“Segera hubungi aku, Nolan. Aku membutuhkanmu!”
Daphne meremas rambutnya usai mengungkapkan kalimat permohonan melalui pesan suara yang dikirimkannya pada Nolan, kekasihnya. Sampai detik ini, pria itu tak kunjung muncul atau memberi kabar. Tepatnya semenjak para penagih utang datang dan menunjuk Daphne telah melakukan pinjaman besar, Nolan benar-benar menghilang—seolah ditelan bumi.
“Ya Tuhan, kau benar-benar melakukan semua ini padaku ... Nolan?” decaknya sambil menahan air mata. Sampai bayangan Adam dan beberapa penawaran terbaik muncul di benaknya sekarang. “Aku tidak yakin bisa melakukannya, membayar utang-utang kekasihku dengan cara mengandung anak Adam. Astaga ....”
Baru Daphne merebahkan diri di sofa ruang tamunya, pintu digebrak dari luar. Lalu suara teriakan yang memanggil namanya pun menyusul tak lama kemudian. Daphne terhenyak, buru-buru bangkit dan mendekati pintu. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum membukanya.
“Akhirnya kau membukanya, Nona Emilyn Daphne.”
Ia menahan napas mendapati sosok pria tinggi besar dan beberapa pria lain di belakang sana dengan perawakan tak jauh berbeda.
“Apa yang kalian inginkan?” tanyanya pelan, meski sudah tahu apa maksud dari para penagih itu datang menemuinya di malam menjelang larut begini.
“Tentu saja kami ingin menagih janjimu, Nona Cantik.” Satu telunjuk pria besar itu meraih dagu Daphne sekilas. “Kau tidak akan lupa, ‘kan?”
Daphne menepis kuat-kuat dan menarik langkah mundur saat pria itu dengan lancang memasuki kediamannya. Daphne pasrah, sadar diri mengingat tubuhnya yang kecil sudah pasti kalah dengan beberapa pria di hadapannya.
“Ini sudah malam, jangan melakukan apa pun—“
“Kami hanya menagih hak kami!” Salah seorang pria menerobos dan mendekatinya dengan cepat. “Kau sudah berjanji kalau hari ini akan melunasi semuanya, ‘kan? Kalau tidak, kami bisa melakukan apa pun. APA PUN!”
Daphne menelan ludah kepayahan. Ia mengatupkan rahang dan memalingkan wajah secepatnya. Sampai beberapa pria berkeliling ke dalam unit apartemennya, entah mencari apa. Nyatanya ia tak memiliki banyak uang cash ataupun di rekening bank.
“Tolong, hentikan ....” Daphne memohon saat para penagih itu mengobrak-abrik kediamannya, bahkan tak sedikit barang yang dirusak. “Apa kalian tidak bisa melakukannya dengan cara baik-baik?” isaknya.
Satu pria mendatanginya, menempelinya dengan cara menjijikan. Belum lagi sorot mata yang menghujam Daphne dan tangan-tangan yang mampu membuatnya makin geram.
“Hentikan!” pekik Daphne ketika tubuhnya mulai digerayangi berlebihan. “Kumohon hentikan—“
Pria itu tergelak dan disusul semua orang dengan tatapan menggelikan yang sama. “Lunasi dulu utangmu sekarang, baru kami akan berhenti, Nona.”
“Itu benar, atau kau mau bersenang-senang dengan kami sekarang?” goda seorang pria lain. “Aku tidak akan menolak, kita bisa bergilir melakukannya.”
“Tidak!” Daphne menggeleng kencang, penuh penolakan. “Aku akan membayarnya!”
Ia tak sadar sudah memberikan harapan kosong pada para penagih di saat ia belum sepenuhnya yakin menyetujui penawaran Adam dan Mosha. Namun melihat bagaimana bengisnya pria-pria di sekelilingnya, ia tak memiliki pilihan lain.
Daphne meraih ponsel dan segera mengetuk kontak Adam untuk memanggilnya. Tak lama panggilannya diangkat dan suara Adam berhasil menyurutkan ketakutannya sekarang. Daphne menahan napas sampai akhirnya mengucapkan bahwa ia menginginkan semua tawaran Adam.
“Kumohon, datang sekarang juga, Adam.” Napas Daphne terengah-engah. Kepalanya tertunduk dalam, enggan mengangkat wajah, apalagi sampai memandangi wajah-wajah bengis yang masih berdiri di sekitarnya. “Aku menunggumu,” tambahnya lagi sebelum mematikan telepon.
“Rupanya selain Nolan, kau memiliki pria lain, ya,” celetuk salah satu pria. “Benar-benar luar biasa.”
“Diamlah!” teriak Daphne kesal. “Yang terpenting, aku akan membayar semuanya lunas malam ini.”
Dengan kalimat itu, para penagih terdiam dan tak lagi bergerak merusak barang-barang Daphne. Mereka tetap berdiri di tempat, ada pula yang keluar untuk menyalakan rokok dan menunggu hingga orang yang diminta Daphne datang.
“Daph?” Suara Adam menggema tak lama kemudian. “Daphne?”
Refleks tubuh Daphne merosot ke lantai karena lemas. Ia menangkap keberadaan Adam yang menghampirinya dengan wajah cemas. Raut yang diharapkan Daphne jika itu Nolan.
“Kau baik-baik saja?” tanya Adam lagi.
Daphne memaksakan senyum sekalipun tubuhnya hanya menyisakan tenaga sedikit. “Tolong lunasi utang-utangku pada mereka, Adam. Sekarang juga.”
Adam mengangguk. “Orangku sudah mengurusnya,” jawabnya tenang. “Kita tenangkan dirimu dulu, ya. Aku bantu.”
Daphne bisa merasakan tangan Adam melingkar baik di pinggulnya. Ada sensasi hangat ketika ia dibantu berdiri sampai menduduki sofa dengan nyaman. Lalu Adam melepaskan jaket yang dikenakannya dan diberikan untuk Daphne.
“Kau perlu sesuatu?” tawar Adam masih menunjukkan kepedulian besar.
Daphne menggeleng pelan. “Terima kasih sudah datang,” cicitnya dengan sedikit gemetaran.
“Semua sudah aman, aku ada di sini bersamamu, Daph.” Adam merengkuh tubuh Daphne, membawanya ke dalam dekapan hangat. “Tenang.”
Di pelukan Adam, Daphne menangis. Ia mengucapkan nama kekasihnya yang brengs*k terus menerus karena masih berharap Nolan akan datang membantunya dan mengajaknya keluar dari masalah ini. Namun Daphne justru menelan kenyataan pahit karena Nolan tidak akan pernah datang.
“Aku akan membawamu ke rumah sakit sekarang, Daph,” gumam Adam waktu mengendurkan pelukan. “Kau terlihat kurang sehat, apalagi setelah kejadian tadi.”
“Adam, a-aku ....”
“Biarkan Jordy yang membawa Daphne ke rumah sakit.” Siapa sangka suara tegas itu mampu memotong ucapan Daphne yang terbata. Selain Adam, Mosha juga turut serta datang ke apartemennya di malam begini. “Kita bisa pulang ke rumah sekarang, Sayang.”
Daphne mengulum bibir dan mengangguk. Ia tak memiliki hak untuk menyela apalagi sampai meminta Adam menemaninya ke rumah sakit. Adam milik Mosha sepenuhnya, dan Adam tidak ada tanggungjawab membantu Daphne terus menerus.
Adam menatap Daphne sekilas, lalu mengalihkan pandangan pada sang istri. “Kita pulang, tapi—“
“Tidak ada tapi-tapi,” potong Mosha tegas dan menekan. “Aku sudah lelah menunggu, kita harus melanjutkan kegiatan kita sebagai suami-istri. Bukankah begitu, Daphne?”
Mata Daphne membelalak, tak mengerti mengapa pertanyaan itu diluncurkan kepadanya. “Oh, ya. Ya benar begitu.”
“Ayolah.” Mosha merengek sambil mengulurkan tangan pada Adam. “Sayang?”
Adam menatap Daphne lagi sebelum meraih tangan Mosha. “Aku akan menemuimu besok pagi, Daph,” bisiknya yang hanya mampu didengar Daphne. “Cepatlah membaik.”
Tubuh Daphne masih gemetaran sesekali ketika mendengar suara yang mengejutkannya. Meski kini ia bermalam di rumah sakit atas permintaan anak buah Mosha, rasanya tetap menegangkan. Bayangan pria-pria besar yang terlihat bengis terus terlintas di ingatannya. “Sampai kapan aku di sini?” tanyanya pada seorang pria yang membawanya ke rumah sakit. Pria itu baru muncul setelah dua jam lalu pamit pergi keluar. “Sebaiknya kau tidur, Nona.” Ajudan Mosha yang bernama Jordy itu menduduki kursi di dekat pintu. “Nyonya Mosha akan kembali pagi nanti. Ini masih jam 5.” Daphne bangkit duduk sambil menyandarkan punggung di tumpukan bantal. “Aku tidak bisa tidur,” akunya. Sangat sulit untuk memejamkan mata setelah kejadian menegangkan itu di apartemennya. “Bisakah kau mengantarku pulang?” Jordy menggeleng cepat. “Sepulang dari sini, kau akan pindah ke apartemen yang telah disediakan Tuan Livingston,” jelasnya mengejutkan Daphne. Daphne meremas selimutnya kuat-kuat. “Lalu barang-barangku—“ “Semua am
Mungkin Adam benar-benar telah diperdaya. Ia bisa saja menolak dan meninggalkan Daphne setelah kecupan tak sengaja yang dilanjutkan dengan hal di luar duga. Bodohnya ia meminta lebih, memanfaatkan bagaimana kesempatan itu ada.“Daph ...” panggilnya lemah saat menatap Daphne yang wajahnya telah merah merona. Entah karena kepanasan atau sama terbakarnya seperti dirinya sekarang.Mata bulat itu membalas tatapnya cukup sendu. Bibirnya bergerak, tapi urung memberikan suara. Namun rupanya tangan mungil itu sudah beraksi di bawah sana, menyentuh milik Adam dari luar hingga mengacak-acak pertahanan.“Shit,” maki Adam sambil mengerang. “Daph, kau—“Daphne merendahkan diri. Wajahnya mengarah ke bagian bawah Adam dan refleks Adam membuka kedua kakinya seolah menyambut layanan si wanita. Kedua matanya memejam perlahan, menikmati tiap-tiap gerakan yang dibuat Daphne untuknya.Tubuhnya menegang bagai disengat lebah. Namun sengatan ini justru memabukkan. Remasan tangan Adam kian mengerat sejalan den
Adam mendekatkan jemarinya ke mulut, menggigiti kuku ketika gelisah menyerang. Sentuhan tangan Daphne masih membekas jelas di kepala, bahkan inti tubuhnya yang terus memunculkan tanda-tanda aneh. Tak biasanya ia bersikap seperti ini setelah berhubungan dengan wanita.Apalagi sensasinya sungguh liar dan menggaung seolah tak ingin dihempaskan. Pikirannya melulu tentang Daphne alih-alih Mosha, istrinya sendiri. Baru semalam ia menjamah istrinya, tapi kegiatan itu bagaikan rutinitas bukan kegiatan panas yang membakar kesadarannya seperti yang dilakukan Daphne padanya.“Sial, seperti anak remaja saja,” gumamnya dalam hati tentang sikapnya ini. “Kau bisa melakukannya dengan Mosha berkali-kali, Bodoh!”Adam melepaskan jas dan memberikannya pada salah satu bawahan yang membukakan pintu mobil untuknya. Ia turun dan melangkah panjang ke dalam bangunan luas nan megah.“Nolan Wynn baru saja keluar dari motel, Tuan.” Hiro, asistennya menyambut kedatangannya di ruang kerja kantornya dengan sejumput
Daphne terpaku pada benda yang terus menyuarakan dering telepon. Menampilkan nama Nolan yang tertera jelas di sana. Pedih dan bimbang ketika ia membiarkannya sampai layar redup dan dring tak lagi terdengar.“Kenapa tidak diangkat, Nona?” Kepala Maria menyembul di depannya sejalan dengan suara wanita itu yang tertetangkap telinga.Daphne membuang napas kasar, menoleh dan menatap Maria. “Kau pasti mendengar semuanya soal bagaimana Adam yang melarangku.”Ia sudah pasrah dengan pembicaraan yang diisi debat panas bersama Adam tadi akan didengar Maria dengan jelas. Ia pun tak peduli bagaimana tanggapan Maria tentangnya setelah itu.Maria mengangguk pelan. “Apa yang dikatakan Tuan mungkin ada benarnya, tapi semua itu kembali pada keputusan Nona.” Wanita itu beringsut ke samping Daphne. “Nona berhak atas semua itu, ‘kan?”Setelah menghadapi kekesalan serius yang memenuhi benaknya, Daphne menarik napas dalam-dalam. Mulai merasa lega.“Kau benar.” Senyum samar sedikit terukir di bibirnya. “Apa
“Aku dengar, apa kau mengikuti Nolan Wynn?”Mendengar nama kekasih Daphne disebut, punggung Adam terasa basah. Gugup menyerang ketika Mosha menatapnya lurus melalui pantulan cermin.“Hmm, ya.” Adam menghentikan gerak tangannya saat mengenakan arloji dan bergerak memutar ke belakang untuk menghadapi Mosha. “Aku pikir itu perlu dilakukan agar Daphne bisa fokus dengan pekerjaannya. Sampai anakku lahir nanti.” “Tapi kurasa itu berlebihan.” Mosha menelengkan kepala. “Kau terlihat ikut campur dengan kehidupan pribadi Emilyn Daphne.”“Aku hanya mengurangi resiko, My Love,” kata Adam melembut sambil mendekati Mosha yang masih mengenakan gaun tidur. “Kalau Nolan berani mendekati Daphne dan mengacaukan semuanya, rencana kita tidak akan berhasil.”“Mengurangi resiko, ya?” ulang Mosha dengan suara menekan dan penuh intimidasi. “Aku melihatnya lain dari sorot matamu, Adam. Kau begitu peduli dengan Daphne alih-alih istri sendiri.”Adam membuang napas pelan, lalu menyangkal, “Jangan berlebihan, Mosh
Bab 11.Pandangan Daphne masih terpaku pada tautan yang dibuat Adam di tangannya. Saat ia sudah naik ke mobil pun, Adam belum melepaskannya sama sekali. Jika alasannya karena Nolan, bukankah seharusnya pria itu mengakhirinya begitu duduk di mobil seperti sekarang?“Aku akan tinggal sedikit lebih lama,” kata Adam pada asisten pribadinya yang sigap membukakan pintu begitu tiba di lobi apartemen.“Baik, Tuan.”Adam menoleh ke arahnya sekilas sambil mengeratkan pegangan. Tanpa banyak bicara, ia melangkah di belakang pria itu hingga memasuki kotak besi menuju lantai yang dituju.“Bisakah kau melepaskan tanganmu dariku?” tanya Daphne lirih sambil menatap jemari Adam yang masih tersemat cincin pernikahan.“O-oh, maafkan aku!” seru Adam yang sontak melepaskan tangan Daphne. Ia menatap telapak tangan sekilas sebelum memasukkanya ke dalam saku celana. “Aku tidak menyangka Nolan akan menemuimu pagi ini.”“Well, itulah yang dilakukan pria pada kekasihnya,” balas Daphne sedikit menyombongkan diri.
12“Akhir-akhir ini kau pulang terlambat, Adam,” singgung Mosha yang duduk di ruang tengah begitu Adam memasuki kediamannya. “Apa begitu banyak masalah di perusahaan dan kau yang turun tangan menyelesaikan semuanya?”Adam menelan ludah mendapati perkataan penuh sindiran dari sang istri. Ia merangkum wajah Mosha ketika berdiri di hadapan wanita itu setelah buru-buru menghampiri. Jas yang dikenakannya perlahan dilepas dan diberikan pada sang istri, mengingat musim dingin mulai tiba.Urung membalas, Adam merangkul pinggul istrinya dan mengajaknya masuk ke kamar. Ia tak ingin membuat pelayan heboh bergosip tentang hubungannya di rumah. Apalagi kalau sampai hal itu didengar orang tuanya, ia mungkin langsung dipanggil untuk menghadap.“Maafkan aku, My Love.” Adam menangkup wajah Mosha yang kecil begitu berhasil menutup pintu kamar rapat-rapat. “Aku harus membagi jadwal untuk ke apartemen Daphne.”Selalu ada ketakutan dan kekhawatiran yang menyerang benak Adam ketika Mosha menyambutnya denga
Di bawah shower menyala, Daphne mengamati kedua kakinya yang basah. Busa dari sabun cairnya sudah luruh dan mengalir ke lubang pembuangan. Namun ia tetap merasa kotor tiap kali Adam mencumbunya.Hampir sebulan lamanya Daphne berserah diri. Bahkan ia tetap menyambut kedatangan Adam yang selalu singgah hampir setiap hari. Pria itu benar-benar menyalahi aturan yang dibuat Mosha, tapi Daphne tidak mengeluh sama sekali. Perlahan, ia mulai terbiasa dan berpikir menikmati tiap waktu yang ada.“Kau sudah bertemu Nolan lagi setelah di kafe itu?” tanya Adam saat Daphne keluar dari kamar mandi dengan balutan bathrobe putih.“Apa pedulimu?” Daphne melirik sekilas dan melanjutkan langkah mengambil pakaian di walk in closet.“Jawab saja.” Adam saat itu tengah duduk di mini sofa, hanya mengenakan celana pendek dan membiarkan tubuh bagian atasnya terbuka. Ia mengarahkan tatap tajam pada Daphne