Clarabelle tidak ingin beranjak dari tempatnya. Dia ingin tahu lebih banyak tentang Jordan. Entah dengan siapa James bicara, yang jelas ucapannya membuat debaran tidak nyaman kuat melanda hati Clarabelle.
“Terus terang saja, waktu melihat adikmu muncul di acara reality show itu, kukira dia sedang disewa untuk menaikkan rating penonton. Jadi dia memang menikah?” Suara pria yang bersama James itu terdengar lebih keras.
“Aku masih belum tahu motifnya apa dia melakukan pernikahan konyol itu. Tiga temannya setali tiga uang, belum ada yang buka mulut saat aku coba pancing. Pasti mereka tahu sesuatu.” James terdengar kesal.
“Lalu bagaimana pekerjaan Jordan? Apa dia serius saat di kantor?” Pria yang bersama James itu sedikit merendahkan suaranya.
“Ah, apanya serius? Semua juga harus dirapikan lagi oleh asisten.” Kembali suara James meninggi. “Jordan tidak tahu bekerja. Pikirannya masih juga bermain-main. Otakn
Clarabelle mendongak menatap balik kepada Jordan. Dia harus mendapat jawaban dan kejelasan. Dia adalah istri Jordan dan pria itu tidak bisa semena-mena padanya.“Aku mau kamu jujur. Katakan padaku, ke mana kamu setelah kerja?” Dengan tegas Clarabelle bertanya sekali lagi.Jordan makin terkejut. Apa yang Clarabelle dengar? Apa yang dia tahu? Pasti ada orang yang bicara tentang dirinya pada Clarabelle hingga dia semarah ini.“Aku menemui teman-temanku. Apa itu salah?” Jordan berusaha menekan emosinya. Dia harus bisa menundukkan Clarabelle. Selama ini Clarabelle sangat mudah ditaklukkan. Pasti tidak akan kesulitan Jordan meredakan emosi Clarabelle.“Kamu ke club? Bertemu wanita-wanita di sana?” Clarabelle tidak bisa lagi menahan diri. Dia ingin tahu kenyataan yang dia hadapi. Pria seperti apa yang sebenarnya dia nikahi ini.Jordan menarik nafas dalam. “Kamu tahu dari mana? Kenapa itu jadi masalah?”
Pagi itu, Jordan dengan tergesa menuju ke kantor James. Dia memang menunggu saat itu, ketika James kembali dari luar kota, Jordan ingin memberi peringatan pada kakaknya agar tidak mengganggu rumah tangganya.James belum lama sampai di kantor, dia sedang menepon seseorang. Tiba-tiba pintu kantornya terbuka, Jordan masuk dengan tergesa, berdiri tepat di depan mejanya. James tentu saja terkejut dan segera mengakhiri panggilannya.“Selamat pagi, Adikku.” James menatap heran karena Jordan tanpa ada kabar muncul begitu saja di hadapannya. “Senang sekali dapat kunjungan sepagi ini,” sindir James.“Aku datang bukan mau berdamai denganmu, James.” Jordan tidak bisa berpura-pura manis kali ini. Dia sudah menyimpan kesal berhari-hari dan tiba saatnya dia luapkan.“Jelas sekali. Senyum lebar itu memberitahuku, kamu ingin memelukku karena rindu.” James menimpali dengan sinis. Dia pun berdiri dengan wajah mulai tegang.
Demi ingin membuktikan dirinya, Jordan makin serius dengan pekerjaan setiap hari. Pagi berangkat kerja, hari gelap baru dia pulang. Sesekali saja Jordan pulang malam. Namun sampai di rumah pun Jordan banyak berada di ruang kerja hingga hampir tengah malam. Clarabelle mencoba mengerti kesibukan Jordan. Dia membantu menyiapkan apa saja yang Jordan perlukan saat di rumah. Rasa rindu sebenarnya mendera Clarabelle. Suasana manis dan romantis di awal pernikahan seperti menguap. Jordan terkesan dingin dan tidak terlalu peduli Clarabelle. “Jordan …” Clarabelle melongok di pintu ruang kerja Jordan. Pria itu tampak serius menatap layar di depannya, tidak menyahut. Dia mendengar Clarabelle tetapi tidak mau bereaksi karena sedang fokus dengan yang dia kerjakan. Clarabelle masuk, membawakan minuman untuk Jordan. “Apa masih banyak pekerjaan? Kamu tidak lelah?” Jordan belum bereaksi. Wajahnya lurus pada layar dengan kening berkerut. “Jordan …” panggil Clarab
Wanita itu tidak hanya memeluk Jordan. Seperti tidak punya malu, dia mendaratkan kecupan pada Jordan, di depan Clarabelle! Seketika jantung Clarabelle menderu, seakan-akan mendapat serangan jantung. Tubuh Clarabelle sedikit gemetar, matanya melebar melihat kejadian tak terduga itu. “Leony! Lepas!” Jordan mendorong wanita itu agar menjauh. Wajah Jordan memerah. Dia sangat terkejut karena Leony ternyata datang di acara pernikahan sahabat Clarabelle. “Kamu gila. Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Jordan dengan geram. Leony tertawa kecil sambil menatap Jordan. “Kamu pikir aku mengikutimu, Jordan? Dunia ini ternyata sempit sekali. Aku kenal baik kakak mempelai wanita. Siapa yang mengira, kamu juga datang, bersama istrimu. Istri? Haa … haa …” “Jadi … aku hanya alat taruhan buat kamu, Jordan Hayden!” Clarabelle mengepalkan kedua tangannya. Dia menatap tajam pada Jordan. Dadanya naik turun menahan emosi yang mau meledak. Wajah dan telinganya panas mengetah
Senyum manis dan lebar terpampang di depan Clarabelle. Wanita cantik dengan tubuh besar, padat, dan seksi berdiri di depan Clarabelle. “Apa kabar? Aku benar, ini kamu, Clarabelle!” Wanita itu maju beberapa langkah dan memeluk Clarabelle dengan hangat. “Oh, my God. Rita!” Clarabelle segera melempar senyum lepas. Kejutan yang menyenangkan. Rita, teman baiknya saat dia mengikuti reality show waktu itu. Siapa yang mengira mereka bsia bertemu secara kebetulan seperti itu. “Senang sekali melihatmu lagi, Clarabelle!” Rita masih memandang dengan senyum lebar. Kedua tangannya memegang bahu Clarabelle. “Aku bayar belanjaanku, lalu kita bicara.” Clarabelle mengacungkan keranjang yang dia pegang. Gilirannya untuk membayar di kasir. Beberapa menit berikut kembali kedua wanita itu bicara. Tapi Clarabelle tidak bisa lama karena harus segera pulang. Rita tidak mau menyia-nyiakan kesempatan, dia memilih ikut ke rumah Clarabelle. Ada banyak yang dia ingin ceritakan. Dia masih punya setidaknya sampa
Jordan tidak segera menjawab pertanyaan Ronald. Apa dia cinta Clarabelle sehingga dia begitu kacau karena kemarahan Clarabelle?“Joy!” Ronlad menepuk lengan Jordan agak keras, karena Jordan tampak termenung.Jordan seakan tersadar lalu menoleh pada Ronald. “Aku tidak tahu, yang pasti aku tidak mau hidupku kacau! Orang tuaku, juga James, mereka mau lihat kalau Jordan sudah berubah. Dia pria dewasa, yang bisa bertanggung jawab dengan dirinya. Aku punya pekerjaan bagus, aku suami yang sayang dan peduli istri. Itu yang harus aku buktikan, Ron!”Ronald menatap tajam pada Jordan. “Jadi, ini soal harga diri? Kamu tidak mau diremehkan oleh orang tuamu dan James? Jadi bukan soal Lala?”Pertanyaan itu kembali membuat Jordan sedikit berpikir.“Joy, aku memang konyol, mengajak kamu melakukan taruhan itu. Tapi aku tidak menduga kamu melakukannya, dan … lihat dirimu … Kamu berbeda, Joy, seperti bukan kamu y
Clarabelle mengangguk. Dia cinta pada Jordan. Dan dia harus mencintai Jordan, karena Jordan adalah suaminya. “Setelah mengetahui semua ini, apa kamu masih ingin menyayangi dia?” Adriano tidak tega melihat putrinya terluka seperti itu. “Papa …” Clarabelle meraih tangan papanya dan menatap mata penuh kasih pria setengah baya itu. “Aku tidak akan lupa, teladan cinta tulus papa dan mama. Dalam semua keadaan tetap bertahan karena ingin memberi yang terbaik buat orang yang disayangi.” Adriano tidak mengira ini yang Clarabelle ucapkan. Hatinya berdesir melihat ketulusan Clarabelle. Tapi situasi putrinya sangat berbeda dengan yang Adriano hadapi dulu. Berat, tidak mudah, tapi dia dan mama Clarabelle saling mencintai. “Aku akan melakukan yang sama. Hanya saja, aku perlu menguatkan hatiku. Aku harus bagaimana? Aku masih memikirkannya.” Suara Clarabelle terdengar sedih. “Jika Tuhan mengijinkan kamu bersama Jordan, Tuhan akan mampukan kamu.” Tangan Adrian
Jordan mengulurkan tangan, ingin memegang tangan Clarabelle. Lagi-lagi Clarabelle menghindar. Dia sembunyikan kedua tangan di balik punggungnya. Jordan mendesah. Ternyata Clarabelle tidak mudah dibujuk kali ini. “Lala, kamu ingat yang aku ucapkan pada orang tuaku saat di rumah?” Jordan memandang Clarabelle. “Aku ingin mereka tahu aku bisa jadi baik. Bisa punya hubungan yang baik, juga karir yang baik. Aku senang, bersama kamu, aku bisa menjadi sesuatu. Walaupun tidak mudah, tapi aku mau berusaha. Bantu aku, Lala.” Clarabelle melempar tatapan tajam, menghujam dua manik coklat terang Jordan. Mata itu sangat menarik. Desiran melaju di hati Clarabelle memandang Jordan sekuat itu. Tapi dia tidak boleh lemah. Kalaupun dia di sisi Jordan, dia tidak mau Jodan akan semena-mena dan terus mempermainkannya. “Aku, waktu mengatakan kamu berbeda, itu bukan bualan. Kamu boleh tidak percaya, tapi aku sungguh-sungguh.” Jordan melanjutkan. “Satu kali ini