Nerry dan Andrew masuk dari pintu depan.
"Hai, Lala!" Andrew langsung lari ke arah Clarabelle dan memeluknya dengan manja.
"Hai, Sayang. Ganteng sekali. Sudah rapi, mau ke mana?" Clarabelle mengurai senyum. Dia paksa galau hatinya menyingkir.
"Aunt Nerry ...." Andrew menoleh pada Nerry. "Dia mau ajak jalan-jalan. Mau ikut?"
"Oya? Jalan ke mana?" tanya Clarabelle.
"Mau ke pantai, sebentar saja." Nerry yang menjawab. Di mengamati wajah Clarabelle yang tampak sedikit sembab. Lalu dia menempati sofa kecil seberang tempat Clarabelle duduk.
"Wah, pasti asyik." Clarabelle kembali tersenyum.
"You look sad. Do you miss you family?" tanya Andrew sambil memandang Clarabelle.
Clarabelle memandang Andrew. Bocah tampan itu perhatian juga, bisa melihat aura sedih di wajah Clarabelle meskipun dia berusaha bersikap normal.
"Yeah, you are right. I miss my family." Clarabelle mengangguk.
"Jadi, jalan-jalan akan menghiburmu, Lala," k
James mengira Nerry yang kembali mengirim pesan, ternyata Crystal. Dia segera menelpon neneknya dan menjelaskan yang terjadi. Mereka menemukan Clarabelle, lebih tepatnya Jordan. James memang belum bertemu dan tidak terlalu berharap akan bertemu. James tidak mau Jordan salah paham lagi dengannya."Kapan kalian akan bawa Clarabelle pulang?" tanya Crystal.Oh-oh. Pertanyaan itu, tidak mudah James jawab. Sebab Clarabelle tidak ada niat akan pulang. Dia memutuskan tetap menjauh dari Jordan dan menjalani hidupnya sendiri."Sabar, Granny. Pasti dia pulang. Jordan masih perlu meyakinkan Lala." James menjawab dengan hati-hati."Mereka tidak ribut, kan? Jordan tidak kasar pada istrinya?" Crystal bertanya lebih detil."Granny, tenang. Jordan tahu apa yang harus dia lakukan. Oke?" James meredakan Crystal. Jika dituruti pertanyaannya akan makin banyak dan bisa jadi mengada-ada. Lebih baik dihentikan sebelum melebar."James, aku hanya mau cucu menan
Jordan tidak segera menjawab pertanyaan Clarabelle. Dia fokus saja melihat jalanan."Jordan, jawab pertanyaanku." Clarabele sedikit takut sebenarnya hanya berdua dengan Jordan. Tiba-tiba dia ingat, Jordan tidak segan menyakiti fisiknya jika sedang marah."Kota ini memang bagus, sangat cantik. Tidak penuh dan sibuk seperti Sydney. Asyik juga tinggal di sini." Jordan tidak menjawab yang Clarabelle tanyakan justru mengatakan yang lain."Maksud kamu?" Clarabelle merasa degupan kencang menerjang dadanya."Ya, aku bisa mengerti mengapa kamu kerasan tinggal di sini. Kurasa tempat yang baik untuk seorang anak lahir dan tumbuh." Jordan menjawab tetap dengn tenang.Spontan, Clarabelle memegang perutnya. Lalu dia geser tas yang dia pegang menutup perut dan dadanya. Tanpa sadar, dia mau melindungi bayinya dari Jordan.Jordan menoleh pada Clarabelle. "Tenang saja, aku tidak akan menyakiti kamu, Lala. Aku akan jadi suami dan ayah yang baik."Jordan
Clarabelle menatap pria tampan itu, yang masih tersenyum dengan cerah, sampai bibir Clarabelle sedikit menganga. Rita pun sama terkejutnya, setengah melotot dia memandang ke arah pria itu. "Jordan?" ujar Rita. "Ya, aku senang, Lala memberi aku ide untuk memulai sesuatu yang baru di sini. Aku bisa dekat dengannya sekaligus bekerja." Jordan melangkah mendekat. Matanya tidak lepas terarah pada Clarabelle. "Mommy! Can I take this?" Andrew memanggil Rita. Rita segera mendekati anaknya. Dia menolongnya membeli coklat yang Andrew mau. Jordan tersenyum lebar. Berdekatan begitu rupa, Clarabelle merasa dadanya berdegup kencang. Masih ada sedikit rasa takut, tapi dia sadar, debaran itu karena rasa rindu yang terus menggelitik hatinya. "Aku tidak akan pernah membiarkan kamu jauh. Kita sudah berjanji akan sama-sama, dalam pernikahan ini hingga maut memisahkan." Mata tegas dan bagus itu menatap kedua bola bening Clarabelle. Sebaliknya Clarab
Mobil mewah itu berhenti di toko besar milik Rita dan Simon. James turun dari dalamnya, diikuti Susan. James sengaja mengajak Susan bersamanya untuk mengurus bisnis yang dia akan mulai dengan Rita dan Simon. Terlebih lagi, James akan mempertemukan Susan dengan Clarabelle. Misi yang lain juga harus dia tuntaskan, menyatukan lagi Jordan dan Clarabelle."Wow, menarik sekali berada di sini, Tuan." Susan terkesan dengan toko besar milik Rita dan Simon."Yup. Karena itu, aku menyambut baik usul Nerry sekalipun awalnya kukira hanya iseng. Ayo, Susan, kita sudah ditunggu." James mendahului Susan. Dia berjalan bukan masuk ke dalam toko, tetapi ke sisi lain yang mengarah ke kantor Simon dan Rita.Tepat masuk ke dalam kantor, Nerry menyambut James dan Susan."Good day, Mr. James Hayden!" Senyum Nerry ceria. Wajahnya penuh semangat memandang pada James. Namun, saat dia melihat wanita cantik di sisi James, aura wajahnya sedikit berubah. Seketika senyum Nerry men
James dan Susan sampai. Keduanya makin terkejut saat tiba di toko Jordan, ketika membaca nama yang terpampang di sana."Lala and Joy? Can you believe it?" James menggeleng-geleng sambil tersenyum."Ini luar biasa. Tuan Jordan benar-benar mengejutkan." Susan mengikuti James melangkah masuk ke dalam toko itu.Pegawai menyambut mereka dengan ramah. Saat tahu jika yang datang adalah James, mereka dengan cepat memanggil Jordan. Jordan muncul dengan wajah serius."Kenapa muka kamu? Tegang sekali," sapa James."Tidak, hanya ada kesalahan kecil di belakang. Tapi bikin kesal juga," jawab Jordan. Ketika melihat ada di situ, mata Jordan melebar seketika. "Kamu di sini? James, kamu bawa Susan?""Kamu terlalu kejam. Tidak mau memberi nomor Lala. Terpaksa aku ajak Susan. Kamu mau aku bawa Granny atau Mommy ke sini?" James mengerling dengan senyum di ujung bibir."Selamat bertemu lagi, Tuan Jordan." Susan menyapa. Senyum tipis terurai di wajah
"Lala, dia pasti menunggu minuman hangat. Biar aku yang antar pada Jordan," Susan mengangkat cangkir dan siap membawa ke depan.Beberapa langkah, Susan berbalik dan kembali. "Kenapa? Dia lebih bagus dibiarkan saja. Terserah apa yang dia mau. Benar, kan?" ujar Clarabelle. Susan memandang Clarabelle. "Dia suami kamu. Kamu yang antar ke sana. Ayo," kata Susan. Dia memberikan cangkir pada Clarabelle. "Susan ...." "Hanya memberi minuman saja. Lalu cepatlah balik. Ada yang aku mau ceritakan." Susan mendesak Clarabelle. "Huuffhh ...." Kesal muncul di hati Clarabelle. Namun, dia pergi juga membawa cangkir itu ke ruang depan. Jordan berdiri di dekat pintu. "Kamu mau pulang?" tanya Clarabelle. Jordan dengan cepat menoleh. Dia melihat Clarabelle dengan cangkir di tangan. "Ah, ya ... salju sedikit reda, kukira ....." Jordan tidak meneruskan kata-katanya. "Minuman hangat? Terima kasih." Segera Jordan menghampiri C
Susan merasa aneh. Tidak biasanya James tidak mengaktifkan ponselnya. Sekalipun kadang agak lama memberi respon, tapi ponsel pria itu selalu aktif."Apa ada sesuatu, ya?" Susan memandang Clarabelle."Jangan berpikir yang buruk dulu. Mungkin dia ada pertemuan penting. Jadi gimana? Kamu mau tinggal di sini atau ....""Aku pergi dengan taksi saja. Tidak apa-apa. Besok aku akan datang lagi," sahut Susan. Dia berdiri, merapikan bajunya, lalu melangkah ke ruang depan.Clarabelle ada di belakangnya. "Sampai kapan kamu dan James di sini?""Paling lama dua hari lagi aku akan balik. Aku sudah rindu Lorenz." Susan tersenyum. Dia membayangkan kekasihnya yang manis dengan hidung bangir yang bagus."Kalian makin serius?" tanya Clarabelle."Dia tidak mau lama-lama, ingin segera menikah. Tapi aku ...." Susan memandang Clarabelle. "... aku tidak akan menikah, jika belum menemukan kamu, Lala.""Ah, Susan ...." Hati Clarabelle berdenyut. Rasa ber
Dokter dan perawat di ruangan itu senyum-senyum melihat tingkah James dan Nerry. Mereka mengira kedua orang itu adalah pasangan kekasih."Ah, bisakah kita pulang? Aku takut salju kembali turun." Nerry segera mengalihkan pembicaraan. Dia tidak ingin makin salah tingkah."Well, okay." James maju mendekat di sebelah ranjang. Dia bersiap menggendong Nerry lagi."Aku bisa, Tuan. Aku jalan saja, pasti bisa." Nerry menolak. Dia hanya berpegangan pada lengan James, lalu mencoba berjalan. Tertatih-tatih dan tampak kesakitan.Dengan cepat James mendekat, memeluk dari sisi kanan. Tidak ada pilihan, Nerry menerima pertolongan James."Dokter, Suster, terima kasih." James menoleh ke belakang, tersenyum. Kemudian fokus lagi membantu Nerry menuju ke mobil.Nerry melirik ke jam tangan yang dia kenakan. Hampir setengah sembilan malam. Dan dia merasa lapar. Refleks tangannya memegang perutnya yang berkeruyuk. James melirik Nerry dan ter
"Mana cucuku? Aku sudah tidak sabar mau memeluknya!" Suara ceria itu, terdengar renyah. Clarabelle sangat merindukannya. Dengan cepat Clarabelle menemui Crystal yang baru melangkah masuk ke dalam rumah. "Oh, my God!" Crystal terbelalak begitu melihat Clarabelle. "Lihat, Sayang. Bayimu sudah tumbuh sebesar ini?" Crystal memegang perut Clarabelle dan mengusapnya dengan rasa gembira yang meluap. Clarabelle tersenyum. Matanya berkaca-kaca. Sambutan hangat itu rasanya membalut semua hal yang dulu ingin dia lupakan. Keluarga Hayden. Keluarga itu akan terus menjadi bagian hidupnya. "Apa kabar, Lala?" Ann-Mary ganti memeluk Clarabelle. Suara manisnya yang elegan, Clarabelle juga rindu. "Aku sangat baik." Clarabelle tersenyum. Ada rasa tidak nyaman juga mengumpul di hatinya. "Aku minta maaf, karena pergi diam-diam. Sungguh, aku tidak ingin mengecewakan siapapun. Aku minta maaf." "Anakku yang tidak tahu menjaga istrinya. Kenapa kamu minta maaf? Jordan yang harus minta maaf. Dulu dia berj
Matahari cerah. Salju mulai mencair perlahan-lahan. Musim dingin kian bergeser, musim semi akan datang beberapa minggu lagi.Clarabelle duduk di pinggir jendela. Dia memandang ke jalanan dan pemandangan di depan rumah tempat dia tinggal. Tenang, hening, dan meneduhkan. Dari arah belakangnya, aroma harum kopi panas terasa masuk ke penciuman.Clarabelle menoleh, Jordan berdiri dengan dua cangkir di tangannya. Wajah tampan itu tidak tersenyum, tetapi tatapan ceria muncul dari sorot matanya."Minuman hangat buat jantung hatiku. Susu saja. Kopi buat aku." Jordan memberikan satu cangkir kepada Clarabelle."Ah, aku sudah membayangkan meneguk kopi panas dan harum. Kenapa susu lagi?" Clarabelle cemberut tetapi dia terima juga cangkir dari Jordan."Biar sehat. Nanti saja kalau sudah lahir kesayangan kita, kamu minum kopi." Jordan duduk di sebelah Clarabelle. Dia menghirup harum kopi di cangkirnya, lalu meneguk beberapa kali."Hm, ibu hamil ga masalah
Salju baru beberapa menit lalu berhenti. Mobil hitam James berhenti dan terparkir di garasi rumah besar itu. James turun dari mobil dan dengan cepat berputar, membuka pintu mobil dari sisi lainnya. "We are here. Come on, Babe." James mengulurkan tangannya. Nerry menyambut tangan James dan keluar dari mobil. Dia melihat ke sekeliling. Tempat parkir saja begitu luas. Ada beberapa mobil ada di dalam garasi. Semua jelas mobil berkelas, mobil tidak terlalu sering tampak di jalanan. "They are waiting." James tersenyum. Dia menggandeng Nerry dan mengajak masuk ke rumah dari pintu samping, langsung ke ruang keluarga. "Tuan, aku sangat gugup." Nerry memperhatikan James. Wajah gadis itu merah merona. Sedangkan James tersenyum lebar penuh keceriaan. "Tenang saja. Kamu tidak akan dihukum karena jatuh cinta pada Hayden. Dan jangan panggil aku Tuan," kata James. "Iya, Tuan. Oh, James? Aneh." Nerry tersenyum
Jordan menghentikan langkah mendengar pertanyaan itu. Apa yang baru dia dengar? Dia berbalik. Matanya bertemu mata indah yang membuatnya jatuh hati. Mata bulat dan bening Clarabelle. "Are you sure, you wanna leave me? And our baby?" Clarabelle memandang Jordan. Tangannya menyentuh bagian perutnya. Jordan masih mencerna apa yang terjadi. Tatapan matanya makin menghujam. "Setelah semua yang kamu lakukan, toko coklat Lala Joy, meninggalkan rumah mewah di Sydney, tidak peduli kantor Hayden, dan melepas semua wanita itu ... kamu akan pergi dariku?" Clarabelle bicara dengan tenang. Kedua matanya tampak teduh. Perlahan bibirnya tersenyum. "Lala ...." Jordan tak percaya yang dia lihat. Clarabelle mengucapkan sesuatu yang jauh dari bayangannya. "I miss you too, Jordan Gerald Hayden. Deep ini my heart, I always wanna hug you." Bibir tipis Clarabelle kembali menguntai senyum. Jordan segera kembali mendekat dan memegang tangan Clarabelle. "What do
James keluar kamarnya. Dia menelpon Susan dan terpaksa membuat Susan bangun. Kabar yang James berikan tentang Clarabelle mengejutkan Susan. Dia cepat-cepat bersiap dan menemui James di tempat parkir."Susan, kamu bantu aku. Ini situasi buruk. James bertingkah bodoh lagi dan membuat Clarabelle kembali terluka." James mulai melajukan mobil keluar hotel.Hari mulai terang, tetapi matahari tidak mau menunjukkan dirinya."Apa yang Tuan harapkan dariku?" tanya Susan."Aku akan tenangkan Jordan. Dia kembali merasa bodoh dan menyesal. Kurasa dia lebih kacau karena bayi mereka dalam bahaya." James terdengar resah dan cemas. "Kamu, aku minta kamu tenangkan Clarabelle. Aku tidak tahu apa yang dia rasa tentang Jordan setelah kejadian ini. Aku hampir yakin, dia akan meminta bercerai."Deg. Susan menatap James. Apakah seburuk itu? Susan tidak tahu harus menjawab apa. Dia juga tidak tahu apa yang bisa dia katakan nanti pada Clarabelle."Aku rencana h
Jordan panik. Dia gemetar melihat Clarabelle bahkan kesulitan duduk."Lala ... Lala ...." Jordan tidak tahu harus bicara apa.Sementara darah terus mengalir dan melebar di atas salju."Jordan, sakit ...." ucap Clarabelle sambil memegang perutnya."Dokter ... kita ke dokter. Tunggu, aku ambil mobil. Bertahanlah," ujar Jordan di antara rasa bingung dan ketakutan.Dia berdiri dan berjalan kembali ke tokonya. Dia harus segera mengambil mobil dan membawa Clarabelle ke rumah sakit. Clarabelle makin pucat. Rasa dingin yang menusuk, disertai rasa sakit yang mendera perut, kaki, pinggang, dan menjalar ke seluruh tubuhnya. Dia hampir tidak bisa bergerak lagi.Beberapa menit berikutnya, Jordan datang. Dia membantu Clarabelle masuk ke dalam mobil. Clarabelle lunglai, tetapi tubuhnya juga kaku karena kedinginan. Dengan hati tidka karuan, Jordan mulai melajukan kendaraannya. Hari tidak lagi bersalju, tetapi jalanan cukup sulit ditempuh, Jordan tidak
Clarabelle terkejut dengan reaksi Jordan. Dia mencoba melepaskan diri, tapi Jordan tidak mau mengalah. Dia bahkan lebih berani bertindak. Dia kecup Clarabelle. Dia lepaskan kerinduan dengan memeluk erat istrinya.Clarabelle awalnya ingin berontak. Sayangnya, hati dan rindunya tidak sejalan. Hati menolak, tetapi rindu yang Clarabelle rasa memaksanya menyambut kemesraan yang Jordan lemparkan. Debaran kuat menguasai Clarabelle. Degupan yang menyenangkan, yang menaikkan hasrat dirinya tak bisa dibendung. Clarabelle menyerah. Dia mulai menikmati sentuhan Jordan."I miss you. So much ...." Jordan berbisik, lembut. Clarabelle makin bergelora.Tidak ada penolakan, Jordan makin melangkah jauh. Permainan dia lanjutkan. Dia menarik Clarabelle naik ke atas ranjang. Mereka meneruskan perjalanan rindu dan cinta yang terlalu lama tertahan karena rasa marah, kecewa, dan juga takut makin terluka.Di luar salju kembali deras. Bahkan suara angin menderu pun terdengar. Rindu
Mobil Jordan oleng. Clarabelle mendekap dadanya dengan rasa takut mencuat begitu cepat. Mobil hampir saja bertabrakan. Jordan sigap kembali ke posisi dan mengendalikan setir. Untung, dia mampu menghindar sehingga tabrakan tidak terjadi. "Ya Tuhan ...." Clarabelle masih merasakan dadanya berdetak begitu cepat karena rasa kaget. Jordan sudah kembali menguasai kendaraannya. Tapi dia juga sama terkejutnya. Berulang kali dia mengambil nafas dalam, menenangkan diri. "Sorry, I am sorry," kata Jordan tanpa melihat CLarabelle. Dia fokus menyetir. Clarabelle tidak menjawab. Dalam hati dia bersyukur, tidak terjadi kecelakaan. Dia tidak bisa membayangkan jika benar tabrakan terjadi. Bukan hanya dia dan Jordan yang celaka, tetapi bayi mungil di rahimnya juga. Hening. Sisa perjalanan hingga ke toko Jordan, tidak ada yang bicara. Jordan memarkir kendaraannya, langsung masuk ke garasi. Clarabelle kembali memegang pipi Jordan, lalu ke lehernya.
James menajamkan tatapannya. Dua bola mata indah dan lentik milik Nerry berair. Apa yang dia risaukan? Mengapa justru gadis itu jadi bersedih? "Nerry, ada apa? Aku sungguh-sungguh dengan niatku. Aku tidak akan mempermainkan kamu. Aku janji ...." "Bukan itu. Maafkan aku," sahut Nerry. James menutup mulutnya. Dia lebih baik mendengar yang Nerry akan utarakan padanya. Mungkin memang dia terlalu cepat meminta Nerry menjadi kekasihnya apalagi masuk dalam pernikahan. Rasanya sama saja dengan kisah Jordan dan Clarabelle. "Mengenal Tuan secara langsung, punya momen bersama, buat aku ... seperti mimpi. Ga masuk akal. Tuan tiba-tiba muncul di depanku. Semua hari-hariku berubah seketika." Nerry mulai mengungkapkan yang sedang berkecamuk di dalam hatinya. James menunggu. Dia tahu Nerry belum selesai. "Jujur, aku jika sungguh bersama Tuan nanti, seperti cinderella. Dari hidup sederhana masuk dalam sebuah istana. Apakah aku bisa, Tuan? Apakah aku cu