Share

Bab 6

Penulis: Jingga Amelia
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-15 10:50:06

"Mas, kenapa tidak minta sama Mbak Rita juga? Suaminya kan kerja di luar negeri? Pasti tabungannya banyak, sedangkan aku? Dapat dari mana?"

"Lha itu dari orangtuamu, Dek."

"Ini pinjaman buat modal usaha, bukan buat yang lain. Lagipula ini nanti dikembalikan. Kalau uangnya buat benerin dapur, aku balikinnya gimana?" tuturku sedikit geram dengan Mas Lukas karena ternyata dia menuruti perkataan ibunya untuk meminta uang itu dariku.

"Tapi Dek ...."

"Mas udah coba bilang ke Mbak Rita? Kalian sama-sama anak Ibu, kenapa harus kita yang terus-menerus seperti ini? Justru seharusnya Mbak Rita yang lebih dominan di rumah ini. Suaminya kerja di luar negeri, gajinya besar. Sedangkan suamiku? Hanya buruh bangunan," ucapku karena sudah merasa sangat jengkel dengan sikap ibu serta kakak iparku.

"Dek!"

"Kenapa? Memang benar, kan? Gajimu cuma berapa? Dan dipakai untuk memenuhi kebutuhan orang serumah, sedangkan Mbak Rita sama sekali tak pernah gantian memikirkan hal itu. Jujur saja aku sebagai istrimu merasa tak adil, Mas."

Kini air mataku luruh. Rasa sesak sudah memenuhi rongga dadaku. Selama lima tahun ini aku bertahan, terutama tiga tahun belakangan ini semenjak Mbak Rita masuk ke dalam rumah ini. Namun kenapa, Mas Lukas sama sekali tidak mau membuka matanya?

Aku berkata demikian pun bukan bermaksud ingin menjadi istri yang pembangkang atau durhaka. Hanya saja aku ingin ada sedikit keadilan di rumah ini. Jika perlu, aku dan Mas Lukas yang keluar dari rumah ini agar kami bisa mandiri dan tak terlalu di peralat seperti ini.

"Sudahlah, aku minta pengertianmu, Diana. Tolong, jangan memperkeruh keadaan. Aku hanya berusaha menjadi anak yang baik untuk ibuku. Di dunia ini aku hanya tinggal punya Ibu. Tolong kamu mengerti," kata Mas Lukas terdengar sayu. Namun hal itu justru membuatku mencibir.

"Kamu berkata hanya ingin menjadicanak yang baik untuk ibumu, Mas? Lalu apakabar denganku? Apa seorang wanita itu tidak pantas juga berbakti pada orangtuanya setelah menikah? Aku juga ingin melihat orangtuaku bahagia. Dan kebahagiaan mereka ketika melihat anaknya ini sukses. Apa kamu tidak ingin melihatku sukses pula? Terlebih kalau sampai bisa membantu perekonomian keluarga kita."

Sengaja, aku berkata demikian agar Mas Lukas sedikit saja berfikir dan berubah. Dia masih memilikiku dan Huda, membahagiakan orangtua memang tak ada salahnya tapi jangan sampai membuat hati istrinya terluka pula.

Sejenak kami terdiam, aku kira Mas Lukas benar-benar mencerna kata-kata yang kulontarkan. Atau setidaknya aku berfikir jika Mas Lukas setuju dengan pendapat yang kulontarkan.

Selama ini, Mbak Rita hanya pamer dan berkoar-koar mengenai gaji dan tabungan dari suaminya. Namun, ketika kebutuhan rumah habis dia tutup mata. Dan Ibu pun juga selalu membiarkannya seperti itu.

"Asshh! Sudahlah kalau kamu nggak mau, aku nggak maksa. Tapi kalau kamu mau jadi istri durhaka, terserah!" tuturnya dengan sedikit emosi.

Aku hanya diam, membiarkannya membiarkanku sendiri dengan kemarahannya. Mas Lukas memang seperti itu jika kehendaknya kuabaikan. Selama ini aku selalu berdoa agar ia bisa sedikit saja berubah, tapi nyatanya sampai hari ini dia terus menerus seperti ini.

..

Waktu makan malam tiba, dan Mas Lukas masih saja terdiam. Itulah khasnya ketika sedang marah denganku, akan mendiamkanku sampai aku luluh dan minta maaf padanya. Namun kali ini tidak, aku tidak mau diinjak-injak terus menerus olehnya ataupun keluarganya.

Lima tahun bukan waktu yang singkat untukku mengalah, tapi Mas Lukas justru semakin membuatku tunduk kepadanya. Betapa bodohnya, ketika aku hanya menurut saja ketika dia mengatakan apapun kepadaku. Padahal terkadang apa yang ia katakan tak sepenuhnya baik untukku dan Huda.

Baginya, kebahagiaan ibunya adalah nomor satu. Memang baik, aku salut dengannya. Namun seharusnya ia tak harus mengorbankan anak dan istrinya sendiri. Terlebih ada Mbak Rita yang seharusnya juga ikut membahagiakan ibunya, tak hanya Mas Lukas saja.

"Ibu lagi kesel!" kata Ibu tiba-tiba tanpa ada yang memulai bicara.

"Kenapa, Bu? Nggak ada daging, ya? Sama, aku juga," tandas Mbak Rita mencibir, tapi aku berusaha tenang karena memang seperti itu biasanya.

"Uang yang kemarin sudah habis, Bu? Apa sudah tidak cukup untuk beli daging? Maaf ya Lukas tak bisa memberi banyak." Astaga, suamiku. Selalu saja seperti itu.

Aku makan dalam diam. Beruntung kali ini Huda pun juga duduk dengan tenang di kursinya. Dia terlihat sangat lahap meski hanya berlaukkan sepotong tahu kecap.

"Mbak Rita, ini kan awal bulan. Baru gajian dong suaminya? Boleh lah sekali-kali ditraktir beli daging biar dimasak Ibu," cetusku tanpa ragu lagi.

Spontan, perkataanku membuat seluruh anggota keluarga menatapku. Mungkin mereka heran karena aku berani berkata seperti itu. Kenapa tidak? Sekarang aku sudah benar-benar bosan dengan sikap mereka semua.

"Nggak ada. Mas Erwin belum gajian." Suaranya terdengar sangat ketus, tapi aku sama sekali tidak takut dengannya lagi.

"Yasudah kalau begitu makan dagingnya nunggu Mas Irwan gajian aja, soalnya Mas Lukas juga masih lama gajiannya. Kan kemarin sudah habis dikasihkan ke Ibu buat kebutuhan rumah," tandasku dengan menyuapkan nasi dengan tahu kecapku.

Mbak Rita tampak tidak nyaman, ia lantas minum dan menyudahi makannya. Peduli apa aku? Selama ini justru mereka yang sudah menjatuhkan mentalku.

"Diam! Bukan karena daging, tapi karena dapur yang sudah semakin reot, butuh di benerin. Ibu kesel kalau tiap masak harus lihat kondisi dapur yang seperti itu. Lukas kamu bisa ...."

"Waah, sekalian aja Bu nunggu Mas Irwan gajian. Katanya gajinya kan udah dua digit, pasti banyak dong tabungan Mbak Rita. Kita kan sama-sama tinggal di rumah ini, kenapa tidak Mas Lukas yang mencari uang untuk kebutuhan rumah, sedang Mas Irwan untuk memperbaiki kondisi rumah?" ucapku dengan santai, membuat mereka bertiga begitu tercengang dengan kata-kata yang kulontarkan.

Memang sudah seharusnya seperti itu, kan? Apa aku salah?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Masakan Mertua   Bab 7

    "Enak saja! Suamiku kerja keluar negeri itu buat aku sama Bara," tandas Mbak Rita ketika aku menyinggung lagi soal suaminya."Berarti Ibu nggak penting dong buat Mbak Rita? Buktinya perhitungan." Kutatap iparku itu dengan senyum miring.Suasana semakin tak kondusif, tapi aku suka dengan situasi ini karena memang inilah yang kutunggu-tunggu selama ini. Selama lima tahun ini, aku tak pernah berani melawan karena takut dengan sikap dingin suamiku jika aku membangkang, tapi sekarang tidak lagi.Kenapa aku harus takut jika dia saja tak pernah memberiku kesempatan untuk mengutarakan apa yang kurasakan? Bahkan dia juga tak pernah mengindahkan apa yang kuceritakan kepadanya. Baginya, semua sikap Ibu dan Mbak Rita selalu dianggap benar olehnya."Diana!" bisik Mas Lukas membuatku lantas meliriknya singkat."Kita kan sama-sama tinggal di rumah ini, kenapa harus ada perbedaan, Mas? Bukankah kita harus sama rata untuk membahagiakan Ibu?" Kutatap ibu mertuaku itu, tapi ia lantas memalingkan wajah.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-20
  • Masakan Mertua   Bab 8

    "Tidak, Mas. Maaf aku tidak bisa. Aku sudah berjanji pada kedua orangtuaku untuk membuka usaha dengan uang itu. Kalau sampai mereka tahu aku tak jadi membuka usaha, bagaimana perasaan mereka?" terangku dengan wajah sedih.Memang benar, jika aku tak jadi membuka usaha lalu bagaimana dengan mereka? Meskipun aku sudah berbohong pada suamiku perihal uang itu, tapi mengenai membuka usaha aku tidak bohong, kan?"Tapi Ibu bisa sedih, Dek." Wajah Mas Lukas tak kalah sedih denganku, tapi sekali lagi aku tidak akan mengalah untuk kesekian kalinya."Orangtuaku juga tak akan kalah sedih Mas jika aku tak melakukan amanahnya. Lagipula bukankah kita sudah lebih sering membuat Ibu bahagia? Sedangkan orangtuaku? Baru sekali ini mereka ingin melihatku bahagia, itupun mereka mencarikanku pinjaman uang. Mereka sampai mencarikanku pinjaman uang loh, Mas. Masa iya aku ngecewain mereka?""Oh, jadi karena ibuku nggak pernah ngasih? Terus kita terus yang ngasih? Jadi sekarang kamu perhitungan?"Dahiku mengern

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-20
  • Masakan Mertua   Bab 9

    Ibu mertuaku itu pergi meninggalkanku ketika sudah selesai memarahiku perihal aku yang membangkang pada suami. Padahal bukan itu yang sedang kulakukan, aku tidak sepenuhnya membangkang, tapi aku hanya melakukan apa yang seharusnya kulakukan sejak dulu, yaitu sedikit tegas atas semua sifat Mas Lukas dan ibunya."Rasain!" bisik Mbak Rita tepat di telingaku sebelah kanan.Aku sedikit terkejut dengan kedatangannya, karena sebelum ini pun Mbak Rita tak terlihat tapi tiba-tiba ada di dekatku. Berarti tak hanya Ibu yang menguning pembicaraanku dengan Mas Lukas, melainkan Mbak Rita juga."Kenapa? Justru seharusnya kamu kasih aku selamat Mbak karena sebentar lagi aku akan membuka usaha," jawabku masih santai."Elehh, usaha tanpa restu suami saja buat apa. Harusnya kamu itu nurut sama suamimu, tidak malah membangkang seperti ini!" tandasnya ketus, sama seperti perkataan ibunya.Aku tak gentar dengan kata-katanya, justru aku terkekeh kecil. "Masih mending mau usaha, daripada cuma menyusahkan sua

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-20
  • Masakan Mertua   Bab 10

    Taksi online menjadi pilihanku lagi sebagai kendaraan yang mengantarkanku ke rumah. Harapanku tak muluk-muluk, aku hanya berdoa semoga kehidupanku bisa lebih baik setelah ini. Dengan kujalankan usaha ini, semoga saja sikap acuh dan ketus mertua serta iparku bisa berubah. Serta, suamiku juga bisa lebih membuka dirinya mengenai apa yang kukeluhkan padanya.Aku tak langsung pulang kali ini, melainkan dengan sengaja aku membawa Huda ke tempat area bermain anak. Di sana Huda terlihat sangat senang, karena ini pun merupakan kali pertamanya dia merasakan hal itu.Biasanya Mas Lukas akan selalu memberikan seribu alasannya ketika aku menyinggungnya soal sesekali ingin membawa Huda ke tempat ini. Aku yang biasanya selalu mengalah hanya memilih membawa Huda ke pasar malam yang kadang ada di tempat kami.Sebelum berangkat pun tadi aku sudah mengirimkan pesan pada Mas Lukas jika aku hendak pergi keluar bersama Huda. Namun dia sama sekali tidak tahu jika aku sampai pergi ke tempat ini. Biarlah, nan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-20
  • Masakan Mertua   Bab 11

    "Apa katamu? Berani sekali mengataiku pelit!" bentak Mbak Rita semakin emosi.Kami saling bertatapan, kini aku sudah tak takut lagi dengannya. Orang seperti Mbak Rita memang sekali-kali harus dilawan. Jika Mas Lukas tidak bisa membelaku, maka aku akan cari pembelaan sendiri."Memang faktanya begitu. Setiap hari pamer gaji suami besar, tapi nyatanya masih merongrong pada adiknya!"Kedua bahunya naik turun, aku yakin jika dia tengah benar-benar marah dengan kata-kataku. Mas Lukas seharusnya lihat, seberapa keras saudara dan ibunya kepadaku. Namun dia seakan selalu tutuo mata mengenai hal itu, dia pikir aku hanya mengada-ada saja."Diam! Ada apa ini berisik sekali!" teriak Ibu dari dapur.Aku tak mengindahkan tatapan bengis Mbak Rita. Gegas aku mundur dan masuk ke dalam kamar. Bukan karena aku mengalah, hanya saja ini sudah hampir Maghrib dan aku sangat menghindari perdebatan disaat Maghrib. Pamali.Kuletakkan tas lusuhku di atas nakas, lalu duduk di tepi ranjang. Aku mengatur nafas dan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30
  • Masakan Mertua   Bab 12

    "Baik, baik. Beri aku waktu, dan jangan gegabah seperti ini," terang Mas Lukas seraya menarik tubuhku ke dalam pelukannya.Kami sama-sama terdiam untuk beberapa saat. Kudengar detak jantungnya yang berdetak sangat cepat, serta nafasnya yang tak beraturan. Aku yakin saat ini emosi jiwanya sedang membara, sama sepertiku.Lima tahun bukan waktu yang singkat, seharusnya Mas Lukas sudah bisa mengerti sikap dan perangaiku. Namun, aku lihat sampai detik ini dia masih saja berpegang teguh pada kepercayaannya pada ibu dan Mbak Rita.Sebenarnya aku tak menyalahkannya yang selalu memprioritaskan ibunya. Walau bagaimanapun aku tahu jika seorang lelaki sampai kapanpun adalah milik ibunya. Hanya saja, aku rasa sikap Ibu pun tak sepenuhnya benar, terlebih sampai menguasai seluruh keuanganku dan Mas Lukas."Aku tidak gegabah, Mas. Semua sudah kupikirkan baik-baik dan dalam waktu yang tak singkat pula. Perjalanan rumahtangga kita sudah masuk diusia lima tahun, seharusnya kamu bisa sedikit saja paham d

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30
  • Masakan Mertua   Bab 13

    Pada akhirnya aku memantabkan hati untuk keluar dari rumah Mas Lukas. Aku rasa lima tahun bukan waktu yang singkat, dan selama itu Mas Lukas tidak pernah mengerti hatiku. Jadi sekarang tidak ada gunanya lagi aku ada disampingnya.Jika dia masih perduli dan ingin bersamaku, seharusnya dia bisa memahamiku dan percaya padaku. Namun jika sudah begini, aku tak akan tahan lagi.Mungkin ibu mertua dan iparku tidak butuh denganku, dan lebih menginginkan Mas Lukas sendirian. Oleh karena itu mereka tak pernah memperlakukanku dengan baik.Tak apa, aku seharusnya sudah pergi dari dulu. Namun karena aku merasa butuh berbakti pada Mas Lukas, maka kutahan seluruh rasa di hatiku dan memilih bertahan. Namun sekarang, sudah tidak ada alasan lagi aku bertahan.Kumasukkan barang-barangku ke dalam taksi online yang sudah kupesan. Huda pun menuruti semua yang kukatakan. Syukurlah dia bukan anak yang susah di atur.Kepergianku kali ini pun sama sekali tak melibatkan Mas Lukas. Aku mematikan ponsel, lalu per

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30
  • Masakan Mertua   Bab 14

    Tak menunggu waktu lama, pintu penginapanku diketuk oleh seseorang. Terdengar salam dari luar, dan aku yakin itu Mas Lukas. Dengan malas aku membukanya, karena bagaimanapun juga aku harus menghormatinya sebagai suamiku.Huda asik bermain di atas kasur, berbekal mainan yang ia bawa dari rumah neneknya ia terlihat sedang asik sendiri. Memang begitulah anakku, tak perlu barang baru dan mewah, jika dia suka pasti akan asik dengan dunianya sendiri. Semua itu karena sedari kecil aku sudah membiasakannya seperti itu, tak ada kemewahan di hidup kami."Waalaikumsalam," jawabku seraya membuka pintunya.Wajah Mas Lukas terlihat frustasi, mungkin dia tak menyangka jika aku akan senekat ini. Biarkan saja, ini sudah menjadi keputusan final bagiku.Kupersilahkan ia masuk, lalu kututup kembali pintunya. Apapun yang akan terjadi nanti aku tidak akan ikut dengannya masuk ke dalam rumahnya lagi. Sesekali aku memang harus bersikap tegas seperti ini.Huda juga terlihat sangat senang ketika melihat ayahnya

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30

Bab terbaru

  • Masakan Mertua   Bab 23

    Pov Rita II"Rita, makan dulu. Jangan siksa dirimu dengan mengurung diri di kamar. Kasian Bara," ucap Ibu dari luar kamar, tapi sedikitpun aku tak menanggapinya.Sejak kepulangan Mas Irwan kemarin, aku masih saja mengurung diri di dalam kamar. Rasanya duniaku seperti runtuh. Harapan dan angan-angan yang kubayangkan selama ini harus kandas begitu saja.Semua yang kuimpikan sejak dulu harus hilang dan sia-sia. Mas Irwan, suami yang kubanggakan nyatanya bisa bersikap demikian. Dia tak ubahnya seperti serigala berbulu domba. Aku pikir kepergiannya keluar negeri memang murni karena ingin mencari nafkah untuk anak dan istrinya. Nyatanya aku salah, kepulangannya justru menjadi bencana bagiku.Rumah mewah, kendaraan pribadi, hal itulah yang menjadi angan-anganku beberapa tahun belakangan ini. Semua sudah hampir terwujud, bahkan aku sampai mengosongkan perutku agar tabunganku semakin banyak. Namun ternyata, semua itu justru dirampas kembali oleh Mas Irwan dengan mudah. Dan lebih parahnya lagi

  • Masakan Mertua   Bab 22

    Pov Rita[Besok aku akan pulang, tolong siapkan semua tabunganku]Kedua mataku menyipit, Mas Irwan pulang? Bukankah kontraknya masih setahun lagi? Dan kenapa dia bicara soal tabungan. Tabungannya dia bilang?[Kamu bercanda, Mas?][Tidak. Aku serius. Tunggu aku di rumah]Meskipun ada sesuatu yang mengganjal dalam hatiku, tapi aku berusaha berfikir positif. Mungkin Mas Irwan ingin memberiku kejutan.Ah, suamiku itu memang paling bisa membuatku bahagia. Meskipun kami dipisahkan oleh jarak yang sangat jauh, tapi dia selalu membuatku bahagia setiap waktu. Mas Irwan adalah lelaki terbaik yang pernah kukenal, dia selalu memanjakanku dan membuatku bahagia.[Tapi, bukankah kontrakmu masih setahun lagi, Mas?]Pesanku tak lantas di balas, mungkin ia sedang sibuk di luar negeri sana. Lagipula sudah bisa berhubungan dengannya saja aku sangat bersyukur.Beruntung, dijaman sekarang ini sudah sangat canggih sehingga beda negara pun kami masih bisa saling mengirimkan kabar. Meskipun aku tinggal jauh,

  • Masakan Mertua   Bab 21

    "Mas Irwan?"Aku mengangguk ketika Mas Lukas mengulangi kata-kataku. "Iya, Mas Irwan. Awalnya aku tak sengaja menabrak wanita hamil, dan ternyata itu adalah istri muda Mas Irwan. Dia membawa wanita itu pergi, tapi tak berselang lama ketika aku di toko buah Mas Irwan mendatangiku lagi," terangku, kali ini aku menatapnya.Wajah Mas Lukas terlihat marah. Wajar saja, adik mana yang tak marah ketika melihat kakaknya menderita. Meskipun mungkin itu semua adalah karma atas apa yang sudah dilakukan Mbak Rita selama ini."Lalu? Apa yang dia perbuat? Jika aku bertemu dengannya, rasanya ingin sekali kupenggal kepalanya." Nada bicara Mas Lukas penuh amarah, sepertinya dia benar-benar benci dengan lelaki yang menjadi iparnya itu.Aku menghela nafas panjang mendengar penuturan Mas Lukas. "Tidak usah seperti itu. Toh kamu sendiri juga belum sepenuhnya sempurna menjadi seorang imam. Semua orang punya kelebihan dan kekurangan masing-masing, kan?"Mas Lukas menundukkan kepalanya, sepertinya dia menyada

  • Masakan Mertua   Bab 20

    Pada akhirnya aku membiarkan ibu mertuaku dan Mas Lukas pergi dari kediamanku. Kami telah setuju jika masalah ini akan diselesaikan oleh Mas Lukas selaku adik dari Mbak Rita. Lagipula aku juga tidak tahu harus berbuat apa di sana nanti, terlebih Mbak Rita tidak pernah bersikap baik kepadaku.Aku menatap iba pada ibu mertuaku yang sudah naik ke atas motor Mas Lukas. Meskipun dulu beliau sempat berbuat yang tak baik kepadaku, tapi bagaimanapun juga dia tetap lah seorang ibu dari lelaki yang saat ini hidup denganku.Sebisa mungkin rasa benci dan sakit hatiku terhadapnya kuhapus karena aku tidak ingin menyakiti diriku sendiri dengan memendam penyakit dalam hati. Biarlah, kuserahkan semuanya kepada Tuhan Yang Maha Esa.Saat motor Mas Lukas telah tak terlihat olehku, aku baru tersadar jika hari ini semua kebutuhan rumah sudah habis. Mau tak mau aku harus ke pasar bersama Huda tentunya, karena aku tak mungkin meninggalkannya sendirian di rumah.Gegas aku bersiap-siap, dan mengajak Huda ke pas

  • Masakan Mertua   Bab 19

    "Bu, bagaimana keadaanmu? Apa sudah mendingan?" tanya Mas Lukas lagi ketika Ibu belum menjawab perkataan sebelumnya."Aku sudah baik, seperti yang kamu lihat."Terdengar sedikit ketus, tapi bagiku itu bukan hal baru lagi karena Ibu memang selalu seperti itu kepadaku. Namun yang aneh bagiku adalah sikap yang Ibu tunjukkan pada Mbak Rita. Kenapa sekarang jadi begini? Bukankah selama ini Ibu terlihat sangat melindungi anak perempuannya itu."Syukurlah, kemarin Mbak Rita menemuiku kasih kabar kalau Ibu sakit. Memangnya kenapa, Bu? Apa masih ada hubungannya sama renovasi dapur? Bukankah Lukas sudah katakan kalau ....""Sudahlah, jangan sok perduli pada Ibu. Kamu urus saja hidupmu itu."Sejujurnya saja aku sedikit heran dengan sikap Ibu. Tak biasanya beliau seperti ini. Apa mungkin, Ibu bersikap seperti ini karena telah ditinggalkan oleh Mas Lukas?"Bu, bukannya begitu. Lagipula Lukas tak punya uang sebanyak itu, Ibu tahu sendiri kerjaan Lukas itu seperti apa," tandas Mas Lukas merendah, ta

  • Masakan Mertua   Bab 18

    Pada akhirnya aku ikut dengan Mas Lukas ke rumah Ibu, Huda kubawa serta karena memang tidak ada yang menjaga di rumah. Semenjak kepindahanku ke kontrakan pun aku belum sempat mengunjungi orangtuaku karena kesibukan di kedai sangat padat. Lagipula aku juga masih berbenah kontrakan dan aku takut jika kabar yang kubawa akan membuat mereka semakin kepikiran.Sepanjang perjalanan Mas Lukas hanya diam. Dia tak banyak bicara seperti biasanya. Mungkin dia sedang memikirkan ibunya yang kata Mbak Rita mogok makan karena perihal renovasi dapur.Sebelum berangkat, aku sudah sepakat dengan Huda jika dia tidak boleh berbuat macam-macam di rumah neneknya. Aku takut jika nanti Huda akan rewel selama di sana."Em, kita nggak mampir beli oleh-oleh dulu, Mas?" tanyaku basa-basi, tak lain hanya untuk membuka pembicaraan."Nggak usah. Kita langsung kesana aja, aku pengen lihat kondisi Ibu."Kuanggukkan kepalaku, lalu meliriknya lewat pantulan kaca spion. Mas Lukas tampak serius mengendarai motornya, sedan

  • Masakan Mertua   Bab 17

    "Bagaimana keadaannya, Pak? Maaf saya belum bisa berkunjung," ucapku lewat sambungan telepon dengan Pak Nias.Diseberang sana kudengar sangat ramai, entah beliau sedang ada dijalan atau memang usaha kami yang ramai. Harapanku usaha yang tengah kudirikan ini bisa berkembang dengan cepat, mengingat jika makanan adalah kebutuhan pokok bagi semua orang. Dan aku pun yakin jika masakan-masakannya pun juga enak."Wah, saya sampai kewalahan, Mbak. Dulu saat masih menjadi milik saya tidak sampai seperti ini. Nanti saya akan kirimkan hasil laba seminggu ini pada Anda, rasanya seminggu ini saja sudah bisa menutup modal awal yang Mbak keluarkan," tuturnya membuatku tertegun."Apa saya tidak salah dengar?""Tidak. Silahkan kesini jika Mbak Diana tidak percaya. Sepertinya kita juga harus mencari karyawan lagi karena pelanggan begitu banyak.""Alhamdulillah, berarti ini rejeki kita, Pak," ujarku dengan penuh rasa syukur."Ah, tidak. Ini sih karena rejeki Mbak Diana yang bagus, buktinya dulu waktu ma

  • Masakan Mertua   Bab 16

    Tepat dua hari, seperti yang Mas Lukas janjikan, dia benar-benar datang dan menjemputku serta Huda. Raut wajahnya sumeringah, tapi kulihat ada setitik kesedihan di dalamnya."Ibu sudah tahu soal ini?" tanyaku memecah keheningan.Kebetulan siang ini waktu menginapku sudah habis, mau tak mau aku juga harus segera keluar. Huda pun nampaknya juga tidak nyaman berada di tempat ini."Sudah," jawabnya singkat."Lalu?""Sudah, tidak usah bahas itu sekarang. Yang penting kamu ikut denganku dulu."Aku hanya mengangguk, lalu menuntun Huda dan mengikutinya. Entah Mas Lukas akan membawa kami kemana, aku menurut saja dengannya. Semoga kali ini dia tak lagi-lagi mengecewakanku.Mas Lukas menghentikan angkot, lalu membawaku melesat meninggalkan tempat penginapan. "Bu, kenapa tidak naik mobil bagus seperti kemarin lagi?" tutur Huda polos."Em ... Itu ....""Kita naik ini saja dulu, Sayang. Uang Ayah habis untuk membayar kontrakan," jawab Mas Lukas sebelum aku melontarkan kata-kata."Bu, besok kalau a

  • Masakan Mertua   BAB 15

    Pov Lukas"Mana mungkin Lukas kaya gitu, Bu? Dia kan lebih percaya sama omongan Ibu. Udah, Ibu bilang gitu aja nanti dia pasti percaya," tutur Mbak Rita terdengar aneh ketika aku baru selesai mandi.Mungkin mereka tidak tahu jika aku sudah di depan pintu dapur, karena aku memang belum lama masuk ke dalam rumah. Kacamataku tertinggal di kamar mandi, dan hal itulah yang membuatku kembali ke sana.Namun baru sampai di depan pintu dapur aku mendengar pembicaraan aneh antara Mbak Rita dan Ibu. Entah apa yang sedang mereka bicarakan tapi mereka menyebut namaku."Eheemm ...." Aku berdehem lalu masuk ke dapur dan berlalu ke kamar mandi guna mengambil kacamataku.Mata sebelah kananku sedikit bermasalah karena minus, kadang aku memang menggunakan kacamatanya untuk membantuku melihat agar lebih jelas. Namun tak setiap saat kugunakan, rasanya aku kurang begitu percaya diri jika menggunakannya setiap saat. Padahal Diana sudah menyuruhku untuk menggunakannya terus, katanya biar tidak tambah parah.

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status