Sedang merapikan begitu, Ruby melihat album foto yang ada di bagian paling bawah. Album foto itu dibawa Attar untuk mengenang masa indahnya bersama keluarganya.
Di sana banyak foto-foto dari Attar kecil sampai besar. Banyak sekali foto ia sedang mendapat penghargaan olimpiade. Halaman berikutnya foto Attar yang lulus dari Stanford dengan memakai toga. Lalu halaman terakhir ada foto Attar, seorang perempuan, dan Fariz. Sepertinya foto itu diambil setelah Attar lulus.
Untuk memastikan itu Fariz apa bukan, Ruby mengeluarkannya dari album itu dan dilihatnya baik-baik. Ya, itu Fariz, dengan wanita berada di tengah mereka. Ia membalikkan foto itu.
The love of my life, Emilia.
Hm, pasti foto ini ditulis Fariz dan diberikannya pada suaminya. Wajar saja Fariz belum bisa bangkit. Wanita bernama Emilia ini memang cantik dengan rambut panjangnya. Sayang sekali Fariz harus kehilangan wanita secantik ini.
**
Istrinya sedang sibuk memoleskan lipstik di bib
Bukan hanya Attar saja yang terlihat aneh. Seisi rumah, terutama keluarga Hardana, kaget melihat sosok wanita itu.“Emilia,” Ruby mendengar suaminya mendesiskan nama itu.Fariz tampak tenang membalas memandang orang-orang di balik kacamatanya itu. “Maaf saya terlambat, saya harus menjemput adik ipar saya, Sandra.”“Bagaimana? Coba jelaskan pada Kakek, Fariz,” kata Kakek dengan wajah kesal. “Kamu mengundang adik Emilia, maksudmu?”“Ya, Kakek, Sandra ini adik Emilia, almarhumah istri saya. Dia pantas untuk datang ke acara ini, bukan?”Kakek ingin sekali marah dan menampar Fariz yang bersikap lancang seperti ini. Tapi, Kakek ingat pada usianya yang sudah lanjut, dan dia tidak ingin menambahkan masalah antara dirinya dengan Fariz. “Well, tentu saja. Kalian datang pada saat yang tepat. Acara potong kue baru saja akan dimulai.”Attar tahu ini akan menjadi mal
Ruby tahu ia akan menghadapi masalah besar karena selama perjalanan pulang suaminya diam saja. Ruby menoleh ke belakang, di mana anaknya sedang terlelap. Malam itu Attar menyetir sendiri karena tidak ingin merepotkan sopir di hari libur seperti ini.Jalanan macet sekali. Attar menyetel radio. Tidak ada lagu yang pas dan akhirnya dimatikannya radio.Hening.Ruby benci kesunyian yang terjadi di antara dirinya dengan suaminya. Ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Kalau pun Attar cemburu, suaminya pasti sudah mengutarakannya.Tidak, suaminya tidak mengatakan apa-apa. Rahangnya mengeras seperti memendam sesuatu.Ketika tangan suaminya sedang mengganti gigi, Ruby memberanikan diri untuk menyentuhnya, tapi Attar langsung menepisnya dan melanjutkan untuk menyetir.Kontan Ruby kaget. Suaminya tidak pernah menolaknya seperti ini. Apalagi ia sempat mendengar Attar mendesis, seakan sama sekali tidak ingin disentuh istrinya.Sampai rumah mer
“Nah, kamu baru saja mengakuinya kamu terpana padanya. Aku dan Adam benar-benar berakhir, terserah kamu percaya atau tidak. Yang jelas malam ini aku tidak menerima segala ocehanmu yang tidak jelas.”Attar mulai panik ketika istrinya membuka pintu kamar. “Hey, mau ke mana?” Ia segera bangun dari posisinya. Ditahannya pintu itu dengan satu tangannya sebelum istrinya keluar. “Kamu tidak akan meninggalkan kamar ini,” desisnya tegas.“Aku tidak akan tidur dengan orang yang tidak percaya padaku,” kata Ruby sambil menatap mata Attar dalam-dalam. “Lagipula aku sudah jarang tidur dengan Eda.”“Oh, begitu ya?”Sikap Attar benar-benar tidak bisa ditebak. Dibukanya pintu kamar itu. “Silakan keluar, Nyonya Hardana. Tapi pintu ini akan selalu terbuka ketika Anda mengetuk lagi.”Kalimat yang penuh percaya diri itu semakin meningkatkan tekad Ruby untuk melakukan sebaliknya. “
Attar melempar map itu dengan gemas. Seharusnya sekarang ia sudah pulang dari kantor. Namun ada seseorang yang mengirimnya beberapa foto dirinya bersama Emilia.Ia menelepon Fariz untuk meminta konfirmasi mengenai foto itu. Dari suaranya Fariz terdengar tidak tahu-menahu. “Ya Tuhan, untuk apa aku punya foto kamu dengan mendiang istriku? Salah sambung, Bung! Malam-malam begini mengganggu orang tidur saja!” Prak, terdengar suara telepon dibanting dari seberang sana.Kurang ajar. Wakil direkturnya memperlakukannya seperti ini? Oh, tidak, topiknya barusan bukan mengenai pekerjaan, jadi wajar saja Fariz merasa terganggu.Attar langsung membuang map itu ke keranjang sampah. Benar-benar menggelikan. Bagaimana bisa ada orang yang menerornya seperti ini. Besok sekretarisnya harus diintrogasinya mengenai map tanpa nama pengirim itu.Dari kantor Attar tidak langsung ke rumah. Dia merindukan suasana pub di mana sudah lama sekali ia tidak datang k
“Kakek yang mengajak saya ke klub malam Kakek di sana,” kata Attar sama dinginnya. “Kakek yang bilang saya layak mendapatkan hiburan semacam itu karena saya berhasil menembus Stanford.”“Saat itu Kakek tidak tahu betapa bodohnya kamu mendefinisikan hiburan! Kamu justru mengencaninya, sampai Kakek sadar kamu mulai serius padanya ketika kamu menelepon kami dari Amerika ingin menikahinya begitu lulus. Dan kamu lihat sendiri, bukan? Selama kamu di sana dia justru berselingkuh dengan sepupumu sendiri!”“Saat itu saya sudah ikhlas melepaskannya, tapi Kakek sepertinya belum cukup sampai di sana.”“Jangan kurang ajar padaku, Tara. Selama ini kamu adalah cucu kesayanganku, dan akan selalu menjadi begitu. Alasanku melakukannya sama seperti mengapa kamu membunuh ayah Ruby.”“Emilia bukan orang yang jahat.”“Tentu saja. Dia bukan orang yang jahat sampai membutakan Fariz cucu
Keluargamu. Keluargaku. Apakah ini yang dinamakan perkawinan? Bukankah teorinya pernikahan adalah penyatuan dua keluarga? Mengapa kesan mereka baru dijodohkan sangat terlihat sekarang?Ruby memalingkan wajahnya agar suaminya tidak melihat air matanya. Posisinya yang membelakangi suaminya itu biasanya memancing Attar untuk memeluk istrinya.Namun itu tidak dilakukannya. Attar memilih diam terjebak dengan pikirannya sendiri. Sementara Ruby menangis dalam diam. Kalau ada lomba pemilihan menahan nyeri untuk diri sendiri, Ruby pasti langsung juara satu.Dia tidak sudi menampilkan kesedihannya di depan suaminya. Tidak peduli sudah berapa lama mereka bersama, seperti ada yang menahan Ruby untuk tidak terlihat lemah di depan suaminya. Ia tahu, kalau Attar sedang seperti monster begini, ia akan menusuknya lebih dalam lagi. Lebih baik Ruby pura-pura tidur saja.Pertengkaran seperti ini mengingatkan Ruby pada masa remajanya yang dihabiskan mendengarkan keri
“Sudah dari dua jam yang lalu ia berangkat kok, Iz,” jawab Ruby.“Oh, begitu ya. Aku sudah menelepon ponselnya berkali-kali, tidak diangkat. Kukira dia sakit.”“Dia belum ada di kantor?”“Belum, Ruby. Mungkin sebentar lagi… Oh, tuh dia. Maaf, Ruby, Attar baru saja datang. Terima kasih atas waktunya by the way.” Mungkinkah sebelum ke kantor Attar pergi ke sebuah tempat? Ke mana? Ke rumah pacar barunya?Ruby tidak sempat memikirkannya ketika Mbok mengajaknya masak. Kalau sudah urusan makanan, Ruby paling senang. Ia tidak lagi memikirkan suaminya.**Ruby tiba di rumah hampir jam tujuh. Ia terkejut ketika ia memasukkan mobilnya ke garasi, ia sempat melihat di halaman depan sudah ada mobil yang biasa dipakai suaminya.Ia masuk sambil menenteng enam plastik belanjaan. Ditaruhnya semua plastik di dapur, dan meminta Bi Minah untuk memilah-milah belanjaannya, terutama mak
Attar tidak suka membohongi dirinya lebih jauh lagi.Seorang wanita harus meninggal karena menyukainya. Seorang wanita yang dicintai oleh sepupunya.Kalau orang itu tidak sensitif dan rasional, mungkin sudah melupakan hal itu dan menjalani hidup yang ada. Namun kalau orang itu adalah Attar, lain lagi ceritanya. Dia tidak akan tenang sampai ia mendapatkan maaf dari pihak keluarga Emilia.Ia tahu siapa yang mengirim foto-foto mesranya ketika ia masih berpacaran dengan Emilia. Anak buahnya mengirimkan gambar Sandra yang direkam di CCTV dan alamat yang ia isi di daftar tamu gedung kantornya.Entah apa motif wanita itu. Attar mencoba untuk menemuinya. Setiap pagi ia menemui Sandra di rumah wanita itu, namun Sandra mengelak karena ia ada acara di luar. Attar mengikutinya, dan ternyata ia memang tidak bisa lepas dari masa lalu.Setiap pagi ia selalu datang ke makam Emilia. Ia berusaha untuk menekan Sandra untuk mengatakan apa yang ia rencanakan bersama Fa
“Bagaimana dengan kontrak itu? Ketika kamu bilang mengenai lamaran itu, aku teringat pada kontrak itu.” “Curse the contract. Kamu tidak akan meninggalkan suamimu yang satu ini, kan?” Attar terus mencium, menggigit, leher serta bahu istrinya. “I will never give up on you, Rubiniaku. You’re the light of my life, I love you so much. Way too much.” “Attar, katakan dulu apa yang terjadi dengan kontrak itu.” Ruby membalikkan tubuhnya dan menatap suaminya dengan penuh tuntutan. “Apa yang kamu lakukan dengan perjanjian itu?” “Well, aku tidak peduli dengan perjanjian itu. Kakekmu juga sudah tidak ada, bukan? Bahkan notaris yang menyaksikan perjanjian itu sudah pergi juga. Dan aku.” Attar terdiam sejenak. “Aku tidak perlu kontrak atau jaminan apa pun untuk memilikimu dan anak-anak.” “Benarkah?” “Mau taruhan? Sebelumnya, aku ingin tahu apakah aku masih kuat menggendongmu atau tidak.” Dengan tubuhnya yang kekar Attar ma
ItaliaPemuda dengan memakai kemeja kotak-kotak menggandeng gadis kecil berambut panjang. “Papa!” teriak gadis kecil itu.“Miriam!” Attar menghampiri putri kecilnya dan menggendongnya. “Bagaimana jalan-jalannya dengan Kak Eda?”Tujuh tahun berlalu begitu cepat. Attar bersyukur, dengan kesehatannya yang semakin membaik, dan di usianya yang menginjak empat puluh, ia mendapat semuanya—anak-anak yang cantik dan tampan yang pintar—istri yang begitu sabar menghadapinya. Kehidupannya sangat sempurna tujuh tahun terakhir, setelah puluhan tahun sebelumnya ia habiskan dengan kebohongan dan kemarahan yang tak terkendali.Attar menamakan anak keduanya Miriam. Sebagai tanda hormatnya pada sang nenek yang sudah lama pergi. Nenek yang dicintai kakeknya, yang akan selamanya Attar kenang akan kebaikan sang kakek semasa hidupnya.Sebelum meninggalkan Hardana Land dan tinggal di Singapura, Attar melakuk
“Kata Tante Nina, Oom Attar tidak bisa bawa yang berat-berat dulu sejak serangan kayak Kakek.”Anak kecil tidak mungkin berbohong. Agar tidak membahas lebih lanjut, Attar bangkit dan mengajak istrinya untuk ke kamarnya yang berada di lantai yang sama. Sebelumnya ia menitip pesan pada Eda untuk menemani Kakek Malik dan Nenek Lenny di sana.Ketika Attar mendorong kursi roda istrinya ke kamar, sosok Kakek Gun dan keluarga Adiwangsa lainnya muncul. Mereka menjelaskan bahwa di luar macet sekali hingga Kakek Gun harus naik helikopter dari Menara Adiwangsa yang lokasinya tak jauh dari rumah.Kakek Gun meminta Ruby untuk beristirahat dulu sementara keluarga Adiwangsa menjenguk Hasyim. Ruby menolak, namun tak punya pilihan karena Edo dan Shera ikut mengkhawatirkan keadaannya.Begitu sampai kamar Attar membantu istrinya untuk bangun dan berbaring di tempat tidur. Dipastikannya kepala istrinya sudah nyaman dengan bantalnya. Kemudian ia duduk di tepi temp
“Kakek saya tidak pernah terlihat sakit.”“Anda pun juga begitu. Tapi Anda pernah serangan juga, bukan?” Dokter Prapto, dokter yang sama yang menangani Attar ketika ia dirawat. “Sekarang temuilah anggota keluarga yang lain di lorong, Pak Attar.”Dengan lemas Attar keluar dari kamar kakeknya. Di lorong sudah ada semua anggota keluarga Hardana, termasuk dari keluarga menantu. Adam, Fariz, dan sepupu yang lain memeluknya, memberi semangat padanya.Attar menghampiri istrinya yang duduk di atas kursi roda di pojok sebelah ibunya. Sebelumnya Attar memeluk mama-papanya, dan meminta Eda untuk mendoakan kakek buyutnya agar cepat sembuh.Ia duduk di kursi yang paling dekat dengan istrinya. “Bagaimana ceritanya? Kata Pak Mahdi dia serangan di kamarmu.”Ruby mengangguk. “Kakek mengakui semuanya di depanku.”“Apakah kamu menyakitinya?”Mata Ruby menyipit. Apakah suaminya berni
“Kakek Hasyim,” kata Ruby. “Ada perlu apa kemari?” Tidak perlu bertanya sebenarnya. Ia tahu apa yang ingin dikatakan kakek. Mengenai hubungan mereka yang sebenarnya. Tapi Ruby tidak tertarik. Yang diinginkannya adalah menemui Attar, membahas jenis kelamin bayinya.“Apakah Attar belum memberitahu bahwa aku…”“Kakekku? Sudah.”Ketenangan yang ditunjukkan Ruby membuat Hasyim terbelalak. “Kamu tidak marah atau benci padaku, Rubinia…”“Saya tidak punya pilihan, bukan,” jawab Ruby sinis. “Anda sudah mendapatkan apa yang Anda inginkan. Attar tidak dipenjara, dan saya telah menikah atas kehendak Anda.”“Ruby, saya tidak menyangka kamu berpikir seperti itu mengenai saya…” Hasyim mengira dirinya sudah baik pada cucunya yang satu ini. Ia telah lama berdiam diri dengan fakta yang ditelannya puluhan tahun. Dan reaksi Ruby adalah beban besar untuk
Armand memiliki temper yang sulit diduga. Ketika Edo masuk usia remaja, sikap Armand berubah pada putranya. Kasih sayang yang dulu disalurkannya pada anak-anaknya sirna begitu saja. Berganti dengan kemarahan karena anak-anaknya tidak ada yang menghargainya sebagai kepala rumah tangga, kebenciannya pada Gunawan yang tak pernah bersikap tegas padanya, bahkan seakan menunjukkan sikap tidak sayang pada anaknya dengan mendukung hubungan Armand dengan Hasyim.Hingga suatu hari Hasyim melakukan kesalahan.Dia tidak bisa mengekang dirinya untuk mengakui Armand. Pada acara open house Lebaran yang diadakan keluarga Adiwangsa, ia memanggil Ruby dengan sebutan yang tak biasa. “Hai, gadis kecil. Tidak salam pada kakekmu?”Ruby menoleh padanya dengan heran. Saat itu ia sudah remaja dan dia bukan cucu Hasyim. “Saya bukan Nina,” kata Ruby kikuk.“Tentu saja. Kamu Rubinia. Cucuku.”Percakapan mereka tidak berlanjut tatka
“Mustahil untuk membuka pintu maafmu,” bisik Attar di lehernya. “Aku insyaf, lelaki yang kini menjadi suamimu lelaki yang serakah, meraup apa yang diinginkannya, dan sekarang kamu menyadarkan aku bahwa malaikat pun tak sanggup memaafkan aku.”“Aku bukan malaikat,” jawab Ruby, masih memunggungi suaminya. “Aku hanya wanita tolol yang mencintaimu.”“Aku tetap suamimu, Nia. It’s my duty to ease your ache, and…” “Berhentilah mengesankan kamu melakukan ini karena statusmu,” bentak Ruby. Ia berbalik menatap suaminya. “Bisakah sekali saja kamu katakan padaku, kamu merawatku, menolongku, karena kamu seorang manusia yang memiliki hati nurani? Seorang suami yang mencintai istrinya?”“Kalau pun aku mengatakannya, kamu tidak akan percaya lagi padaku,” jawab Attar kaku. “Aku tidak perlu membusakan mulutku dengan janji-janji lagi. Aku akan buktika
“Mengapa kamu di sini?”“Mengapa aku di sini?” Suara Attar meninggi mendengar pertanyaan istrinya. “Well, kenapa aku harus di tempat lain di saat istriku sedang dirawat?”“Kamu terbiasa di kantor setiap akhir tahun atau bersama Nina dan yang lainnya berpesta menyambut tahun baru.”“Aku tidak begitu semangat di Hardana Land untuk saat ini. Bagaimana menurutmu jika aku pindah ke perusahaan Stephen? Hm, Stephen ini teman Fariz yang waktu itu kuceritakan. Dia yang menawarkan aku jadi CEO di Osvaldo Property.”Ruby mengernyit tanda tidak setuju. “Itu artinya kita akan tinggal di Singapura?”“Kita bisa berpisah dan aku bisa pulang setiap akhir minggu. Yah, mungkin juga tidak, karena uangku tidak akan sebanyak saat di Hardana Land dan aku tidak bisa memesan pesawat pribadiku sesukaku di sana.”“Aku tidak setuju jika kita harus berpisah. Maksudku, kita
“Mengapa tidak kamu saja yang melakukan proyek ini? Aku yakin kamu bisa menggantikan aku di sini. Kamu lebih berhak.”“Oh, Tara, bahkan aku tidak merasa ada bedanya kamu cucu Kakek atau bukan,” dengus Fariz. “You’re always my leader, cousin. Aku menyesal telah mengantarkan pesan Stephen mengenai tawaran itu. Mereka selalu welcome kapan pun kamu menerima mereka.”“Tidak ada ketegasan sekali. Mengapa tidak mencari CEO lain saja?”“Memang banyak pengusaha properti yang sukses, tapi mereka memilih untuk menjaga perusahaan mereka sendiri. Stephen berpikir dengan anggota keluarga Hardana yang banyak, melepasmu bukanlah masalah besar untuk kita. Tapi nyatanya, itu masalah juga.”“Aku percaya padamu.”“Tidak, Attar,” jawab Fariz tegas. “Aku akan sangat membencimu jika kamu meninggalkan perusahaan ini. Aku tahu passion-ku bukan di sini.