Setelah menyapa si kembar Vionna dan Viotta, kemudian Harven Rockwell menuju ke sebuah bangku yang agak berada di sudut ruangan. Sengaja dia memilih lokasi ini biar tidak ada orang lain yang bisa mendengar percakapan di antara mereka.
“Jangan panggil aku Tuan CEO karena kita tidak berada di kantor dan tidak pula memakai pakaian formal. Aleya, anggaplah aku sebagai teman dekat, atau bahkan lebih dari tiu.”Siapa yang tidak terpesona dengan kegantengan seorang Harven. Namun, Aleya tidak suka dengan kepribadian dan keseharian Harven. Aleya lebih cenderung dengan sosok pria matang dan dewasa. Bagi Aleya, Harven terkadang berlaku seperti anak-anak.Baru beberapa menit duduk, sudah ada bahasan.“Aleya, coba lihat dua gadis remaja yang sedang main aplikasi Tekatok itu! Bodoh sekali!” Harven menyunggingkan senyum sebelah.Harven tidak suka dengan perilaku remaja sekarang yang hanya banyak menghabiskan waktu di media sosial.“MakanKarena status mereka bukan sekedar bos dan atasan lagi, Aleya punya ruang untuk menggali sejumlah informasi yang dia butuhkan. Sejatinya, dia tidak berharap bisa menjalin hubungan dekat dan spesial bersama Harven. Namun, rupanya realita jauh lebih baik dari pada ekspektasi. “Harven, kenapa kakakmu rela meninggalkan perusahaan sementara waktu dan menyerahkannya kepadamu, sedangkan kau belum punya banyak pengalaman?” “Karena, kakakku percaya terhadap aku. Selain itu, kenapa dia rela meninggalkan beban pekerjaan yang sangat banyak, di saat dia baru saja membangun sebuah perusahaan induk yang mempayungi banyak perusahaan di bawahnya, ya karena dia sangat sayang terhadap istrinya, Gennifer.” Aleya menggigit bibirnya. “Aku mendengar berita dan cerita dari banyak orang bahwa Gennifer sakit jiwa yang sangat parah. Berita tersebut telah tersebar di beberapa media. Aku cukup prihatin, Harven.” Aleya menundukkan pandangannya. Lalu, dia menggeser piring dan cangkir
Keesokan paginya. Deruman suara motor Harven menggelegar di sekitar gerbang kantor. Dia membuka kaca helm dan meneriaki Scott yang sedang asyik minum kopi di pos penjagaan. “Hei kau security ikal! Keluar dari pos!” Scott tergopoh-gopoh. Di tahu kalau ada Harven di sana. “Tumben ceria sekali pagi ini. Ada angin apa, Tuan CEO?” Jika berada di lingkungan tempat kerja, Scott harus memperlakukan Harven tidak sebagaimana di tempat tongkrongan. Harven membuka helm full yang menutupi wajah itu lalu memampang wajah riang. “Tiket online pertandingan akhir pekan nanti sudah ada. Cepatlah pesan sekarang! Cari kursi yang agak di atas, Scott! Aku malas mendengar teriakan pelatih musuh yang bertandang di Glora Stadium!” Tanpa menunggu kalimat balasan dari Scott, Harven memakai helmnya kembali. BRUMM! Dia menuju halaman parkir khusus. Ketika berjalan di sekitar lobi, dia berpapasan dengan Jack yang sedang mengepel lanta
Ketika telah berada di lobi kantor, tak sengaja mereka berempat berpapasan dengan Aleya yang sedang berjalan dengan satu rekan wanitanya. Jack dan Fany gesit menghadang dua wanita tersebut, memandang mereka dengan begitu ceria seperti hadir di sebuah acara ulang tahun. “Bu Sekretaris, kalau ruanganmu kotor dan butuh aku bersihkan, sekarang juga aku meluncur ke sana!” Jack berdiri tegap dan siap melaksanakan perintah apa pun. Seandainya Aleya memerintahkan padanya untuk membersihkan ruangannya pakai tangan kosong, dia bersedia. “Bu Sekretaris, kalau jaringan internet di komputermu terganggu, atau ada masalah dengan program komputer, atau apa saja, silakan bilang padaku, aku segera melaksanakannya.” Fany memberi hormat sambil tersenyum hangat. Aleya tidak merasa aneh dengan tingkah laku empat pria kocak di sekitarnya sebab sudah sangat sering mengganggu, tetapi hari ini cukup berbeda. Dia melihat Scott tampak sangat murung dan Harven tidak begitu enjoy al
Akhir pekan pun tiba. Sabtu sore, Harven menjemput satu per satu temannya dengan menggunakan Audi mewah berwarna hitam. Unik memang, seorang bos besar perusahaan mendatangi tempat tinggal anak buahnya dan melakukan penjemputan. Sebab biasanya, mana ada bos seperti Harven? Di dalam perjalanan, masih saja Harven, Jack, dan Fany memuntahkan sejumlah olokan dan tertawaan. Jack merangkul Scott lekat dan akrab sembari berkata, “Scott, aku kepinginnya pertandingan diundur sampai pekan depan karena aku masih belum puas mengolok kau. Hahaha.” Fany yang berada di samping Harven tak bisa untuk tidak tertawa. “Scott, selama empat hari belakangan aku tidak pernah melihat kau senyum dan ketawa. Apa kau sedang dalam masa haid?” Harven melihat spion dalam dan memfokuskan pandangannya ke wajah Scott. “Astaga! Scott, aku harap kau tidak punya dendam pribadi. Jangan gara-gara kalah taruhan kau lantas membenci aku. Hahaha.” Meledaklah tawa di
Ini adalah pertandingan pembuka di musim yang baru dan kebetulan bermain di kandang, dan sangat kebetulan pula bertemu Iron United, musuh terberat yang selalu membayangi. Iron United menjadi tim tersukses selama lima tahun belakangan. Mereka memborong lima gelar juara liga secara beruntun dan total mereka tela mengoleksi sebanyak lima belas kali juara di Chemisland League One. Membaca data yang ada sekarang, di mana Gloriston FC sedang terpuruk dan juga Iron United sedang naik daun, dan meskipun bermain di kandang, Gloriston FC tidak dijagokan menang pada pertadingan kali ini. Banyak pengamat yang memberikan prediksi bahwa Iron United bakal menguasai permainan dan memenangkan laga walaupun dengan hasil yang tidak mencolok, menang tipis. Scott murka. “Sial!” umpatnya menyeringai. “Tiga pemain top kita dijual musim ini. Ketika ada mereka saja, klub tidak bisa juara, apalagi mereka tidak ada. Mereka merupakan pemain kunci, dua gelandang dan satu striker.”
GOAL! 1 – 3. Di menit ke delapan puluh, sang pelatih terus memutar otak agar timnya keluar dari lubang jarum kekalahan, namun upaya keras dari sang pelatih tak menuai hasil baik. Kata-kata kotor dan botol plastik pun mengarah ke dua bench pemain. Kesal sama tim sendiri dan muak melihat kemenangan tim lawan. Satu per satu penonton mulai meninggalkan stadion karena mereka yakin bahwa tim kesayangan mereka tidak bakal menang. Sungguh, hasil buruk dan mengecewakan. GOAL! 1 – 4. Ketika peluit panjang ditiupkan, saat itu pula kericuhan besar terjadi di dalam stadion maupun di luar stadion. Para penonton tidak terima atas hasil buruk pada pertandingan hari ini. Mereka mengamuk kepada tim sendiri dan juga kepada tim musuh. Jika pihak keamanan tidak sigap, pasti bakal ada korban jiwa dan banyak fasilitas stadion yang rusak. Harven mengawas ke atas, ‘Tiga bajingan itu sudah melarikan diri rupanya’. Ketik
Harven stop di depan salah satu tempat makan yang cukup jauh dari pusat kota Gloriston. Tapi mereka tetap berada di dalam mobil. Sengaja tidak turun karena hanya untuk memastikan siapa wanita di sana. “Aleya bersama Raymond?” gumam Harven lalu tersenyum getir. Tiga orang lainnya tak berkomentar. Sejurus kemudian, Harven menelepon Aleya. “Sedang di mana?” tanya Harven. “Di rumah. Sengaja tidak keluar karena jalanan pasti macet, kan ada pertandingan.” Mata Harven tak henti mengawasi Aleya dari kejauhan. “Ya, aku dan teman-teman baru saja selesai menonton pertandingan. Baguslah kalau kau berada di rumah. Jalanan kota memang macet. Tapi ada jalur lain yang tidak macet. Di sini tidak macet.” “Ya hati-hati di jalan.” KLIK! Harven bukan cemburu, tapi curiga. Apa hubungan antara Aleya dan Raymond Harvard? Malam ini dan minggu besok, empat pria itu sibuk dengan berbagai macam tugas.
Harven menyelesaikan rapat karena Aleya tak kunjung mau berbicara. Dia segera menyuruh tiga rekannya untuk bekerja seperti biasa, sementara dia dan Aleya melanjutkan pembicaraan di ruangan CEO, tertutup. Setelah dipaksa secara terus-menerus, barulah Aleya mau bicara. “Aku tidak bisa mengatakan tidak karena semua yang dikatakan oleh mereka bertiga terbukti benar.” “Aleya, sabtu malam minggu itu aku melihat kau dengan mata kepalaku sendiri. Kau berduaan dengan Raymond. Minggu pagi, aku bersama Scott membuntutimu di hotel. Setelah itu, aku pergi ke rumah Fany, di sana aku menyaksikan apa saja yang telah dia bongkar. Aku mengumpulkan mereka hanya untuk menjadi saksi penguat. Aku sendiri adalah saksi utamanya.” “Maafkan aku, Tuan.” “Berapa Raymond membayar kau, Aleya?” Alasan kenapa Aleya mau menerima tugas berat dan berbahaya ini adalah karena ayahnya merupakan seorang buruh di One Tesla, pembangkit listrik milik Harvard. Sebenarnya, aya