Daphne terpaku pada benda yang terus menyuarakan dering telepon. Menampilkan nama Nolan yang tertera jelas di sana. Pedih dan bimbang ketika ia membiarkannya sampai layar redup dan dring tak lagi terdengar.“Kenapa tidak diangkat, Nona?” Kepala Maria menyembul di depannya sejalan dengan suara wanita itu yang tertetangkap telinga.Daphne membuang napas kasar, menoleh dan menatap Maria. “Kau pasti mendengar semuanya soal bagaimana Adam yang melarangku.”Ia sudah pasrah dengan pembicaraan yang diisi debat panas bersama Adam tadi akan didengar Maria dengan jelas. Ia pun tak peduli bagaimana tanggapan Maria tentangnya setelah itu.Maria mengangguk pelan. “Apa yang dikatakan Tuan mungkin ada benarnya, tapi semua itu kembali pada keputusan Nona.” Wanita itu beringsut ke samping Daphne. “Nona berhak atas semua itu, ‘kan?”Setelah menghadapi kekesalan serius yang memenuhi benaknya, Daphne menarik napas dalam-dalam. Mulai merasa lega.“Kau benar.” Senyum samar sedikit terukir di bibirnya. “Apa
“Aku dengar, apa kau mengikuti Nolan Wynn?”Mendengar nama kekasih Daphne disebut, punggung Adam terasa basah. Gugup menyerang ketika Mosha menatapnya lurus melalui pantulan cermin.“Hmm, ya.” Adam menghentikan gerak tangannya saat mengenakan arloji dan bergerak memutar ke belakang untuk menghadapi Mosha. “Aku pikir itu perlu dilakukan agar Daphne bisa fokus dengan pekerjaannya. Sampai anakku lahir nanti.” “Tapi kurasa itu berlebihan.” Mosha menelengkan kepala. “Kau terlihat ikut campur dengan kehidupan pribadi Emilyn Daphne.”“Aku hanya mengurangi resiko, My Love,” kata Adam melembut sambil mendekati Mosha yang masih mengenakan gaun tidur. “Kalau Nolan berani mendekati Daphne dan mengacaukan semuanya, rencana kita tidak akan berhasil.”“Mengurangi resiko, ya?” ulang Mosha dengan suara menekan dan penuh intimidasi. “Aku melihatnya lain dari sorot matamu, Adam. Kau begitu peduli dengan Daphne alih-alih istri sendiri.”Adam membuang napas pelan, lalu menyangkal, “Jangan berlebihan, Mosh
Bab 11.Pandangan Daphne masih terpaku pada tautan yang dibuat Adam di tangannya. Saat ia sudah naik ke mobil pun, Adam belum melepaskannya sama sekali. Jika alasannya karena Nolan, bukankah seharusnya pria itu mengakhirinya begitu duduk di mobil seperti sekarang?“Aku akan tinggal sedikit lebih lama,” kata Adam pada asisten pribadinya yang sigap membukakan pintu begitu tiba di lobi apartemen.“Baik, Tuan.”Adam menoleh ke arahnya sekilas sambil mengeratkan pegangan. Tanpa banyak bicara, ia melangkah di belakang pria itu hingga memasuki kotak besi menuju lantai yang dituju.“Bisakah kau melepaskan tanganmu dariku?” tanya Daphne lirih sambil menatap jemari Adam yang masih tersemat cincin pernikahan.“O-oh, maafkan aku!” seru Adam yang sontak melepaskan tangan Daphne. Ia menatap telapak tangan sekilas sebelum memasukkanya ke dalam saku celana. “Aku tidak menyangka Nolan akan menemuimu pagi ini.”“Well, itulah yang dilakukan pria pada kekasihnya,” balas Daphne sedikit menyombongkan diri.
12“Akhir-akhir ini kau pulang terlambat, Adam,” singgung Mosha yang duduk di ruang tengah begitu Adam memasuki kediamannya. “Apa begitu banyak masalah di perusahaan dan kau yang turun tangan menyelesaikan semuanya?”Adam menelan ludah mendapati perkataan penuh sindiran dari sang istri. Ia merangkum wajah Mosha ketika berdiri di hadapan wanita itu setelah buru-buru menghampiri. Jas yang dikenakannya perlahan dilepas dan diberikan pada sang istri, mengingat musim dingin mulai tiba.Urung membalas, Adam merangkul pinggul istrinya dan mengajaknya masuk ke kamar. Ia tak ingin membuat pelayan heboh bergosip tentang hubungannya di rumah. Apalagi kalau sampai hal itu didengar orang tuanya, ia mungkin langsung dipanggil untuk menghadap.“Maafkan aku, My Love.” Adam menangkup wajah Mosha yang kecil begitu berhasil menutup pintu kamar rapat-rapat. “Aku harus membagi jadwal untuk ke apartemen Daphne.”Selalu ada ketakutan dan kekhawatiran yang menyerang benak Adam ketika Mosha menyambutnya denga
Di bawah shower menyala, Daphne mengamati kedua kakinya yang basah. Busa dari sabun cairnya sudah luruh dan mengalir ke lubang pembuangan. Namun ia tetap merasa kotor tiap kali Adam mencumbunya.Hampir sebulan lamanya Daphne berserah diri. Bahkan ia tetap menyambut kedatangan Adam yang selalu singgah hampir setiap hari. Pria itu benar-benar menyalahi aturan yang dibuat Mosha, tapi Daphne tidak mengeluh sama sekali. Perlahan, ia mulai terbiasa dan berpikir menikmati tiap waktu yang ada.“Kau sudah bertemu Nolan lagi setelah di kafe itu?” tanya Adam saat Daphne keluar dari kamar mandi dengan balutan bathrobe putih.“Apa pedulimu?” Daphne melirik sekilas dan melanjutkan langkah mengambil pakaian di walk in closet.“Jawab saja.” Adam saat itu tengah duduk di mini sofa, hanya mengenakan celana pendek dan membiarkan tubuh bagian atasnya terbuka. Ia mengarahkan tatap tajam pada Daphne
Hamil. Satu kata itu tak terlintas di kepala Daphne dalam waktu sesingkat ini. Hubungannya dengan Adam baru terjalin kurang lebih sebulan memang, tapi ia tak menduga akan mengalami kondisi begini. Terlebih di saat ada Nolan dan pria itu menyaksikan seluruh kejadian itu.“Dokter akan datang,” bisik Adam. “Kau memerlukan sesuatu?”Daphne menelan ludah ketika tubuhnya baru diturunkan dari tangan Adam ke ranjang tidurnya. Sementara itu tatapan Nolan menatapnya tajam seolah tak ingin melepaskan pandangan sedetik pun. Awalnya ia ingin menjelaskan semuanya pada Nolan, tapi rasa mualnya terus merajalela hingga sekarang.Meski perutnya masih tak enak setelah mengeluarkan cairan beberapa kali, Daphne menggeleng pelan. Ketika Adam mengangguk dan bersiap bergerak menjauh dari ranjang, Daphne menarik kemeja Adam dan pria itu menoleh.“Aku ingin bicara dengan Nolan,” tutur Daphne lirih karena lemas.Mata coklat Adam membelalak sejenak. “Apa aku tidak salah dengar?” balas Adam sarkas.“Aku harus men
Malam itu Adam tidur belingsatan. Tak nyenyak sama sekali karena terus memikirkan kondisi Daphne. Sekalipun di sisinya Mosha memeluk lengannya erat-erat, tetap saja itu tak berhasil membuatnya berhenti memikirkan wanita lain.Menunggu hari esok layaknya berdiri di antara hidup dan mati. Baru ketika pegangan Mosha mengendur, Adam beringsut perlahan dari ranjang dan bergerak keluar kamar.“Tuan membutuhkan sesuatu?” Pelayannya sontak mendatangi Adam. “Biar saya siapkan—““Di mana Hiro?” potong Adam sambil memendar ke sekeliling mencari asisten pribadinya itu.Sampai kemudian yang dicari pun muncul dari lorong gelap dengan pakaian santainya. “Saya di sini, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?”Adam mengangguk sekali. “Soal test pack itu bagaimana?”“Maria sudah membelikannya di apotek, dari semua jenis telah diberikan ke Nona Daphne,” jelas Hiro tenang.“Lalu ... Daphne, apa dia sudah tidur sekarang?” Suara Adam sedikit terbata dan terdengar samar, tapi Hiro begitu tanggap dan langsung menger
“Kita akan melihatnya bersama,” kata Daphne lirih.Tubuh Adam masih menegang setelah mengucapkan kata ‘anak kita’ pada Daphne. Tampak Daphne juga canggung setelah mendengarkan permintaannya yang tak lama dipenuhi dokter dan perawat di sana.Adam kini duduk di kursi samping Daphne. Kedua kakinya bergerak kompak, menapaki lantai tak sabaran.“Lihatlah, dia masih sekecil itu,” gumam Daphne saat dokter menyerahkan foto hasil USG kepada Adam. “Belum membentuk tubuh selayaknya manusia, Adam.”“Aku tahu.” Adam mengangguk sambil meraba-raba permukaan foto itu dengan sorot mata haru. “Dia akan tumbuh sehat nantinya.”“Kau benar,” Daphne mengiyakan.Adam bisa merasakan detak jantungnya bertambah saat menangkap makhluk kecil yang merupakan darah dagingnya sendiri. Air matanya menggenang di pelupuk sampai akhirnya jatuh tak lama kemudian. Buru-buru ia menyeka dan kembali fokus menatap lembaran foto di tangan.“Kau berhasil, Adam,” ujar Daphne yang terkesan mengucapkan selamat. Adam menoleh dan me