Di tengah-tengah menikmati sarapan, tiba-tiba tayangan berita dari televisi mengalihkan Opung dan Gerta.
“Kabar duka tengah menyelimuti ibu kota sejak dini hari tadi. Salah seorang perwira tinggi kepolisian ibu kota bernama Jenderal Qomar ditemukan tak bernyawa di ruangan kerjanya seusai melakukan rapat direksi. Penyidik menemukan bekas suntik di tengkuk lehernya dan menemukan barang bukti berupa jarum suntik yang tergeletak di TKP. Kepolisian penyidik kemudian menyimpulkan kematiannya adalah pembunuhan yang disengaja. Namun, untuk mengetahui penyebab dari kematiannya, saat ini masih menunggu hasil otopsi dari rumah sakit. Saat ini penyelidikan masih berlangsung di TKP untuk pencarian bukti-bukti baru.”
Gerta dan Opung menganga terkejut mendengar berita duka tersebut.
Dego menganga mengamati sikap aneh Rumi. “Gerta? Gimana lo tahu kalau Putri Tidur itu namanya Gerta? Lo kan masih baca bukunya sampai di bab dua.” Dia memandangi buku yang dipegang Rumi masih membuka halaman bab dua.Rumi menelan ludah.Kecurigaan Dego pun semakin menjadi. “Nama Gerta muncul di bab lima loh, Rum. Lo juga baru sepuluh menit baca. Nggak mungkin lo bisa secepat itu membaca.”“Cara baca gue memang cepat, kok. Nggak kayak lo.” Rumi berkilah.“Yakin? Gue nggak percaya. Seumur-umur gue kenal lo, gue nggak pernah lihat lo baca buku.” Dego menatap Rumi penuh selidik.Rumi mendengkus kesal. “Gue pernah baca, kok. Lo aja yang nggak pernah
Tangan kanan Zuldan mengepal kuat, matanya memerah tak bisa membendung tangis dan napasnya tersengal oleh isak tangis. Hatinya benar-benar berkecamuk hebat. Rasanya dia ingin sekali menghancurkan sesuatu yang ada di sekitarnya. Namun, tertahan oleh rangkulan ayahnya.Baru beberapa hari kemarin Zuldan berbincang dengan Jenderal Qomar di ruangan yang saat ini ternyata telah menjadi TKP, membicarakan tentang sebuah rahasia yang belum tuntas dijelaskan. Sementara ada banyak hal yang masih ingin dia tanyakan dan ingin dia sampaikan, tetapi ….Bajingan macam apa yang sudah berani membunuhnya dengan keji? Aku pasti akan menangkapnya dengan tanganku sendiri. Pembunuh itu harus membayar perbuatannya hari ini. Zuldan akan memastikan menangkap dan mengungkap pembunuhan itu.
“Ada dua kemungkinan dugaan pelakunya menurut gue. Pertama adalah pemeran utama perjudian rahasia itu. Kedua adalah rekan-rekan yang terlibat,” terka Zuldan.“Rekan-rekan yang terlibat? Gimana bisa? Pak Qomar aja memutuskan menyerahkan diri dengan bungkam.” Hanan tak mengerti.Zuldan mengernyit. “Tapi nggak ada yang tahu Pak Qomar akan menyerahkan diri, Han. Kecuali lo sekarang ini.”“Brarti ada orang yang mengetahui rencana penyerahan diri Pak Qomar tepat setelah pengakuan Pak Qomar ke lo.” Hanan memicing menerka kemungkinan benang merahnya.“Lo udah memeriksa riwayat panggilan telepon Pak Qomar?” tanya Zuldan dengan napas memburu, seperti menemukan titik kuncinya.
“Siswo Barac.” Serempak mereka berempat dapat menebak pemilik suara tak dikenal itu akhirnya.“Akhirnya senjata kita berikutnya muncul,” ucap Rumi.Seperti yang sudah direncanakan Rumi sebelumnya, jika dia akan membuat senjata berikutnya lewat penyelundupannya ke rumah Soebahir. Senjata itu rupanya sudah berhasil tercipta saat ini—rekaman yang akan menjadi harga mati berikutnya Soebahir dan Siswo Barac.“Tapi …gimana Siswo Barac bisa mengetahui situs perjudian ini? Siswo Barac kan nggak ada dalam daftar orang-orang yang terlibat dalam perjudian ini,” tanya Boni.Benar, dalam daftar orang-orang yang terlibat perjudian di situs MG, nama Siswo Barac tidak ada di dalamnya. Lalu bagaimana Siswo Barac
Hari itu perjumpaan kembali terjadi. Rumi memenuhi janjinya untuk menemui Gerta. Kali ini keadaan tampak berbalik di pasar pinggiran—Rumi terlihat asyik mengintip Gerta di sela-sela kerumunan orang dengan senyum yang tak lepas dari wajah tampannya.Rumi tampak berjalan membelah kerumunan dari arah Timur, sedangkan Gerta berjalan membelah kerumunan dari arah Barat. Mereka berjalan berlawanan dengan saling pandang dan senyum malu-malu.Masih seperti biasa, Gerta pun selalu cantik dengan gaun putihnya. Kali ini dia memakai shift dress putih sepanjang lutut. Dia juga sudah mulai menyukai keramaian pagi di pasar pinggiran. Suara orang sahut menyahut dan kerumunan orang membuatnya seperti menemukan kebebasannya.
Gerta dan Rumi terlihat sangat menikmati momen romantis tiba-tiba itu. Lagu berlirik romantis itu semakin membumbui cinta yang masih bersemi di hati mereka.“Ah,” pekik Gerta mengejutkan Rumi.“Kenapa?” tanya Rumi mendekat.“Kayaknya ada sesuatu di mata aku. Bisa tolong tiupin.” Gerta mengucek-kucek sebelah matanya.“Coba aku lihat.” Rumi spontan menjulurkan tangannya memegangi kepala Gerta dan mendekatkan diri lebih dekat untuk mengamati mata Gerta. Tampak sesuatu memang masuk ke dalam mata kiri Gerta. “Ternyata bulu mata kamu yang masuk di mata kamu,” ucapnya usai berhasil mengambil sehelai bulu mata itu dan menunjukkan kepada Gerta.Set
Ciuman yang berlangsung beberapa detik itu berhasil membuat Gerta diam tak berkutik. Membuat Rumi bisa kembali mengambil alih keadaan dengan perlahan-lahan melepaskan ciuman dan mencermati reaksi Gerta yang tampak terpejam tanpa penolakan.Rumi menelan ludah tatkala embusan hangat napas Gerta menyapu wajahnya dan memancing bibirnya untuk ingin mengulang. Sayangnya urung dia lakukan, karena khawatir tindakannya semakin tidak terkontrol dan membuat perempuan yang wajahnya berjarak begitu lekat di hadapannya itu keberatan.Jantung mereka sudah pasti sama-sama berdebar setelahnya. Sebab ciuman itu adalah ciuman pertama sepanjang usia mereka. Tentu saja memberikan adrenalin ke sekujur tubuh. Membuat aliran darah seperti mengalir di rolling coster. Ditam
Wajah baru menghuni koran pemberitaan selama satu minggu terakhir. Laki-laki bertopeng dengan inisial nama MG telah resmi menjadi buronan kasus pembunuhan. Bahkan sosoknya, kini masuk dalam daftar pencarian yang banyak dicari di media internet. Seleberan-selebaran juga tak mau ketinggalan. Hampir seluruh tempat umum di ibu kota ditempeli poster wajah buronan tersebut. Membuat hampir semua orang membicarakan sosok misteriusnya, semenjak kematian Jenderal Qomar menggemparkan ibu kota.Di sebuah mini market, Rumi singgah di sana menikmati mi instan cup dengan ditemani sebotol minuman bersoda berwarna merah. Jam tangan merk Hublot
Sesampainya di rumah, Rumi langsung disambut ceria Gerta dan Ira yang sudah menantikan makanan yang dibawanya.“Akhirnya datang juga.” Ira langsung mengambil bingkisan itu di tangan Rumi. “Mis udah buatkan kamu kopi. Masuk, masuk,” ucapnya hangat menyambut kepulangan Rumi.Gerta langsung memeluk Rumi. “Lama banget sih kamu pulangnya?”Rumi tersenyum. “Antri beli waffle pesanan kamu.”“Makasih ya.” Gerta tersenyum manja.“Sama-sama.”“Yok, kita makan bareng-bareng sambil nonton TV. Ada acara bagus banget.” Gerta langsung merangkul lengan Rumi dan menggiringnya ke sofa.
Rumi tampak gelisah di sepanjang jalan pulang usai membeli dua wadah gelato pesanan Gerta dan Ira. Dia masih tak berhenti memikirkan, siapa dari orang-orang ibu kota yang berani mengusiknya lagi. Terlebih sampai memasang wajahnya ke khalayak umum dengan embel-embel seorang buronan.Berkali-kali Rumi mengembuskan napas sesal memandangi portal berita di ponselnya yang memang terang-terangan menampilkan wajah aslinya. Jika dulu dia bisa bersembunyi di balik sosok Mas Ganteng, kini sudah tidak bisa lagi.Jika benar orang-orang berengsek di ibu kota itu masih tersisa, bearti kejahatan itu juga masih belum selesai. Mau tidak mau pasti akan menyerat Rumi dan rekan-rekannya pada masalah baru.Sebuah panggilan dari Gerta masuk ke layar ponsel, membuat Rumi langsung mengangkatnya. “Iya,&rdquo
Setelah dipastikan Gerta hamil, dengan senang hati Rumi menawarkan diri mengurus urusan dapur dengan dibantu Ira. Menyiapkan makanan untuk istri yang sedang hamil memberikan rasa senang dan kepuasan dalam diri Rumi. Terlebih dia bisa memastikan makanan-makanan yang dikonsumsi istri dan anaknya adalah makanan yang sehat.“Itu tumis dulu bawang putihnya. Jangan dimasukkan dulu potongan sayurnya.” Ira hanya bersedekap di sebelah Rumi, tampak seperti seorang pemandu.Rumi mengikuti arahan Ira dengan gerakan pelan menumis bawang putih. “Udah belum ini?”“Belum. Belum juga semenit numisnya. Tunggu sampai bawang putihnya layu kecoklatan.”Gerta yang turun tangga dengan langkah pelan agar tak menimbulkan suara kemud
Sepekan menikmati musim dingin di Kanada, kini Gerta telah kembali ke Wina yang masih berlangsung musim panas. Perempuan yang sejak pagi sudah sibuk di dapur untuk menyiapkan sarapan itu tampak pucat, tak seperti biasanya. Sejak bangun tadi dia merasakan pening dan sempat muntah.“Gerta, kamu kenapa?” Ira datang menatap wajah pucat Gerta.Gerta menggeleng. “Nggak papa, Mis. Mungkin kecapekan aja setalah dari Kanada. Karena di sana lagi musim dingin.”“Rumi! Rumi!” panggil Ira.“Mis, aku nggak papa. Jangan bangunin dia, dia juga pasti kecapekan,” larang Gerta memelas.Ira mengembuskan napas berat. “Ya udah, kalau begitu biarkan Mis yang masak. Ka
Sebuah kedai kopi tampak indah oleh bunga-bunga rustic di sepanjang pintu masuk yang membantang karpet merah. Di dalam ruangan dipenuhi orang-orang berpakaian formal yang sudah siap menyambut acara. Tampak beberapa barista di balik meja panjang menunjukkan kemampuannya berseni di dalam cangkir kopi. Membuat banyak pasang mata menatap penuh kagum.Ya, pembukaan kedai kopi milik Dego digelar bersamaan dengan pesta pernikahannya. Beberapa rekan seprofesi yang datang ada yang sekalian menjaring kerja sama. Tidak ketinggalan juga Boni dan Kris yang lagi-lagi tampak gagah dengan setelan jas mahal.“Ini adalah kali kedua gue bisa memakai jas mahal ini di acara pernikahan.” Kris membenarkan letak dasinya.
Satu bulan kemudian Rumi menepati janjinya untuk berkunjung ke Kanada mengunjungi keponakannya. Kedatangannya bersama Gerta disambut begitu hangat oleh Vania, terlebih Kian yang sudah lama menantikan kedatangan omnya.“Om Rumi!” seru Kian yang langsung berlari memeluk Rumi.“Halo, Kian. Apa kabar kamu?” Rumi balas memeluk keponakannya itu.“Baik, dong. Om Rumi janji akan nginap di sini ‘kan?” tanya Kian yang langsung menagih lagi janjinya.Rumi mengangguk. “Iya.”“Berapa lama?” Kedua mata Kian berbinar senang.Rumi tampak berpikir. “Mmm … seminggu?”
Semburat cahaya orange yang menyeruak masuk di balik gorden putih yang tersibak separuh membuat Rumi membuka mata. Kedua tangannya masih merengkuh tubuh polos di balik selimut putih yang masih terjaga begitu nyaman. Wangi rambut panjang tergerai dan tubuh polos beraroma mawar itu begitu memabukkannya. Membuatnya tak pernah berhenti mencumbu.Rumi bergerak mengecupi pundak polos itu seraya menyibak rambut panjang tergerai itu. Setelahnya mengecupi sepanjang leher dan daun telinga mungil itu hingga membuat pemilik tubuh polos itu menggeliat.Gerta membalikkan tubuh dan mendapati Rumi mengecupi wajahnya menggoda. “Kamu udah bangun?”“Udah dari tadi. Mangkannya aku bangunin kamu.” Rumi menenggelamkan kepalanya di ceruk leher untuk mencumbu.
Esok paginya kegiatan-kegiatan romantis menjadi pemanis kegiatan pengantin baru mereka. Gerta tampak manis mengenakan mini dress putih berpadu slippers. Sementara Rumi tampak kece dengan kaus hitam berpadu cargo pants cokelat dan sneakers. Mereka tampak satu meja menikmati hidangan Viennese breakfast yang berisi roti gulung, croissant, mentega, selai homemade
Gerta mengangguk pelan.“Aku akan melakukannya pelan-palan, karena aku tahu ini adalah pertama kalinya buat kita berdua,” lirih Rumi.Gerta kembali mengangguk.“Kalau sakit, kamu bilang.”Gerta menelan ludah. “Kamu bisa lakukan semau kamu.”Rumi tersenyum. “I love you.”“I love you too.”Rumi kemudian memosisikan kepemilikannya pada lembah kenikmatan itu. Kedua tangannya memenjara kedua tangan Gerta di atas kepala. Setelahnya bergerak pelan menerobos masuk.“Ehm.” Gerta mengerang terpejam.