Heera melempar tubuhnya ke atas ranjang, ia tersenyum lebar sambil memandang langit-langit kamarnya. Mengingat perkataan Arta yang masih merekat di kepalanya membuat Heera tidak dapat berhenti tersenyum sedari tadi. Heera menepuk-nepuk pipinya beberapa kali, bermaksud menyadarkan dirinya dari mimpi, tapi ternyata rasa sakitnya terasa, ini bukan mimpi!
Heera membekap mulutnya, menahan jeritnya yang hampir saja lolos tak tertahankan. Kedua kakinya menghentak-hentak ke udara, belum lagi wajahnya yang memanas. Apa ini yang orang-orang maksud dengan jatuh cinta?
Tangan Heera bergerak merogoh saku celana yang ia pakai, mengambil ponselnya dari dalam sana. Dengan lincah jemarinya mengetik sebuah pesan yang akan ia kirimkan untuk Jessi.
Heera: Jes, lo di kamar?
Jessi: yup, kenapa?
Usai membaca balasan pesan dari Jessi, Heera segera berdiri dan berlari keluar dari dalam kamarnya.
"JESSS!!!" panggil Heera setengah berteriak, lantas membuat
Sebagai seorang pria yang sudah dua kali gagal membangun rumah tangga, sebenarnya perasaan takut masih menghantui Sean setiap kali ia berencana memulai hubungan baru. Takut akan kegagalan yang kembali datang dan takut kembali melukai hati wanita yang ia sayangi. Tapi di sisi lain, Sean harus cepat menemukan wanita terbaik menurut pilihannya untuk menjadi ibu sambung Keenan, karena kini hidupnya bukan tentang dirinya saja. Sean ingin Keenan mendapatkan kasih sayang dari seorang Ibu. Sean tau, mau berusaha sekeras apapun ia berperan menjadi Ayah serta Ibu untuk Keenan, tetap saja kasih sayang Ibu itu berbeda.Mungkin orang-orang berpikir sosok seperti Sean mementingkan penampilan dan latar belakang wanita yang akan ia dekati. Memang penampilan nomor satu, namun untuk latar belakang, ia tidak peduli dengan itu. Tapi memiliki mantan istri seorang dokter dan artis membuat wanita berpikir dua kali untuk mendekati Sean, mereka sudah insecure duluan sebelum jatuh cinta lebih dalam. S
Tidak ada alasan yang mutlak kenapa Heera memilih untuk menghentikan harapan Sean padanya. Heera hanya tidak ingin kebimbangan hatinya terus berkelanjutan. Sebenarnya, selama ini Heera menyadari perasaannya yang mulai menonjol ke Sean, semakin hari nama Sean semakin menggeserkan Arta dari pikirannya.Heera masih belum siap jika harus jatuh cinta sepenuhnya kepada Sean, dengan segala masa lalu Sean dan status sosial mereka yang sangat berbeda, Heera tidak ingin memiliki hubungan yang rumit nanti. Mungkin alasannya terlihat klise dan bodoh, melepas Sean sama saja melepas seseorang yang akan mengubah jalan hidupnya untuk lebih baik lagi, terutama dari segi ekonomi.Tapi terlepas dari itu, ada Arta yang menemaninya dari dulu, jauh sebelum Sean hadir dan mencari ruang di hatinya. Track record hidup Arta sudah jelas lebih bersih, belum lagi Arta selalu menemaninya saat suka mau pun duka. Sulit untuk Heera melepas Arta demi bersama seseoran
"Tante Yura tidak ikut sarapan bersama kita, tante?"Heera menggelengkan kepalanya sambil menyiapkan sarapan untuk Keenan dan Sean. Beberapa menit lalu Heera sudah memanggil Yuna untuk ikut makan sarapan, tapi wanita itu menolak dan mengatakan bahwa ia sedang tidak enak badan."Sudah siap, makan yang banyak ya, Ken!" ujar Heera dengan semangat, ia mengelus kepala Keenan lalu beranjak ke pantry untuk menyiapkan sarapan untuk Yuna."Kamu tidak sarapan, Ra?" Sean bertanya karena melihat Heera yang tidak kunjung duduk di kursi makan dan menikmati sarapan bersama."Aku mau ke kamar mbak Yura dulu, pak." kata Heera lalu beranjak menuju kamar Yuna seraya membawa nampan berisi sarapan.Tok tok tokHeera mengetuk pintu kamar Yuna pelan, setelah mendengar izin dari pemilik kamar untuk masuk, barulah Heera membuka pintunya. Wajah Heera seketika berubah cemas melihat Yuna yang masih b
Yuna menatap dirinya di pantulan cermin, wajahnya tampak begitu mungil dan pucat. Yuna tersenyum, kian melembar hingga deretan gigi rapih dan putihnya terlihat, namun beberapa detik kemudian air matanya mengalir deras, dan senyum indah itu tetap terpatri di wajah cantiknya.Yuna menunduk, kemudian tubuhnya merosot ke lantai, ia terisak hebat di sana, menangis tersedu dan menyedihkan. Jika di tanya sudah berapa banyak ketidakberuntungan yang ia lalui, mungkin Yuna tidak mampu untuk menghitungnya sebab terlalu banyak. Ya, terlalu banyak luka yang Yuna sembuyikan dengan sempurna.Karir gemilang yang ia bangun dengan susah payah hancur begitu saja egonya yang besar, menginginkan Sean yang saat itu masih berstatus suami Anjani. Image nya rusak, dukungan yang ia dapatkan dari penggemarnya berubah makian caci dan makian.tahun demi tahun sudah berlalu, Yuna sudah sudah mengiklaskan tanpa berusaha untuk memberi penjelasan agar publik mengerti. Karena sebenarnya, semua y
Yuna terdiam menundung sambil meremas tangannya yang sedikit gemetar, selama hampir tiga puluh menit ia di sidang Lucia dan Adi, di cecer dengan berbagai pertanyaan yang hanya bisa ia jawab dengan cicitan. Selain takut, Yuna juga khawatir dampak dari semua ini membuat Lucia dan Adi melarang dirinya untuk bertemu dengan Keenan lagi."Ma..." Yuna bersuara dengan sedikit takut. Memanggil Lucia yang baru saja selesai menelepon Sean, sudah pasti Lucia langsung meminta Sean untuk segera pulang.Lucia menatap Yuna dengan tatapan datarnya, tapi itu lebih baik dari pada tatapan nya yang dulu, yang selalu memandangnya dingin dan tak sudi."Ya..." jawab Lucia seraya berjalan mendekati Yuna. Lucia mendudukan dirinya di ruang sisa tepat di sebelah Yuna.Tangan Yuna yang berkeringat dingin itu bergerak, menggenggam telapak tangan Lucia sambil memandangnya dengan tatapan memohon, "Setelah ini tolong jangan larang aku untuk bertemu Keenan..." lirih Yuna.
"Apa lagi yang kamu cari, Sean?!"Sean memijat pelipisnya frustasi, baru beberapa jam ketenangan menemani, suara bising sang mama kembali menggema di telinganya usai Heera pulang ke kosan dan Keenan sudah terlelap di kamarnya. Kini Sean kembali di bawa ke ruang tengah untuk kembali membicarakan hal serius bersama Adi dan Lucia. Lucia memarahinya karena Sean melepas Heera begitu saja. Tentu Lucia merasa kecewa karena tahun ini agaknya ia gagal mendapatkan menantu baru."Apa kedatangan Yuna yang mempengaruhi kamu? kamu suka lagi sama Yuna?" tuduh Lucia emosi.Sean menghela napas panjang, "Astaga... Tidak, Ma. Yuna sudah punya suami," jawab Sean merasa lelah dan sebenarnya malas untuk memperpanjang masalah ini. Lucia selalu saja mencampuri urusan percintaannya tanpa mau tahu kalau selama ini Sean sudah berjuang sebisa yang ia lakukan."Kenapa tidak? saat itu kamu juga sudah punya istri, tapi kamu tetap bersama Yuna? mama gak mau kejadian seperti itu kembali
"Ken, kamu sudah selesai makannya?" tanya Yuna menegur Keenan yang sedang asik memainkan ponselnya, sementara piring makan sarapan paginya sudah kosong, anak itu selesai makan lebih dulu dari yang lainnya. Pertanyaan dari Yuna, Keenan respon dengan anggukan di kepala Keenan. Meski kemarin ada sedikit masalah, tapi Keenan sudah memaafkan Keenan dan tidak mengungkit-ungkit masalah Wish lagi. "Pintar." puji Yuna sembari mengusap kepala Keenan dengan lembut, "Kamu bisa ke kamarmu sebentar, sayang? Tante mau berbicara dengan tante Heera dan Ayahmu." lanjut Yuna mengundang perhatian Heera dan Sean. Keenan berpikir sebentar, kemudian ia mengangguk patuh dan beranjak pergi ke kamarnya. Tinggal lah Sean, Heera dan dirinya yang masih menyantap sarapan pagi ini. Sean terdiam, ia juga kembali mengalihkan tatapannya ke makannya yang tersisa setengah, berbeda dengan Heera yang masih menatap Yuna penuh tanya, menunggu Yuna untuk mengatakan sesuatu. Yuna meli
"Langsung mandi, ya, Ken..." "Iya, tante..." Keenan membalas perintah Heera dengan nada suara tak bergaira, anak itu melangkah menapaki satu persatu anak tangga dengan kepala tertunduk lesuh. Ceklek! Keenan membuka pintu kamar dan melempar tasnya dengan asal ke segala arah. Langkah Keenan menuju tempat tidur terhenti, anak itu terdiam saat melihat boneka Wish nya tergeletak di atas tempat tidur. Wajah Keenan yang semula lesuh langsung cerah dan tersenyum lebar, ia langsung berlari dan memeluknya yang sudah lebih bersih dan wangi dari yang terakhir kali ia lihat. "Hi, Wish!" Keenan menyapa boneka kesayangannya itu layaknya teman lama yang sudah lama tidak jumpa. Dipeluknya Wish dengan erat dan mencium aroma wangi yang menyeruak dari boneka berbentuk kucing itu. Kening Keenan mngernyit melihat sebuah kertas yang berada tak jauh dari tempat Wish-nya tadi. Tangan Keenan bergerak menggapai selembar kertas itu lalu membacanya. 'H
Sean menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya beserta sang istri. Dengan tak sabaran pria itu menanggalkan daster Heera yang kenakan. Melihat gunung kembar Heera yang menganggur didepan mata, segera ia gunakan mulut serta tangannya untuk bekerja. Tidak perlu di jelasin apa yang Sean lakukan saat ini, karena ya, memang yang sedang pria itu lakukan sesuai dengan isi kepala kalian sekarang. Heera melenguh di antara tidurnya. Tentu wanita hamil itu tertegun saat membuka mata dan mendapati Sean sedang bersarang di tempat favorit suaminya. Memasuki bulan kelahiran, Sean dan Heera sepakat untuk puasa alias tidak melakukan hubungan badan. Tapi tetap saja, soal menyusu sudah menjadi aktivitas rutin Sean setiap malam. Terkadang Heera juga memuaskan suaminya itu dengan segala cara yang bisa ia lakukan. Tangan Sean bekerja dengan baik saat ini, memijat dan memainkan payudara sintal sang istri yang makin membesar karena efek kehamilan. Gairah Sean tak terelakkan begitu mendengar desahan H
Beberapa Tahun Kemudian... "Pegang tangan abang, Kel." perintah Keenan sambil tersenyum lembut, ia lantas menggenggam erat tangan mungil sang adik kesayangannya dengan sigap setelah mereka keluar dari mobil. Saat ini kakak beradik itu tengah berjalan menuju sebuah taman kanak-kanak tempat Keela bersekolah. Ya, Shakeela Isyana Rangadi, putri kedua Sean dan Heera. "Ayah, ayo cepetan." ujar Keela dengan suara menggemaskan. Ia tidak sabaran ingin bertemu teman-temannya, sementara Sean sedang mengeluarkan tas dan totebag berisi kotak bekal yang Heera buatkan untuk Keela. "Sabar dong, Sayang. Ayo, pegang tangan ayah." Sean menyampirkan tas berwarna pink milik Keela ke pundaknya, lalu tangan kanannya yang bebas ia gunakan untuk menggandeng tangan mungil Keela. Sambil dituntun dua bodyguard yang selalu menjaganya Keela berjalan memasuki halaman sekolahnya, seorang guru menyapanya dengan senyum manis seperti biasa. "Pagi, Keela." "Pagi, Bu Vira." jawab Keela setelah menyalimi tangan sang
"Kamu di mana, Ra?" Heera merapatkan bibirnya, mendengar suara rendah Sean, sepertinya pria itu sudah menunggunya pulang di rumah."Aku masih di mall, mas.""Masih sama Jessi?" Beberapa detik Heer terdiam, pandangannya menoleh ke arah Jessi dan dua pria yang baru saja dikenalnya. Yang satu teman kencan Jessi, yang satu lagi adalah teman dari teman kencannya Jessi. "I-iya, masih dong." Heera tak berbohong, ia memang masih bersama Jessi, hanya saja istri Sean itu tidak berterus terang kalau ada dua pria yang bersamanya sekarang. "Pulang. Keenan nyariin kamu. Mas tunggu." ucapan Sean yang menekan disetiap kalimat dan langsung mematikan sambungannya begitu saja membuat Heera membatu di tempat. Heera takut, kenapa Sean bersikap demikian? Apa ia mengetahuinya? Kepala Heera spontan menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari radar Sean, tapi tidak menemukan. "Siapa?" Rakha, pria yang duduk dihadapan Heera bertanya saat melihat kepanikan yang melanda wajah Heera. "Suami aku. Aku udah disuruh
"Mas, aku boleh keluar gak sama Jessi?" Heera bertanya, menatap dengan pandangan sedikit ragu kearah Sean yang baru saja mendudukan diri di atas sofa. Ini sudah sore, dan Sean baru bangun dari tidurnya. Pria itu langsung istirahat setelah menyetir perjalanan panjang dari rumah mertuanya. "Mau kemana, Sayang?" tanya Sean sambil mengusak rambutnya yang sedikit aut-autan. Melihat itu, tangan Heera jadi gatal dan ikut merapikan rambut sang suami. "Mau jalan aja, udah lama juga aku gak jalan sama Jessi." jawab Heera. Sean manggut-manggut. Semenjak menikah, Heera memang jarang keluar bersama temannya, selain karena kadang Sean larang, tapi Heera juga memikirkan Keenan. Siapa yang akan menjaga anak itu jika ia pergi? Meski beberapa kali Heera mengajak Keenan saat ngumpul bersama temannya. Itu pun kalau Sean izinkan."Ngajak Keenan?" tanya Sean. Heera terdiam sesaat, sebelum menggeleng perlahan. "Kasihan Keenan habis pergi jauh, lagian kan ada Mas di rumah." Alasan Heera menerima tawaran J
"Gimana ngurus suami sama anak kamu, gak ada kesulitan, kan?" Heera yang sedang menyiram tanaman di halaman lantas menoleh ke arah Prima yang lagi duduk di kursi teras. Sebelum menjawab, Heera tertawa kecil lebih dulu. "Gak ada kok, Bu. Mas Sean sama Keenan gampang diurusnya." jawab Heera dengan nada guyon. "Coba kamu duduk sini dulu bentar, Ra." perintah Prima, meminta Heera untuk duduk di kursi kosong di sebelahnya. Saat ini di rumah hanya ada mereka berdua karena Keenan, Sean dan Rahel sedang bersepeda. Kebetulan sekarang sudah sore, cuacanya cocok untuk bermain di luar rumah. Tanpa membantah, Heera mematikan keran air lebih dulu kemudian duduk di sebelah sang Ibu. Raut wajah Heera tampak serius mengikuti mimik milik Prima. "Ada apa, Bu?" tanya Heera penasaran. Tidak biasanya sang Ibu tampak hendak membicarakan hal serius begini. "Tadi Sean minta di do'akan supaya kamu cepat isi. Memangnya kamu sudah siap memberikan Sean
"Masih sakit perutnya, Sayang?"Heera yang sedang memainkan ponselnya di atas ranjang spontan menoleh dan mendapati Sean yang baru saja memasuki kamar. "Udah gak sesakit tadi," jawab Heera seraya meletakan ponselnya. Atensinya kini terfokus penuh pada Sean yang baru saja merebahkan badannya disamping sang istri. Tangan Sean bergerak, menyelinap masuk ke dalam piyama Heera lalu mengusap-usap hangat perut istrinya itu. "Syukurlah," katanya. "Mas mau nanya boleh?" sambung Sean membuat Heera mengernyitkan keningnya. "Nanya apa, Mas?" "Kamu pernah ketemu Ayah kamu di sekolah Keenan?" to the point. Sean tidak ingin ada rahasia diantara ia dan Heera. Meski Sean tahu Heera sedang berusaha menutupi hal ini darinya.Heera diam sesaat, seakan tertangkap basah rahasianya. Tapi dengan ragu cewek itu mengangguk, lengkap dengan wajah penuh sesalnya. "Iya. Tapi Ayah seperti gak kenal aku." lirih Heera tersirat kesedihan. Ia masih ingat bagaimana sikap Juni ketika bertemu dengannya dan Keenan beb
"Kita gak pernah bertemu, tapi kamu mengenali saya." Sean tersenyum tipis. Saat ini ia sedang berbicara empat mata dengan Juni di salah satu kafe yang jaraknya tidak jauh dari sekolah Keenan. Sebenarnya, Sean sudah menolak ajakan Juni karena ia khawatir meninggalkan Heera sendirian di rumah, tapi Juni memohon dan meminta waktu Sean. Karena sungkan, Sean tidak ada pilihan lain. "Tidak mungkin saya tidak mengenal mertua saya sendiri," jawab Sean. Ia memang tidak pernah bertemu langsung dengan Juni, tapi bukan Sean namanya kalau tidak bisa mendapatkan informasi orang-orang yang berhubungan dengan Heera. Kalau sekedar mencari identifikasi Juni saja dalam satu menit pun bisa Sean dapatkan."Satu minggu lalu saya bertemu Heera saat sedang mengambil rapot untuk Keenan." ujar Juni membuat Sean tak bergeming. Heera tidak mengatakan apapun tentang hal itu. "Jadi, Keenan anak kalian?" imbuh Juni dengan kerut yang tercetak di keningnya. "Tapi, setahu saya
"Sayang, you okay?" Sean bertanya khawatir kepada Heera yang meringkuk bak janin di sampingnya. Disentuhnya pundak telanjang Heera yang berkeringat dingin, sepasang mata Sean yang sayup-sayup terbuka seketika langsung sepenuhnya terjaga melihat wajah sang istri yang pucat dan banjir keringat. Tangan Heera mencengkram lemas lengan Sean, sementara satu tangannya memegangi perutnya. "Aku mens," lirih Heera tampak kesakitan. Punggung tangan Sean jatuh di kening Heera, mengusap keringat istrinya sebelum menyibak selimut dan melihat banyak darah menodai seprai. "Maaf..." lirih Heera lagi penuh sesal. Heera mencoba menegakan tubuhnya, tapi tidak bisa karena nyeri yang menjalar di perutnya luar biasa mencengkram. Sean menggeleng, mengecup telapak tangan Heera sesaat sebelum menggotong badan mungil Heera dan memindahkannya ke sofa panjang di sudut ruangan. Langkah cepat Sean berjalan menuju lemari pakaian, mengambil celana milik Heera berserta dalaman, tak lup
"Cantik ya istrinya Sean," Heera tersenyum malu, lantas menunduk sopan kepada Mira -Teman Lucia- yang baru saja memujinya. "Kalau kata Keenan, Ayahnya cuma suka sama cewek cantik. Cantik hati dan parasnya, seperti Heera." timpal Lucia menambahi, semakin membuat Heera menunduk dalam."Sudah isi belum?" tanya Mira tiba-tiba. Lucia menatap Heera dengan wajah tak enak hati. Ia tahu pertanyaan Mira mungkin mengganggu anak menantunya itu. "Belum. Masih mau fokus mengurus Keenan dulu, Tan." jawab Heera tersenyum kalem. Mira manggut-manggut, "Anak saya dulu belum sebulan nikah sudah hamil. Sekarang anaknya udah tiga, jaraknya cuma beda satu tahun." curhat Mira. "Memang sih kalau anaknya banyak istrinya jadi lebih repot, tapi keluarga mereka tambah seru lho karena banyak anggotanya." imbuhnya diakhiri tawa renyah.Tangan Lucia terulur dan jatuh dipunggung sempit Heera, mengusap lembut di sana. "Maklum bu, Heera masih muda. M