Share

Bab 3

Author: Jingga Amelia
last update Last Updated: 2025-01-15 10:48:41

"Mas, kalau siang ketika kamu kerja, Ibu itu tidak pernah membagi makanannya denganku. Katanya Ibu tidak masak, ataupun kalau masak pasti cuma sayur sisa. Semua masakan yang beliau buat selalu dihidangkan ketika kamu pulang. Semua cerita yang dikatakan kalau aku sudah makan lauk sejak pagi, itu bohong."

"Ah, mana mungkin seperti itu, Dek. Ibu orangnya nggak kaya gitu kok."

Bibirku serasa bosan berkata seperti itu pada Mas Lukas. Di dua tahun pernikahan kami, aku sudah sangat sering berkata seperti itu tapi Mas Lukas sama sekali tidak percaya padaku.

Kenapa aku bisa bertahan sampai lima tahun? Anakku, Huda, butuh ayahnya. Aku tak mungkin egois dengan meminta cerai atau berpisah dengan Mas Lukas hanya karena masalah ini. Lagipula, aku malu dengan orangtuaku jika sampai bercerai. Ayah dan ibuku sudah sangat percaya padaku jika aku bisa memilih lelaki yang bisa membahagiakanku. Serasa lucu jika tiba-tiba aku pulang dan bercerai.

Sebenarnya aku juga sedih dengan perlakuan mertuaku itu. Terlebih sikap Mas Lukas yang serasa tak perduli dengan perkataanku. 

Selama lima tahun ini aku masih bisa menahan, tapi entah sampai kapan lagi aku bertahan dalam keadaan seperti ini. Sekarang, Huda sudah beranjak dewasa, aku tak punya alasan lagi untuk sedikit tegas pada ayahnya. 

"Em, Mas ... Aku mau ngomong," kataku di tengah perjalan kami. Pikiranku melayang, berbagai kenangan masalalu tiba-tiba saja melintas dan rasanya aku sudah tak tahan lagi.

Hampir setiap hari aku diperlakukan berbeda oleh mertuaku. Entah apa alasannya, tapi beliau selalu menganggapku rendah dan berbeda. Namun ketika di depan Mas Lukas, beliau akan bersikap semanis madu.

"Ngomong apa, Dek? Ngomong aja," jawabnya dengan fokus pada perjalanan kami.

"Sebenarnya aku sama Huda selalu dibedakan oleh ibumu. Kenapa ya, Mas? Nggak seperti Mbak Rita dan Bara."

Mas Lukas melirikku dari kaca spion. Raut wajahnya berubah. Memang seperti itu dirinya, selalu tak suka jika aku menyinggung soal ibunya.

"Dibedakan bagaimana? Bukannya sama saja? Mbak Rita makan, kamu juga makan. Dia makan daging kamu juga makan," ujarnya dingin.

"Itukan yang kamu lihat, Mas? Setiap siang, Ibu tidak pernah berlaku adil padaku dan Mbak Rita. Bahkan kepada Huda pun begitu. Kenapa kamu tidak pernah mau percaya padaku?"

"Bukannya aku tidak percaya, tapi memang begitu kan yang kulihat."

"Iya memang itu yang kamu lihat, tapi tidak begitu jika kamu tidak ada!" Nada bicaraku semakin tinggi ketika Mas Lukas masih saja tak percaya padaku.

"Bahkan kamu lihat sendiri kan semalam waktu Huda merengek minta ayam goreng? Apa reaksi ibumu?"

"Oh iya, darimana semalam kamu dapat uang, Dek? Masa iya uangmu masih?" tanya Mas Lukas terdengar mengalihkan pembicaraan.

Aku menghela nafas panjang, "jangan mengalihkan pembicaraan, Mas."

"Sudahlah, Diana. Aku tidak suka kamu menjelek-jelekkan ibuku seperti itu. Suka atau tidak suka, dia tetap ibuku, dan kamu wajib menghormatinya. Aku tidak mau jadi anak durhaka hanya karena masalah seperti ini. Toh kalian sama-sama kenyang, kan?"

"Aku punya bukti, Mas. Dan kamu harus percaya padaku. Nanti kalau sampai di rumah Ibu, akan kutunjukkan padamu," tandasku dengan penuh penekanan dan dengan rasa geram.

Tak sekali dua kali Mas Lukas bersikap demikian, dan sekarang rasanya aku sudah muak dengan sikapnya yang seperti itu. Membawa anak perempuan orang, tapi dia tak mau mempercayaiku.

..

Kedatanganku dan Mas Lukas serta Huda disambut hangat oleh Ayah dan Ibu. Mereka terlihat sangat senang, terlebih Huda adalah cucu pertamanya. 

"Istirahat saja dulu, biar Huda bersama kami," ucap Bapak dengan menggendong Huda ke depan.

Aku hanya mengangguk, lalu masuk ke dalam kamar yang dulu menjadi tempatku ketika belum menikah. Rasanya aku selalu rindu dengan ruangan ini karena di tempat inilah aku menghabiskan hampir seluruh waktu luangku.

Mas Lukas masih terdiam usai pertengkaran kecil kami di atas motor beberapa saat yang lalu. Sepertinya dia marah padaku, tapi kali ini aku tak terlalu memperdulikannya.

"Ini Mas yang kubicarakan tadi. Dengarlah," kataku dengan menyodorkan sebuah rekaman suara.

Di sana aku sengaja merekam suara ibu mertuaku yang tengah marah. Seharusnya Mas Lukas percaya setelah ini.

Rekaman kuambil selama dua menit. Ada beberapa percakapan yang tertangkap, dan di sana jelas terlihat kalau Ibu sangat tidak suka denganku.

"Kamu keterlaluan, Dek. Seharusnya kamu tidak seperti ini. Ibu sudah membesarkanku, menyekolahkanku, tapi kenapa sekarang justru seperti ini balasanmu."

Kedua mataku membola. Mas Lukas tetap masih tak percaya padaku?

"Ka-kamu masih belum percaya, Mas?"

"Bukannya aku tidak percaya, tapi aku hanya tidak ingin berdebat dengan Ibu. Aku takut jadi anak durhaka!" jawabnya dengan nada sedikit keras lalu keluar kamar.

Kedua bahuku naik turun. Amarahku serasa sudah sampai di ubun-ubun. Sekuat apapun aku membuktikan pada Mas Lukas, sepertinya ia tak akan percaya dengan perkataanku.

Jika seperti ini, apa aku harus tetap tinggal di rumah Ibu dan Ayah? Rasanya aku sudah tak tahan lagi berada di rumah itu.

Jika pun kedua orangtuaku tahu masalah ini, pasti mereka juga tak terima dengan perlakuan keluarga Mas Lukas. Aku juga sudah dibesarkan oleh kedua orangtuaku, mereka menyekolahkanku dan memberikan kasih sayang penuh kepadaku. Lalu, apa bedanya dengannya? Apa orangtuaku juga akan terima jika tahu soal masalah ini?

Ah, Mas Lukas harus tahu kalau aku tidak bisa terus menerus diperlakukan seperti ini. Dia boleh egois, tapi aku juga bisa membalas sikap egoisnya.

Related chapters

  • Masakan Mertua   Bab 4

    "Diana, bisakah kita bicara?" ucap Ayah ketika aku tengah duduk di sofa dengan Mas Lukas.Ayah pasti akan membicarakan soal uang yang beliau ceritakan di telepon. Dan oleh sebab itu aku tak ingin Mas Lukas tahu perihal itu. Bukan karena apa, aku hanya tak ingin keluarganya pun tahu soal ini karena biasanya jika Mas Lukas tahu, maka semua keluarganya juga tahu."Em, kita bicara di kamar Diana saja ya, Yah. Mas Lukas, sebentar ya aku mau bicara sebentar sama Ayah."Kugandeng ayahku masuk ke dalam kamar yang dulu kutempati, lalu mengunci pintunya dari dalam. Mas Lukas selalu tak percaya padaku, dan sekarang aku tidak ingin jika dia tahu soal ini. "Kenapa? Kok Lukas nggak di ajak?" tanya Ayah sedikit curiga, karena selama ini aku tak pernah menceritakan apapun padanya.Wajar saja, sebagai anak aku tidak ingin membuat orangtuaku khawatir dan sedih karena kisah hidup anaknya setelah menikah. Bagaimanapun caranya aku selalu ingin kedua orangtuaku tahu jika aku sangat bahagia setelah menikah

    Last Updated : 2025-01-15
  • Masakan Mertua   Bab 5

    Rencananya aku akan membuat usaha makanan. Di rumah Mas Lukas aku selalu dibatasi soal makanan, dan oleh karena itu aku ingin membuat usaha yang berhubungan dengan makanan. Entah karena apa, ibu mertuaku selalu menyembunyikan makanannya dariku. Padahal, hampir semua kebutuhan rumah suamiku lah yang memberikannya.Meskipun hanya bekerja sebagai buruh bangunan, tapi Mas Lukas tak pernah lari dari tanggungjawabnya sebagai kepala keluarga. Terlebih ibu mertuaku adalah seorang janda. Mas Lukas pernah bicara kepadaku bahwa ia akan membahagiakan ibunya sekuat yang ia mampu.Sebenarnya prinsipnya bagus. Aku sangat mendukungnya. Hanya saja ternyata ibu mertuaku tak bisa sejalan denganku. Beliau justru bersikap tak adil kepadaku.Puncak dari sikapnya yang seperti itu adalah setelah dua tahun pernikahanku dan Mas Lukas berjalan. Awalnya semua masih terlihat wajar, memang tak ada lauk jika siang hari tapi aku tak terlalu mempermasalahkan hal itu. Namun ketika dua tahun pernikahanku dengan Mas Luk

    Last Updated : 2025-01-15
  • Masakan Mertua   Bab 6

    "Mas, kenapa tidak minta sama Mbak Rita juga? Suaminya kan kerja di luar negeri? Pasti tabungannya banyak, sedangkan aku? Dapat dari mana?""Lha itu dari orangtuamu, Dek.""Ini pinjaman buat modal usaha, bukan buat yang lain. Lagipula ini nanti dikembalikan. Kalau uangnya buat benerin dapur, aku balikinnya gimana?" tuturku sedikit geram dengan Mas Lukas karena ternyata dia menuruti perkataan ibunya untuk meminta uang itu dariku."Tapi Dek ....""Mas udah coba bilang ke Mbak Rita? Kalian sama-sama anak Ibu, kenapa harus kita yang terus-menerus seperti ini? Justru seharusnya Mbak Rita yang lebih dominan di rumah ini. Suaminya kerja di luar negeri, gajinya besar. Sedangkan suamiku? Hanya buruh bangunan," ucapku karena sudah merasa sangat jengkel dengan sikap ibu serta kakak iparku."Dek!""Kenapa? Memang benar, kan? Gajimu cuma berapa? Dan dipakai untuk memenuhi kebutuhan orang serumah, sedangkan Mbak Rita sama sekali tak pernah gantian memikirkan hal itu. Jujur saja aku sebagai istrimu

    Last Updated : 2025-01-15
  • Masakan Mertua   Bab 7

    "Enak saja! Suamiku kerja keluar negeri itu buat aku sama Bara," tandas Mbak Rita ketika aku menyinggung lagi soal suaminya."Berarti Ibu nggak penting dong buat Mbak Rita? Buktinya perhitungan." Kutatap iparku itu dengan senyum miring.Suasana semakin tak kondusif, tapi aku suka dengan situasi ini karena memang inilah yang kutunggu-tunggu selama ini. Selama lima tahun ini, aku tak pernah berani melawan karena takut dengan sikap dingin suamiku jika aku membangkang, tapi sekarang tidak lagi.Kenapa aku harus takut jika dia saja tak pernah memberiku kesempatan untuk mengutarakan apa yang kurasakan? Bahkan dia juga tak pernah mengindahkan apa yang kuceritakan kepadanya. Baginya, semua sikap Ibu dan Mbak Rita selalu dianggap benar olehnya."Diana!" bisik Mas Lukas membuatku lantas meliriknya singkat."Kita kan sama-sama tinggal di rumah ini, kenapa harus ada perbedaan, Mas? Bukankah kita harus sama rata untuk membahagiakan Ibu?" Kutatap ibu mertuaku itu, tapi ia lantas memalingkan wajah.

    Last Updated : 2025-01-20
  • Masakan Mertua   Bab 8

    "Tidak, Mas. Maaf aku tidak bisa. Aku sudah berjanji pada kedua orangtuaku untuk membuka usaha dengan uang itu. Kalau sampai mereka tahu aku tak jadi membuka usaha, bagaimana perasaan mereka?" terangku dengan wajah sedih.Memang benar, jika aku tak jadi membuka usaha lalu bagaimana dengan mereka? Meskipun aku sudah berbohong pada suamiku perihal uang itu, tapi mengenai membuka usaha aku tidak bohong, kan?"Tapi Ibu bisa sedih, Dek." Wajah Mas Lukas tak kalah sedih denganku, tapi sekali lagi aku tidak akan mengalah untuk kesekian kalinya."Orangtuaku juga tak akan kalah sedih Mas jika aku tak melakukan amanahnya. Lagipula bukankah kita sudah lebih sering membuat Ibu bahagia? Sedangkan orangtuaku? Baru sekali ini mereka ingin melihatku bahagia, itupun mereka mencarikanku pinjaman uang. Mereka sampai mencarikanku pinjaman uang loh, Mas. Masa iya aku ngecewain mereka?""Oh, jadi karena ibuku nggak pernah ngasih? Terus kita terus yang ngasih? Jadi sekarang kamu perhitungan?"Dahiku mengern

    Last Updated : 2025-01-20
  • Masakan Mertua   Bab 9

    Ibu mertuaku itu pergi meninggalkanku ketika sudah selesai memarahiku perihal aku yang membangkang pada suami. Padahal bukan itu yang sedang kulakukan, aku tidak sepenuhnya membangkang, tapi aku hanya melakukan apa yang seharusnya kulakukan sejak dulu, yaitu sedikit tegas atas semua sifat Mas Lukas dan ibunya."Rasain!" bisik Mbak Rita tepat di telingaku sebelah kanan.Aku sedikit terkejut dengan kedatangannya, karena sebelum ini pun Mbak Rita tak terlihat tapi tiba-tiba ada di dekatku. Berarti tak hanya Ibu yang menguning pembicaraanku dengan Mas Lukas, melainkan Mbak Rita juga."Kenapa? Justru seharusnya kamu kasih aku selamat Mbak karena sebentar lagi aku akan membuka usaha," jawabku masih santai."Elehh, usaha tanpa restu suami saja buat apa. Harusnya kamu itu nurut sama suamimu, tidak malah membangkang seperti ini!" tandasnya ketus, sama seperti perkataan ibunya.Aku tak gentar dengan kata-katanya, justru aku terkekeh kecil. "Masih mending mau usaha, daripada cuma menyusahkan sua

    Last Updated : 2025-01-20
  • Masakan Mertua   Bab 10

    Taksi online menjadi pilihanku lagi sebagai kendaraan yang mengantarkanku ke rumah. Harapanku tak muluk-muluk, aku hanya berdoa semoga kehidupanku bisa lebih baik setelah ini. Dengan kujalankan usaha ini, semoga saja sikap acuh dan ketus mertua serta iparku bisa berubah. Serta, suamiku juga bisa lebih membuka dirinya mengenai apa yang kukeluhkan padanya.Aku tak langsung pulang kali ini, melainkan dengan sengaja aku membawa Huda ke tempat area bermain anak. Di sana Huda terlihat sangat senang, karena ini pun merupakan kali pertamanya dia merasakan hal itu.Biasanya Mas Lukas akan selalu memberikan seribu alasannya ketika aku menyinggungnya soal sesekali ingin membawa Huda ke tempat ini. Aku yang biasanya selalu mengalah hanya memilih membawa Huda ke pasar malam yang kadang ada di tempat kami.Sebelum berangkat pun tadi aku sudah mengirimkan pesan pada Mas Lukas jika aku hendak pergi keluar bersama Huda. Namun dia sama sekali tidak tahu jika aku sampai pergi ke tempat ini. Biarlah, nan

    Last Updated : 2025-01-20
  • Masakan Mertua   Bab 11

    "Apa katamu? Berani sekali mengataiku pelit!" bentak Mbak Rita semakin emosi.Kami saling bertatapan, kini aku sudah tak takut lagi dengannya. Orang seperti Mbak Rita memang sekali-kali harus dilawan. Jika Mas Lukas tidak bisa membelaku, maka aku akan cari pembelaan sendiri."Memang faktanya begitu. Setiap hari pamer gaji suami besar, tapi nyatanya masih merongrong pada adiknya!"Kedua bahunya naik turun, aku yakin jika dia tengah benar-benar marah dengan kata-kataku. Mas Lukas seharusnya lihat, seberapa keras saudara dan ibunya kepadaku. Namun dia seakan selalu tutuo mata mengenai hal itu, dia pikir aku hanya mengada-ada saja."Diam! Ada apa ini berisik sekali!" teriak Ibu dari dapur.Aku tak mengindahkan tatapan bengis Mbak Rita. Gegas aku mundur dan masuk ke dalam kamar. Bukan karena aku mengalah, hanya saja ini sudah hampir Maghrib dan aku sangat menghindari perdebatan disaat Maghrib. Pamali.Kuletakkan tas lusuhku di atas nakas, lalu duduk di tepi ranjang. Aku mengatur nafas dan

    Last Updated : 2025-01-30

Latest chapter

  • Masakan Mertua   Bab 19

    "Bu, bagaimana keadaanmu? Apa sudah mendingan?" tanya Mas Lukas lagi ketika Ibu belum menjawab perkataan sebelumnya."Aku sudah baik, seperti yang kamu lihat."Terdengar sedikit ketus, tapi bagiku itu bukan hal baru lagi karena Ibu memang selalu seperti itu kepadaku. Namun yang aneh bagiku adalah sikap yang Ibu tunjukkan pada Mbak Rita. Kenapa sekarang jadi begini? Bukankah selama ini Ibu terlihat sangat melindungi anak perempuannya itu."Syukurlah, kemarin Mbak Rita menemuiku kasih kabar kalau Ibu sakit. Memangnya kenapa, Bu? Apa masih ada hubungannya sama renovasi dapur? Bukankah Lukas sudah katakan kalau ....""Sudahlah, jangan sok perduli pada Ibu. Kamu urus saja hidupmu itu."Sejujurnya saja aku sedikit heran dengan sikap Ibu. Tak biasanya beliau seperti ini. Apa mungkin, Ibu bersikap seperti ini karena telah ditinggalkan oleh Mas Lukas?"Bu, bukannya begitu. Lagipula Lukas tak punya uang sebanyak itu, Ibu tahu sendiri kerjaan Lukas itu seperti apa," tandas Mas Lukas merendah, ta

  • Masakan Mertua   Bab 18

    Pada akhirnya aku ikut dengan Mas Lukas ke rumah Ibu, Huda kubawa serta karena memang tidak ada yang menjaga di rumah. Semenjak kepindahanku ke kontrakan pun aku belum sempat mengunjungi orangtuaku karena kesibukan di kedai sangat padat. Lagipula aku juga masih berbenah kontrakan dan aku takut jika kabar yang kubawa akan membuat mereka semakin kepikiran.Sepanjang perjalanan Mas Lukas hanya diam. Dia tak banyak bicara seperti biasanya. Mungkin dia sedang memikirkan ibunya yang kata Mbak Rita mogok makan karena perihal renovasi dapur.Sebelum berangkat, aku sudah sepakat dengan Huda jika dia tidak boleh berbuat macam-macam di rumah neneknya. Aku takut jika nanti Huda akan rewel selama di sana."Em, kita nggak mampir beli oleh-oleh dulu, Mas?" tanyaku basa-basi, tak lain hanya untuk membuka pembicaraan."Nggak usah. Kita langsung kesana aja, aku pengen lihat kondisi Ibu."Kuanggukkan kepalaku, lalu meliriknya lewat pantulan kaca spion. Mas Lukas tampak serius mengendarai motornya, sedan

  • Masakan Mertua   Bab 17

    "Bagaimana keadaannya, Pak? Maaf saya belum bisa berkunjung," ucapku lewat sambungan telepon dengan Pak Nias.Diseberang sana kudengar sangat ramai, entah beliau sedang ada dijalan atau memang usaha kami yang ramai. Harapanku usaha yang tengah kudirikan ini bisa berkembang dengan cepat, mengingat jika makanan adalah kebutuhan pokok bagi semua orang. Dan aku pun yakin jika masakan-masakannya pun juga enak."Wah, saya sampai kewalahan, Mbak. Dulu saat masih menjadi milik saya tidak sampai seperti ini. Nanti saya akan kirimkan hasil laba seminggu ini pada Anda, rasanya seminggu ini saja sudah bisa menutup modal awal yang Mbak keluarkan," tuturnya membuatku tertegun."Apa saya tidak salah dengar?""Tidak. Silahkan kesini jika Mbak Diana tidak percaya. Sepertinya kita juga harus mencari karyawan lagi karena pelanggan begitu banyak.""Alhamdulillah, berarti ini rejeki kita, Pak," ujarku dengan penuh rasa syukur."Ah, tidak. Ini sih karena rejeki Mbak Diana yang bagus, buktinya dulu waktu ma

  • Masakan Mertua   Bab 16

    Tepat dua hari, seperti yang Mas Lukas janjikan, dia benar-benar datang dan menjemputku serta Huda. Raut wajahnya sumeringah, tapi kulihat ada setitik kesedihan di dalamnya."Ibu sudah tahu soal ini?" tanyaku memecah keheningan.Kebetulan siang ini waktu menginapku sudah habis, mau tak mau aku juga harus segera keluar. Huda pun nampaknya juga tidak nyaman berada di tempat ini."Sudah," jawabnya singkat."Lalu?""Sudah, tidak usah bahas itu sekarang. Yang penting kamu ikut denganku dulu."Aku hanya mengangguk, lalu menuntun Huda dan mengikutinya. Entah Mas Lukas akan membawa kami kemana, aku menurut saja dengannya. Semoga kali ini dia tak lagi-lagi mengecewakanku.Mas Lukas menghentikan angkot, lalu membawaku melesat meninggalkan tempat penginapan. "Bu, kenapa tidak naik mobil bagus seperti kemarin lagi?" tutur Huda polos."Em ... Itu ....""Kita naik ini saja dulu, Sayang. Uang Ayah habis untuk membayar kontrakan," jawab Mas Lukas sebelum aku melontarkan kata-kata."Bu, besok kalau a

  • Masakan Mertua   BAB 15

    Pov Lukas"Mana mungkin Lukas kaya gitu, Bu? Dia kan lebih percaya sama omongan Ibu. Udah, Ibu bilang gitu aja nanti dia pasti percaya," tutur Mbak Rita terdengar aneh ketika aku baru selesai mandi.Mungkin mereka tidak tahu jika aku sudah di depan pintu dapur, karena aku memang belum lama masuk ke dalam rumah. Kacamataku tertinggal di kamar mandi, dan hal itulah yang membuatku kembali ke sana.Namun baru sampai di depan pintu dapur aku mendengar pembicaraan aneh antara Mbak Rita dan Ibu. Entah apa yang sedang mereka bicarakan tapi mereka menyebut namaku."Eheemm ...." Aku berdehem lalu masuk ke dapur dan berlalu ke kamar mandi guna mengambil kacamataku.Mata sebelah kananku sedikit bermasalah karena minus, kadang aku memang menggunakan kacamatanya untuk membantuku melihat agar lebih jelas. Namun tak setiap saat kugunakan, rasanya aku kurang begitu percaya diri jika menggunakannya setiap saat. Padahal Diana sudah menyuruhku untuk menggunakannya terus, katanya biar tidak tambah parah.

  • Masakan Mertua   Bab 14

    Tak menunggu waktu lama, pintu penginapanku diketuk oleh seseorang. Terdengar salam dari luar, dan aku yakin itu Mas Lukas. Dengan malas aku membukanya, karena bagaimanapun juga aku harus menghormatinya sebagai suamiku.Huda asik bermain di atas kasur, berbekal mainan yang ia bawa dari rumah neneknya ia terlihat sedang asik sendiri. Memang begitulah anakku, tak perlu barang baru dan mewah, jika dia suka pasti akan asik dengan dunianya sendiri. Semua itu karena sedari kecil aku sudah membiasakannya seperti itu, tak ada kemewahan di hidup kami."Waalaikumsalam," jawabku seraya membuka pintunya.Wajah Mas Lukas terlihat frustasi, mungkin dia tak menyangka jika aku akan senekat ini. Biarkan saja, ini sudah menjadi keputusan final bagiku.Kupersilahkan ia masuk, lalu kututup kembali pintunya. Apapun yang akan terjadi nanti aku tidak akan ikut dengannya masuk ke dalam rumahnya lagi. Sesekali aku memang harus bersikap tegas seperti ini.Huda juga terlihat sangat senang ketika melihat ayahnya

  • Masakan Mertua   Bab 13

    Pada akhirnya aku memantabkan hati untuk keluar dari rumah Mas Lukas. Aku rasa lima tahun bukan waktu yang singkat, dan selama itu Mas Lukas tidak pernah mengerti hatiku. Jadi sekarang tidak ada gunanya lagi aku ada disampingnya.Jika dia masih perduli dan ingin bersamaku, seharusnya dia bisa memahamiku dan percaya padaku. Namun jika sudah begini, aku tak akan tahan lagi.Mungkin ibu mertua dan iparku tidak butuh denganku, dan lebih menginginkan Mas Lukas sendirian. Oleh karena itu mereka tak pernah memperlakukanku dengan baik.Tak apa, aku seharusnya sudah pergi dari dulu. Namun karena aku merasa butuh berbakti pada Mas Lukas, maka kutahan seluruh rasa di hatiku dan memilih bertahan. Namun sekarang, sudah tidak ada alasan lagi aku bertahan.Kumasukkan barang-barangku ke dalam taksi online yang sudah kupesan. Huda pun menuruti semua yang kukatakan. Syukurlah dia bukan anak yang susah di atur.Kepergianku kali ini pun sama sekali tak melibatkan Mas Lukas. Aku mematikan ponsel, lalu per

  • Masakan Mertua   Bab 12

    "Baik, baik. Beri aku waktu, dan jangan gegabah seperti ini," terang Mas Lukas seraya menarik tubuhku ke dalam pelukannya.Kami sama-sama terdiam untuk beberapa saat. Kudengar detak jantungnya yang berdetak sangat cepat, serta nafasnya yang tak beraturan. Aku yakin saat ini emosi jiwanya sedang membara, sama sepertiku.Lima tahun bukan waktu yang singkat, seharusnya Mas Lukas sudah bisa mengerti sikap dan perangaiku. Namun, aku lihat sampai detik ini dia masih saja berpegang teguh pada kepercayaannya pada ibu dan Mbak Rita.Sebenarnya aku tak menyalahkannya yang selalu memprioritaskan ibunya. Walau bagaimanapun aku tahu jika seorang lelaki sampai kapanpun adalah milik ibunya. Hanya saja, aku rasa sikap Ibu pun tak sepenuhnya benar, terlebih sampai menguasai seluruh keuanganku dan Mas Lukas."Aku tidak gegabah, Mas. Semua sudah kupikirkan baik-baik dan dalam waktu yang tak singkat pula. Perjalanan rumahtangga kita sudah masuk diusia lima tahun, seharusnya kamu bisa sedikit saja paham d

  • Masakan Mertua   Bab 11

    "Apa katamu? Berani sekali mengataiku pelit!" bentak Mbak Rita semakin emosi.Kami saling bertatapan, kini aku sudah tak takut lagi dengannya. Orang seperti Mbak Rita memang sekali-kali harus dilawan. Jika Mas Lukas tidak bisa membelaku, maka aku akan cari pembelaan sendiri."Memang faktanya begitu. Setiap hari pamer gaji suami besar, tapi nyatanya masih merongrong pada adiknya!"Kedua bahunya naik turun, aku yakin jika dia tengah benar-benar marah dengan kata-kataku. Mas Lukas seharusnya lihat, seberapa keras saudara dan ibunya kepadaku. Namun dia seakan selalu tutuo mata mengenai hal itu, dia pikir aku hanya mengada-ada saja."Diam! Ada apa ini berisik sekali!" teriak Ibu dari dapur.Aku tak mengindahkan tatapan bengis Mbak Rita. Gegas aku mundur dan masuk ke dalam kamar. Bukan karena aku mengalah, hanya saja ini sudah hampir Maghrib dan aku sangat menghindari perdebatan disaat Maghrib. Pamali.Kuletakkan tas lusuhku di atas nakas, lalu duduk di tepi ranjang. Aku mengatur nafas dan

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status