Clarabelle mendongak menatap balik kepada Jordan. Dia harus mendapat jawaban dan kejelasan. Dia adalah istri Jordan dan pria itu tidak bisa semena-mena padanya.
“Aku mau kamu jujur. Katakan padaku, ke mana kamu setelah kerja?” Dengan tegas Clarabelle bertanya sekali lagi.
Jordan makin terkejut. Apa yang Clarabelle dengar? Apa yang dia tahu? Pasti ada orang yang bicara tentang dirinya pada Clarabelle hingga dia semarah ini.
“Aku menemui teman-temanku. Apa itu salah?” Jordan berusaha menekan emosinya. Dia harus bisa menundukkan Clarabelle. Selama ini Clarabelle sangat mudah ditaklukkan. Pasti tidak akan kesulitan Jordan meredakan emosi Clarabelle.
“Kamu ke club? Bertemu wanita-wanita di sana?” Clarabelle tidak bisa lagi menahan diri. Dia ingin tahu kenyataan yang dia hadapi. Pria seperti apa yang sebenarnya dia nikahi ini.
Jordan menarik nafas dalam. “Kamu tahu dari mana? Kenapa itu jadi masalah?”
Pagi itu, Jordan dengan tergesa menuju ke kantor James. Dia memang menunggu saat itu, ketika James kembali dari luar kota, Jordan ingin memberi peringatan pada kakaknya agar tidak mengganggu rumah tangganya.James belum lama sampai di kantor, dia sedang menepon seseorang. Tiba-tiba pintu kantornya terbuka, Jordan masuk dengan tergesa, berdiri tepat di depan mejanya. James tentu saja terkejut dan segera mengakhiri panggilannya.“Selamat pagi, Adikku.” James menatap heran karena Jordan tanpa ada kabar muncul begitu saja di hadapannya. “Senang sekali dapat kunjungan sepagi ini,” sindir James.“Aku datang bukan mau berdamai denganmu, James.” Jordan tidak bisa berpura-pura manis kali ini. Dia sudah menyimpan kesal berhari-hari dan tiba saatnya dia luapkan.“Jelas sekali. Senyum lebar itu memberitahuku, kamu ingin memelukku karena rindu.” James menimpali dengan sinis. Dia pun berdiri dengan wajah mulai tegang.
Demi ingin membuktikan dirinya, Jordan makin serius dengan pekerjaan setiap hari. Pagi berangkat kerja, hari gelap baru dia pulang. Sesekali saja Jordan pulang malam. Namun sampai di rumah pun Jordan banyak berada di ruang kerja hingga hampir tengah malam. Clarabelle mencoba mengerti kesibukan Jordan. Dia membantu menyiapkan apa saja yang Jordan perlukan saat di rumah. Rasa rindu sebenarnya mendera Clarabelle. Suasana manis dan romantis di awal pernikahan seperti menguap. Jordan terkesan dingin dan tidak terlalu peduli Clarabelle. “Jordan …” Clarabelle melongok di pintu ruang kerja Jordan. Pria itu tampak serius menatap layar di depannya, tidak menyahut. Dia mendengar Clarabelle tetapi tidak mau bereaksi karena sedang fokus dengan yang dia kerjakan. Clarabelle masuk, membawakan minuman untuk Jordan. “Apa masih banyak pekerjaan? Kamu tidak lelah?” Jordan belum bereaksi. Wajahnya lurus pada layar dengan kening berkerut. “Jordan …” panggil Clarab
Wanita itu tidak hanya memeluk Jordan. Seperti tidak punya malu, dia mendaratkan kecupan pada Jordan, di depan Clarabelle! Seketika jantung Clarabelle menderu, seakan-akan mendapat serangan jantung. Tubuh Clarabelle sedikit gemetar, matanya melebar melihat kejadian tak terduga itu. “Leony! Lepas!” Jordan mendorong wanita itu agar menjauh. Wajah Jordan memerah. Dia sangat terkejut karena Leony ternyata datang di acara pernikahan sahabat Clarabelle. “Kamu gila. Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Jordan dengan geram. Leony tertawa kecil sambil menatap Jordan. “Kamu pikir aku mengikutimu, Jordan? Dunia ini ternyata sempit sekali. Aku kenal baik kakak mempelai wanita. Siapa yang mengira, kamu juga datang, bersama istrimu. Istri? Haa … haa …” “Jadi … aku hanya alat taruhan buat kamu, Jordan Hayden!” Clarabelle mengepalkan kedua tangannya. Dia menatap tajam pada Jordan. Dadanya naik turun menahan emosi yang mau meledak. Wajah dan telinganya panas mengetah
Senyum manis dan lebar terpampang di depan Clarabelle. Wanita cantik dengan tubuh besar, padat, dan seksi berdiri di depan Clarabelle. “Apa kabar? Aku benar, ini kamu, Clarabelle!” Wanita itu maju beberapa langkah dan memeluk Clarabelle dengan hangat. “Oh, my God. Rita!” Clarabelle segera melempar senyum lepas. Kejutan yang menyenangkan. Rita, teman baiknya saat dia mengikuti reality show waktu itu. Siapa yang mengira mereka bsia bertemu secara kebetulan seperti itu. “Senang sekali melihatmu lagi, Clarabelle!” Rita masih memandang dengan senyum lebar. Kedua tangannya memegang bahu Clarabelle. “Aku bayar belanjaanku, lalu kita bicara.” Clarabelle mengacungkan keranjang yang dia pegang. Gilirannya untuk membayar di kasir. Beberapa menit berikut kembali kedua wanita itu bicara. Tapi Clarabelle tidak bisa lama karena harus segera pulang. Rita tidak mau menyia-nyiakan kesempatan, dia memilih ikut ke rumah Clarabelle. Ada banyak yang dia ingin ceritakan. Dia masih punya setidaknya sampa
Jordan tidak segera menjawab pertanyaan Ronald. Apa dia cinta Clarabelle sehingga dia begitu kacau karena kemarahan Clarabelle?“Joy!” Ronlad menepuk lengan Jordan agak keras, karena Jordan tampak termenung.Jordan seakan tersadar lalu menoleh pada Ronald. “Aku tidak tahu, yang pasti aku tidak mau hidupku kacau! Orang tuaku, juga James, mereka mau lihat kalau Jordan sudah berubah. Dia pria dewasa, yang bisa bertanggung jawab dengan dirinya. Aku punya pekerjaan bagus, aku suami yang sayang dan peduli istri. Itu yang harus aku buktikan, Ron!”Ronald menatap tajam pada Jordan. “Jadi, ini soal harga diri? Kamu tidak mau diremehkan oleh orang tuamu dan James? Jadi bukan soal Lala?”Pertanyaan itu kembali membuat Jordan sedikit berpikir.“Joy, aku memang konyol, mengajak kamu melakukan taruhan itu. Tapi aku tidak menduga kamu melakukannya, dan … lihat dirimu … Kamu berbeda, Joy, seperti bukan kamu y
Clarabelle mengangguk. Dia cinta pada Jordan. Dan dia harus mencintai Jordan, karena Jordan adalah suaminya. “Setelah mengetahui semua ini, apa kamu masih ingin menyayangi dia?” Adriano tidak tega melihat putrinya terluka seperti itu. “Papa …” Clarabelle meraih tangan papanya dan menatap mata penuh kasih pria setengah baya itu. “Aku tidak akan lupa, teladan cinta tulus papa dan mama. Dalam semua keadaan tetap bertahan karena ingin memberi yang terbaik buat orang yang disayangi.” Adriano tidak mengira ini yang Clarabelle ucapkan. Hatinya berdesir melihat ketulusan Clarabelle. Tapi situasi putrinya sangat berbeda dengan yang Adriano hadapi dulu. Berat, tidak mudah, tapi dia dan mama Clarabelle saling mencintai. “Aku akan melakukan yang sama. Hanya saja, aku perlu menguatkan hatiku. Aku harus bagaimana? Aku masih memikirkannya.” Suara Clarabelle terdengar sedih. “Jika Tuhan mengijinkan kamu bersama Jordan, Tuhan akan mampukan kamu.” Tangan Adrian
Jordan mengulurkan tangan, ingin memegang tangan Clarabelle. Lagi-lagi Clarabelle menghindar. Dia sembunyikan kedua tangan di balik punggungnya. Jordan mendesah. Ternyata Clarabelle tidak mudah dibujuk kali ini. “Lala, kamu ingat yang aku ucapkan pada orang tuaku saat di rumah?” Jordan memandang Clarabelle. “Aku ingin mereka tahu aku bisa jadi baik. Bisa punya hubungan yang baik, juga karir yang baik. Aku senang, bersama kamu, aku bisa menjadi sesuatu. Walaupun tidak mudah, tapi aku mau berusaha. Bantu aku, Lala.” Clarabelle melempar tatapan tajam, menghujam dua manik coklat terang Jordan. Mata itu sangat menarik. Desiran melaju di hati Clarabelle memandang Jordan sekuat itu. Tapi dia tidak boleh lemah. Kalaupun dia di sisi Jordan, dia tidak mau Jodan akan semena-mena dan terus mempermainkannya. “Aku, waktu mengatakan kamu berbeda, itu bukan bualan. Kamu boleh tidak percaya, tapi aku sungguh-sungguh.” Jordan melanjutkan. “Satu kali ini
Ucapan Jordan membuat Clarabelle terdiam. Jordan mengatakan rindu. Apa Clarabelle harus percaya? Setelah tahu kenyataan siapa Jordan, Clarabelle bahkan menyesal pernah mengungkapkan perasaannya pada pria itu. Lebih baik dia simpan sendiri. Buat apa Jordan tahu, tetapi tetap saja Clarabelle hanya bahan mainan buatnya. “Aku tahu kamu tidak percaya jika aku katakan itu. Tapi aku sungguh rindu padamu, Lala.” Jordan menghujamkan tatapannya. “Sudahlah, aku …” Jordan maju, menarik Clarabelle dalam pelukannya, dengan cepat dia memberikan kecupan pada Clarabelle. Detak jantung Clarabelle segera melaju. Dia juga rindu Jordan. Di tengah serangan yang membuatnya terkejut, Clarabelle merasa hasratnya bangkit. Tapi dia ingat Jordan biasa bersama yang lain, tiba-tiba rasa mual menderanya. Dengan cepat Clarabelle mendorong Jordan. Segera dia balik masuk ke kamar mandi dan muntah di sana. Tentu saja Jordan sangat kaget dengan reaksi Clarabelle. Dia menyusul ke kamar m
"Mana cucuku? Aku sudah tidak sabar mau memeluknya!" Suara ceria itu, terdengar renyah. Clarabelle sangat merindukannya. Dengan cepat Clarabelle menemui Crystal yang baru melangkah masuk ke dalam rumah. "Oh, my God!" Crystal terbelalak begitu melihat Clarabelle. "Lihat, Sayang. Bayimu sudah tumbuh sebesar ini?" Crystal memegang perut Clarabelle dan mengusapnya dengan rasa gembira yang meluap. Clarabelle tersenyum. Matanya berkaca-kaca. Sambutan hangat itu rasanya membalut semua hal yang dulu ingin dia lupakan. Keluarga Hayden. Keluarga itu akan terus menjadi bagian hidupnya. "Apa kabar, Lala?" Ann-Mary ganti memeluk Clarabelle. Suara manisnya yang elegan, Clarabelle juga rindu. "Aku sangat baik." Clarabelle tersenyum. Ada rasa tidak nyaman juga mengumpul di hatinya. "Aku minta maaf, karena pergi diam-diam. Sungguh, aku tidak ingin mengecewakan siapapun. Aku minta maaf." "Anakku yang tidak tahu menjaga istrinya. Kenapa kamu minta maaf? Jordan yang harus minta maaf. Dulu dia berj
Matahari cerah. Salju mulai mencair perlahan-lahan. Musim dingin kian bergeser, musim semi akan datang beberapa minggu lagi.Clarabelle duduk di pinggir jendela. Dia memandang ke jalanan dan pemandangan di depan rumah tempat dia tinggal. Tenang, hening, dan meneduhkan. Dari arah belakangnya, aroma harum kopi panas terasa masuk ke penciuman.Clarabelle menoleh, Jordan berdiri dengan dua cangkir di tangannya. Wajah tampan itu tidak tersenyum, tetapi tatapan ceria muncul dari sorot matanya."Minuman hangat buat jantung hatiku. Susu saja. Kopi buat aku." Jordan memberikan satu cangkir kepada Clarabelle."Ah, aku sudah membayangkan meneguk kopi panas dan harum. Kenapa susu lagi?" Clarabelle cemberut tetapi dia terima juga cangkir dari Jordan."Biar sehat. Nanti saja kalau sudah lahir kesayangan kita, kamu minum kopi." Jordan duduk di sebelah Clarabelle. Dia menghirup harum kopi di cangkirnya, lalu meneguk beberapa kali."Hm, ibu hamil ga masalah
Salju baru beberapa menit lalu berhenti. Mobil hitam James berhenti dan terparkir di garasi rumah besar itu. James turun dari mobil dan dengan cepat berputar, membuka pintu mobil dari sisi lainnya. "We are here. Come on, Babe." James mengulurkan tangannya. Nerry menyambut tangan James dan keluar dari mobil. Dia melihat ke sekeliling. Tempat parkir saja begitu luas. Ada beberapa mobil ada di dalam garasi. Semua jelas mobil berkelas, mobil tidak terlalu sering tampak di jalanan. "They are waiting." James tersenyum. Dia menggandeng Nerry dan mengajak masuk ke rumah dari pintu samping, langsung ke ruang keluarga. "Tuan, aku sangat gugup." Nerry memperhatikan James. Wajah gadis itu merah merona. Sedangkan James tersenyum lebar penuh keceriaan. "Tenang saja. Kamu tidak akan dihukum karena jatuh cinta pada Hayden. Dan jangan panggil aku Tuan," kata James. "Iya, Tuan. Oh, James? Aneh." Nerry tersenyum
Jordan menghentikan langkah mendengar pertanyaan itu. Apa yang baru dia dengar? Dia berbalik. Matanya bertemu mata indah yang membuatnya jatuh hati. Mata bulat dan bening Clarabelle. "Are you sure, you wanna leave me? And our baby?" Clarabelle memandang Jordan. Tangannya menyentuh bagian perutnya. Jordan masih mencerna apa yang terjadi. Tatapan matanya makin menghujam. "Setelah semua yang kamu lakukan, toko coklat Lala Joy, meninggalkan rumah mewah di Sydney, tidak peduli kantor Hayden, dan melepas semua wanita itu ... kamu akan pergi dariku?" Clarabelle bicara dengan tenang. Kedua matanya tampak teduh. Perlahan bibirnya tersenyum. "Lala ...." Jordan tak percaya yang dia lihat. Clarabelle mengucapkan sesuatu yang jauh dari bayangannya. "I miss you too, Jordan Gerald Hayden. Deep ini my heart, I always wanna hug you." Bibir tipis Clarabelle kembali menguntai senyum. Jordan segera kembali mendekat dan memegang tangan Clarabelle. "What do
James keluar kamarnya. Dia menelpon Susan dan terpaksa membuat Susan bangun. Kabar yang James berikan tentang Clarabelle mengejutkan Susan. Dia cepat-cepat bersiap dan menemui James di tempat parkir."Susan, kamu bantu aku. Ini situasi buruk. James bertingkah bodoh lagi dan membuat Clarabelle kembali terluka." James mulai melajukan mobil keluar hotel.Hari mulai terang, tetapi matahari tidak mau menunjukkan dirinya."Apa yang Tuan harapkan dariku?" tanya Susan."Aku akan tenangkan Jordan. Dia kembali merasa bodoh dan menyesal. Kurasa dia lebih kacau karena bayi mereka dalam bahaya." James terdengar resah dan cemas. "Kamu, aku minta kamu tenangkan Clarabelle. Aku tidak tahu apa yang dia rasa tentang Jordan setelah kejadian ini. Aku hampir yakin, dia akan meminta bercerai."Deg. Susan menatap James. Apakah seburuk itu? Susan tidak tahu harus menjawab apa. Dia juga tidak tahu apa yang bisa dia katakan nanti pada Clarabelle."Aku rencana h
Jordan panik. Dia gemetar melihat Clarabelle bahkan kesulitan duduk."Lala ... Lala ...." Jordan tidak tahu harus bicara apa.Sementara darah terus mengalir dan melebar di atas salju."Jordan, sakit ...." ucap Clarabelle sambil memegang perutnya."Dokter ... kita ke dokter. Tunggu, aku ambil mobil. Bertahanlah," ujar Jordan di antara rasa bingung dan ketakutan.Dia berdiri dan berjalan kembali ke tokonya. Dia harus segera mengambil mobil dan membawa Clarabelle ke rumah sakit. Clarabelle makin pucat. Rasa dingin yang menusuk, disertai rasa sakit yang mendera perut, kaki, pinggang, dan menjalar ke seluruh tubuhnya. Dia hampir tidak bisa bergerak lagi.Beberapa menit berikutnya, Jordan datang. Dia membantu Clarabelle masuk ke dalam mobil. Clarabelle lunglai, tetapi tubuhnya juga kaku karena kedinginan. Dengan hati tidka karuan, Jordan mulai melajukan kendaraannya. Hari tidak lagi bersalju, tetapi jalanan cukup sulit ditempuh, Jordan tidak
Clarabelle terkejut dengan reaksi Jordan. Dia mencoba melepaskan diri, tapi Jordan tidak mau mengalah. Dia bahkan lebih berani bertindak. Dia kecup Clarabelle. Dia lepaskan kerinduan dengan memeluk erat istrinya.Clarabelle awalnya ingin berontak. Sayangnya, hati dan rindunya tidak sejalan. Hati menolak, tetapi rindu yang Clarabelle rasa memaksanya menyambut kemesraan yang Jordan lemparkan. Debaran kuat menguasai Clarabelle. Degupan yang menyenangkan, yang menaikkan hasrat dirinya tak bisa dibendung. Clarabelle menyerah. Dia mulai menikmati sentuhan Jordan."I miss you. So much ...." Jordan berbisik, lembut. Clarabelle makin bergelora.Tidak ada penolakan, Jordan makin melangkah jauh. Permainan dia lanjutkan. Dia menarik Clarabelle naik ke atas ranjang. Mereka meneruskan perjalanan rindu dan cinta yang terlalu lama tertahan karena rasa marah, kecewa, dan juga takut makin terluka.Di luar salju kembali deras. Bahkan suara angin menderu pun terdengar. Rindu
Mobil Jordan oleng. Clarabelle mendekap dadanya dengan rasa takut mencuat begitu cepat. Mobil hampir saja bertabrakan. Jordan sigap kembali ke posisi dan mengendalikan setir. Untung, dia mampu menghindar sehingga tabrakan tidak terjadi. "Ya Tuhan ...." Clarabelle masih merasakan dadanya berdetak begitu cepat karena rasa kaget. Jordan sudah kembali menguasai kendaraannya. Tapi dia juga sama terkejutnya. Berulang kali dia mengambil nafas dalam, menenangkan diri. "Sorry, I am sorry," kata Jordan tanpa melihat CLarabelle. Dia fokus menyetir. Clarabelle tidak menjawab. Dalam hati dia bersyukur, tidak terjadi kecelakaan. Dia tidak bisa membayangkan jika benar tabrakan terjadi. Bukan hanya dia dan Jordan yang celaka, tetapi bayi mungil di rahimnya juga. Hening. Sisa perjalanan hingga ke toko Jordan, tidak ada yang bicara. Jordan memarkir kendaraannya, langsung masuk ke garasi. Clarabelle kembali memegang pipi Jordan, lalu ke lehernya.
James menajamkan tatapannya. Dua bola mata indah dan lentik milik Nerry berair. Apa yang dia risaukan? Mengapa justru gadis itu jadi bersedih? "Nerry, ada apa? Aku sungguh-sungguh dengan niatku. Aku tidak akan mempermainkan kamu. Aku janji ...." "Bukan itu. Maafkan aku," sahut Nerry. James menutup mulutnya. Dia lebih baik mendengar yang Nerry akan utarakan padanya. Mungkin memang dia terlalu cepat meminta Nerry menjadi kekasihnya apalagi masuk dalam pernikahan. Rasanya sama saja dengan kisah Jordan dan Clarabelle. "Mengenal Tuan secara langsung, punya momen bersama, buat aku ... seperti mimpi. Ga masuk akal. Tuan tiba-tiba muncul di depanku. Semua hari-hariku berubah seketika." Nerry mulai mengungkapkan yang sedang berkecamuk di dalam hatinya. James menunggu. Dia tahu Nerry belum selesai. "Jujur, aku jika sungguh bersama Tuan nanti, seperti cinderella. Dari hidup sederhana masuk dalam sebuah istana. Apakah aku bisa, Tuan? Apakah aku cu