihkan perhatian Rex sehingga Rex tidak sadar kalau ia tidak tahu apa yang ia lakukan.Rosella bahkan tidak tahu nama separuh bidaknya, apalagi cara memainkannya. Rosella mencoba mencari di otaknya untuk melihat apakah ia dapat mengingat momen saat orang lain bermain di dekatnya. Kalau saja ia dapat mengingatnya, setidaknya ia dapat mengambil bebe
"Dokumen untuk kesepakatan Park Hill hampir selesai, dan aku akan mengirimkannya kepadamu sore ini. Kami memiliki beberapa petunjuk tentang SUV hitam yang kami incar. Polisi tidak banyak membantu, tetapi orang yang memiliki perusahaan teknologi di lantai atas, Maxim, sedang mengerjakan semacam pengenalan karakter. Aku tidak begitu memahaminya, tetapi dia berpikir bahwa dengan melapisi foto-foto dari CCTV dan membandingkan bentuk-bentuk piksel dengan basis data gambar, kita akan dapat mengidentifikasi pelat nomor SUV tersebut. Aku tidak berpikir itu dapat dilakukan, tetapi dia cukup yakin. Itu berarti kita seharusnya dapat kembali ke kantor sekitar minggu depan mungkin,” beber Cannor. “Tidak perlu terburu-buru,” kata Rex pada Connor. “Kita tidak terburu-buru.”“Kurang dari 24 jam yang lalu kau marah karena kita bekerja di rumah dan ingin mengembalikan hukuman rajam,” Cannor berteriak.“Aku lapar. Aku sudah lama tidak makan, dan emosiku menguasai diriku. Jangan terburu-bu
Rosella mengerang ketika merasakan batang Rex menekan pantatnya. Sementara, tangan Rex menyelinap untuk masuk ke dalam kemeja Rosella. Jari-jari Rex menelusuri perut Rosella hingga ia mencapai kancing celana panjangnya. Rex lalu menarik, melepaskan kancing sebelum mendorong celana Rosella ke bawah kakinya.“Apakah ini yang ada dalam pikiranmu? Ketika kau terus bicara, Rosella?” Kali ini ketika Rex menggerakkan tangannya ke perut Rosella, ia terus turun sampai ke antara kedua paha Rosella. Rosella menggigit bagian dalam pipinya ketika ia mendengar Rex mengeluarkan kutukan pelan di bawah napasnya. Rosella menutup matanya. Ia tidak yakin apakah itu malu atau bukan, tetapi tidak dapat disangkal sekarang bahwa ia terangsang. Celana dalamnya yang basah adalah semua bukti yang Rex butuhkan.“Jawab aku,” tuntut Rex. “Pergilah ke neraka.” Rosella menjerit kecil ketika tangan Rex turun ke pantatnya. Kejutan rasa sakit menghantamnya, entah bagaimana langsung menuju klitorisny