Dea tersenyum. Tapi Dea memang penasaran. Sekian lama mengenal Gama, bukan seperti ini cara Gama memperlakukan istrinya. Dari bibirnya jarang keluar kata-kata manis saat menggandeng, bicara, atau bahkan di saat mereka berhubungan. Waktu menunggui Dea dua kali melahirkan. Hanya tangannya saja yang terus menggenggam dan matanya menatap penuh kekhawatiran. Selain itu hanya gelisah sambil mondar-mandir mengukur kamar persalinan."Jika kamu bisa menerima mas kembali. Pasti harus mas bayar dengan harga mahal, bukan? Mas harus bersyukur memiliki istri yang cantik, putih, suci, cerdas, dan baik hati. Apapun akan mas lakukan untukmu sekarang ini."Ya ampun, kata-kata Gama sukses membuat pipi putih Dea merona. Terlebih saat wajah Gama kembali mendekat dan mencium puncak hidungnya.***L***Alita tampak menebarkan pandangan ke segala arah. Pada rekan-rekan satu perusahaan yang berkumpul pagi itu di pelataran luas depan kantor. Di mana Dea? Ketika semua orang telah berkumpul semua, Dea belum ad
MASIH TENTANGMU- Terkejut Untuk apa Alita menelepon Dea? Tanpa mempedulikan ponsel yang berdering, Gama melangkah duduk di depan istrinya. Sementara ponsel di nakas masih terus bergetar."Itu Alita yang nelepon kamu," kata Gama.Dahi Dea mengernyit. Tentu saja heran, karena belakangan ini mereka tidak ada komunikasi. Tiba-tiba saja sekarang telepon. Apa karena dia tidak hadir di gathering? Sejak putus dari Gama, Alita memang sibuk memperhatikannya. "Biar saja." Gama menahan lengan sang istri saat Dea hendak bangkit memeriksa ponselnya. Wanita itu kembali duduk."Nggak usah di angkat."Keduanya melanjutkan menikmati buah semangka. Dea juga mengupas jeruk untuk mereka berdua. "Mas, pernah janjiin apa sama Alita. Sampai segitunya nggak terima waktu Mas memutuskan pertunangan.""Nggak ada. Waktu orang tuanya minta mas segera melamar, mas datang melamar. Tanpa menetapkan kapan akan menikah."Dea memandang suaminya sekilas, lalu melanjutkan mengupas jeruk. Tidak mau memikirkan lagi ten
Gama tidak di rumah, Dea juga sedang ke luar kota. Apakah mereka kembali bersama? Dea melempar kerikil yang dipegangnya. Benda kecil itu membentur bebatuan. Suara gemeletaknya membuat beberapa rekan yang duduk di sekitarnya menoleh. Namun perempuan yang dadanya dipenuhi prasangka tak peduli dengan pandang penuh tanya dari teman kantornya.Alita terbayang kebersamaan dengan Dea beberapa tahun kemarin. Saat hubungan mereka baik-baik saja. Shopping, makan, atau nonton bersama. Saling berpelukan, saling tertawa, bahkan terkekeh riang saat menceritakan sesuatu yang dianggap lucu. Dua perempuan yang sama-sama patah hati. Alita sedang kecewa dengan Saga, sementara Dea patah hati karena perceraiannya. Mereka seolah melengkapi satu sama lain. Sekali waktu usai jam kantor, Dea lebih memilih cuci mata di mall dengannya daripada ikut Hani yang langsung pulang ke rumah.Hingga ada satu hari yang akhirnya merubah segalanya. Ketika dia diajak Dea menjemput Antika yang tengah bersama papanya. Gama y
MASIH TENTANGMU - CurigaAlita terbeliak kaget. Ia memelankan langkahnya. Tidak salahkah yang ia dengar baru saja. Pregnant. Hani menyebut satu kata itu. Dea tidak punya suami, kan? Kenapa dengan santainya Hani mengucapkan kata itu pada Dea. Apa Dea sudah menikah? Tidak mungkin dia menikah tanpa memberitahu rekan yang lain. Dea juga tidak pernah mengambil cuti dalam waktu belakangan ini.Gadis itu tertinggal dengan rasa penasarannya. Sedangkan Dea dan Hani terus masuk kantor, melewati lobi menuju meja kerjanya."Nggak mungkinlah, Han. Aku belum genap sebulan nikah," jawab Dea lirih."Why not? Pembuahan sudah bisa di deteksi dua minggu setelah berhubungan in*in, Dea. Terkadang tandanya pun lebih cepat terlihat sebelum kamu terlambat haid. Mual, capek, suasana hati yang nggak menentu," jawab Hani kemudian duduk di mejanya.Dea sendiri langsung menuju ke meja kerjanya. Sebab para staf yang lain juga sudah pada datang. Jangan sampai mereka mendengar percakapannya dengan Hani.Alita dudu
Ponsel Dea berpendar. Ada pesan masuk dari Gama. Dea mengabaikan layar komputer, kemudian sejenak berbalas pesan dengan sang suami. Tapi Dea tidak menceritakan kondisi badannya yang tidak baik-baik saja. Dea menguatkan diri hingga makan siang. Sekarang kepalanya yang terasa berat dan sakit. Mual juga. Hendak izin pulang juga tidak mungkin. "Dea, kamu izinlah pulang. Wajahmu pucet gitu. Atau izin periksa di ruang kesehatan. Istirahatlah sejenak di sana." Hani menyarankan ketika mereka tengah berada di di kantin. Dea membiarkan makanan di piringnya utuh tak tersentuh. Selera makannya lenyap seketika. "Coba kutahan dulu saja, Han." Dea menyesal teh hangat. Hanya itu saja yang membuatnya lega."Dea, wajahmu pucet gitu. Kamu sakit ya?" seloroh seorang rekan yang duduk di meja sebelahnya."Meriang." Hani yang menjawab."Kenapa nggak izin saja.""Aku nggak apa-apa," jawab Dea sambil tersenyum memandang rekan disebelahnya."Betul, Dea. Seharusnya kamu istirahat. Cobalah kamu testpack, siap
MASIH TENTANGMU- Testpack Hari berikutnya, para staf yang melihat Dea masuk kerja dengan wajah tenang, tampak heran. Perempuan yang digosipkan hamil tanpa suami itu tampak santai melakukan pekerjaannya. Tetap tersenyum ramah dan menyapa seperti biasanya. Membuat mereka penasaran, benarkah Dea hamil seperti yang diberitakan oleh Alita? Kenapa tidak ada beban mental sama sekali, jika hamil tanpa suami."Apa mungkin Alita berbohong? Bukankah mereka tidak akur sekarang." "Nggak mungkinlah Dea hamil tanpa suami. Dia tuh perempuan baik-baik. Lagian sekarang dia berhijab. Apa mungkin berbuat yang tidak-tidak.""Tapi Alita dengar sendiri waktu dokter Ratih ngomong."Pergunjingan itu mengawali pagi mereka di dalam kantor. Percakapan terhenti ketika Dea dan Hani tiba di ruangan.[Gimana hasil test kehamilanmu?] Pesan dari Hani. Wanita itu mengirim pesan daripada nanti bicara secara langsung akan jadi pusat perhatian.[Belum sempat ke apotek, Han. Aku kemarin capek banget mau mampir beli test
Dahi Gama mengernyit. Membuat alis tebalnya menyatu. Di antara semua pesan yang dikirimkan gadis itu, hanya pesan ini yang membuatnya kaget. Hamil? Dea hamil. Mantan yang dimaksud Alita pasti Dea. Dialah satu-satunya mantan yang kini telah kembali menjadi miliknya.Kenapa Dea tidak bilang? Bagaimana Alita bisa tahu? Gama resah. Namun belum bisa menghubungi sang istri, karena Dea pasti masih di kantor.Sejenak kemudian senyumnya merekah. Kalau Dea hamil, tentu ini menjadi hadiah terindah untuknya. Gama tidak heran kalau Dea hamil secepat itu. Sebab dulu pun Dea juga langsung mengandung. Setelah melahirkan putra pertamanya yang tiada, Dea memakai kontrasepsi hanya beberapa bulan saja, setelah dilepas langsung hamil lagi.Kenapa Dea belum memberitahunya. Tadi malam saat telepon, istrinya juga tidak bicara apa-apa. Apa mungkin Dea akan memberikan kejutan baginya?Di tengah kekalutan karena pekerjaan yang ruwet, ia bisa tersenyum bahagia mendengar kabar itu. Semoga saja ini benar. Namun Ga
MASIH TENTANGMU- Aku Punya SuamiGama yang tidak sabar menunggu, langsung menyambar ponsel saat benda itu berpendar. Senyumnya terbit begitu manis ketika melihat foto di layar. Fitur panggilan itu langsung di sentuhnya seketika."Ini positif, 'kan?" tanya Gama saat Dea menerima panggilannya. Sangat antusias. Dia tahu kalau benda itu menunjukkan hasil kalau Dea sedang hamil. Ini kali ketiga Gama diberi kejutan hasil testpack."InysaAllah, Mas. Satu garisnya masih samar-samar. Tapi aku yakin itu positif, karena aku belum haid sampai sekarang. Kutunggu semingguan lagi baru cek dokter.""Tunggu mas pulang dulu. Dua hari lagi mas sampe Jogja. Persiapkan juga untuk resign. Nggak perlu lagi kita sembunyikan pernikahan ini." Gama yakin dengan ucapannya. Mau disembunyikan sampai kapan? Ditutupi dan hati-hati, tapi dendam Alita tetap berjalan."Ini akan menjadi berita heboh di kantor. Aku akan meluruskan kesalahpahaman itu, baru aku resign.""Sayang, itu sangat berbahaya. Alita bisa nekat.""I