Share

5. Tahu Diri

“Segera hubungi aku, Nolan. Aku membutuhkanmu!”

Daphne meremas rambutnya usai mengungkapkan kalimat permohonan melalui pesan suara yang dikirimkannya pada Nolan, kekasihnya. Sampai detik ini, pria itu tak kunjung muncul atau memberi kabar. Tepatnya semenjak para penagih utang datang dan menunjuk Daphne telah melakukan pinjaman besar, Nolan benar-benar menghilang—seolah ditelan bumi.

“Ya Tuhan, kau benar-benar melakukan semua ini padaku ... Nolan?” decaknya sambil menahan air mata. Sampai bayangan Adam dan beberapa penawaran terbaik muncul di benaknya sekarang. “Aku tidak yakin bisa melakukannya, membayar utang-utang kekasihku dengan cara mengandung anak Adam. Astaga ....”

Baru Daphne merebahkan diri di sofa ruang tamunya, pintu digebrak dari luar. Lalu suara teriakan yang memanggil namanya pun menyusul tak lama kemudian. Daphne terhenyak, buru-buru bangkit dan mendekati pintu. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum membukanya.

“Akhirnya kau membukanya, Nona Emilyn Daphne.”

Ia menahan napas mendapati sosok pria tinggi besar dan beberapa pria lain di belakang sana dengan perawakan tak jauh berbeda.

“Apa yang kalian inginkan?” tanyanya pelan, meski sudah tahu apa maksud dari para penagih itu datang menemuinya di malam menjelang larut begini.

“Tentu saja kami ingin menagih janjimu, Nona Cantik.” Satu telunjuk pria besar itu meraih dagu Daphne sekilas. “Kau tidak akan lupa, ‘kan?”

Daphne menepis kuat-kuat dan menarik langkah mundur saat pria itu dengan lancang memasuki kediamannya. Daphne pasrah, sadar diri mengingat tubuhnya yang kecil sudah pasti kalah dengan beberapa pria di hadapannya.

“Ini sudah malam, jangan melakukan apa pun—“

“Kami hanya menagih hak kami!” Salah seorang pria menerobos dan mendekatinya dengan cepat. “Kau sudah berjanji kalau hari ini akan melunasi semuanya, ‘kan? Kalau tidak, kami bisa melakukan apa pun. APA PUN!”

Daphne menelan ludah kepayahan. Ia mengatupkan rahang dan memalingkan wajah secepatnya. Sampai beberapa pria berkeliling ke dalam unit apartemennya, entah mencari apa. Nyatanya ia tak memiliki banyak uang cash ataupun di rekening bank.

“Tolong, hentikan ....” Daphne memohon saat para penagih itu mengobrak-abrik kediamannya, bahkan tak sedikit barang yang dirusak. “Apa kalian tidak bisa melakukannya dengan cara baik-baik?” isaknya.

Satu pria mendatanginya, menempelinya dengan cara menjijikan. Belum lagi sorot mata yang menghujam Daphne dan tangan-tangan yang mampu membuatnya makin geram.

“Hentikan!” pekik Daphne ketika tubuhnya mulai digerayangi berlebihan. “Kumohon hentikan—“

Pria itu tergelak dan disusul semua orang dengan tatapan menggelikan yang sama. “Lunasi dulu utangmu sekarang, baru kami akan berhenti, Nona.”

“Itu benar, atau kau mau bersenang-senang dengan kami sekarang?” goda seorang pria lain. “Aku tidak akan menolak, kita bisa bergilir melakukannya.”

“Tidak!” Daphne menggeleng kencang, penuh penolakan. “Aku akan membayarnya!”

Ia tak sadar sudah memberikan harapan kosong pada para penagih di saat ia belum sepenuhnya yakin menyetujui penawaran Adam dan Mosha. Namun melihat bagaimana bengisnya pria-pria di sekelilingnya, ia tak memiliki pilihan lain.

Daphne meraih ponsel dan segera mengetuk kontak Adam untuk memanggilnya. Tak lama panggilannya diangkat dan suara Adam berhasil menyurutkan ketakutannya sekarang. Daphne menahan napas sampai akhirnya mengucapkan bahwa ia menginginkan semua tawaran Adam.

“Kumohon, datang sekarang juga, Adam.” Napas Daphne terengah-engah. Kepalanya tertunduk dalam, enggan mengangkat wajah, apalagi sampai memandangi wajah-wajah bengis yang masih berdiri di sekitarnya. “Aku menunggumu,” tambahnya lagi sebelum mematikan telepon.

“Rupanya selain Nolan, kau memiliki pria lain, ya,” celetuk salah satu pria. “Benar-benar luar biasa.”

“Diamlah!” teriak Daphne kesal. “Yang terpenting, aku akan membayar semuanya lunas malam ini.”

Dengan kalimat itu, para penagih terdiam dan tak lagi bergerak merusak barang-barang Daphne. Mereka tetap berdiri di tempat, ada pula yang keluar untuk menyalakan rokok dan menunggu hingga orang yang diminta Daphne datang.

“Daph?” Suara Adam menggema tak lama kemudian. “Daphne?”

Refleks tubuh Daphne merosot ke lantai karena lemas. Ia menangkap keberadaan Adam yang menghampirinya dengan wajah cemas. Raut yang diharapkan Daphne jika itu Nolan.

“Kau baik-baik saja?” tanya Adam lagi.

Daphne memaksakan senyum sekalipun tubuhnya hanya menyisakan tenaga sedikit. “Tolong lunasi utang-utangku pada mereka, Adam. Sekarang juga.”

Adam mengangguk. “Orangku sudah mengurusnya,” jawabnya tenang. “Kita tenangkan dirimu dulu, ya. Aku bantu.”

Daphne bisa merasakan tangan Adam melingkar baik di pinggulnya. Ada sensasi hangat ketika ia dibantu berdiri sampai menduduki sofa dengan nyaman. Lalu Adam melepaskan jaket yang dikenakannya dan diberikan untuk Daphne.

“Kau perlu sesuatu?” tawar Adam masih menunjukkan kepedulian besar.

Daphne menggeleng pelan. “Terima kasih sudah datang,” cicitnya dengan sedikit gemetaran.

“Semua sudah aman, aku ada di sini bersamamu, Daph.” Adam merengkuh tubuh Daphne, membawanya ke dalam dekapan hangat. “Tenang.”

Di pelukan Adam, Daphne menangis. Ia mengucapkan nama kekasihnya yang brengs*k terus menerus karena masih berharap Nolan akan datang membantunya dan mengajaknya keluar dari masalah ini. Namun Daphne justru menelan kenyataan pahit karena Nolan tidak akan pernah datang.

“Aku akan membawamu ke rumah sakit sekarang, Daph,” gumam Adam waktu mengendurkan pelukan. “Kau terlihat kurang sehat, apalagi setelah kejadian tadi.”

“Adam, a-aku ....”

“Biarkan Jordy yang membawa Daphne ke rumah sakit.” Siapa sangka suara tegas itu mampu memotong ucapan Daphne yang terbata. Selain Adam, Mosha juga turut serta datang ke apartemennya di malam begini. “Kita bisa pulang ke rumah sekarang, Sayang.”

Daphne mengulum bibir dan mengangguk. Ia tak memiliki hak untuk menyela apalagi sampai meminta Adam menemaninya ke rumah sakit. Adam milik Mosha sepenuhnya, dan Adam tidak ada tanggungjawab membantu Daphne terus menerus.

Adam menatap Daphne sekilas, lalu mengalihkan pandangan pada sang istri. “Kita pulang, tapi—“

“Tidak ada tapi-tapi,” potong Mosha tegas dan menekan. “Aku sudah lelah menunggu, kita harus melanjutkan kegiatan kita sebagai suami-istri. Bukankah begitu, Daphne?”

Mata Daphne membelalak, tak mengerti mengapa pertanyaan itu diluncurkan kepadanya. “Oh, ya. Ya benar begitu.”

“Ayolah.” Mosha merengek sambil mengulurkan tangan pada Adam. “Sayang?”

Adam menatap Daphne lagi sebelum meraih tangan Mosha. “Aku akan menemuimu besok pagi, Daph,” bisiknya yang hanya mampu didengar Daphne. “Cepatlah membaik.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status