MASIH TENTANGMU- Pergi atau Tidak Gelisah. Sejak tadi Dea melamun di kamar. Antika sudah tidur pulas di sebelahnya. Sudah hampir jam sepuluh malam. Gama bilang mau menelepon tapi ditunggu sejak tadi ponselnya masih senyap. Apa dia belum selesai membahas pekerjaan dengan Saga?Mengingat apa yang di posting Alita tadi, pikirannya jadi ke mana-mana. Ah, dia kecewa. Meski ketika itu Gama tidak sedang mengkhianatinya. Sekarang dia juga dilema. Menyusul Gama ke Jakarta atau ikut acara gathering di kantor. Jika dia tidak ikut, pasti akan menjadi bahan pertanyaan teman-temannya. Terlebih Alita. Gadis yang sekarang tengah gencar mencari tahu apapun tentangnya, tidak akan diam begitu saja. Apa dia siap jika pernikahannya dengan Gama kali ini akan terbongkar?Acara yang diselenggarakan setahun sekali ini termasuk penting juga. Kegiatan yang dilakukan untuk mempererat hubungan seluruh karyawan dalam naungan satu perusahaan. Meningkatkan solidaritas semua karyawan mulai dari atasan hingga para
Hening. Bu Lani mulai jengkel dengan tingkah anak bungsunya. Namun mau menentang sekeras apapun, dia tidak bisa. Ada suaminya yang mendukung sikap Alita. Juga ada kakak iparnya yang siap membantu sang keponakan. Mereka membantu karena ada kepentingan tersendiri. Persaingan bisnis tentu saja. Kesempatan ini digunakan kakak iparnya untuk menjatuhkan kerajaan bisnis keluarga Gama.Alita meraih tali tasnya. "Ma, aku berangkat ke kantor dulu." Diraihnya tangan Bu Lani dan menciumnya."Mama, nggak usah khawatir. Aku baik-baik saja kok," ujarnya sebelum melangkah pergi.Bu Lani masih mematung. Baik-baik katanya? Apanya yang baik-baik saja. Sikap Alita membuat nalurinya sebagai ibu penuh rasa kekhawatiran. Sejak dulu dia mengajarkan putrinya untuk menjadi perempuan yang bermartabat dan penuh harga diri. Tapi dukungan dari suaminya yang selalu menuruti keinginan Alita, membuatnya menjadi perempuan yang penuh ambisi. Rasa hati tidak rela jika anak gadisnya mengejar laki-laki yang jelas sudah m
MASIH TENTANGMU- ManjaJam tiga sore, Pak Nathan baru kembali ke ruangannya. Dea bangkit, langsung menemui lelaki itu sebelum keduluan dia pergi lagi.Dua kali mengetuk pintu, Dea dipersilakan masuk. "Ada apa, Deandra?" tanya laki-laki yang duduk di belakang mejanya. Diletakkan pena lalu memandang pada perempuan yang duduk tepat di hadapan."Maaf, kalau saya mengganggu, Pak. Saya mau izin pulang dan besok saya tidak bisa ikut gathering di Kulonprogo." Dea berkata dengan perasaan cemas. "Kenapa?" tanya lelaki itu cepat dengan dahi mengernyit. Padahal acara untuk besok merupakan momen yang ditunggunya. Tapi Deandra malah izin tidak bisa ikut. Kemarin waktu breafing masih diam saja."Saya ada urusan mendadak dengan keluarga. Penting banget, Pak. Makanya saya minta izin untuk pulang sekarang dan besok saya tidak bisa ikut." Diam. Dea jadi serba salah. Sebab dia memang belum begitu mengenali pimpinan barunya. Kalau kepala divisi yang dulu, Dea sudah terbiasa. Pak Nathan kelihatan lebih
Sekarang orang-orang kantor mulai heran dengan gerakannya yang mondar-mandir tidak jelas. Membuat mereka bertanya-tanya. Kenapa justru dirinya yang belingsatan dan Dea tetap tenang saja. Padahal jelas dirinya yang mengencani mantan suamiya Dea."Pa, mama nggak bisa terus-terusan melihat Lita seperti ini. Memupuk dendam. Laki-laki akan semakin muak dengan perempuan yang nggak tahu malu." Alita ingat perkataan mamanya beberapa hari yang lalu. Ketika tidak sengaja mendengar mamanya tengah menelepon sang papa. "Lita sudah menuju kondisi mental yang buruk. Dia frustasi, bisa jadi akan stres dan depresi. Apa kita ajak pulang ke Surabaya saja, Pa?"Dan Alita tidak tahu jawaban papanya apa. Jika sang papa setuju, pasti sudah bicara padanya seketika itu. Tapi waktu telepon, papanya hanya bertanya kabar dan tanya mengenai pekerjaan. Apa dia setuju pulang ke Surabaya? O, tidak. Dia tidak boleh sakit mental dan pergi dari Jogja. Ia harus memastikan Gama tidak akan tenang hidupnya. Termasuk pere
MASIH TENTANGMU- Quality Time Gama menarik diri dan meraih tangan istrinya. "Kita makan dulu!" Di gandengnya tangan Dea dan diajak duduk di sofa pojok kamar yang ada meja kaca di depannya. Terdapat dua porsi nasi goreng seafood, jus apel, secangkir kopi, dan sebotol besar air mineral.Walaupun keinginan itu serasa ada di puncak kepala, tapi dirinya tidak boleh semaunya sendiri. Dea pasti lapar. Meski dia punya hak menginginkan istrinya kapan saja, tapi tidak boleh memaksa.Benar, Gama dulu sangat egois. Semaunya sendiri keluar rumah untuk nongkrong atau pun ada acara touring dengan gengnya. Menghabiskan waktu di tempat fitness. Namun urusan ranjang, dia ingin tetap melakukan ketika Dea juga bersedia. "Bagaimana kalau besok kita mampir ke rumah Mas Damar dan Mbak Astrid, Mas. Sudah lama banget aku nggak ke sana?" kata Dea sambil menyuap makanan. Perutnya memang terasa lapar. Tadi hanya makan roti abon dan air mineral yang dibelikan oleh sang papa."Nggak usah. Selain Aryo, nggak ada
Dea tersenyum. Tapi Dea memang penasaran. Sekian lama mengenal Gama, bukan seperti ini cara Gama memperlakukan istrinya. Dari bibirnya jarang keluar kata-kata manis saat menggandeng, bicara, atau bahkan di saat mereka berhubungan. Waktu menunggui Dea dua kali melahirkan. Hanya tangannya saja yang terus menggenggam dan matanya menatap penuh kekhawatiran. Selain itu hanya gelisah sambil mondar-mandir mengukur kamar persalinan."Jika kamu bisa menerima mas kembali. Pasti harus mas bayar dengan harga mahal, bukan? Mas harus bersyukur memiliki istri yang cantik, putih, suci, cerdas, dan baik hati. Apapun akan mas lakukan untukmu sekarang ini."Ya ampun, kata-kata Gama sukses membuat pipi putih Dea merona. Terlebih saat wajah Gama kembali mendekat dan mencium puncak hidungnya.***L***Alita tampak menebarkan pandangan ke segala arah. Pada rekan-rekan satu perusahaan yang berkumpul pagi itu di pelataran luas depan kantor. Di mana Dea? Ketika semua orang telah berkumpul semua, Dea belum ad
MASIH TENTANGMU- Terkejut Untuk apa Alita menelepon Dea? Tanpa mempedulikan ponsel yang berdering, Gama melangkah duduk di depan istrinya. Sementara ponsel di nakas masih terus bergetar."Itu Alita yang nelepon kamu," kata Gama.Dahi Dea mengernyit. Tentu saja heran, karena belakangan ini mereka tidak ada komunikasi. Tiba-tiba saja sekarang telepon. Apa karena dia tidak hadir di gathering? Sejak putus dari Gama, Alita memang sibuk memperhatikannya. "Biar saja." Gama menahan lengan sang istri saat Dea hendak bangkit memeriksa ponselnya. Wanita itu kembali duduk."Nggak usah di angkat."Keduanya melanjutkan menikmati buah semangka. Dea juga mengupas jeruk untuk mereka berdua. "Mas, pernah janjiin apa sama Alita. Sampai segitunya nggak terima waktu Mas memutuskan pertunangan.""Nggak ada. Waktu orang tuanya minta mas segera melamar, mas datang melamar. Tanpa menetapkan kapan akan menikah."Dea memandang suaminya sekilas, lalu melanjutkan mengupas jeruk. Tidak mau memikirkan lagi ten
Gama tidak di rumah, Dea juga sedang ke luar kota. Apakah mereka kembali bersama? Dea melempar kerikil yang dipegangnya. Benda kecil itu membentur bebatuan. Suara gemeletaknya membuat beberapa rekan yang duduk di sekitarnya menoleh. Namun perempuan yang dadanya dipenuhi prasangka tak peduli dengan pandang penuh tanya dari teman kantornya.Alita terbayang kebersamaan dengan Dea beberapa tahun kemarin. Saat hubungan mereka baik-baik saja. Shopping, makan, atau nonton bersama. Saling berpelukan, saling tertawa, bahkan terkekeh riang saat menceritakan sesuatu yang dianggap lucu. Dua perempuan yang sama-sama patah hati. Alita sedang kecewa dengan Saga, sementara Dea patah hati karena perceraiannya. Mereka seolah melengkapi satu sama lain. Sekali waktu usai jam kantor, Dea lebih memilih cuci mata di mall dengannya daripada ikut Hani yang langsung pulang ke rumah.Hingga ada satu hari yang akhirnya merubah segalanya. Ketika dia diajak Dea menjemput Antika yang tengah bersama papanya. Gama y
Paginya, Alita berkemas-kemas dibantu oleh Naufal. Sesekali mereka saling pandang dan melempar senyum. Rambut Alita terurai sebawah bahu dan masih setengah basah."Akhir pekan ini, kita lihat rumah di Grand Permata," kata Naufal menghampiri istrinya dan membantu mengunci travel bag."Kamu sudah tahu Grand Permata, kan?""Iya, aku pernah lewat sana.""Kamu suka nggak tempat itu?""Suka.""Ada juga di Singosari Residen. Tapi kejauhan kalau ke kantor. Di sana pemandangannya juga menarik. Bagaimana?""Aku ngikut saja. Mana yang terbaik buat kita.""Oke. Nanti kita lihat dua-duanya. Jadi kamu bisa membuat pilihan. Kalau di Singosari Residen memang lebih tenang tempatnya. Adem karena di kelilingi perbukitan. Cuman agak jauh dari kantor. Sebelum mendapatkan rumah, kita tinggal di kosanku sambil cari kontrakan rumah untuk sementara.""Ya." Alita tersenyum. Kemudian mengecek laci, memperhatikan gantungan baju, dan masuk ke kamar mandi untuk memastikan tidak ada barang mereka yang tertinggal.T
MASIH TENTANGMU- Hidup BaruJam dua ketika tamu sudah mulai senggang. Alita menghampiri Dea dan Melati yang duduk ngobrol, terpisah dari rombongan Pak Norman."Makasih banget kalian menyempatkan datang dari Jogja ke Surabaya," ucapnya sambil duduk di kursi depan dua wanita itu. Agak susah duduk karena memakai jarik yang sangat sempit. Makanya Dea membantu memegangi tangan Alita agar tidak terjengkang."Sama-sama," jawab Dea dan Melati hampir bersamaan."Setelah ini kamu dan suamimu tinggal di Malang?" tanya Melati."Iya. Kami berdua kerja di sana.""Kamu sudah lama pulang ke Surabaya?" tanya Melati lagi Dijawab anggukan kepala oleh Alita. Melati malah tidak tahu banyak tentang Alita, semenjak pakdhenya Alita masuk penjara. Apalagi setelah putus pertunangan dari Gama, Alita tidak pernah lagi datang ke kafenya. Dea sendiri tidak pernah membahas pertemuannya dengan Alita pada siapa-siapa. Kecuali pada sang suami, itu pun baru seminggu yang lalu. "Bentar aku mau ke toilet," pamit Melat
Jogjakarta, dua minggu kemudian."Undangan dari siapa, Mas?" Dea meraih undangan yang baru diletakkan oleh Gama di hadapannya. Dia membaca nama yang tertera. Tidak ada foto calon pengantin dalam undangan itu."Dari Alita?" Dea kaget. "Ya. Saga yang ngasih tadi. Seminggu lagi Lita nikah di Surabaya. Kata Saga, Naufal itu teman kuliah mereka dulu.""Calonnya dari Surabaya juga?"Gama mengangguk, tapi dia heran melihat wajah sang istri tampak bingung dan berulang kali memperhatikan undangan mewah kombinasi warna putih dan kuning keemasan di tangannya. "Sayang, kenapa?"Dea meletakkan undangan di atas meja riasnya."Mas, waktu aku hamil delapan bulan dan tinggal di apartemen. Sebenarnya aku bertemu dengan Alita yang tinggal di apartemen itu juga."Ganti Gama yang terkejut. "Beneran?"Dea mengangguk."Kenapa nggak cerita sama mas?""Karena Mas pasti langsung mengajakku pindah dan nggak boleh lagi bertemu dengan Lita. Waktu itu dia sudah berubah baik. Dia minta maaf padaku sambil nangis.
MASIH TENTANGMU- The Wedding Pagi yang cerah, suasana yang indah. Rumah Pak Handoyo begitu meriah. Senyum suami istri itu sangat sumringah. Menyambut tamu dari keluarga Naufal dan dari beberapa kerabat mereka sendiri yang di undang ke rumah. Tak ada yang ditutupi lagi kalau pernikahan Alita dengan Tony sudah selesai empat bulan yang lalu.Mereka mengerti dan tidak pernah bertanya secara detail.Tentang keguguran itu pun kerabat tidak ada yang tahu. ART saja yang tahu, tapi mereka juga tutup mulut. Tidak ada yang jadi 'lambe turah'. Sebab sadar karena di sana hanya bekerja dan digaji tidak murah. Pak Handoyo dan Bu Lany juga sangat baik sebagai majikan.Alita memakai gamis warna khaki dengan hiasan bordir di bagian kerah dan kancing depan. Memakai jilbab polos warna senada. Naufal memakai kemeja warna abu-abu. Acara dadakan yang membuat mereka tidak sempat menyelaraskan outfit untuk lamaran. Juga tidak ada backdrop. Namun tidak mengurangi kegembiraan hari itu.Orang tua Alita dan ke
Pagi-pagi sekali Gama bersama keluarganya sudah sampai di rumah Pak Norman. Ia juga sudah check out dari vila. Pagi ini bersama keluarga kecil Saga, mereka akan kembali ke Jogja. Liburan telah selesai dan besok waktunya kembali ke kantor.Pak Norman menciumi bocah-bocah satu per satu. Alangkah bahagianya. Di hari tua bisa memiliki cucu sebanyak itu. Termasuk anak-anak Gama direngkuh tak ubahnya seperti cucu sendiri. Gama adalah bagian dari Ariani. Perempuan yang memiliki tempat tersendiri di hatinya.Bu Rista dan Kartini juga menyempatkan menggendong si kembar yang sangat lucu. Juga si bayi Akhandra yang mencuri perhatiannya. Tiga hari ini menjadi momen yang sangat indah. Mereka berkumpul bersama dan membuat rumah besarnya sangat ramai."Kami pamit, Om, Tante." Gama mencium tangan Pak Norman dan Bu Rista. Diikuti oleh Dea. Juga berpamitan pada Akbar dan Tini.Saga dan Melati melakukan hal yang sama. Hingga mereka berpisah di halaman rumah. Dua mobil meninggalkan pekarangan disertai la
MASIH TENTANGMU- Janji yang Ditepati"Itu Saga." Naufal melihat teman lamanya."Iya. Tapi kita pergi saja." Alita berbalik dan melangkah cepat. Naufal pun menjajari langkahnya. Mereka menuruni eskalator dan Alita tak lagi menoleh ke belakang.Bukan hal mudah bertemu mereka lagi. Mungkin menjauh juga tidak mempengaruhi apapun. Dirinya bukan siapa-siapa dan bisa jadi sudah dilupakan. Justru kalau tiba-tiba ia muncul, mungkin akan merusak suasana. Sebab di sana pun juga ada Akbar bersama istrinya. Mereka sedang bahagia menikmati kebersamaan.Rupanya Gama juga membawa istri dan anaknya menyambut pergantian tahun di Malang. Keluarga Saga tinggal di Lawang. Mungkin mereka tadi tengah jalan-jalan. Kenapa bumi ini terasa sempit."Kita keluar saja dari Trans*art kalau gitu." Naufal memutuskan karena melihat Alita yang tidak nyaman dan terlihat cemas.Ia bisa memahaminya. Tentu bertemu mereka lagi adalah sesuatu yang tidak mudah setelah banyak peristiwa tertoreh dalam hubungan mereka."Kita m
Naufal dan Alita lantas makan tanpa percakapan. Makan dengan cepat agar sampai pantai tidak kesiangan. Butuh waktu dua jam untuk sampai di Balaikambang.Alita yang menghindari banyak orang dalam waktu empat bulan ini. Namun terasa nyaman saat bepergian bersama Naufal. Sebenarnya dialah teman laki-laki yang bisa diajak ngobrol enak sejak dulu. Sosok yang bisa dipercaya. Saking percayanya sampai mereka melakukan one night stand.Bromo. Sebenarnya di bulan Desember dan awal Januari begini, Bromo sedang indah-indahnya. Savana dengan rerumputan yang menghijau karena terguyur hujan, setelah kekeringan selama musim kemarau. Mereka melanjutkan perjalanan tanpa banyak percakapan. Sesekali mengulas apa yang dilihatnya di sepanjang perjalanan. Tentunya pemandangan yang menyejukkan mata.Dua jam kemudian mereka sudah menyusuri pantai dengan pesona pasir putih dan pemandangan air laut yang kebiruan. Suasana teduh karena mendung memayungi angkasa, meski hari sudah siang.Tahun baru, pengunjung mem
MASIH TENTANGMU- 71 Serius Alita belum bisa tidur meski sudah jam sebelas malam. Sebentar lagi pergantian tahun. Sejam lagi sudah tahun yang berbeda. Namun kehidupannya masih tetap sama.Ia ingat Naufal. Tidak mengira saja, ia bertemu lagi dengan Naufal di kota ini.Memang bisa saja mereka bertemu, karena sama-sama berasal dari Surabaya. Namun statusnya yang masih single membuat Alita seakan tak percaya. Apa sekali saja dia tidak pernah pacaran?Dan kata-kata Naufal tadi masih diingatnya. Laki-laki itu merasa sangat bersalah terhadap apa yang telah mereka lakukan dulu. Tidak hanya merasa bersalah, tapi juga ingin bertanggungjawab. Bertanggungjawab seperti apa? Hendak menikahinya? Padahal dirinya terlalu kotor. Memang Naufal yang pertama kali mengambil segalanya. Tapi bukan alasan itu yang membuat Alita tetap sendiri sampai saat ini. Naufal belum tahu sejahat apa dirinya selama sebelas tahun.Wanita melamun lalu menoleh saat ponselnya di nakas berpendar. Siapa yang menelpon malam-ma
Alita tersenyum getir. Naufal tidak tahu apa-apa tentang dirinya. Memang di biodata itu tertulis belum menikah, padahal dirinya sudah janda. Sebab mau mengganti identitas, dia tidak punya akta perceraian."Kamu sudah menikah? Aku khawatir kalau sedang jalan sama suami orang." Alita memberanikan diri untuk bertanya.Naufal dengan cepat menggeleng. "Nggak usah khawatir. Kamu duduk dengan laki-laki yang masih jomblo." Senyum mengakhiri ucapannya.Di usia tiga puluh empat tahun, Naufal juga masih belum menikah? Dia bukan lelaki kurang pergaulan, bukan pria buruk rupa, karirnya juga mentereng. Tapi belum menikah."Kenapa belum nikah?" Alita mulai enjoy. Dulu pun mereka adalah sahabat yang sangat akrab dan biasa ngobrol tentang apapun."Kamu juga belum menikah? Kenapa?"Alita tersenyum getir."Karena perbuatanku waktu itu?" tanya Naufal dengan wajah sendu. Ada sesal dan rasa bersalah tampak di sana. Meski harus membongkar kisah lama, tapi ia mesti mengutarakannya. Sebab ia menyesalinya hing