"Banyak yang nanya, kenapa sih sertifikatnya nggak langsung dikasih aja? Kita ikutan lomba karena itu tahu. Oke...." Gero menarik nafas begitu dalam, ia mencoba untuk berpikir jernih agar semua alumni tidak marah-marah lagi soal sertifikat.
"Baik, begini anak-anakku tercinta. Sertifikat yang kami maksud adalah e-sertifikat. Lalu, apa bedanya sih Kak Gero? E-sertifikat itu tidak dicetak sayang. Kami hanya memberikan file-nya saja. Silakan, kalian mencetak e-sertifikat itu masing-masing di fotokopian terdekat."
Semuanya bersorak kesal, Gero kembali melerai,
"Kalau sertifikat cetak kalian kebasahan, jika ada e-sertifikat, kalian tinggal cetak lagi saja. Itulah keunggulan dari e-sertifikat."Apa boleh buat? Semuanya hanya bisa menerima keputusan panitia. Lagian, mereka hanya menyumbang paling banyak sepuluh ribu untuk acara reuni ini. Jadi, setelah mereka paham penjelasan Gero, mereka tidak menuntut banyak lagi.
"Oke. Sekarang akhirnya, waktu yang mene
"Kamu mau tidur di sini Mas?"Suara itu mengalun syahdu di kamar Gow yang penuh dengan kilauan harta.Pria itu tertawa terbahak-bahak ketika rencananya ternyata berhasil dengan mulus."Iya. Aku sudah bosan bermalam dengan Aliya."Jackpot sekali. Gow bisa menggunakan rekaman ini sebagai bukti perselingkuhan Dion kepada Aliya.Selain mendapatkan anaknya, Gow bisa menghancurkan keluarga itu. Dari awal, Gow sudah berniat jahat. Ia hanya memanfaatkan Dion dan perselingkuhannya itu.Dion yang buta akan kenyataan, terus terbuai dengan cinta yang palsu.Gow berhasil menyembunyikan penyedap suara itu di seluruh rumah Cesla. Setiap gerak-gerik yang dilakukan dua sejoli itu akan selalu terekam dan terdengar oleh Gow.Kepulan asap itu kian membumbung, tawa menggelegar terus dihiasi dengan bau rokok. Gow baru merasakan kehidupannya yang kelewat sempurna ini."Selangkah lagi, tinggal kita porak-porandakan keluarga itu." Dengan senyum
"BUNDAAA...."Samar-samar, suara yang begitu familiar di telinga Aliya seperti terbawa oleh angin.Berkali-kali, Aliya melihat sekitar ruangan, tetapi tidak ada seseorang yang memiliki suara itu.Apa Aliya halusinasi? Mungkin saja, karena semalaman hati Aliya kacau. Ia perlu menata kembali hatinya yang rapuh, agar bisa kembali bertahan hidup dengan kedamaian."BUNDAAA...." Suara nyaring itu begitu menekankan telinganya, Aliya sampai terperanjat kaget karena sedang melamun tadi.Aliya berdiri, ia kembali melarikan pandangannya ke seluruh penjuru. Hanya saja, kali ini Aliya bisa melihat sosok yang meneriakinya.Senyum cantik terbit dari bibir Aliya. Anak cantiknya itu sudah pulang dari reuni. Berdiri di ambang pintu rumah sembari memegang buket bunga mawar berwarna merah muda.Baru saja Aliya ingin menghampiri Dona, tubuhnya itu sudah terdorong lebih dekat ke arah Aliya, berbeda dengan Wima yang cekikikan.Kakaknya itu selalu pun
"Lo mau ke mana?" teriak Wima dari atas tangga.Baru saja mandi dan ganti pakaian, setelah turun dari kamar, ia menemukan Dona yang tengah berlari kencang menuju pintu rumah dengan pakaian yang tadi.Dona menjawab asal sambil terus berlari, suaranya makin terdengar rendah,"Mau ke sini dulu. Nanti pulang jam enam."Dona tidak menyadari kalau Dion sudah pulang. Ayahnya itu terus menatap punggung anaknya yang menjauh dari atas balkon. Helaan nafas berat keluar dari hidungnya, Dion menyesal kopi hangatnya yang baru saja Aliya sajikan."Dona mau ke mana? Dia pamit sama kamu?"Aliya bengong, ia menelengkan kepalanya ke kiri seraya mengingat-ingat,"Dia nggak ke mana-mana.""Huh." Dion membuang nafas kasar, ia meraup wajahnya yang kusut."Barusan dia pergi. Makin lama, Dona makin nggak bisa diomongin yah. Urus Dona yang bener, dia udah punya tunangan sekarang."Aliya merapatkan kesepuluh jari tangannya,"Mas, kamu juga h
"DONA? Terus gue harus gimana? Gue sembunyi di mana ini Rel?" Meta gelagapan, ia menghentakkan kedua kakinya ke lantai karena kesal tidak bisa menemukan solusinya. Jika Meta ketahuan berada di kamar Fairel, hanya akan memperumit masalah. Bisa saja Dona akan memusuhinya dan Fairel. Seperti ini. "Jadi, kalian diam-diam bermain di belakang gue?" Dona menghela kasar, dipandanginya satu persatu diantara mereka berdua. Ekspresi mereka sangatlah lucu. Walaupun sudah ketahuan selingkuh, mereka seperti tidak merasa bersalah sama sekali. Seolah, dari dulu mereka memang ingin memberitahukan hubungan sialnya itu ke semua orang. Di sini, seolah Dona yang terlalu mengemis. "Bukan kayak gitu. Gue cuman main. Lo harus tahu, kalau kita itu temen dari kecil." Dona tertawa terbahak-bahak, ia terus menghunus bola mata Fairel dan Meta secara bergantian. Sekuat tenaga, Dona harus terlihat kuat. Ia tidak boleh menangis. "Jadi, apakah setelah
Pipi Dona memerah ketika dirinya dibawa masuk ke dalam kamar Fairel. Ini bukan pertama kalinya Dona masuk ke dalam Fairel, hanya saja ia baru menyadari kalau kamar tersebut begitu wangi jeruk. Mungkin karena keadaannya yang berbeda. Waktu itu, Fairel dalam keadaan terluka parah. Jadi, Dona tidak bisa menyadari kamar indah ini, karena pikirannya kalut karena penuh darah. Fairel menggiring Dona ke tepi ranjang, pria itu menyuruh Dona untuk duduk di kasur empuknya. Fairel menghela lega karena setelah pulang dari reuni, pria itu langsung mengganti seprai. Jadi, Dona tidak akan ilfeel hanya karena seprai yang kotor dan penuh bercak air liur. "Gue baru tahu, lo suka wangi jeruk." Dona terus mengendus, menghirup lebih dalam aroma jeruk yang begitu menenangkan hatinya. Wangi jeruk yang selalu Dona idamkan, karena buah favoritnya adalah jeruk. "Iya. Soalnya wanginya segar aja." Dona menjentikkan jarinya heboh, ia terus menggoyan
"Oh iya, kalian udah pada makan belum? Gimana kalau kita makan dulu. Ya enggak Rel?" Setelah berkumpul dan mengobrol bersama-sama. Menceritakan kisah lucu, sedih, dan romantis secara bersamaan, Yuni berpikiran untuk menjamu pacar Fairel. Jari sudah semakin sore, Meta bahkan belum makan dari pagi. Anaknya itu selalu makan camilan setiap harinya. "Yaudah yuk, makan. Gue juga udah laper nih." Meta segera berdiri dan berjalan menuju dapur. Meja makan mereka tempatkan di dapur. Karena menurut Yuni, ini tidak terlalu merepotkan, apalagi ketika semua masakan tersedia di sana. "Udah, jangan malu-malu yuk. Fairel malu-maluin dia mah." Dona terkekeh, ia ikut berdiri dan berjalan beriringan di samping Yuni menuju dapur. Menurut Dona, ibunya Meta begitu baik dan ramah kepadanya. Dona diperlakukan seperti anak atau sanak saudaranya, yang akan dijamu dan mengobrol apapun tanpa kenal lelah atau rasa malu. Setelah duduk melingkar mengi
"Selamat malam ayah!" sapa Dona begitu manis, Gow mengangguk asal. Gow terlihat sangat kikuk, Fairel terus menatap ayahnya itu dalam jarak dekat. Jarang-jarang, Fairel dapat menatap ayahnya sedekat ini. Paling, ketika Gow memukulinya, hanya saat itu Fairel bisa menatap ayahnya dekat, bahkan baru mengetahui kalau ayahnya itu sudah memiliki uban. "Selamat malam Sayang. Kamu mau keluar?" tanya Gow lemah lembut. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. Tak pernah sedikitpun, Gow menanyakan kabar Fairel, atau mengucapkan kalimat penuh lemah lembut seperti itu. Untuk pertama kalinya, Dona membuat Fairel menyadari kalau ayahnya juga memiliki hati nurani. "Iya ayah. Atau mau ikut? Dona dengan senang hati, kalau ayah bisa ikut sama kita." Gow membuang muka, bibirnya dirapatkan seperti menahan tawa,"Jadi... maksud kamu, ayah mau dijadiin obat nyamuk?" Dona menggeleng,"Eh, bukan gitu. Aku nggak maksud kayak gitu ayah."
"Ayo... ayo kita duduk."Seyi menggiring semua orang untuk duduk di kursi masing-masing. Dona sudah memesan meja, jadi pelayan tinggal menunjuk nomor meja yang dipesan.Suasana restoran ini cukup sepi. Dona sengaja memesan tempat yang cukup sepi untuk mengobrol dan berkumpul bersama keluarga.Sebenarnya restoran ini adalah rekomendasi dari Dea. Sebelum ke luar negeri, Dea selalu mengajaknya pergi makan-makan secara gratis, dan menuruti Dona, dari semua restoran yang Dea ajak, restoran ini adalah yang terbaik untuk kumpul keluarga.Dekorasi restoran yang mewah, dengan penuh aksen rumput di dinding dan di lantai, seperti sebuah restoran sederhana kelas menengah. Hanya saja, makanan di sini sangat mahal.Lampu lentera menyala di setiap penjuru, hembusan angin menerbangkan setiap keheningannya. Selain itu, restoran ini juga menghadap langsung dengan alam. Ada spot foto yang cocok untuk menyejukkan otak bagi para pembeli.Dona mengangkat tanganny