"Terima kasih, sudah memberiku kesempatan kedua. Aku janji akan berusaha menjadi suami dan ayah yang lebih baik!"Sekali lagi senyum merekah terbit di bibir Dea. "Andai kita berpisah karena Mas selingkuh, aku nggak akan memberikan kesempatan lagi.""Sudah kubilang kan, kalau aku nggak pernah selingkuh selama ini."Dea tersenyum. Kemudian hendak membawa baju gantinya ke kamar mandi. Namun tangan Gama meraih lengannya. "Mau ke mana? Ganti di sini saja.""Aku mau sekalian cuci muka. Mas, turun dulu saja. Nanti mereka kelamaan menunggu kita." Ah, hanya alasan Dea saja. Padahal tadi sudah mandi juga. Sejak dulu, Dea memang malu berganti pakaian dihadapan suaminya. Kecuali memang terpaksa karena buru-buru.Gama mengambil kaus yang telah disiapkan Dea di atas tempat tidur. Tepat setelah berganti baju, ponselnya berdenting. Ada pesan masuk dari Alita. Seperti biasa, Gama hanya membaca isi tulisan itu dari layar notifikasi.[Ingat ya, Mas. Dengan siapapun kamu akan menikah. Akan kukacaukan pe
MASIH TENTANGMU- Romansa Gerimis yang turun malam itu menambah syahdu suasana. Menjadi melodi yang mengiringi sepansang kekasih yang tengah kasmaran.Menjadi malam istimewa untuk mengawali kehidupan baru mereka. Setelah badai panjang menerpa dan membuat karam bahtera selama 48 purnama. Gama menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka berdua. Mengelap peluhnya yang menetes di wajah Deandra dan menyelipkan rambut di belakang telinga. Memberikan lengannya sebagai bantal. Deandra yang tampak lelah, tersenyum memandang sang suami kemudian memejam. ***L***Sayup-sayup suara kicau burung di luar kamar membangunkan Dea. Rasanya baru saja memejam dan masih ingin tidur lagi, tapi keburu hari sudah pagi. Gama tidak ada di sampingnya. Ke mana dia? Dea menoleh pada jendela yang masih tertutup rapat. Kemudian meraih ponsel untuk melihat sudah pukul berapa sekarang. Setengah lima pagi.Dea segera menyibak selimut, kemudian berjingkat masuk kamar mandi. Kenapa ia tidak dibangunkan? Tubuhnya tet
Gama merangkul bahu istrinya. Melangkah di jalan beraspal sambil menikmati hijaunya perbukitan di kejauhan. View yang sangat menarik. Gunung Arjuno berdiri dengan gagahnya di hadapan sana. Puncaknya masih tertutup kabut."Kapan-kapan saja kita traveling ke Bromo. Belum pernah ke sana, kan?" tanya Gama."Sudah pernah waktu aku masih SD, Mas. Aku juga sudah lupa suasana di sana. Mas Rizal dan Mbak Arsy yang ke sana tahun kemarin. Waktu anniversary pernikahan mereka yang ke tiga belas tahun.""Honeymoon."Dea tersenyum membalas tatapan sang suami."Akhir tahun ini kita bisa pergi juga ke sana. Tapi curah hujan sangat tinggi di bulan Desember. Atau kita ke Bali saja." Gama membuat dua pilihan."Ke mana saja aku ngikut. Cuman yang aku kepikiran sekarang ini, Alita mungkin akan segera mengetahui pernikahan kita, Mas.""Gimana kalau kamu segera mengajukan resign saja."Keduanya berhenti dan saling berhadapan. "Kita melakukan isbat nikah dulu saja, Mas. Setelah itu kita lihat situasi dan kit
MASIH TENTANGMU- Surprise Senin pagi Saga mengajak mereka ke rumah Budhe Tami. Setelah sejenak berbincang, Saga menoleh pada Gama. "Ga, ikut aku ke makam ibuku."Gama yang tengah duduk di kursi rotan segera bangkit dari duduknya dan pamitan pada Dea. Sedangkan Saga pinjam motor pada Budhe Tami.Saga yang kemarin sore sudah ke makam bersama Melati, untuk ziarah ke makam orang tua mereka. Tapi pagi ini sengaja mengajak sepupunya supaya tahu di mana tempat peristirahatan terakhir perempuan yang dipanggil bulek oleh Gama.Jalanan masih berkabut saat dua lelaki itu berbocengan menuju makam di ujung desa. Hawa dingin masih terasa meski saat itu waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan pagi.Di kiri kanan jalan banyak kubangan air karena hujan semalam. Sesekali mereka masih tertimpa tetesan air yang jatuh dari dedaunan pinggir jalan yang digoyangkan angin. "Di sinilah aku tumbuh besar. Jalan ini menjadi saksi saat aku berlarian sepulang sekolah." Sambil menyetir, Saga bercerita."Se
Dea memperhatikan lalu lalang kendaraan yang memadati jalan protokol kota pahlawan. Beberapa bulan yang lalu, suaminya menginjakkan kaki di kota ini untuk melamar Alita. Mengingat hal itu masih juga terasa nyerinya. Meski sekuat apa dia berusaha menepis. Buktinya sekarang Gama sudah kembali menjadi miliknya. Apa tatapannya yang begitu mesra itu masih juga membuatnya ragu?"Kita istirahat di rest area Mojokerto saja, Ga," ujar Saga pada Gama yang duduk mengemudi. Ketika hendak memasuki gerbang tol tadi, Gama yang mengambil alih kemudi."Oke."Sementara di bangku belakang, Dea dan Melati ngobrol berdua. Tidak mengira, setelah tiga tahun yang lalu untuk pertama kalinya Dea bertemu Saga saat berkelahi dengan Gama di bangunan kosong senja itu, sekarang hubungan mereka terlihat sangat akrab. Dea ikut senang melihatnya.Kali ini perjalanan di tempuh dalam waktu delapan jam. Setiap rest area mereka beristirahat. Perjalanan memang disengaja dibuat sesantai mungkin. Namun setelah keluar dari t
MASIH TENTANGMU- Patah Hati "Mbak." Seorang anak muda memanggil Dea dari celah pintu pagar. Dea tampak ragu. Namun tetap menghampirinya. "Cari siapa, ya?" "Saya dari toko bunga. Mau nganterin buket.""Untuk siapa?""Mbak Deandra tulisannya di sini. Benar ini alamatnya, 'kan?" Pemuda itu menunjukkan sebuah catatan yang dipegangnya.Dea membuka pintu pagar paling pinggir. Pintu kecil yang hanya muat untuk satu orang saja. Pemuda itu mengulurkan buket dan minta tanda tangannya. "Makasih.""Sama-sama, Mbak. Saya permisi!" Pemuda itu langsung kembali ke mobil Cherry yang berhenti tidak jauh dari rumah Dea.HAPPY TODAY, DEANDRA.Dari AngkasaItu ucapan singkat dari kartu yang terselip di buket bunga. Dea memperhatikan bunga-bunga yang ditata demikian apik dalam balutan cellophane paper berwarna pastel. Ada bunga Peony, mawar merah, lili, dan entah bunga apa lagi, Dea tidak tahu namanya."Bunga? Dari siapa itu?" tanya Bu Wetty yang baru keluar dari kamar."Dari dokter Angkasa, Ma.""Ke
Meskipun mereka tidak kembali dekat. Tapi sesekali Gama pasti menemui anaknya. Alita tahu kalau Gama sangat mencintai Antika. Walaupun laki-laki itu tidak pernah memberitahunya. Yang membuat Alita geram, tidak satu pun pesannya dibalas oleh Gama. Seolah tak pernah peduli dengan ancamannya. Tidak mengapa, ia hanya perlu memastikan kalau jangan sampai Gama kembali pada mantan istrinya. Setengah hari itu, Alita tidak luput memperhatikan Dea. Yang diawasi tetap tenang melakukan pekerjaan. Dea tidak peduli dengan rasa penasaran Alita atau rekan-rekan yang lain. Tanggapan positif lebih banyak daripada tanggapan negatif. Tentu yang negatif itu berasal dari orang-orang yang tidak suka jika orang lain berubah jauh lebih baik.Zaman sekarang ini, sudah biasa dengan perubahan. Ada yang berubah secara total, ada juga yang sekedar untuk fashion. Lumrah sudah. Dea mengemas meja ketika tiba jam istirahat. Membenahi jilbabnya di depan cermin kecil yang ia sandarkan di keyboard komputer. Biasanya ha
MASIH TENTANGMU- Ingin Kumiliki Gama memandang Dea dan dokter Angkasa dengan raut cemburu. Andai saja dia bisa keluar dan hadir di antara mereka, tapi sayangnya keadaan membuatnya harus bertahan diam di tempat.Dia bisa melihat laki-laki itu begitu perhatian pada Dea. Menunggui sampai wanita itu masuk mobil, kemudian dirinya baru masuk kendaraannya lalu pergi saling mengikuti.Dea pun tidak menyadari keberadaannya di seberang jalan. Sebab Gama memakai mobil kantor. Selama menjalani hubungan dengan Dea, baru kali ini Gama cemburu setengah mati. Padahal Dea sudah kembali menjadi miliknya. Kenapa? Karena Gama tahu rivalnya tidak tanggung-tanggung. Lelaki berkelas yang layak menjadi suami idaman. Ah, terlambat sedikit saja, bisa jadi Dea jatuh dalam pelukan dokter Angkasa.Dulu dia tidak pernah secemburu ini. Siapa lelaki yang berani mendekati Dea? Tidak ada. Apalagi setelah tahu kalau Dea itu miliknya. Tentu takut dibuat tak berkutik oleh Gama kalau sampai berani melirik Deandra.Maka