Yuna terdiam menundung sambil meremas tangannya yang sedikit gemetar, selama hampir tiga puluh menit ia di sidang Lucia dan Adi, di cecer dengan berbagai pertanyaan yang hanya bisa ia jawab dengan cicitan. Selain takut, Yuna juga khawatir dampak dari semua ini membuat Lucia dan Adi melarang dirinya untuk bertemu dengan Keenan lagi.
"Ma..." Yuna bersuara dengan sedikit takut. Memanggil Lucia yang baru saja selesai menelepon Sean, sudah pasti Lucia langsung meminta Sean untuk segera pulang.
Lucia menatap Yuna dengan tatapan datarnya, tapi itu lebih baik dari pada tatapan nya yang dulu, yang selalu memandangnya dingin dan tak sudi.
"Ya..." jawab Lucia seraya berjalan mendekati Yuna. Lucia mendudukan dirinya di ruang sisa tepat di sebelah Yuna.
Tangan Yuna yang berkeringat dingin itu bergerak, menggenggam telapak tangan Lucia sambil memandangnya dengan tatapan memohon, "Setelah ini tolong jangan larang aku untuk bertemu Keenan..." lirih Yuna.
"Apa lagi yang kamu cari, Sean?!"Sean memijat pelipisnya frustasi, baru beberapa jam ketenangan menemani, suara bising sang mama kembali menggema di telinganya usai Heera pulang ke kosan dan Keenan sudah terlelap di kamarnya. Kini Sean kembali di bawa ke ruang tengah untuk kembali membicarakan hal serius bersama Adi dan Lucia. Lucia memarahinya karena Sean melepas Heera begitu saja. Tentu Lucia merasa kecewa karena tahun ini agaknya ia gagal mendapatkan menantu baru."Apa kedatangan Yuna yang mempengaruhi kamu? kamu suka lagi sama Yuna?" tuduh Lucia emosi.Sean menghela napas panjang, "Astaga... Tidak, Ma. Yuna sudah punya suami," jawab Sean merasa lelah dan sebenarnya malas untuk memperpanjang masalah ini. Lucia selalu saja mencampuri urusan percintaannya tanpa mau tahu kalau selama ini Sean sudah berjuang sebisa yang ia lakukan."Kenapa tidak? saat itu kamu juga sudah punya istri, tapi kamu tetap bersama Yuna? mama gak mau kejadian seperti itu kembali
"Ken, kamu sudah selesai makannya?" tanya Yuna menegur Keenan yang sedang asik memainkan ponselnya, sementara piring makan sarapan paginya sudah kosong, anak itu selesai makan lebih dulu dari yang lainnya. Pertanyaan dari Yuna, Keenan respon dengan anggukan di kepala Keenan. Meski kemarin ada sedikit masalah, tapi Keenan sudah memaafkan Keenan dan tidak mengungkit-ungkit masalah Wish lagi. "Pintar." puji Yuna sembari mengusap kepala Keenan dengan lembut, "Kamu bisa ke kamarmu sebentar, sayang? Tante mau berbicara dengan tante Heera dan Ayahmu." lanjut Yuna mengundang perhatian Heera dan Sean. Keenan berpikir sebentar, kemudian ia mengangguk patuh dan beranjak pergi ke kamarnya. Tinggal lah Sean, Heera dan dirinya yang masih menyantap sarapan pagi ini. Sean terdiam, ia juga kembali mengalihkan tatapannya ke makannya yang tersisa setengah, berbeda dengan Heera yang masih menatap Yuna penuh tanya, menunggu Yuna untuk mengatakan sesuatu. Yuna meli
"Langsung mandi, ya, Ken..." "Iya, tante..." Keenan membalas perintah Heera dengan nada suara tak bergaira, anak itu melangkah menapaki satu persatu anak tangga dengan kepala tertunduk lesuh. Ceklek! Keenan membuka pintu kamar dan melempar tasnya dengan asal ke segala arah. Langkah Keenan menuju tempat tidur terhenti, anak itu terdiam saat melihat boneka Wish nya tergeletak di atas tempat tidur. Wajah Keenan yang semula lesuh langsung cerah dan tersenyum lebar, ia langsung berlari dan memeluknya yang sudah lebih bersih dan wangi dari yang terakhir kali ia lihat. "Hi, Wish!" Keenan menyapa boneka kesayangannya itu layaknya teman lama yang sudah lama tidak jumpa. Dipeluknya Wish dengan erat dan mencium aroma wangi yang menyeruak dari boneka berbentuk kucing itu. Kening Keenan mngernyit melihat sebuah kertas yang berada tak jauh dari tempat Wish-nya tadi. Tangan Keenan bergerak menggapai selembar kertas itu lalu membacanya. 'H
Heera melirik kearah Keenan yang duduk termenung di sebelahnya, sejak masuk ke dalam taksi Keenan tak lepas memandang kearah luar jendela dan mendiamkan Heera. Meski Heera sama bungkamnya, tapi di kepala gadis itu berisik dan bertanya-tanya tentang Keenan yang memanggil Yuna dengan sebutan bunda, entah Keenan terbawa perasaan saking dekatnya dengan Yuna selama beberapa minggu ini, atau anak itu sudah mengetahui bahwa Yuna adalah Ibu kandungnya. "Hiks..." Keenan terisak kecil, membuat Heera dengan sigap merangkul anak itu. "It's okay, Keenan... Pasti bunda bakal datang dan main lagi sama kamu." kata Heera berusaha menenangkan. "Kalau dari awal aku tau tante Yura adalah bunda Yuna, mungkin aku bakal lebih baik lagi ke bunda Yuna." Heera mematung saat Keenan berbicara seperti itu. Perlahan pelukan Heera semakin mengerat, Heera benar-benar tidak habis pikir dengan jalan pikir Keenan yang tidak wajar di usianya. "Selama ini kelakuan kamu ke bunda Yuna suda
"Akhirnya di ACC!" Heera keluar dari ruang dosen pembimbingnya sambil tersenyum cerah. Kabar yang sudah lama ia tunggu-tunggu akhirnya tiba. Skripsinya sudah di ACC.Tak ingin senang sendirian, Heera mengambil ponselnya yang berada didalam saku celana bahan yang ia kenakan. Dengan cepat jemari Heera mendial nomor milik adiknya. Ia mengabari ke adik dan ibunya kalau skripsinya sudah di acc dosen dan ia akan segera mendaftar sidang. Tentu saja, sang Ibu dan adiknya turut gembira mendengar kabar itu."Semoga di lancarkan sampai wisuda ya, Ra."Heera membekap mulutnya, menahan tangis mendengar doa sang ibu, Heera percaya, berdirinya ia sampai di titik ini pasti berkat doa ibunya yang selalu mengiringi."Aamiin, ibu sehat-sehat ya, insha Allah aku pulang minggu depan." ujar Heera, tanpa gadis itu tahu, ucapannya berhasil mengundang senyum sang ibu di sebrang sana.Setelah pembicaraan virtualnya dengan Ibu selesai, Heera kembali memasuk
Adelio: bang, Lio punya informasi penting tentang Heera hari iniSean yang sedang fokus bekerja langsung terkecoh dengan notifikasi pesan dari Adelio, dengan secepat kilat Sean meraih ponselnya dan mengetik balasan pesan.Sean: apa?Adelio: tf dlu 2jutaSean mendengus jengkel, meski dongkol tapi ia tetap membuka aplikasi m-banking dan mengirim uang ke rekening Adelio sebanyak yang adik sepupunya itu pinta.Sean: sudah saya tfAdelio: skripsi Heera udah di acc sma dospem nyaSenyum lebar seketika terlukis di wajah Sean, ia ikut merasa lega dan bahagia mendengarnya. Ia harus membuat perayaan untuk kabar gembira ini!Sean menutup laptopnya, ia bangkit dari duduknya, melupakan pekerjaannya yang sebenarnya belum selesai ia jamah. Seraya berjalan keluar dari ruang kerjanya tangan Sean sibuk mengetik pesan ke Mamah dan Ayahnya. Sean berencana untuk mengadakan makan malam bersama Heera, Keenan dan kedua orang tuanya.***
Heera salah mengira, ternyata bukan acara makan relasi seperti yang ia pikirkan."Cantik banget kamu malam ini, sayang..." Heera tersenyum malu saat mendengar pujian yang Lucia lemparkan padanya. Ya, Lucia, wanita dengan dress simple namun tetap glamor itu ada di sini, duduk bersebelahan dengan Adi yang terlihat berwibawa dengan suit hitamnya, walau tidak muda lagi, tapi ketampanan Adi mampu menyaingi Sean malam ini."Duduk, Ra." perintah Sean sambil menarik kursi di sampingnya yang sengaja ia kosongi untuk Heera."Terimakasih, pak." ujar Heera lalu mendaratkan bokongnya di kursi yang Sean sediakan."Aku kira Ayah akan mengajakku ke acara teman kantornya, ternyata makan malam bersama nenek dan kakek, ya." celetuk Keenan menarik penuh perhatian dari keluarga Rangadi. Keenan berhasil membuat yang mendengarnya tertawa kecil."Tante juga mengiranya begitu, Ken." timpal Heera. Sebenarnya masih ada sisa rasa terkejut dalam dirinya saat mengetahui k
Sesuai dengan permintaan Lucia, sore ini setelah menjemput Keenan dari sekolah Heera dan Sean langsung menuju ke salah satu Mall terbesar di ibu Kota, tempat janjian mereka dengan Lucia dan Adi. Walaupun yang di ajak jalan ke Mall cuma Heera dan Keenan saja, tapi Sean memaksa untuk ikut, pria itu bahkan langsung menyudahi pekerjaannya di kantor demi mengantar Heera dan Keenan ke tempat janjian. Itu Sean lakukan karena ia tidak ingin ketinggalan moment kebersamaan dengan Heera.Meski lalu lintas Jakarta lumayan padat merayap, tapi Sean berhasil sampai di basement Mall dengan selamat."Jangan keluar dulu, Ra." perintah Sean saat Heera sudah bersiap ingin keluar dari mobil usai melepas seatbelt nya."Kenapa, pak?" tanya Heera bingung, namun ia tetap diam, patuh dengan perintah sang majikan.Sean hanya mengulas senyum tipis saja tanpa menjawabnya, ia turun dari mobil lalu melangkah ke pintu penumpang, membukakan pintu untuk Heera turun."Astaga, pak Se
Sean menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya beserta sang istri. Dengan tak sabaran pria itu menanggalkan daster Heera yang kenakan. Melihat gunung kembar Heera yang menganggur didepan mata, segera ia gunakan mulut serta tangannya untuk bekerja. Tidak perlu di jelasin apa yang Sean lakukan saat ini, karena ya, memang yang sedang pria itu lakukan sesuai dengan isi kepala kalian sekarang. Heera melenguh di antara tidurnya. Tentu wanita hamil itu tertegun saat membuka mata dan mendapati Sean sedang bersarang di tempat favorit suaminya. Memasuki bulan kelahiran, Sean dan Heera sepakat untuk puasa alias tidak melakukan hubungan badan. Tapi tetap saja, soal menyusu sudah menjadi aktivitas rutin Sean setiap malam. Terkadang Heera juga memuaskan suaminya itu dengan segala cara yang bisa ia lakukan. Tangan Sean bekerja dengan baik saat ini, memijat dan memainkan payudara sintal sang istri yang makin membesar karena efek kehamilan. Gairah Sean tak terelakkan begitu mendengar desahan H
Beberapa Tahun Kemudian... "Pegang tangan abang, Kel." perintah Keenan sambil tersenyum lembut, ia lantas menggenggam erat tangan mungil sang adik kesayangannya dengan sigap setelah mereka keluar dari mobil. Saat ini kakak beradik itu tengah berjalan menuju sebuah taman kanak-kanak tempat Keela bersekolah. Ya, Shakeela Isyana Rangadi, putri kedua Sean dan Heera. "Ayah, ayo cepetan." ujar Keela dengan suara menggemaskan. Ia tidak sabaran ingin bertemu teman-temannya, sementara Sean sedang mengeluarkan tas dan totebag berisi kotak bekal yang Heera buatkan untuk Keela. "Sabar dong, Sayang. Ayo, pegang tangan ayah." Sean menyampirkan tas berwarna pink milik Keela ke pundaknya, lalu tangan kanannya yang bebas ia gunakan untuk menggandeng tangan mungil Keela. Sambil dituntun dua bodyguard yang selalu menjaganya Keela berjalan memasuki halaman sekolahnya, seorang guru menyapanya dengan senyum manis seperti biasa. "Pagi, Keela." "Pagi, Bu Vira." jawab Keela setelah menyalimi tangan sang
"Kamu di mana, Ra?" Heera merapatkan bibirnya, mendengar suara rendah Sean, sepertinya pria itu sudah menunggunya pulang di rumah."Aku masih di mall, mas.""Masih sama Jessi?" Beberapa detik Heer terdiam, pandangannya menoleh ke arah Jessi dan dua pria yang baru saja dikenalnya. Yang satu teman kencan Jessi, yang satu lagi adalah teman dari teman kencannya Jessi. "I-iya, masih dong." Heera tak berbohong, ia memang masih bersama Jessi, hanya saja istri Sean itu tidak berterus terang kalau ada dua pria yang bersamanya sekarang. "Pulang. Keenan nyariin kamu. Mas tunggu." ucapan Sean yang menekan disetiap kalimat dan langsung mematikan sambungannya begitu saja membuat Heera membatu di tempat. Heera takut, kenapa Sean bersikap demikian? Apa ia mengetahuinya? Kepala Heera spontan menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari radar Sean, tapi tidak menemukan. "Siapa?" Rakha, pria yang duduk dihadapan Heera bertanya saat melihat kepanikan yang melanda wajah Heera. "Suami aku. Aku udah disuruh
"Mas, aku boleh keluar gak sama Jessi?" Heera bertanya, menatap dengan pandangan sedikit ragu kearah Sean yang baru saja mendudukan diri di atas sofa. Ini sudah sore, dan Sean baru bangun dari tidurnya. Pria itu langsung istirahat setelah menyetir perjalanan panjang dari rumah mertuanya. "Mau kemana, Sayang?" tanya Sean sambil mengusak rambutnya yang sedikit aut-autan. Melihat itu, tangan Heera jadi gatal dan ikut merapikan rambut sang suami. "Mau jalan aja, udah lama juga aku gak jalan sama Jessi." jawab Heera. Sean manggut-manggut. Semenjak menikah, Heera memang jarang keluar bersama temannya, selain karena kadang Sean larang, tapi Heera juga memikirkan Keenan. Siapa yang akan menjaga anak itu jika ia pergi? Meski beberapa kali Heera mengajak Keenan saat ngumpul bersama temannya. Itu pun kalau Sean izinkan."Ngajak Keenan?" tanya Sean. Heera terdiam sesaat, sebelum menggeleng perlahan. "Kasihan Keenan habis pergi jauh, lagian kan ada Mas di rumah." Alasan Heera menerima tawaran J
"Gimana ngurus suami sama anak kamu, gak ada kesulitan, kan?" Heera yang sedang menyiram tanaman di halaman lantas menoleh ke arah Prima yang lagi duduk di kursi teras. Sebelum menjawab, Heera tertawa kecil lebih dulu. "Gak ada kok, Bu. Mas Sean sama Keenan gampang diurusnya." jawab Heera dengan nada guyon. "Coba kamu duduk sini dulu bentar, Ra." perintah Prima, meminta Heera untuk duduk di kursi kosong di sebelahnya. Saat ini di rumah hanya ada mereka berdua karena Keenan, Sean dan Rahel sedang bersepeda. Kebetulan sekarang sudah sore, cuacanya cocok untuk bermain di luar rumah. Tanpa membantah, Heera mematikan keran air lebih dulu kemudian duduk di sebelah sang Ibu. Raut wajah Heera tampak serius mengikuti mimik milik Prima. "Ada apa, Bu?" tanya Heera penasaran. Tidak biasanya sang Ibu tampak hendak membicarakan hal serius begini. "Tadi Sean minta di do'akan supaya kamu cepat isi. Memangnya kamu sudah siap memberikan Sean
"Masih sakit perutnya, Sayang?"Heera yang sedang memainkan ponselnya di atas ranjang spontan menoleh dan mendapati Sean yang baru saja memasuki kamar. "Udah gak sesakit tadi," jawab Heera seraya meletakan ponselnya. Atensinya kini terfokus penuh pada Sean yang baru saja merebahkan badannya disamping sang istri. Tangan Sean bergerak, menyelinap masuk ke dalam piyama Heera lalu mengusap-usap hangat perut istrinya itu. "Syukurlah," katanya. "Mas mau nanya boleh?" sambung Sean membuat Heera mengernyitkan keningnya. "Nanya apa, Mas?" "Kamu pernah ketemu Ayah kamu di sekolah Keenan?" to the point. Sean tidak ingin ada rahasia diantara ia dan Heera. Meski Sean tahu Heera sedang berusaha menutupi hal ini darinya.Heera diam sesaat, seakan tertangkap basah rahasianya. Tapi dengan ragu cewek itu mengangguk, lengkap dengan wajah penuh sesalnya. "Iya. Tapi Ayah seperti gak kenal aku." lirih Heera tersirat kesedihan. Ia masih ingat bagaimana sikap Juni ketika bertemu dengannya dan Keenan beb
"Kita gak pernah bertemu, tapi kamu mengenali saya." Sean tersenyum tipis. Saat ini ia sedang berbicara empat mata dengan Juni di salah satu kafe yang jaraknya tidak jauh dari sekolah Keenan. Sebenarnya, Sean sudah menolak ajakan Juni karena ia khawatir meninggalkan Heera sendirian di rumah, tapi Juni memohon dan meminta waktu Sean. Karena sungkan, Sean tidak ada pilihan lain. "Tidak mungkin saya tidak mengenal mertua saya sendiri," jawab Sean. Ia memang tidak pernah bertemu langsung dengan Juni, tapi bukan Sean namanya kalau tidak bisa mendapatkan informasi orang-orang yang berhubungan dengan Heera. Kalau sekedar mencari identifikasi Juni saja dalam satu menit pun bisa Sean dapatkan."Satu minggu lalu saya bertemu Heera saat sedang mengambil rapot untuk Keenan." ujar Juni membuat Sean tak bergeming. Heera tidak mengatakan apapun tentang hal itu. "Jadi, Keenan anak kalian?" imbuh Juni dengan kerut yang tercetak di keningnya. "Tapi, setahu saya
"Sayang, you okay?" Sean bertanya khawatir kepada Heera yang meringkuk bak janin di sampingnya. Disentuhnya pundak telanjang Heera yang berkeringat dingin, sepasang mata Sean yang sayup-sayup terbuka seketika langsung sepenuhnya terjaga melihat wajah sang istri yang pucat dan banjir keringat. Tangan Heera mencengkram lemas lengan Sean, sementara satu tangannya memegangi perutnya. "Aku mens," lirih Heera tampak kesakitan. Punggung tangan Sean jatuh di kening Heera, mengusap keringat istrinya sebelum menyibak selimut dan melihat banyak darah menodai seprai. "Maaf..." lirih Heera lagi penuh sesal. Heera mencoba menegakan tubuhnya, tapi tidak bisa karena nyeri yang menjalar di perutnya luar biasa mencengkram. Sean menggeleng, mengecup telapak tangan Heera sesaat sebelum menggotong badan mungil Heera dan memindahkannya ke sofa panjang di sudut ruangan. Langkah cepat Sean berjalan menuju lemari pakaian, mengambil celana milik Heera berserta dalaman, tak lup
"Cantik ya istrinya Sean," Heera tersenyum malu, lantas menunduk sopan kepada Mira -Teman Lucia- yang baru saja memujinya. "Kalau kata Keenan, Ayahnya cuma suka sama cewek cantik. Cantik hati dan parasnya, seperti Heera." timpal Lucia menambahi, semakin membuat Heera menunduk dalam."Sudah isi belum?" tanya Mira tiba-tiba. Lucia menatap Heera dengan wajah tak enak hati. Ia tahu pertanyaan Mira mungkin mengganggu anak menantunya itu. "Belum. Masih mau fokus mengurus Keenan dulu, Tan." jawab Heera tersenyum kalem. Mira manggut-manggut, "Anak saya dulu belum sebulan nikah sudah hamil. Sekarang anaknya udah tiga, jaraknya cuma beda satu tahun." curhat Mira. "Memang sih kalau anaknya banyak istrinya jadi lebih repot, tapi keluarga mereka tambah seru lho karena banyak anggotanya." imbuhnya diakhiri tawa renyah.Tangan Lucia terulur dan jatuh dipunggung sempit Heera, mengusap lembut di sana. "Maklum bu, Heera masih muda. M