Share

5. Tahu Diri

Penulis: Namericanou
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Segera hubungi aku, Nolan. Aku membutuhkanmu!”

Daphne meremas rambutnya usai mengungkapkan kalimat permohonan melalui pesan suara yang dikirimkannya pada Nolan, kekasihnya. Sampai detik ini, pria itu tak kunjung muncul atau memberi kabar. Tepatnya semenjak para penagih utang datang dan menunjuk Daphne telah melakukan pinjaman besar, Nolan benar-benar menghilang—seolah ditelan bumi.

“Ya Tuhan, kau benar-benar melakukan semua ini padaku ... Nolan?” decaknya sambil menahan air mata. Sampai bayangan Adam dan beberapa penawaran terbaik muncul di benaknya sekarang. “Aku tidak yakin bisa melakukannya, membayar utang-utang kekasihku dengan cara mengandung anak Adam. Astaga ....”

Baru Daphne merebahkan diri di sofa ruang tamunya, pintu digebrak dari luar. Lalu suara teriakan yang memanggil namanya pun menyusul tak lama kemudian. Daphne terhenyak, buru-buru bangkit dan mendekati pintu. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum membukanya.

“Akhirnya kau membukanya, Nona Emilyn Daphne.”

Ia menahan napas mendapati sosok pria tinggi besar dan beberapa pria lain di belakang sana dengan perawakan tak jauh berbeda.

“Apa yang kalian inginkan?” tanyanya pelan, meski sudah tahu apa maksud dari para penagih itu datang menemuinya di malam menjelang larut begini.

“Tentu saja kami ingin menagih janjimu, Nona Cantik.” Satu telunjuk pria besar itu meraih dagu Daphne sekilas. “Kau tidak akan lupa, ‘kan?”

Daphne menepis kuat-kuat dan menarik langkah mundur saat pria itu dengan lancang memasuki kediamannya. Daphne pasrah, sadar diri mengingat tubuhnya yang kecil sudah pasti kalah dengan beberapa pria di hadapannya.

“Ini sudah malam, jangan melakukan apa pun—“

“Kami hanya menagih hak kami!” Salah seorang pria menerobos dan mendekatinya dengan cepat. “Kau sudah berjanji kalau hari ini akan melunasi semuanya, ‘kan? Kalau tidak, kami bisa melakukan apa pun. APA PUN!”

Daphne menelan ludah kepayahan. Ia mengatupkan rahang dan memalingkan wajah secepatnya. Sampai beberapa pria berkeliling ke dalam unit apartemennya, entah mencari apa. Nyatanya ia tak memiliki banyak uang cash ataupun di rekening bank.

“Tolong, hentikan ....” Daphne memohon saat para penagih itu mengobrak-abrik kediamannya, bahkan tak sedikit barang yang dirusak. “Apa kalian tidak bisa melakukannya dengan cara baik-baik?” isaknya.

Satu pria mendatanginya, menempelinya dengan cara menjijikan. Belum lagi sorot mata yang menghujam Daphne dan tangan-tangan yang mampu membuatnya makin geram.

“Hentikan!” pekik Daphne ketika tubuhnya mulai digerayangi berlebihan. “Kumohon hentikan—“

Pria itu tergelak dan disusul semua orang dengan tatapan menggelikan yang sama. “Lunasi dulu utangmu sekarang, baru kami akan berhenti, Nona.”

“Itu benar, atau kau mau bersenang-senang dengan kami sekarang?” goda seorang pria lain. “Aku tidak akan menolak, kita bisa bergilir melakukannya.”

“Tidak!” Daphne menggeleng kencang, penuh penolakan. “Aku akan membayarnya!”

Ia tak sadar sudah memberikan harapan kosong pada para penagih di saat ia belum sepenuhnya yakin menyetujui penawaran Adam dan Mosha. Namun melihat bagaimana bengisnya pria-pria di sekelilingnya, ia tak memiliki pilihan lain.

Daphne meraih ponsel dan segera mengetuk kontak Adam untuk memanggilnya. Tak lama panggilannya diangkat dan suara Adam berhasil menyurutkan ketakutannya sekarang. Daphne menahan napas sampai akhirnya mengucapkan bahwa ia menginginkan semua tawaran Adam.

“Kumohon, datang sekarang juga, Adam.” Napas Daphne terengah-engah. Kepalanya tertunduk dalam, enggan mengangkat wajah, apalagi sampai memandangi wajah-wajah bengis yang masih berdiri di sekitarnya. “Aku menunggumu,” tambahnya lagi sebelum mematikan telepon.

“Rupanya selain Nolan, kau memiliki pria lain, ya,” celetuk salah satu pria. “Benar-benar luar biasa.”

“Diamlah!” teriak Daphne kesal. “Yang terpenting, aku akan membayar semuanya lunas malam ini.”

Dengan kalimat itu, para penagih terdiam dan tak lagi bergerak merusak barang-barang Daphne. Mereka tetap berdiri di tempat, ada pula yang keluar untuk menyalakan rokok dan menunggu hingga orang yang diminta Daphne datang.

“Daph?” Suara Adam menggema tak lama kemudian. “Daphne?”

Refleks tubuh Daphne merosot ke lantai karena lemas. Ia menangkap keberadaan Adam yang menghampirinya dengan wajah cemas. Raut yang diharapkan Daphne jika itu Nolan.

“Kau baik-baik saja?” tanya Adam lagi.

Daphne memaksakan senyum sekalipun tubuhnya hanya menyisakan tenaga sedikit. “Tolong lunasi utang-utangku pada mereka, Adam. Sekarang juga.”

Adam mengangguk. “Orangku sudah mengurusnya,” jawabnya tenang. “Kita tenangkan dirimu dulu, ya. Aku bantu.”

Daphne bisa merasakan tangan Adam melingkar baik di pinggulnya. Ada sensasi hangat ketika ia dibantu berdiri sampai menduduki sofa dengan nyaman. Lalu Adam melepaskan jaket yang dikenakannya dan diberikan untuk Daphne.

“Kau perlu sesuatu?” tawar Adam masih menunjukkan kepedulian besar.

Daphne menggeleng pelan. “Terima kasih sudah datang,” cicitnya dengan sedikit gemetaran.

“Semua sudah aman, aku ada di sini bersamamu, Daph.” Adam merengkuh tubuh Daphne, membawanya ke dalam dekapan hangat. “Tenang.”

Di pelukan Adam, Daphne menangis. Ia mengucapkan nama kekasihnya yang brengs*k terus menerus karena masih berharap Nolan akan datang membantunya dan mengajaknya keluar dari masalah ini. Namun Daphne justru menelan kenyataan pahit karena Nolan tidak akan pernah datang.

“Aku akan membawamu ke rumah sakit sekarang, Daph,” gumam Adam waktu mengendurkan pelukan. “Kau terlihat kurang sehat, apalagi setelah kejadian tadi.”

“Adam, a-aku ....”

“Biarkan Jordy yang membawa Daphne ke rumah sakit.” Siapa sangka suara tegas itu mampu memotong ucapan Daphne yang terbata. Selain Adam, Mosha juga turut serta datang ke apartemennya di malam begini. “Kita bisa pulang ke rumah sekarang, Sayang.”

Daphne mengulum bibir dan mengangguk. Ia tak memiliki hak untuk menyela apalagi sampai meminta Adam menemaninya ke rumah sakit. Adam milik Mosha sepenuhnya, dan Adam tidak ada tanggungjawab membantu Daphne terus menerus.

Adam menatap Daphne sekilas, lalu mengalihkan pandangan pada sang istri. “Kita pulang, tapi—“

“Tidak ada tapi-tapi,” potong Mosha tegas dan menekan. “Aku sudah lelah menunggu, kita harus melanjutkan kegiatan kita sebagai suami-istri. Bukankah begitu, Daphne?”

Mata Daphne membelalak, tak mengerti mengapa pertanyaan itu diluncurkan kepadanya. “Oh, ya. Ya benar begitu.”

“Ayolah.” Mosha merengek sambil mengulurkan tangan pada Adam. “Sayang?”

Adam menatap Daphne lagi sebelum meraih tangan Mosha. “Aku akan menemuimu besok pagi, Daph,” bisiknya yang hanya mampu didengar Daphne. “Cepatlah membaik.”

Bab terkait

  • Mauku Jadi Satu-satunya!   6. Kesepakatan

    Tubuh Daphne masih gemetaran sesekali ketika mendengar suara yang mengejutkannya. Meski kini ia bermalam di rumah sakit atas permintaan anak buah Mosha, rasanya tetap menegangkan. Bayangan pria-pria besar yang terlihat bengis terus terlintas di ingatannya. “Sampai kapan aku di sini?” tanyanya pada seorang pria yang membawanya ke rumah sakit. Pria itu baru muncul setelah dua jam lalu pamit pergi keluar. “Sebaiknya kau tidur, Nona.” Ajudan Mosha yang bernama Jordy itu menduduki kursi di dekat pintu. “Nyonya Mosha akan kembali pagi nanti. Ini masih jam 5.” Daphne bangkit duduk sambil menyandarkan punggung di tumpukan bantal. “Aku tidak bisa tidur,” akunya. Sangat sulit untuk memejamkan mata setelah kejadian menegangkan itu di apartemennya. “Bisakah kau mengantarku pulang?” Jordy menggeleng cepat. “Sepulang dari sini, kau akan pindah ke apartemen yang telah disediakan Tuan Livingston,” jelasnya mengejutkan Daphne. Daphne meremas selimutnya kuat-kuat. “Lalu barang-barangku—“ “Semua am

  • Mauku Jadi Satu-satunya!   7. Takut Terpedaya

    Mungkin Adam benar-benar telah diperdaya. Ia bisa saja menolak dan meninggalkan Daphne setelah kecupan tak sengaja yang dilanjutkan dengan hal di luar duga. Bodohnya ia meminta lebih, memanfaatkan bagaimana kesempatan itu ada.“Daph ...” panggilnya lemah saat menatap Daphne yang wajahnya telah merah merona. Entah karena kepanasan atau sama terbakarnya seperti dirinya sekarang.Mata bulat itu membalas tatapnya cukup sendu. Bibirnya bergerak, tapi urung memberikan suara. Namun rupanya tangan mungil itu sudah beraksi di bawah sana, menyentuh milik Adam dari luar hingga mengacak-acak pertahanan.“Shit,” maki Adam sambil mengerang. “Daph, kau—“Daphne merendahkan diri. Wajahnya mengarah ke bagian bawah Adam dan refleks Adam membuka kedua kakinya seolah menyambut layanan si wanita. Kedua matanya memejam perlahan, menikmati tiap-tiap gerakan yang dibuat Daphne untuknya.Tubuhnya menegang bagai disengat lebah. Namun sengatan ini justru memabukkan. Remasan tangan Adam kian mengerat sejalan den

  • Mauku Jadi Satu-satunya!   8. Apa Hakmu Melarangku?

    Adam mendekatkan jemarinya ke mulut, menggigiti kuku ketika gelisah menyerang. Sentuhan tangan Daphne masih membekas jelas di kepala, bahkan inti tubuhnya yang terus memunculkan tanda-tanda aneh. Tak biasanya ia bersikap seperti ini setelah berhubungan dengan wanita.Apalagi sensasinya sungguh liar dan menggaung seolah tak ingin dihempaskan. Pikirannya melulu tentang Daphne alih-alih Mosha, istrinya sendiri. Baru semalam ia menjamah istrinya, tapi kegiatan itu bagaikan rutinitas bukan kegiatan panas yang membakar kesadarannya seperti yang dilakukan Daphne padanya.“Sial, seperti anak remaja saja,” gumamnya dalam hati tentang sikapnya ini. “Kau bisa melakukannya dengan Mosha berkali-kali, Bodoh!”Adam melepaskan jas dan memberikannya pada salah satu bawahan yang membukakan pintu mobil untuknya. Ia turun dan melangkah panjang ke dalam bangunan luas nan megah.“Nolan Wynn baru saja keluar dari motel, Tuan.” Hiro, asistennya menyambut kedatangannya di ruang kerja kantornya dengan sejumput

  • Mauku Jadi Satu-satunya!   9. Dia Datang

    Daphne terpaku pada benda yang terus menyuarakan dering telepon. Menampilkan nama Nolan yang tertera jelas di sana. Pedih dan bimbang ketika ia membiarkannya sampai layar redup dan dring tak lagi terdengar.“Kenapa tidak diangkat, Nona?” Kepala Maria menyembul di depannya sejalan dengan suara wanita itu yang tertetangkap telinga.Daphne membuang napas kasar, menoleh dan menatap Maria. “Kau pasti mendengar semuanya soal bagaimana Adam yang melarangku.”Ia sudah pasrah dengan pembicaraan yang diisi debat panas bersama Adam tadi akan didengar Maria dengan jelas. Ia pun tak peduli bagaimana tanggapan Maria tentangnya setelah itu.Maria mengangguk pelan. “Apa yang dikatakan Tuan mungkin ada benarnya, tapi semua itu kembali pada keputusan Nona.” Wanita itu beringsut ke samping Daphne. “Nona berhak atas semua itu, ‘kan?”Setelah menghadapi kekesalan serius yang memenuhi benaknya, Daphne menarik napas dalam-dalam. Mulai merasa lega.“Kau benar.” Senyum samar sedikit terukir di bibirnya. “Apa

  • Mauku Jadi Satu-satunya!   10. Kau Harus Bekerja

    “Aku dengar, apa kau mengikuti Nolan Wynn?”Mendengar nama kekasih Daphne disebut, punggung Adam terasa basah. Gugup menyerang ketika Mosha menatapnya lurus melalui pantulan cermin.“Hmm, ya.” Adam menghentikan gerak tangannya saat mengenakan arloji dan bergerak memutar ke belakang untuk menghadapi Mosha. “Aku pikir itu perlu dilakukan agar Daphne bisa fokus dengan pekerjaannya. Sampai anakku lahir nanti.” “Tapi kurasa itu berlebihan.” Mosha menelengkan kepala. “Kau terlihat ikut campur dengan kehidupan pribadi Emilyn Daphne.”“Aku hanya mengurangi resiko, My Love,” kata Adam melembut sambil mendekati Mosha yang masih mengenakan gaun tidur. “Kalau Nolan berani mendekati Daphne dan mengacaukan semuanya, rencana kita tidak akan berhasil.”“Mengurangi resiko, ya?” ulang Mosha dengan suara menekan dan penuh intimidasi. “Aku melihatnya lain dari sorot matamu, Adam. Kau begitu peduli dengan Daphne alih-alih istri sendiri.”Adam membuang napas pelan, lalu menyangkal, “Jangan berlebihan, Mosh

  • Mauku Jadi Satu-satunya!   11. Masih Ada Tempat Lain

    Bab 11.Pandangan Daphne masih terpaku pada tautan yang dibuat Adam di tangannya. Saat ia sudah naik ke mobil pun, Adam belum melepaskannya sama sekali. Jika alasannya karena Nolan, bukankah seharusnya pria itu mengakhirinya begitu duduk di mobil seperti sekarang?“Aku akan tinggal sedikit lebih lama,” kata Adam pada asisten pribadinya yang sigap membukakan pintu begitu tiba di lobi apartemen.“Baik, Tuan.”Adam menoleh ke arahnya sekilas sambil mengeratkan pegangan. Tanpa banyak bicara, ia melangkah di belakang pria itu hingga memasuki kotak besi menuju lantai yang dituju.“Bisakah kau melepaskan tanganmu dariku?” tanya Daphne lirih sambil menatap jemari Adam yang masih tersemat cincin pernikahan.“O-oh, maafkan aku!” seru Adam yang sontak melepaskan tangan Daphne. Ia menatap telapak tangan sekilas sebelum memasukkanya ke dalam saku celana. “Aku tidak menyangka Nolan akan menemuimu pagi ini.”“Well, itulah yang dilakukan pria pada kekasihnya,” balas Daphne sedikit menyombongkan diri.

  • Mauku Jadi Satu-satunya!   12. Terjebak Rumor Palsu

    12“Akhir-akhir ini kau pulang terlambat, Adam,” singgung Mosha yang duduk di ruang tengah begitu Adam memasuki kediamannya. “Apa begitu banyak masalah di perusahaan dan kau yang turun tangan menyelesaikan semuanya?”Adam menelan ludah mendapati perkataan penuh sindiran dari sang istri. Ia merangkum wajah Mosha ketika berdiri di hadapan wanita itu setelah buru-buru menghampiri. Jas yang dikenakannya perlahan dilepas dan diberikan pada sang istri, mengingat musim dingin mulai tiba.Urung membalas, Adam merangkul pinggul istrinya dan mengajaknya masuk ke kamar. Ia tak ingin membuat pelayan heboh bergosip tentang hubungannya di rumah. Apalagi kalau sampai hal itu didengar orang tuanya, ia mungkin langsung dipanggil untuk menghadap.“Maafkan aku, My Love.” Adam menangkup wajah Mosha yang kecil begitu berhasil menutup pintu kamar rapat-rapat. “Aku harus membagi jadwal untuk ke apartemen Daphne.”Selalu ada ketakutan dan kekhawatiran yang menyerang benak Adam ketika Mosha menyambutnya denga

  • Mauku Jadi Satu-satunya!   13. Mendadak Mual

    Di bawah shower menyala, Daphne mengamati kedua kakinya yang basah. Busa dari sabun cairnya sudah luruh dan mengalir ke lubang pembuangan. Namun ia tetap merasa kotor tiap kali Adam mencumbunya.Hampir sebulan lamanya Daphne berserah diri. Bahkan ia tetap menyambut kedatangan Adam yang selalu singgah hampir setiap hari. Pria itu benar-benar menyalahi aturan yang dibuat Mosha, tapi Daphne tidak mengeluh sama sekali. Perlahan, ia mulai terbiasa dan berpikir menikmati tiap waktu yang ada.“Kau sudah bertemu Nolan lagi setelah di kafe itu?” tanya Adam saat Daphne keluar dari kamar mandi dengan balutan bathrobe putih.“Apa pedulimu?” Daphne melirik sekilas dan melanjutkan langkah mengambil pakaian di walk in closet.“Jawab saja.” Adam saat itu tengah duduk di mini sofa, hanya mengenakan celana pendek dan membiarkan tubuh bagian atasnya terbuka. Ia mengarahkan tatap tajam pada Daphne

Bab terbaru

  • Mauku Jadi Satu-satunya!   37. Tinggallah Bersamaku

    Ini hari kesekian Adam mengunjungi Daphne di apartemen. Mereka terus melakukannya sampai tanda-tanda kehamilan muncul. Daphne tak lagi mengeluhkan apa pun, ia bertahan dan menghadapi segalanya bersama Adam.“Kau akan langsung pergi setelah ini?” tanya Daphne sambil menyentuh lengan Adam yang kala itu hendak beringsut dari ranjang. “Tidakkah kau ingin tinggal sebentar di sini?”Adam menoleh sesaat dan melemparkan senyum tipis. Pria berkulit eksotis itu meraih tangan Daphne dan menyingkirkan dari lengannya pelan.“Ada banyak pekerjaan di kantor, kalau kau butuh sesuatu bilang saja pada Maria,” tandas Adam yang gelagatnya makin menarik diri—setiap hari. “Atau pada asisten pribadiku.”“Mosha sedang berkeliling luar negeri untuk menyelesaikan lukisannya, Adam.” Daphne menarik selimut guna menutupi tubuhnya. “Tinggallah di sini sebentar saja. Aku hanya ingin melihatmu lebih lama, tidak seperti ini.”“Daph, kau tau semua ini kesalahan?”Suara Adam yang berat itu menyapu ruangan. Sesaat pria

  • Mauku Jadi Satu-satunya!   36. Mauku Jadi Satu-satunya!

    Taman di area apartemen mewah yang ditinggalinya cukup menyita perhatian. Ada banyak hal yang bisa digalinya dengan baik, terutama pemandangan dengan berbagai bunga. Daphne tersenyum senang. Ini sudah dua kalinya ia keluar unit dan menyambangi taman bunga tersebut. Daripada berdiam diri di apartemen dan menghabiskan waktu menonton drama, lebih baik seperti ini."Tuan Adam ada di sini, Nona." Suara Maria mengalun pelan tepat di sebelah telinga kanan Daphne. "Mungkin dalam beberapa menit akan sampai."Daphne berjengkit kemudian. Ia lekas menoleh pada Maria yang tersenyum senang padanya."Dia benar-benar datang?" tanyanya tak percaya. Begitu mendapat anggukan dari Maria, Daphne pun yakin. "Kita harus kembali ke unit, Maria. Sekarang!"Maria menggeleng sambil menyentuh lengan Daphne pelan. "Tuan akan ke mari. Dia sudah tahu kau ada di sini, Nona.""Benarkah?" Gelenyar hangat dan membahagiakan memenuhi benak Daphne. Ia sudah menunggu kehadiran Adam dalam waktu cukup lama. Lalu sekarang,

  • Mauku Jadi Satu-satunya!   35. Berdusta Lagi

    Adam menghampiri Mosha yang fokus dengan peralatan lukisnya. Wanita itu telah menghabiskan beberapa hari di ruang sendiri untuk menggoreskan kuas di atas kanvas putih. Dan itu membuat hubungan Adam dan Mosha kian renggang.“Aku membuatkan makan malam untukmu, kau mau mencobanya sedikit?” tanyanya setelah memerhatikan Mosha dari belakang dan berani lebih mendekat.Tanpa menoleh, Mosha menjawab, “Taruh saja di meja, aku akan memakannya nanti.”“Akhir-akhir ini kau selalu sibuk,” tukas Adam yang kini memberanikan diri bersisian dengan Mosha. “Apa yang sedang kau kerjakan, My Love?”Tubuh Adam direndahkan untuk bisa melihat hasil lukisan sang istri dengan baik. Tentunya ingin lebih memahami makna yang dilukis sang istri.Namun baru beberapa detik, Mosha menyingkirkan kanvas itu dan meletakkanya di lantai. Seolah tak berharga sama sekali.“Aku mencoba melukis lagi,” balas Mosha seraya bangkit dan membelakangi Adam. “Beberapa galeri menanyakanku.”Adam menatap punggung Mosha yang dibalut ou

  • Mauku Jadi Satu-satunya!   34. Kau Mencintainya, Aku Tahu

    "Kudengar program soal wanita sewaan yang akan melahirkan keturunan Livingston gagal?"Adam berusaha tenang menghadapi sindiran dari ayah mertuanya. Setelah Adam pergi meninggalkan Mosha di negeri orang karena Daphne, sudah sepantasnya ia mendapatkan tanggapan negatif dari orang tua sang istri—seperti sekarang."Apa kau akan mengulangi lagi dari awal atau mencari wanita yang lebih subur dan mandiri?"Adam menelan ludah, tapi rautnya masih cukup terlihat tenang di atas bangkunya. Ia sempat menatap Mosha yang tetap diam seperti boneka dengan gaun peraknya yang tampak elegan.Wanita itu rupanya tetap datang, bahkan setelah kejadian pilu ini. Ingin sekali Adam menanyakan kabar Mosha dan apa yang tengah dirasakan wanita itu, tapi jarak duduk mereka terlampau jauh. Mosha menempati kursi di ujung, sementara Adam diapit kedua orang tuanya.Sampai kemudian, ibu Mosha angkat suara dan ikut mengompori, "Setidaknya jangan asal merekrut wanita yang manja dan membuat istrimu cemburu. Kau tentu mas

  • Mauku Jadi Satu-satunya!   33. Nikmati Saja

    “Kau bicara apa, sih?”Adam mendengkus dan memalingkan wajah ke lain sisi alih-alih membalas tatapan pongah Tabitha.Pria itu sepertinya sudah siap menyangkal apa pun yang dituduhkan Tabitha. Salah satunya soal dugaan perasaan khususnya pada Daphne yang terkesan konyol. “Tuan Adam Livingston, kau harus tahu aku melihat pakaian-pakaianmu di kamar Daphne. Bukankah itu tidak masuk akal kalau hubungan kalian sekadar partner bisnis?” Tabitha makin percaya diri saat melontarkan kata-katanya. “Kau bahkan meninggalkan pakaian dalammu!”Melihat hal itu, Daphne menghela napas. Tak percaya sahabatnya berani mengungkap fakta tentang Adam cukup blak-blakan.“Tabitha, hentikan—“ pinta Daphne yang kontan dipotong Tabitha bersama pelototan galaknya. “Berhentilah menutupi itu semua, Daph. Kalian ini benar-benar seperti anak remaja yang sedang menggebu-gebu untuk bercinta. Astaga ....” Tabitha bergidik ngeri menyaksikan Daphne dan Adam saling berubah malu-malu kucing. Sampai kemudian, Adam memaling

  • Mauku Jadi Satu-satunya!   32. Sama-sama Berhasrat

    “Apa kau berniat mengakhiri ini semua?” Adam angkat suara setelah Tabitha keluar dari ruangan dengan wajah dongkol. “Tabitha ... apa yang dibicarakannya tadi, kau akan pergi?”Setelah memandangi pintu yang ditutup dari luar, tatapan Daphne beralih pada Adam. kepalanya mendongak karena perbedaan tinggi tubuh mereka sekarang.“Menurutmu?” tanya Daphne serak.Tangan Daphne menarik pinggiran kaus yang dikenakan Adam. Ia meremasnya kuat-kuat sejalan dengan nyeri yang makin terasa bersamaan dengan sosok pria itu yang kini kian mendekat padanya. Bahkan ia bisa merasakan aroma khas tubuh Adam dan sapuan napas berat sang pria yang dirindukannya.Tanpa meminta apa-apa, Adam merengkuhnya. Membawa tubuh Daphne dalam pelukan hangat untuk menguatkan. Sapuan di punggung terasa nyaman dan itulah yang Daphne butuhkan sejak lama.“Aku tidak tahu seperti apa ke depannya, Daph,” gumam Adam di sela pelukan.Napas Daphne tersumbat. Pipinya melekat pada dada bidang Adam yang membusung. “Bayinya ... bayimu s

  • Mauku Jadi Satu-satunya!   31. Mungkinkah Usai?

    Kedua tangan Daphne mencengkeram erat sisi bajunya yang telah diganti dengan yang baru. Lebih bersih dan tak lagi berbau anyir seperti sebelumnya.“Dengan berat hati, kami tidak bisa mempertahankannya, Nona,” ungkap dokter yang menanganinya dengan raut prihatin.Daphne tak sanggup melihat wanita itu. Ia memalingkan wajah dan menatap ke arah tirai yang menutupi jendela. Hari sudah petang dan langit mulai diserbu taburan bintang.Perihal kehilangan, sejauh ini Daphne sudah banyak melaluinya dengan batin lapang. Namun tidak secepat dan semenyesakkan ini. Ia baru menyadari kehadiran si janin dan mengakuinya sebagai darah dagingnya sendiri, tapi bayi itu pergi lebih cepat tanpa memberikan salam perpisahan.Sudah banyak air mata yang dikeluarkan. Mata Daphne memanas saat merasakan nyeri di batinnya. Ia meraba perutnya yang kembali rata dan kosong tanpa berpenghuni.“Terima kasih, Dokter,” kata Tabitha mewakili Daphne.Begitu dokter dan perawat keluar dari ruangan, Daphne menghalau matanya m

  • Mauku Jadi Satu-satunya!   30. Pergilah, Adam

    “Apa yang kau lakukan, Mosha?”Kening Adam masih berkerut dalam, kedua alisnya pun bertaut begitu membaca nama Daphne masuk ke daftar peneleponnya beberapa jam lalu. Tepatnya saat ia tertidur, wanita itu menelepon setelah sekian lama.Adam mengira semua ini mimpi karena selama ini Daphne tak mencarinya. Ia sendiri pun menghilang karena memikirkan perasaan sang istri. Namun sekarang, rasanya ia baru dikhianati karena Mosha menyembunyikan itu semua darinya—terutama tentang Daphne.Mosha meliriknya sesaat dan melanjutkan mengenakan rangkaian skin care ke wajah. Mata wanita itu menatapnya melalui pantulan cermin besar.“Kau tidak mau menjawabnya?” Adam bangkit sejalan dengan pertanyaan yang terlontar dari mulutnya. “Kenapa kau tidak bilang kalau Daphne menghubungiku?”Adam makin geram, tapi tetap mencoba tenang. Bertahun-tahun mengenal Mosha, ia cukup paham menghadapi sang istri. Sekalipun kesabarannya makin menipis saat menyaksikan betapa santainya wanita itu merawat diri alih-alih menja

  • Mauku Jadi Satu-satunya!   29. Aku Gagal

    Daphne sudah mencobanya. Menyantap masakan Tabitha dan Maria, tapi hasilnya tetap sama. Ia kembali memuntahkan semuanya dan berakhir lemas di ranjang.“Bukankah kau harus ke rumah sakit?” kata Tabitha cemas.Daphne hanya menatap, tak sanggup menggeleng karena kepalanya kelewat pening. “Kupikir aku hanya butuh istirahat.”“Tapi keadaan Nona sangat buruk,” timpal Maria memberi komentar. “Saya akan coba menghubungi sopir agar bisa mengantar kita ke rumah sakit.”Satu tangan Daphne terangkat dan bergerak mengibas. “Biarkan aku istirahat lebih dulu, Maria,” pintanya lemah. “Maafkan aku sudah banyak merepotkan kalian.”Tabitha terdecak dan bergerak mendekati Daphne. “Hentikan rasa tak enakmu itu!” dengkusnya. “Kau harus bertahan, setidaknya untuk dirimu sendiri. Kau ingat ada bayi di dalam perutmu ini, ‘kan?”Tentu saja Daphne tak lupa. Ia juga berusaha mempertahankan bayi Adam, tapi usahanya justru belum membuahkan hasil. Sekarang ia hanya ingin berdiam diri dan beristirahat sejenak setela

DMCA.com Protection Status