Hari itu perjumpaan kembali terjadi. Rumi memenuhi janjinya untuk menemui Gerta. Kali ini keadaan tampak berbalik di pasar pinggiran—Rumi terlihat asyik mengintip Gerta di sela-sela kerumunan orang dengan senyum yang tak lepas dari wajah tampannya.
Rumi tampak berjalan membelah kerumunan dari arah Timur, sedangkan Gerta berjalan membelah kerumunan dari arah Barat. Mereka berjalan berlawanan dengan saling pandang dan senyum malu-malu.
Masih seperti biasa, Gerta pun selalu cantik dengan gaun putihnya. Kali ini dia memakai shift dress putih sepanjang lutut. Dia juga sudah mulai menyukai keramaian pagi di pasar pinggiran. Suara orang sahut menyahut dan kerumunan orang membuatnya seperti menemukan kebebasannya.
Gerta dan Rumi terlihat sangat menikmati momen romantis tiba-tiba itu. Lagu berlirik romantis itu semakin membumbui cinta yang masih bersemi di hati mereka.“Ah,” pekik Gerta mengejutkan Rumi.“Kenapa?” tanya Rumi mendekat.“Kayaknya ada sesuatu di mata aku. Bisa tolong tiupin.” Gerta mengucek-kucek sebelah matanya.“Coba aku lihat.” Rumi spontan menjulurkan tangannya memegangi kepala Gerta dan mendekatkan diri lebih dekat untuk mengamati mata Gerta. Tampak sesuatu memang masuk ke dalam mata kiri Gerta. “Ternyata bulu mata kamu yang masuk di mata kamu,” ucapnya usai berhasil mengambil sehelai bulu mata itu dan menunjukkan kepada Gerta.Set
Ciuman yang berlangsung beberapa detik itu berhasil membuat Gerta diam tak berkutik. Membuat Rumi bisa kembali mengambil alih keadaan dengan perlahan-lahan melepaskan ciuman dan mencermati reaksi Gerta yang tampak terpejam tanpa penolakan.Rumi menelan ludah tatkala embusan hangat napas Gerta menyapu wajahnya dan memancing bibirnya untuk ingin mengulang. Sayangnya urung dia lakukan, karena khawatir tindakannya semakin tidak terkontrol dan membuat perempuan yang wajahnya berjarak begitu lekat di hadapannya itu keberatan.Jantung mereka sudah pasti sama-sama berdebar setelahnya. Sebab ciuman itu adalah ciuman pertama sepanjang usia mereka. Tentu saja memberikan adrenalin ke sekujur tubuh. Membuat aliran darah seperti mengalir di rolling coster. Ditam
Wajah baru menghuni koran pemberitaan selama satu minggu terakhir. Laki-laki bertopeng dengan inisial nama MG telah resmi menjadi buronan kasus pembunuhan. Bahkan sosoknya, kini masuk dalam daftar pencarian yang banyak dicari di media internet. Seleberan-selebaran juga tak mau ketinggalan. Hampir seluruh tempat umum di ibu kota ditempeli poster wajah buronan tersebut. Membuat hampir semua orang membicarakan sosok misteriusnya, semenjak kematian Jenderal Qomar menggemparkan ibu kota.Di sebuah mini market, Rumi singgah di sana menikmati mi instan cup dengan ditemani sebotol minuman bersoda berwarna merah. Jam tangan merk Hublot
Di sebuah jalanan yang menjadi arena balap motor liar, Zuldan menghentikan mobilnya di sana. Ada sekitar 19 pemuda-pemudi yang terlihat sedang beraksi untuk balapan liar di sana. Lalu dia sengaja menyentrongkan lampu depan mobil ke arah mereka.“Masih belum kapok juga mereka,” geram Zuldan.Rumi yang duduk di kursi penumpang hanya diam mengamati saja.Para pembalap liar yang merasa terganggu atas sentrongan lampu dari mobil langsung menghujani hujatan.“Anjing!”“Siapa lo?“Cari mati lo di sini?”Beberapa yang lain mengacungkan jari tengah lalu berteriak meminta pemi
Mendengar nama Mas Ganteng keluar dari mulut Zuldan, Rumi terkejut untuk yang kedua kalinya. Kakak laki-lakinya itu rupanya sudah mengetahui tentang identitas aslinya. Membuatnya kini mendapati tatapan Zuldan seperti seorang musuh kepadanya.Iya, pada akhirnya Zuldan akan menjadi musuh Rumi jika rahasia itu terungkap.“Bajingan kamu, Rum!” Kedua mata Zuldan melotot dan memerah karena tangis. “Perjudian macam apa yang kamu lakukan hingga membuat orang-orang bungkam, huh?!” teriaknya dengan perasaan porak-poranda. “ALASAN APA HINGGA KAMU MEMBUNUH JENDERAL QOMAR, HUH?” tanyanya lantang dangan wajah berurai air mata.Sudah bisa dibayangkan perasaan Zuldan saat ini. Kematian Jenderal Qomar telah meluapkan ambisinya untuk bisa menangkap pembunuhnya. Perjudian
Saat ini, Rumi sedang beradu pandang dengan matahari yang sedang terik-teriknya di atap bangunan. Dia telah kehilangan rasa kantuknya sepeninggal pertemuan mengejutkannya dengan Zuldan. Isi kepalanya tak menentu arah berpikirnya sekarang. Sudah setengah jam lamanya dia memandang gedung-gedung menjulang tinggi di hadapannya yang tak biasa. Sebab dia lebih menyukai pemandangan gedung tinggi di bawah langit hitam.Gadung-gedung menjulang tinggi itu bagai maskotnya ibu kota. Memberi pemandangan indah sekaligus kehidupan terpandang bagi orang-orang yang menempatinya. Namun, mereka semua adalah budak yang dibodohi oleh kekuasaan. Lalu kekuasaan memberinya keegoisan dan mengalahkan jiwa-jiwa seharusnya dalam diri mereka menjadi jiwa penuh kerakusan.Iya, seperti itulah kenyataan Ibu Kota.Kenyat
Rumi kehilangan sosok Gerta di tengah-tengah gerimis yang mengguyur. Membuatnya celingukan mencari-cari, sebelum kemudian menangkap seorang perempuan berlari di tengah-tengah gerimis. “Jangan bilang dia nerobos gerimis cuma demi nyamperin gue?”Ketika sosok Gerta terlihat jelas, Rumi hanya bisa geleng-geleng dna tersneyum. “Dasar.”“Rumi,” panggil Gerta.“Kamu kenapa keluar? Nanti kalau kamu dicari Opung gimana?” Rumi membuka pintu telepon bilik merah.“Pengen ketemu kamu,” jawab Gerta terang-terangan.“Sini, sini.” Rumi meraih lengan Gerta dan menariknya masuk ke dalam bilik merah dna menutup pintunya. “Kita berteduh di
Hush now my angel I will always be with youIn your pretty smile in a glow of tears out across the frosty nightI’II be there with you“Kamu kedinginan, ya? Bibir kamu biru begitu.” Rumi menyelisik wajah pucat Gerta.Gerta menggeleng. “Nggak, kok. Aku nggak papa.”“Beneran?” Rumi menggenggam jemari Gerta yang terasa dingin.Gerta tersenyum malu-malu. “Cuma … sedikit ngerasa dingin.Rumi tersenyum melihat sikap malu-malu perempuan dalam dekapannya itu.Dalam beberapa detik kemudian t