MASIH TENTANGMU- Malam di Malang Dea membalas senyum suaminya saat keduanya saling pandang. Gama mengangkat tubuh istrinya dan di dudukkan di atas meja rias. Baru sebentar juga mengecup bibir, suara Antika yang memanggil dari luar mengalihkan perhatian pengantin baru."Mama!""Ada Antik, Mas." Dea mendorong pelan tubuh suaminya. Ia turun dan membenahi bajunya.Gama melangkah untuk membuka pintu. Di depannya berdiri bidadari kecil yang tersenyum penuh cinta. "Papa, kok di sini?" tanyanya polos."Iya, Sayang. Memangnya kenapa?" Gama berjongkok di depan putrinya sambil memegang kedua lengan Antika."Biasanya Papa kan langsung pulang?""Mulai sekarang, sesekali papa akan tidur di sini. Bersama mama dan Antik. Boleh?"Mata bening gadis kecil itu tampak membulat dan berbinar-binar. Senyum menghiasi bibir mungilnya. "Boleh. Antik bisa seperti teman-teman Antik yang tinggal bersama papa dan mamanya, 'kan?"Gama mengangguk. Kemudian menggendong sang anak dan membawanya masuk ke dalam setelah
"Terima kasih, sudah memberiku kesempatan kedua. Aku janji akan berusaha menjadi suami dan ayah yang lebih baik!"Sekali lagi senyum merekah terbit di bibir Dea. "Andai kita berpisah karena Mas selingkuh, aku nggak akan memberikan kesempatan lagi.""Sudah kubilang kan, kalau aku nggak pernah selingkuh selama ini."Dea tersenyum. Kemudian hendak membawa baju gantinya ke kamar mandi. Namun tangan Gama meraih lengannya. "Mau ke mana? Ganti di sini saja.""Aku mau sekalian cuci muka. Mas, turun dulu saja. Nanti mereka kelamaan menunggu kita." Ah, hanya alasan Dea saja. Padahal tadi sudah mandi juga. Sejak dulu, Dea memang malu berganti pakaian dihadapan suaminya. Kecuali memang terpaksa karena buru-buru.Gama mengambil kaus yang telah disiapkan Dea di atas tempat tidur. Tepat setelah berganti baju, ponselnya berdenting. Ada pesan masuk dari Alita. Seperti biasa, Gama hanya membaca isi tulisan itu dari layar notifikasi.[Ingat ya, Mas. Dengan siapapun kamu akan menikah. Akan kukacaukan pe
MASIH TENTANGMU- Romansa Gerimis yang turun malam itu menambah syahdu suasana. Menjadi melodi yang mengiringi sepansang kekasih yang tengah kasmaran.Menjadi malam istimewa untuk mengawali kehidupan baru mereka. Setelah badai panjang menerpa dan membuat karam bahtera selama 48 purnama. Gama menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka berdua. Mengelap peluhnya yang menetes di wajah Deandra dan menyelipkan rambut di belakang telinga. Memberikan lengannya sebagai bantal. Deandra yang tampak lelah, tersenyum memandang sang suami kemudian memejam. ***L***Sayup-sayup suara kicau burung di luar kamar membangunkan Dea. Rasanya baru saja memejam dan masih ingin tidur lagi, tapi keburu hari sudah pagi. Gama tidak ada di sampingnya. Ke mana dia? Dea menoleh pada jendela yang masih tertutup rapat. Kemudian meraih ponsel untuk melihat sudah pukul berapa sekarang. Setengah lima pagi.Dea segera menyibak selimut, kemudian berjingkat masuk kamar mandi. Kenapa ia tidak dibangunkan? Tubuhnya tet
Gama merangkul bahu istrinya. Melangkah di jalan beraspal sambil menikmati hijaunya perbukitan di kejauhan. View yang sangat menarik. Gunung Arjuno berdiri dengan gagahnya di hadapan sana. Puncaknya masih tertutup kabut."Kapan-kapan saja kita traveling ke Bromo. Belum pernah ke sana, kan?" tanya Gama."Sudah pernah waktu aku masih SD, Mas. Aku juga sudah lupa suasana di sana. Mas Rizal dan Mbak Arsy yang ke sana tahun kemarin. Waktu anniversary pernikahan mereka yang ke tiga belas tahun.""Honeymoon."Dea tersenyum membalas tatapan sang suami."Akhir tahun ini kita bisa pergi juga ke sana. Tapi curah hujan sangat tinggi di bulan Desember. Atau kita ke Bali saja." Gama membuat dua pilihan."Ke mana saja aku ngikut. Cuman yang aku kepikiran sekarang ini, Alita mungkin akan segera mengetahui pernikahan kita, Mas.""Gimana kalau kamu segera mengajukan resign saja."Keduanya berhenti dan saling berhadapan. "Kita melakukan isbat nikah dulu saja, Mas. Setelah itu kita lihat situasi dan kit
MASIH TENTANGMU- Surprise Senin pagi Saga mengajak mereka ke rumah Budhe Tami. Setelah sejenak berbincang, Saga menoleh pada Gama. "Ga, ikut aku ke makam ibuku."Gama yang tengah duduk di kursi rotan segera bangkit dari duduknya dan pamitan pada Dea. Sedangkan Saga pinjam motor pada Budhe Tami.Saga yang kemarin sore sudah ke makam bersama Melati, untuk ziarah ke makam orang tua mereka. Tapi pagi ini sengaja mengajak sepupunya supaya tahu di mana tempat peristirahatan terakhir perempuan yang dipanggil bulek oleh Gama.Jalanan masih berkabut saat dua lelaki itu berbocengan menuju makam di ujung desa. Hawa dingin masih terasa meski saat itu waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan pagi.Di kiri kanan jalan banyak kubangan air karena hujan semalam. Sesekali mereka masih tertimpa tetesan air yang jatuh dari dedaunan pinggir jalan yang digoyangkan angin. "Di sinilah aku tumbuh besar. Jalan ini menjadi saksi saat aku berlarian sepulang sekolah." Sambil menyetir, Saga bercerita."Se
Dea memperhatikan lalu lalang kendaraan yang memadati jalan protokol kota pahlawan. Beberapa bulan yang lalu, suaminya menginjakkan kaki di kota ini untuk melamar Alita. Mengingat hal itu masih juga terasa nyerinya. Meski sekuat apa dia berusaha menepis. Buktinya sekarang Gama sudah kembali menjadi miliknya. Apa tatapannya yang begitu mesra itu masih juga membuatnya ragu?"Kita istirahat di rest area Mojokerto saja, Ga," ujar Saga pada Gama yang duduk mengemudi. Ketika hendak memasuki gerbang tol tadi, Gama yang mengambil alih kemudi."Oke."Sementara di bangku belakang, Dea dan Melati ngobrol berdua. Tidak mengira, setelah tiga tahun yang lalu untuk pertama kalinya Dea bertemu Saga saat berkelahi dengan Gama di bangunan kosong senja itu, sekarang hubungan mereka terlihat sangat akrab. Dea ikut senang melihatnya.Kali ini perjalanan di tempuh dalam waktu delapan jam. Setiap rest area mereka beristirahat. Perjalanan memang disengaja dibuat sesantai mungkin. Namun setelah keluar dari t
MASIH TENTANGMU- Patah Hati "Mbak." Seorang anak muda memanggil Dea dari celah pintu pagar. Dea tampak ragu. Namun tetap menghampirinya. "Cari siapa, ya?" "Saya dari toko bunga. Mau nganterin buket.""Untuk siapa?""Mbak Deandra tulisannya di sini. Benar ini alamatnya, 'kan?" Pemuda itu menunjukkan sebuah catatan yang dipegangnya.Dea membuka pintu pagar paling pinggir. Pintu kecil yang hanya muat untuk satu orang saja. Pemuda itu mengulurkan buket dan minta tanda tangannya. "Makasih.""Sama-sama, Mbak. Saya permisi!" Pemuda itu langsung kembali ke mobil Cherry yang berhenti tidak jauh dari rumah Dea.HAPPY TODAY, DEANDRA.Dari AngkasaItu ucapan singkat dari kartu yang terselip di buket bunga. Dea memperhatikan bunga-bunga yang ditata demikian apik dalam balutan cellophane paper berwarna pastel. Ada bunga Peony, mawar merah, lili, dan entah bunga apa lagi, Dea tidak tahu namanya."Bunga? Dari siapa itu?" tanya Bu Wetty yang baru keluar dari kamar."Dari dokter Angkasa, Ma.""Ke
Meskipun mereka tidak kembali dekat. Tapi sesekali Gama pasti menemui anaknya. Alita tahu kalau Gama sangat mencintai Antika. Walaupun laki-laki itu tidak pernah memberitahunya. Yang membuat Alita geram, tidak satu pun pesannya dibalas oleh Gama. Seolah tak pernah peduli dengan ancamannya. Tidak mengapa, ia hanya perlu memastikan kalau jangan sampai Gama kembali pada mantan istrinya. Setengah hari itu, Alita tidak luput memperhatikan Dea. Yang diawasi tetap tenang melakukan pekerjaan. Dea tidak peduli dengan rasa penasaran Alita atau rekan-rekan yang lain. Tanggapan positif lebih banyak daripada tanggapan negatif. Tentu yang negatif itu berasal dari orang-orang yang tidak suka jika orang lain berubah jauh lebih baik.Zaman sekarang ini, sudah biasa dengan perubahan. Ada yang berubah secara total, ada juga yang sekedar untuk fashion. Lumrah sudah. Dea mengemas meja ketika tiba jam istirahat. Membenahi jilbabnya di depan cermin kecil yang ia sandarkan di keyboard komputer. Biasanya ha
Paginya, Alita berkemas-kemas dibantu oleh Naufal. Sesekali mereka saling pandang dan melempar senyum. Rambut Alita terurai sebawah bahu dan masih setengah basah."Akhir pekan ini, kita lihat rumah di Grand Permata," kata Naufal menghampiri istrinya dan membantu mengunci travel bag."Kamu sudah tahu Grand Permata, kan?""Iya, aku pernah lewat sana.""Kamu suka nggak tempat itu?""Suka.""Ada juga di Singosari Residen. Tapi kejauhan kalau ke kantor. Di sana pemandangannya juga menarik. Bagaimana?""Aku ngikut saja. Mana yang terbaik buat kita.""Oke. Nanti kita lihat dua-duanya. Jadi kamu bisa membuat pilihan. Kalau di Singosari Residen memang lebih tenang tempatnya. Adem karena di kelilingi perbukitan. Cuman agak jauh dari kantor. Sebelum mendapatkan rumah, kita tinggal di kosanku sambil cari kontrakan rumah untuk sementara.""Ya." Alita tersenyum. Kemudian mengecek laci, memperhatikan gantungan baju, dan masuk ke kamar mandi untuk memastikan tidak ada barang mereka yang tertinggal.T
MASIH TENTANGMU- Hidup BaruJam dua ketika tamu sudah mulai senggang. Alita menghampiri Dea dan Melati yang duduk ngobrol, terpisah dari rombongan Pak Norman."Makasih banget kalian menyempatkan datang dari Jogja ke Surabaya," ucapnya sambil duduk di kursi depan dua wanita itu. Agak susah duduk karena memakai jarik yang sangat sempit. Makanya Dea membantu memegangi tangan Alita agar tidak terjengkang."Sama-sama," jawab Dea dan Melati hampir bersamaan."Setelah ini kamu dan suamimu tinggal di Malang?" tanya Melati."Iya. Kami berdua kerja di sana.""Kamu sudah lama pulang ke Surabaya?" tanya Melati lagi Dijawab anggukan kepala oleh Alita. Melati malah tidak tahu banyak tentang Alita, semenjak pakdhenya Alita masuk penjara. Apalagi setelah putus pertunangan dari Gama, Alita tidak pernah lagi datang ke kafenya. Dea sendiri tidak pernah membahas pertemuannya dengan Alita pada siapa-siapa. Kecuali pada sang suami, itu pun baru seminggu yang lalu. "Bentar aku mau ke toilet," pamit Melat
Jogjakarta, dua minggu kemudian."Undangan dari siapa, Mas?" Dea meraih undangan yang baru diletakkan oleh Gama di hadapannya. Dia membaca nama yang tertera. Tidak ada foto calon pengantin dalam undangan itu."Dari Alita?" Dea kaget. "Ya. Saga yang ngasih tadi. Seminggu lagi Lita nikah di Surabaya. Kata Saga, Naufal itu teman kuliah mereka dulu.""Calonnya dari Surabaya juga?"Gama mengangguk, tapi dia heran melihat wajah sang istri tampak bingung dan berulang kali memperhatikan undangan mewah kombinasi warna putih dan kuning keemasan di tangannya. "Sayang, kenapa?"Dea meletakkan undangan di atas meja riasnya."Mas, waktu aku hamil delapan bulan dan tinggal di apartemen. Sebenarnya aku bertemu dengan Alita yang tinggal di apartemen itu juga."Ganti Gama yang terkejut. "Beneran?"Dea mengangguk."Kenapa nggak cerita sama mas?""Karena Mas pasti langsung mengajakku pindah dan nggak boleh lagi bertemu dengan Lita. Waktu itu dia sudah berubah baik. Dia minta maaf padaku sambil nangis.
MASIH TENTANGMU- The Wedding Pagi yang cerah, suasana yang indah. Rumah Pak Handoyo begitu meriah. Senyum suami istri itu sangat sumringah. Menyambut tamu dari keluarga Naufal dan dari beberapa kerabat mereka sendiri yang di undang ke rumah. Tak ada yang ditutupi lagi kalau pernikahan Alita dengan Tony sudah selesai empat bulan yang lalu.Mereka mengerti dan tidak pernah bertanya secara detail.Tentang keguguran itu pun kerabat tidak ada yang tahu. ART saja yang tahu, tapi mereka juga tutup mulut. Tidak ada yang jadi 'lambe turah'. Sebab sadar karena di sana hanya bekerja dan digaji tidak murah. Pak Handoyo dan Bu Lany juga sangat baik sebagai majikan.Alita memakai gamis warna khaki dengan hiasan bordir di bagian kerah dan kancing depan. Memakai jilbab polos warna senada. Naufal memakai kemeja warna abu-abu. Acara dadakan yang membuat mereka tidak sempat menyelaraskan outfit untuk lamaran. Juga tidak ada backdrop. Namun tidak mengurangi kegembiraan hari itu.Orang tua Alita dan ke
Pagi-pagi sekali Gama bersama keluarganya sudah sampai di rumah Pak Norman. Ia juga sudah check out dari vila. Pagi ini bersama keluarga kecil Saga, mereka akan kembali ke Jogja. Liburan telah selesai dan besok waktunya kembali ke kantor.Pak Norman menciumi bocah-bocah satu per satu. Alangkah bahagianya. Di hari tua bisa memiliki cucu sebanyak itu. Termasuk anak-anak Gama direngkuh tak ubahnya seperti cucu sendiri. Gama adalah bagian dari Ariani. Perempuan yang memiliki tempat tersendiri di hatinya.Bu Rista dan Kartini juga menyempatkan menggendong si kembar yang sangat lucu. Juga si bayi Akhandra yang mencuri perhatiannya. Tiga hari ini menjadi momen yang sangat indah. Mereka berkumpul bersama dan membuat rumah besarnya sangat ramai."Kami pamit, Om, Tante." Gama mencium tangan Pak Norman dan Bu Rista. Diikuti oleh Dea. Juga berpamitan pada Akbar dan Tini.Saga dan Melati melakukan hal yang sama. Hingga mereka berpisah di halaman rumah. Dua mobil meninggalkan pekarangan disertai la
MASIH TENTANGMU- Janji yang Ditepati"Itu Saga." Naufal melihat teman lamanya."Iya. Tapi kita pergi saja." Alita berbalik dan melangkah cepat. Naufal pun menjajari langkahnya. Mereka menuruni eskalator dan Alita tak lagi menoleh ke belakang.Bukan hal mudah bertemu mereka lagi. Mungkin menjauh juga tidak mempengaruhi apapun. Dirinya bukan siapa-siapa dan bisa jadi sudah dilupakan. Justru kalau tiba-tiba ia muncul, mungkin akan merusak suasana. Sebab di sana pun juga ada Akbar bersama istrinya. Mereka sedang bahagia menikmati kebersamaan.Rupanya Gama juga membawa istri dan anaknya menyambut pergantian tahun di Malang. Keluarga Saga tinggal di Lawang. Mungkin mereka tadi tengah jalan-jalan. Kenapa bumi ini terasa sempit."Kita keluar saja dari Trans*art kalau gitu." Naufal memutuskan karena melihat Alita yang tidak nyaman dan terlihat cemas.Ia bisa memahaminya. Tentu bertemu mereka lagi adalah sesuatu yang tidak mudah setelah banyak peristiwa tertoreh dalam hubungan mereka."Kita m
Naufal dan Alita lantas makan tanpa percakapan. Makan dengan cepat agar sampai pantai tidak kesiangan. Butuh waktu dua jam untuk sampai di Balaikambang.Alita yang menghindari banyak orang dalam waktu empat bulan ini. Namun terasa nyaman saat bepergian bersama Naufal. Sebenarnya dialah teman laki-laki yang bisa diajak ngobrol enak sejak dulu. Sosok yang bisa dipercaya. Saking percayanya sampai mereka melakukan one night stand.Bromo. Sebenarnya di bulan Desember dan awal Januari begini, Bromo sedang indah-indahnya. Savana dengan rerumputan yang menghijau karena terguyur hujan, setelah kekeringan selama musim kemarau. Mereka melanjutkan perjalanan tanpa banyak percakapan. Sesekali mengulas apa yang dilihatnya di sepanjang perjalanan. Tentunya pemandangan yang menyejukkan mata.Dua jam kemudian mereka sudah menyusuri pantai dengan pesona pasir putih dan pemandangan air laut yang kebiruan. Suasana teduh karena mendung memayungi angkasa, meski hari sudah siang.Tahun baru, pengunjung mem
MASIH TENTANGMU- 71 Serius Alita belum bisa tidur meski sudah jam sebelas malam. Sebentar lagi pergantian tahun. Sejam lagi sudah tahun yang berbeda. Namun kehidupannya masih tetap sama.Ia ingat Naufal. Tidak mengira saja, ia bertemu lagi dengan Naufal di kota ini.Memang bisa saja mereka bertemu, karena sama-sama berasal dari Surabaya. Namun statusnya yang masih single membuat Alita seakan tak percaya. Apa sekali saja dia tidak pernah pacaran?Dan kata-kata Naufal tadi masih diingatnya. Laki-laki itu merasa sangat bersalah terhadap apa yang telah mereka lakukan dulu. Tidak hanya merasa bersalah, tapi juga ingin bertanggungjawab. Bertanggungjawab seperti apa? Hendak menikahinya? Padahal dirinya terlalu kotor. Memang Naufal yang pertama kali mengambil segalanya. Tapi bukan alasan itu yang membuat Alita tetap sendiri sampai saat ini. Naufal belum tahu sejahat apa dirinya selama sebelas tahun.Wanita melamun lalu menoleh saat ponselnya di nakas berpendar. Siapa yang menelpon malam-ma
Alita tersenyum getir. Naufal tidak tahu apa-apa tentang dirinya. Memang di biodata itu tertulis belum menikah, padahal dirinya sudah janda. Sebab mau mengganti identitas, dia tidak punya akta perceraian."Kamu sudah menikah? Aku khawatir kalau sedang jalan sama suami orang." Alita memberanikan diri untuk bertanya.Naufal dengan cepat menggeleng. "Nggak usah khawatir. Kamu duduk dengan laki-laki yang masih jomblo." Senyum mengakhiri ucapannya.Di usia tiga puluh empat tahun, Naufal juga masih belum menikah? Dia bukan lelaki kurang pergaulan, bukan pria buruk rupa, karirnya juga mentereng. Tapi belum menikah."Kenapa belum nikah?" Alita mulai enjoy. Dulu pun mereka adalah sahabat yang sangat akrab dan biasa ngobrol tentang apapun."Kamu juga belum menikah? Kenapa?"Alita tersenyum getir."Karena perbuatanku waktu itu?" tanya Naufal dengan wajah sendu. Ada sesal dan rasa bersalah tampak di sana. Meski harus membongkar kisah lama, tapi ia mesti mengutarakannya. Sebab ia menyesalinya hing