Gosip soal Bu Endah dan Pak Ardi menyebar lebih cepat daripada koneksi Wi-Fi kampus. Grup-grup WhatsApp dosen mulai ribut. Grup mahasiswa makin heboh. Bahkan satpam kampus, Pak Untung, ikut nimbrung nanya ke anak-anak yang lagi nongkrong di parkiran.Di ruang dosen, suasana juga nggak kalah awkward. Pak Ardi yang lagi serius ngetik langsung disamperin Bu Endah dengan senyuman lebar.“Ardi, tenang aja. Aku nggak marah kok,” katanya sambil duduk di sebelah Pak Ardi.Pak Ardi melongo. “Lho, Bu, maksudnya apa ya?”Bu Endah cuma ngakak. “Ya gosip itu, lah! Santai aja. Aku sih nggak keberatan kalau kita jadi bahan cerita.”Pak Ardi langsung pusing sambil megang kepala. “Aduh, Bu. Itu pasti ulah mahasiswa yang iseng. Saya sampe nggak tau harus ngomong apa lagi.”“Kalau gitu, cuekin aja. Toh gosip cuma bertahan beberapa hari,” ujar Bu Endah sambil menyambar bolpen dari meja Pak Ardi.“Tapi, Bu, mereka bilang kita pacaran!”Bu Endah nyengir. “Kenapa? Kamu malu pacaran sama aku?”Pak Ardi langs
Kampus lagi heboh nyiapin acara besar tahunan yaitu Festival Seni dan Budaya. Semua jurusan wajib ikut, termasuk Sastra. Biasanya, acara ini jadi ajang mahasiswa buat nunjukin bakat seni, mulai dari drama, tari, sampai nyanyi. Tapi di jurusan Sastra, perdebatan soal konsep drama selalu jadi perang dingin antara dua kubu: kubu "Nyeni Abis" dan kubu "Santai Tapi Menarik."Cinta langsung ngusulin ide absurd, “Gimana kalau kita bikin drama tentang alien jatuh cinta sama manusia? Nggak mainstream, kan?”Dika ngakak sambil ngunyah roti. “Cin, itu bukannya kayak film kartun pagi-pagi di TV?”Cinta nyengir. “Nah, justru itu! Lucu kan? Penonton pasti ngakak.”Tapi Rani, yang duduk sambil malas-malasan, langsung protes. “Cin, lo sadar ini Festival Seni dan Budaya, bukan lomba stand-up comedy?”Rina, yang biasanya penuh ide dramatis, langsung masuk diskusi dengan gaya sok serius. “Gue sih setuju kalau kita bikin drama tragis. Kayak kisah cinta beda kasta, tapi akhirnya mati bareng. Penonton past
Latihan drama resmi dimulai, dan sejak itu hidup Rani berubah jadi penuh kekacauan. Di hari pertama aja, Dika udah bikin masalah. Pas latihan dialog, dia malah tiba-tiba nangis lebay.“OH, TIDAAAAAK! KENAPA CINTA KITA HARUS TERPISAH?!” teriak Dika sambil jatuh dramatis di lantai.Rina, yang jadi lawan main Dika, langsung ngelempar skrip ke muka dia. “Dik, ini kan drama komedi! Lo kira ini sinetron Azab?!”Cinta ngakak di pojokan sambil manggil Dika, “Gue nggak nyangka lo bakat jadi aktor FTV, bro.”Rani yang lagi ngamatin dari belakang kepala mulai berdenyut. “Dik, tolong serius sedikit. Kita tuh lagi kejar waktu.”Dika nyengir sambil duduk di lantai. “Santai, Ran. Justru ini cara gue masukin humor ke karakter gue.”“Tapi ini nggak lucu, Dik. Ini konyol,” jawab Rani sambil ngelirik Pak Ardi, yang berdiri di belakang mereka sambil melipat tangan.Pak Ardi angkat alis. “Dika, lo mau jadi bintang atau bahan lelucon? Kalau nggak bisa serius, gue gantiin lo sama orang lain.”Dika langsung
Latihan drama makin kacau, dan untuk menyelamatkan semuanya, Cinta tiba-tiba muncul dengan ide out-of-the-box.“Gue dapet tempat latihan baru!” serunya dengan penuh semangat sambil narik semua orang ke ruang tengah.Rani melotot curiga. “Jangan bilang tempat lo itu aneh-aneh lagi, Cin.”Cinta nyengir. “Enggak, kali ini beneran. Tempatnya luas, murah, dan... agak sedikit antik.”Dika langsung angkat tangan. “Antik tuh maksud lo tempat yang biasanya nongol di video eksplorasi malam?”Cinta pura-pura nggak denger dan malah nyodorin alamat. “Pokoknya besok kita pindah latihan ke sana. Trust me!”Fauzi, yang selalu cuek, akhirnya buka suara. “Gue cuma mau nanya satu hal, tempat itu ada Wi-Fi-nya nggak?”Cinta cuma senyum misterius.---Keesokan harinya, semua anggota tim drama—termasuk Pak Ardi—dateng ke lokasi yang dijanjikan Cinta. Dan bener aja, tempat itu adalah gedung tua kosong yang keliatan kayak udah ratusan tahun nggak disentuh manusia.Rina langsung ngerangkul lengan Rani. “RAN!
Hari-hari menjelang pentas drama makin mendekat, dan seperti yang sudah diduga, kekacauan masih terus terjadi. Di pagi terakhir sebelum gladi resik, semua anggota tim sibuk ngecek properti, kostum, dan skrip.Rani yang bertugas jadi koordinator udah kayak ibu-ibu di pasar pagi, lari ke sana-sini sambil teriak.“Dika! Mana mikrofon cadangan? Gue nggak lihat ada di tas properti!”Dika, yang lagi nyari di gudang, cuma teriak balik. “Tenang, Ran! Masih gue cari! Tapi kalo nggak nemu, pake kaleng aja!”“DIKA!” Rani hampir melempar clipboard ke arahnya.Cinta muncul dari belakang sambil nyengir lebar. “Santai, Ran. Lo tuh kayak mau perang. Ini cuma drama, bukan misi penyelamatan dunia.”Rani ngelirik tajam. “Cin, kalau gue denger kata ‘santai’ dari mulut lo sekali lagi, gue sumpahin lo lupa dialog di panggung nanti!”Fauzi, yang lagi asyik makan roti di pojok, cuma menambahkan, “Udah, Ran. Jangan terlalu tegang. Nanti lo malah pingsan di panggung duluan.”Rani udah mau marah, tapi ditahan.
Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Gedung aula kampus penuh sesak oleh mahasiswa, dosen, bahkan beberapa warga sekitar yang penasaran. Panggung udah dihias maksimal, meskipun kalau dilihat lebih dekat, ada beberapa properti yang kayaknya cuma ditempel pakai selotip.Di belakang panggung, tim drama lagi sibuk dengan persiapan terakhir. Rani mondar-mandir sambil ngecek semua hal satu per satu.“Cinta, lo udah inget semua dialog lo?” tanya Rani tegas.Cinta malah sibuk ngaca sambil dandan. “Inget, Ran. Santai. Lo liat aja nanti gue bakal jadi bintang utama.”“Bintang apaan, Cin? Gue yakin lo lebih mirip pengisi acara iklan sabun,” sindir Dika yang lagi pasang topeng gorila untuk adegan komedi.“DIKA! Jangan mulai lagi!” bentak Rani.Pak Ardi masuk dengan ekspresi tenang sambil bawa termos kopinya seperti biasa. “Semua udah siap?” tanyanya.Semua mengangguk kecuali Rani, yang langsung menghambur ke arahnya. “Pak, gue stress. Gue takut properti roboh. Gue takut Dika lupa dialog lagi.
Setelah sesi foto selesai, mereka semua memutuskan buat makan bareng di kantin kampus sebagai perayaan kecil-kecilan. Tapi tentu aja, momen santai itu nggak luput dari drama kecil khas geng absurd mereka.“Gue pesan nasi goreng, bukan mi goreng! Mbak, apa ini bentuk sabotase?” teriak Dika yang langsung bikin mbak kantin kebingungan.Cinta yang duduk di sebelahnya langsung nyelutuk, “Dik, nggak usah lebay. Toh rasanya sama aja, bumbu-bumbunya kan itu-itu juga.”“Cin, lo tuh nggak ngerti seni kuliner,” jawab Dika sambil pura-pura dramatis.“Yang lo sebut seni itu cuma beda bentuk doang!”Sementara itu, Rina sibuk update Instagram dengan caption bombastis: “Best drama crew ever! Chaos but iconic. #DramaSquad #KampusKocak”. Fauzi, yang duduk di seberang, cuma ngelirik santai.“Rin, lo yakin mau pake hashtag itu? Ntar malah jadi bahan gibah anak-anak kampus.”Rina ngibasin rambutnya. “Biarin aja, Zik. Mereka ngomongin kita berarti kita keren.”Di sisi lain meja, Rani lagi ngobrol serius sa
Keesokan harinya, suasana grup chat geng absurd langsung heboh seperti biasa.Cinta: “Guys, gue baru unggah video behind-the-scenes kita ke Instagram! Siap-siap viral!”Rani: “CIN! Itu video apaan?!”Cinta: “Yang lucu-lucu aja, Ran. Tenang, nggak ada yang terlalu memalukan kok... mungkin.”Rani: “Mungkin kepala lo! Gue cek dulu sekarang!”Beberapa detik kemudian, Rani langsung spam chat.Rani: “CINTA! LO SERIUS?! Kenapa ada gue yang lagi panik sambil ngomong sendiri di belakang panggung?!”Dika: “HAHAHAHA, RAN! Itu highlight terbaik! Lo kayak orang kerasukan!”Rina: “Astaga, muka gue waktu ngelempar bunga juga keliatan jelas banget! Lo edit dulu kek, Cin!”Cinta: “Yaelah, santai dong. Justru itu daya tarik kita: real dan apa adanya.”Pak Ardi, yang biasanya diem aja di grup, tiba-tiba ikut nimbrung.Pak Ardi: “Gue suka bagian di mana Rani panik sambil jalan bolak-balik kayak setrikaan. Natural banget.”Rani: “PAK! Jangan ikut-ikutan dong!”Fauzi, yang dari tadi nggak komen apa-apa, ak
Festival seni udah selesai, tapi bukannya pulang dan istirahat, Tim Pojokan Chaos malah kumpul di taman kampus buat ngobrolin acara tadi. Suasana taman yang udah sepi bikin mereka merasa tempat itu kayak milik sendiri.“Gue nggak nyangka, ya. Acara tadi sukses banget,” kata Cinta sambil ngelurusin kakinya di atas bangku taman.“Tentu aja sukses. Kalo nggak, kan gue rugi ngejagain kalian semua,” timpal Rani sambil nyeruput es teh sisa acara.“Tapi, Ran, lo jujur aja deh,” ujar Dika sambil nyengir. “Lo tuh suka chaos kita atau nggak?”Rani ngelirik Dika dengan mata menyipit. “Dik, gue tuh di ambang waras. Satu-satunya alasan gue nggak ngamuk karena acara ini berhasil.”“Wuih, dalem banget,” ledek Fauzi, yang lagi asik ngemilin snack gratis dari festival.Rina tiba-tiba berdiri sambil mengangkat tangannya kayak orator demo. “Tapi kita nggak boleh lupa kalau ini semua berkat gue yang jadi MC legendaris!”“Rin, jokes ayam lo tadi tuh bikin gue pengen ngubur muka ke tanah,” kata Rani sambil
Seminggu setelah viralnya video mereka, kampus mulai sibuk lagi dengan acara baru yaitu persiapan festival seni. Dan, tanpa diduga, Tim Pojokan Chaos ditunjuk jadi salah satu panitia.“Kenapa kita, sih?!” Rani langsung protes begitu nama mereka diumumin dalam rapat.“Karena kita legendaris, Ran,” jawab Dika dengan nada sok bangga.“Legendaris apanya? Kita tuh chaos, Dik!” Rani melotot.Cinta malah nyengir lebar. “Justru itu, Ran. Chaos is art.”Dalam rapat pertama, semua anggota tim dibagi tugas. Rani jadi koordinator dekorasi, Dika pegang divisi hiburan, Cinta masuk ke bagian dokumentasi, Fauzi ditugaskan ke logistik, dan Rina—tentu aja—jadi MC utama.Masalahnya? Tugas mereka nggak pernah berjalan mulus.Saat Rani lagi sibuk ngecek properti dekorasi, Dika malah nyalain speaker bluetooth di ruangan dan muter lagu dangdut remix. Semua orang di ruangan langsung nge-dance, sementara Rani pengen nangis karena fokusnya buyar.“Dik! Gue udah bilang, kita tuh kerja, bukan pesta!” teriak Rani
Keesokan harinya, suasana grup chat geng absurd langsung heboh seperti biasa.Cinta: “Guys, gue baru unggah video behind-the-scenes kita ke Instagram! Siap-siap viral!”Rani: “CIN! Itu video apaan?!”Cinta: “Yang lucu-lucu aja, Ran. Tenang, nggak ada yang terlalu memalukan kok... mungkin.”Rani: “Mungkin kepala lo! Gue cek dulu sekarang!”Beberapa detik kemudian, Rani langsung spam chat.Rani: “CINTA! LO SERIUS?! Kenapa ada gue yang lagi panik sambil ngomong sendiri di belakang panggung?!”Dika: “HAHAHAHA, RAN! Itu highlight terbaik! Lo kayak orang kerasukan!”Rina: “Astaga, muka gue waktu ngelempar bunga juga keliatan jelas banget! Lo edit dulu kek, Cin!”Cinta: “Yaelah, santai dong. Justru itu daya tarik kita: real dan apa adanya.”Pak Ardi, yang biasanya diem aja di grup, tiba-tiba ikut nimbrung.Pak Ardi: “Gue suka bagian di mana Rani panik sambil jalan bolak-balik kayak setrikaan. Natural banget.”Rani: “PAK! Jangan ikut-ikutan dong!”Fauzi, yang dari tadi nggak komen apa-apa, ak
Setelah sesi foto selesai, mereka semua memutuskan buat makan bareng di kantin kampus sebagai perayaan kecil-kecilan. Tapi tentu aja, momen santai itu nggak luput dari drama kecil khas geng absurd mereka.“Gue pesan nasi goreng, bukan mi goreng! Mbak, apa ini bentuk sabotase?” teriak Dika yang langsung bikin mbak kantin kebingungan.Cinta yang duduk di sebelahnya langsung nyelutuk, “Dik, nggak usah lebay. Toh rasanya sama aja, bumbu-bumbunya kan itu-itu juga.”“Cin, lo tuh nggak ngerti seni kuliner,” jawab Dika sambil pura-pura dramatis.“Yang lo sebut seni itu cuma beda bentuk doang!”Sementara itu, Rina sibuk update Instagram dengan caption bombastis: “Best drama crew ever! Chaos but iconic. #DramaSquad #KampusKocak”. Fauzi, yang duduk di seberang, cuma ngelirik santai.“Rin, lo yakin mau pake hashtag itu? Ntar malah jadi bahan gibah anak-anak kampus.”Rina ngibasin rambutnya. “Biarin aja, Zik. Mereka ngomongin kita berarti kita keren.”Di sisi lain meja, Rani lagi ngobrol serius sa
Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Gedung aula kampus penuh sesak oleh mahasiswa, dosen, bahkan beberapa warga sekitar yang penasaran. Panggung udah dihias maksimal, meskipun kalau dilihat lebih dekat, ada beberapa properti yang kayaknya cuma ditempel pakai selotip.Di belakang panggung, tim drama lagi sibuk dengan persiapan terakhir. Rani mondar-mandir sambil ngecek semua hal satu per satu.“Cinta, lo udah inget semua dialog lo?” tanya Rani tegas.Cinta malah sibuk ngaca sambil dandan. “Inget, Ran. Santai. Lo liat aja nanti gue bakal jadi bintang utama.”“Bintang apaan, Cin? Gue yakin lo lebih mirip pengisi acara iklan sabun,” sindir Dika yang lagi pasang topeng gorila untuk adegan komedi.“DIKA! Jangan mulai lagi!” bentak Rani.Pak Ardi masuk dengan ekspresi tenang sambil bawa termos kopinya seperti biasa. “Semua udah siap?” tanyanya.Semua mengangguk kecuali Rani, yang langsung menghambur ke arahnya. “Pak, gue stress. Gue takut properti roboh. Gue takut Dika lupa dialog lagi.
Hari-hari menjelang pentas drama makin mendekat, dan seperti yang sudah diduga, kekacauan masih terus terjadi. Di pagi terakhir sebelum gladi resik, semua anggota tim sibuk ngecek properti, kostum, dan skrip.Rani yang bertugas jadi koordinator udah kayak ibu-ibu di pasar pagi, lari ke sana-sini sambil teriak.“Dika! Mana mikrofon cadangan? Gue nggak lihat ada di tas properti!”Dika, yang lagi nyari di gudang, cuma teriak balik. “Tenang, Ran! Masih gue cari! Tapi kalo nggak nemu, pake kaleng aja!”“DIKA!” Rani hampir melempar clipboard ke arahnya.Cinta muncul dari belakang sambil nyengir lebar. “Santai, Ran. Lo tuh kayak mau perang. Ini cuma drama, bukan misi penyelamatan dunia.”Rani ngelirik tajam. “Cin, kalau gue denger kata ‘santai’ dari mulut lo sekali lagi, gue sumpahin lo lupa dialog di panggung nanti!”Fauzi, yang lagi asyik makan roti di pojok, cuma menambahkan, “Udah, Ran. Jangan terlalu tegang. Nanti lo malah pingsan di panggung duluan.”Rani udah mau marah, tapi ditahan.
Latihan drama makin kacau, dan untuk menyelamatkan semuanya, Cinta tiba-tiba muncul dengan ide out-of-the-box.“Gue dapet tempat latihan baru!” serunya dengan penuh semangat sambil narik semua orang ke ruang tengah.Rani melotot curiga. “Jangan bilang tempat lo itu aneh-aneh lagi, Cin.”Cinta nyengir. “Enggak, kali ini beneran. Tempatnya luas, murah, dan... agak sedikit antik.”Dika langsung angkat tangan. “Antik tuh maksud lo tempat yang biasanya nongol di video eksplorasi malam?”Cinta pura-pura nggak denger dan malah nyodorin alamat. “Pokoknya besok kita pindah latihan ke sana. Trust me!”Fauzi, yang selalu cuek, akhirnya buka suara. “Gue cuma mau nanya satu hal, tempat itu ada Wi-Fi-nya nggak?”Cinta cuma senyum misterius.---Keesokan harinya, semua anggota tim drama—termasuk Pak Ardi—dateng ke lokasi yang dijanjikan Cinta. Dan bener aja, tempat itu adalah gedung tua kosong yang keliatan kayak udah ratusan tahun nggak disentuh manusia.Rina langsung ngerangkul lengan Rani. “RAN!
Latihan drama resmi dimulai, dan sejak itu hidup Rani berubah jadi penuh kekacauan. Di hari pertama aja, Dika udah bikin masalah. Pas latihan dialog, dia malah tiba-tiba nangis lebay.“OH, TIDAAAAAK! KENAPA CINTA KITA HARUS TERPISAH?!” teriak Dika sambil jatuh dramatis di lantai.Rina, yang jadi lawan main Dika, langsung ngelempar skrip ke muka dia. “Dik, ini kan drama komedi! Lo kira ini sinetron Azab?!”Cinta ngakak di pojokan sambil manggil Dika, “Gue nggak nyangka lo bakat jadi aktor FTV, bro.”Rani yang lagi ngamatin dari belakang kepala mulai berdenyut. “Dik, tolong serius sedikit. Kita tuh lagi kejar waktu.”Dika nyengir sambil duduk di lantai. “Santai, Ran. Justru ini cara gue masukin humor ke karakter gue.”“Tapi ini nggak lucu, Dik. Ini konyol,” jawab Rani sambil ngelirik Pak Ardi, yang berdiri di belakang mereka sambil melipat tangan.Pak Ardi angkat alis. “Dika, lo mau jadi bintang atau bahan lelucon? Kalau nggak bisa serius, gue gantiin lo sama orang lain.”Dika langsung
Kampus lagi heboh nyiapin acara besar tahunan yaitu Festival Seni dan Budaya. Semua jurusan wajib ikut, termasuk Sastra. Biasanya, acara ini jadi ajang mahasiswa buat nunjukin bakat seni, mulai dari drama, tari, sampai nyanyi. Tapi di jurusan Sastra, perdebatan soal konsep drama selalu jadi perang dingin antara dua kubu: kubu "Nyeni Abis" dan kubu "Santai Tapi Menarik."Cinta langsung ngusulin ide absurd, “Gimana kalau kita bikin drama tentang alien jatuh cinta sama manusia? Nggak mainstream, kan?”Dika ngakak sambil ngunyah roti. “Cin, itu bukannya kayak film kartun pagi-pagi di TV?”Cinta nyengir. “Nah, justru itu! Lucu kan? Penonton pasti ngakak.”Tapi Rani, yang duduk sambil malas-malasan, langsung protes. “Cin, lo sadar ini Festival Seni dan Budaya, bukan lomba stand-up comedy?”Rina, yang biasanya penuh ide dramatis, langsung masuk diskusi dengan gaya sok serius. “Gue sih setuju kalau kita bikin drama tragis. Kayak kisah cinta beda kasta, tapi akhirnya mati bareng. Penonton past