Laki-laki yang tak lain pembunuh dari seluruh keluarganya itu hanya menunjukkan smirknya saat melihat wajah Nara yang terkejut ketika melihatnya.
Nara menggenggam dengan erat kedua tangannya dan menaruhnya di depan dadanya, karena saat ini dia benar-benar merasa ketakutan. Tanpa sadar Nara kembali berjalan mundur ke arah pohon besar tadi, sedangkan Zico, dengan santainya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya dan berjalan maju mendekati Nara, dengan smirknya yang tidak dia hilangkan.“To-tolong ja-jangan mendekat,” pinta Nara dengan terbata-bata.Bukannya merasa kasihan, Zico justru memamerkan seringai iblisnya dan terus melangkahkan kakinya mendekati Nara dengan santainya.Nara tersentak saat menyadari bahwa punggungnya sudah menempel ke batang pohon besar tempat persembunyiannya tadi. Dia sudah tidak bisa berkutik lagi, karena dia sudah terkurung sekarang, dan dia sangat yakin bahwa ini adalah akhir dari hidupnya. Laki-laki di depannya ini pasti akan segera menghabisinya.Tubuh Nara semakin bergetar ketakutan, saat melihat Zico sudah semakin dekat padanya.“Kenapa kau berhenti, apa kau sudah menyerah?” tanya Zico dengan entengnya. “Ohhh, kau sudah terjebak ya. Hah, benar-benar seekor tikus kecil. Kau memang tidak pandai bersembunyi," lanjutnya.Nara tidak meladeni perkataan laki-laki yang menurutnya sekejam iblis ini, dia hanya menangis terisak dengan tubuh yang sudah bergetar dengan hebatnya pula.Nara semakin dibuat ketakutan saat dia merasakan sakit di wajahnya ketika satu tangan laki-laki itu menjepit pipinya. “Ahh sa-sakit,” ringisnya.“Sakit?” Zico semakin mengencangkan jepitan tangannya pada pipi Nara. “Aku akan tunjukkan padamu, seperti apa itu rasa sakit yang sebenarnya!” lanjutnya dengan tatapan penuh api amarah.“Jo!”“Baik Tuan.”Zico lalu melepaskan tangannya dari wajah Nara dengan kasar dan berjalan lebih dulu, sedangkan Jo dan anak buahnya berusaha untuk membawa Nara masuk ke dalam mobil."Lepaskan, kalian mau membawaku ke mana?” Nara terus mencoba memberontak, dia tidak mau ikut dengan orang-orang yang tidak dia kenal. Terlebih orang-orang ini telah membunuh semua keluarga yang disayanginya. Namun sayangnya, sekuat apa pun Nara memberontak, dia tetap tidak bisa melepaskan diri dari pegangan Jo yang tenaganya jauh berkali-kali lipat lebih kuat dari dirinya.Jo membuka pintu mobil dan memasukkan Nara dengan paksa ke dalam mobil bagian belakang, di sana sudah ada Zico yang duduk dengan tenangnya. Setelah itu, Jo juga masuk ke dalam mobil, dia duduk di bagian kursi kemudi lalu melajukan mobilnya.Selama di perjalanan entah ke mana, Nara terus menautkan kedua tangannya, terlihat kedua tangannya saling meremas satu sama lain, hal itu dia lakukan untuk sedikit menghilangkan rasa takutnya.Dalam ketakutannya, Nara memberanikan diri untuk sesekali melirik ke arah Zico yang berada di sampingnya. Dia melihat pria di sampingnya ini duduk dengan angkuhnya seakan-akan semua yang terlihat pada jangkauannya adalah miliknya, dan siapa pun yang berani menghalanginya akan kehilangan nyawanya tanpa bisa membela diri.“Sudah puas melihatnya?” tanya Zico dengan dinginnya.Nara tersentak saat mendengar pertanyaan yang Zico lontarkan padanya. Dengan cepat dia langsung memalingkan wajahnya ke arah lain, tanpa menjawab pertanyaan Zico.Namun, Nara kembali dibuat terkejut saat Zico meraih dagunya dan menghadapkan wajahnya ke arahnya. “Heh, wanita! Kau sungguh berani!” ujarnya seraya menunjukkan seringaian iblisnya.Glek, Nara menelan salivanya dengan susah payah. Saat dia mendengar ucapan Zico yang menurutnya sangat menakutkan, ditambah dengan seringaiannya yang membuat kesan menakutkan dari Zico semakin terpancar.“Kita sudah sampai Tuan,” ucap Jo yang memberhentikan mobil mewah berwarna hitam itu tepat di depan pintu mansion yang juga begitu mewah.“Turun!” titah Zico kepada Nara.Nara yang mendengar perintah Zico hanya menggeser tubuhnya semakin menjauh darinya, dengan ekspresi ketakutannya yang begitu jelas, membuktikan bahwa dia tidak berniat untuk mematuhi apa yang Zico perintahkan.“Apa kau tidak dengar! Aku bilang turun!” suara Zico semakin meninggi, saat Nara masih tetap bergeming di tempatnya, yang dia lakukan hanya semakin memojokkan dirinya ke dekat pintu sampingnya untuk menjaga jarak dari Zico.“A-aku tidak mau, aku tidak tahu kalian me-membawaku ke mana,” jawabnya dengan terbata-bata.“Wanita, kau benar-benar menguji kesabaranku!” Zico keluar lebih dulu dari dalam mobilnya. Dia memutari mobilnya dan membuka pintu mobil yang ada di samping Nara.Nara terkejut bukan main, saat Zico membuka pintu mobil di sampingnya dan menarik tangannya dengan paksa agar keluar dari mobil.“Bukankah aku sudah bilang, kau sudah menguji kesabaranku. Maka inilah yang kau terima!" marahnya.Nara meringis kesakitan saat merasakan cengkeraman tangan Zico yang begitu kuat di lengannya. “Lepas, lepaskan aku! Kau ingin membawaku ke mana?” Nara terus memberontak, dia tidak tahu sekarang dia ada di mana dan apa yang akan dilakukan orang-orang ini padanya.Zico tidak terpengaruh sama sekali dengan berontakan yang dilakukan oleh Nara, terbukti dengan tangannya yang tidak berpindah sama sekali dari tempatnya tadi mencengkeram.Namun Nara juga tidak semudah itu menyerah, dia terus memukul-mukul tangan Zico yang mencengkeram lengannya, dia berharap dengan seperti itu, Zico akan melepaskan cengkeraman tangannya darinya. “Lepaskan aku! Kenapa kau melakukan ini, apa salahku? Siapa kau sebenarnya?”Zico membuka sebuah pintu kamar dan menutupnya kembali dengan sangat keras, dia lalu melempar tubuh Nara ke atas tempat tidur yang berukuran king size itu, hingga membuat Nara terpelanting dan terkejut karenanya bahkan sampai memperdengarkan sebuah ringisan.“Kau bertanya apa salahmu?” ucap Zico.Nara yang menyadari suara dingin dan berat itu langsung tersadar dan dengan cepat bangun dari posisinya, dia menggeser tubuhnya hingga ke pojok tempat tidur untuk menjauhkannya dari sosok laki-laki iblis yang ada di hadapannya.“Salahmu adalah karena kau seorang putri dari Aryo Suharja!” lanjutnya dengan suaranya yang meninggi.Pupil mata Nara melebar saat mendengar ucapan Zico yang membuatnya tidak mengerti. “Apa yang kau katakan? Memangnya kenapa jika aku putri dari papaku, aku bangga menjadi putrinya. Papaku adalah papa terbaik di dunia!” teriak Nara membela papanya.“Ha ... Hahahahaha, ckckck memang anak yang sangat sayang kepada orang tuanya. Bahkan sampai buta dengan sikap asli dari ayahnya sendiri.”“Aku tidak buta! Papaku memang papa terbaik di dunia. Dan kau tidak bisa menghinanya bahkan menghilangkan nyawanya begitu saja.” Air mata Nara kembali menetes saat mengingat kedua orang tua dan juga adiknya yang terkulai penuh darah.“Baiklah, anak yang baik. Sekarang bagaimana jika kau menebus kesalahan dari papamu padaku, tebuslah semuanya sampai aku merasakan kepuasan hingga amarah dari dalam diriku ini menghilang,” tukasnya.“A-apa maksudmu?” Nara kembali bertanya, karena dia sama sekali tidak mengerti apa maksud dari Zico.Zico tidak menjawab pertanyaan Nara, dia hanya memperlihatkan smirknya dan mulai melangkahkan kakinya perlahan mendekati Nara.Nara semakin merasa was-was dengan tindakan Zico, dia duduk meringkuk dan melindungi tubuhnya dengan kedua tangannya. “Ja-jangan mendekat,” pintanya dengan suara terbata.Zico tidak peduli dengan permintaan Nara, dia terus melangkahkan kakinya mendekati Nara dengan seringaian iblis yang terus terukir di bibir tipisnya itu.“Ja-jangan mendekat kumohon." Nara semakin mempererat kedua tangannya dalam melindungi tubuhnya, mata dan pipinya sudah dibanjiri oleh air matanya yang terus mengalir karena rasa takutnya."Hah.” Dia tersentak saat Zico memegang tangannya dan menariknya dengan kasar. Dalam sekejap dirinya sudah berada tepat di pelukan pria itu. "Lepas, lepaskan aku! Kumohon,” pintanya lagi sambil memukul-mukul dada bidang Zico. “Apa yang ingin kau lakukan?”Kini, seringaian Zico menghilang dan tergantikan dengan ekspresi bengisnya, seakan-akan dia sudah bersiap untuk memangsa sesuatu di depannya ini. “Kau putri yang baik dan berbakti, kan? Maka tunjukkan kebaktianmu itu kepada papamu,” ucapnya dingin.Srararakkkkk, Zico menarik kemeja yang dipakai Nara, hingga semua kancing kemeja itu terlepas dan terurai ke ranjang.Nara syok dengan sikap Zico
Entah kenapa Zico merasa hatinya bergetar, mendengar permintaan Nara dengan tatapan mata yang penuh harap padanya, membuatnya kembali teringat akan ibunya.“Baiklah, ayo kita menikah,” jawabnya.Nara tersentak, dia langsung mendongakkan kepalanya dan melihat Zico yang menatapnya datar. Nara merasa lega sekaligus juga sedih, dia lega karena itu artinya prinsipnya untuk hanya disentuh oleh suaminya masih terjaga, tapi dia juga merasa sedih karena dia akan menikah dengan pria yang tidak dia cintai dan juga mencintainya, terlebih pria yang akan menjadi suaminya ini adalah seorang iblis yang membantai semua keluarganya.“Terima kasih,” ucap Nara dengan suara lirihnya.Zico lalu berjongkok dan menatap Nara kembali dengan tatapan tajamnya. “Aku akan menikahimu, tapi kau hanya akan menjadi penghangat ranjangku, tidak lebih dari itu,” ucapnya dingin.Nara tidak bereaksi apa pun setelah mendengar ucapan Zico, karena sebenarnya dia juga sudah tahu bahwa tujuan mereka menikah hanyalah untuk
Perempuan mana yang tidak mengidam-idamkan pernikahan sesuai dengan angan-angannya. Semua perempuan di seluruh penjuru dunia pasti selalu memiliki bentuk pernikahan yang sudah mereka idamkan sejak lama, termasuk juga Nara. Dia sudah mengidam-idamkan sebuah pernikahan dengan konsep yang sudah dia susun, seperti mengundang semua teman-temannya. Kehadiran orang tua dan keluarga besarnya. Dia bahkan sangat ingin mengundang selebriti kesukaannya. Tapi sebenarnya yang terpenting bukanlah itu semua, pernikahan yang paling Nara idamkan adalah pernikahan dengan seseorang yang dia cintai dan juga mencintainya.Tapi apa yang terjadi sekarang, tidak ada apa pun di pernikahannya, jangankan kehadiran sahabat maupun keluarga besarnya. Nara bahkan menikah setelah satu hari keluarganya meninggal, dia bahkan masih belum tahu apakah orang tuanya dan juga adiknya di makamkan dengan layak. Terlebih dia menikahi sosok iblis yang sudah membantai keluarganya.Saat ini Nara tengah terduduk di sofa ruang tam
Zico lalu melangkahkan kakinya dengan cepat menaiki anak tangga untuk menuju kamarnya. Dia harus memastikan keadaan Nara saat ini. Nara tidak boleh mati dengan mudah seperti keinginannya. Dia harus merasakan penderitaan yang sama sepertinya sewaktu dia masih berumur 19 tahun.“Buka!” ucap Zico tiba-tiba dengan suara tingginya seraya menggedor-gedor pintu kamarnya.Nara yang memang masih duduk bersimpuh di depan pintu itu merasa terkejut dengan suara gedoran pintu yang disertai suara Zico yang tiba-tiba. “Iblis itu, dia datang,” gumamnya.“Tikus kecil, aku bilang buka! Atau aku akan mendobrak pintu ini!”Nara sontak berdiri saat mendengar suara Zico yang semakin meninggi. Dia perlahan berjalan mundur, dia harus mencari cara untuk menghentikan Zico membuka paksa pintu kamarnya, saat ini Nara masih belum siap untuk meladeni Zico. Terlebih jika Zico menginginkan haknya.“Ti-tidak, a-aku tidak mau membuka pintunya,” gumamnya lagi yang terdengar oleh Zico.“Sepertinya kau menganggap s
Sinar matahari kini sudah naik cukup tinggi. Karena waktu sudah menunjukkan pukul 08.12 pagi. Nara terbangun dari tidurnya, dia merasa seluruh tubuhnya remuk, terutama di bagian bawah perutnya. Saking sakitnya dia bahkan tidak bisa bergerak sedikit. pun.Nara mencoba untuk bangun dan duduk di atas tempat tidur, dia menutupi tubuh polosnya dengan selimut berwarna putih. Saat Nara menarik selimut itu untuk menutupi tubuhnya, dia melihat noda darah yang begitu banyak menodai warna seprei yang awalnya seputih salju.Air mata Nara kembali menetes ketika melihat noda darah itu. Dirinya sudah ternodai oleh seorang suami yang hanya menganggapnya sebagai boneka ranjangnya tidak lebih dari itu.“Nona, Anda sudah bangun?” tanya pelayan Sari yang memang menjadi penanggung jawab Nara di rumah Zico.Nara tidak menjawab pertanyaan pelayan Sari, dia hanya menundukkan wajahnya dengan lelah dan lesu.“Tuan sudah pergi ke kantor sejak pagi tadi Nona.” Sari memberitahukan hal yang tidak Nara tanyaka
Zico kembali ke ruangannya dengan penuh emosi, dia menutup pintu ruangannya dengan sangat keras, beruntung Jo yang berada di belakangnya bisa menghindar saat pintu itu hampir saja menghantam wajahnya.“Jo, siapa yang berwenang memasukkan para karyawan baru?” tanya Zico.“Pak Hartawan Tuan,” jawab Jo.“Urus dia!”“Baik Tuan.” Jo langsung membungkukkan badannya dan keluar dari ruangan Zico, dia menyuruh salah satu staf sekretarisnya untuk memanggil pak Hartawan ke ruangannya.Beberapa menit kemudian, pria yang berumur kira-kira 37 tahun itu datang ke ruangan Jo dengan perasaan gugup.Tok tok. “Sekretsris Jo, ini saya Hartawan.”“Masuk!” sahutnya.Hartawan pun masuk dengan perasaan takut, dia berpikir apakah dia telah melakukan kesalahan besar sampai-sampai sekretaris Jo memanggilnya.“Anda memanggil saya?” tanya Hartawan yang sekarang sudah berada di depan meja kerja Jo.“Apa kau sudah tahu, kenapa kau dipanggil kemari?” tanya balik Jo.Hartawan terlihat sangat bingung, kenap
Pelayan Sari memapah Nara sampai ke ruang makan, terdapat 4 pelayan yang berdiri di samping meja makan, tugas mereka adalah melayani tuan dan nona mereka saat sedang berada di meja makan.Saat Nara telah sampai di ruang makan, ke empat pelayan itu langsung membungkukkan badan mereka kepada Nara seraya mengucapkan selamat siang kepadanya dengan serentak.Salah satu dari mereka menarik kursi makan untuk Nara duduki. Dengan bantuan dari pelayan Sari, Nara pun duduk di sana. “Terima kasih,” ucapnya kepada ke empat pelayan itu dan juga pelayan Sari.“Nona, keadaan Anda sangat lemah. Saya menyuruh koki untuk memasakan Anda sup daging sapi agar kondisi Anda kembali pulih.” Pelayan Sari menyuruh pelayan yang bertugas menyiapkan makanan agar segera memberikan makanannya kepada Nara.Pelayan itu pun membungkuk dan menaruh sup dan juga nasi pada piring dan mangkuk Nara. “Silakan Nona,” ujarnya.Nara mendongak dan melihat kepada Sari dengan tersenyum. “Terima kasih, aku akan memakannya," uc
Nara kembali ke kamarnya dengan perasaan tidak tenang, dia bahkan menutup kamarnya dengan tangannya yang sudah gemetaran.“Tidak, aku tidak mau tinggal di sini lagi. Ini bukan rumah tapi sarang bagi para psychopath, aku tidak mau! Bagaimana pun caranya aku harus keluar dari sini,” ucapnya.Nara berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya, dia harus mencari cara yang tepat agar bisa melarikan diri dari iblis itu, dia tidak bisa tinggal lagi di rumah ini walau sedetik pun.“Awww,” ringisnya saat kembali merasakan sakit di bagian bawah perutnya. “Sakit sekali.” Nara pun akhirnya memilih untuk duduk, karena jika dipaksakan terus bergerak, rasa sakitnya pasti akan semakin terasa.“Bagaimana caranya aku kabur dari sini? Aku harus melakukannya dengan hati-hati, jangan sampai mengundang rasa curiga dari semua pelayan yang ada di sini. Terutama kepala pelayan itu, sepertinya dia adalah tangan kanan kedua setelah orang bernama Jo itu.”Setelah lama berpikir, Nara pun akhirnya mendapatkan ide
“Bangun!” titah seseorang pada seorang gadis yang masih terlelap dalam tidurnya. Gadis itu pun terbangun dengan perlahan, dia tersentak setelah mendengar suara seseorang yang dingin dan berat itu sedang membangunkannya. Dia mengucek-ngucek matanya, agar matanya itu mau terbuka dan melihat sosok pria yang saat ini sedang membangunkannya.“Tu-tuan Zico,” kagetnya, setelah matanya itu terbuka dengan sempurna dan melihat sosok yang saat ini tengah membangunkannya.“Cihh, kau bisa tidur dengan lelapnya?” tanya Zico dengan dinginnya.Nara menunduk, sebenarnya ketika memikirkan masalah antara papanya dan keluarga Zico. Dia tidak sadar bahwa dia ketiduran. Tapi, Nara kembali melihat sekelilingnya, bukankah dia semalam ada di sofa? Kok tiba-tiba dirinya terbangun di atas tempat tidur? Apa mungkin Zico yang memindahkannya ke sini? Eyyy tidak mungkin, seorang Zico mau memindahkan gadis yang di bencinya ke tempat yang lebih nyaman? Dia mungkin memang akan melakukannya tapi bukan memindahkan ke
Zico masuk ke ruang kerjanya. Saat ini pikirannya tengah sangat kacau, dia kembali mengingat pembicaraannya dengan dokter yang merawatnya tadi. 1 jam yang laluDokter jiwa bernama Rifky itu membawa Zico ke ruangannya. Seperti yang tadi dia katakan pada Zico, bahwa ada yang ingin dia beritahukan padanya.Rifky mempersilakan Zico untuk duduk di kursi yang sudah ada di ruangannya, sedangkan Jo berdiri dengan setianya di samping Zico. Saat Rifky duduk di kursinya, terlihat raut penyesalan dari wajah dokter Rifky ketika dia hendak menyampaikan apa yang ingin dia katakan.“Ada apa dokter Rifky?” tanya Zico.Dokter Rifky menaruh kedua tangannya di atas meja kerjanya, dia menautkan kedua tangannya itu satu sama lain. Dia takut, apa yang akan dia sampaikan ini bisa membuat Zico marah dan itu akan berbahaya untuknya. Di negara ini, siapa yang tidak tahu Zico Alexander Tan, orang yang berkuasa. Dan siapa pun takluk padanya. Dia memiliki tangan kanan hebat yang setia padanya seperti Jonatha
Namun, tiba-tiba tatapan itu kembali menajam. Terlihat kebengisan yang sangat jelas dari ekspresi itu. Zico mengangkat tangannya dan menjepit pipi Nara dengan sangat kuatnya. “Kau pikir, siapa yang membuatnya menjadi seperti itu, hah?!” tanyanya dengan nada marah. “Papamu, papamu yang melakukannya. Jika dia tidak menghancurkan keluargaku dan membuat papaku bunuh diri, dia tidak akan menjadi seperti ini. Dan dia juga tidak akan membenciku! Dia tidak akan mengusirku, dia tidak akan membuangku. Kau pikir ini ulah siapa? Ayahmu yang membuat ini semua, dan putrinya sekarang ingin menenangkanku? Tidak kah menurutmu ini lucu. Jawab aku? Bukankah ini lucu?!” tanyanya dengan marah.Nara membelalakkan matanya saat melihat Zico yang dipenuhi dengan amarah. Tapi kemarahan ini berbeda, dia memang marah bahkan sangat marah. Tapi mata itu, terlihat sangat jelas dari mata itu bahwa dia juga menahan luka yang sama besarnya dengan kemarahannya. “Aku ... aku hanya ingin menenangkanmu saja,” ujarnya d
Dengan masih merasakan perasaan terkejut, Nara semakin mendekati Haruna yang memang sedang tertidur karena pengaruh obat penenang. Nara kembali memandang intens wajah dari wanita di hadapannya itu. Menurutnya wajahnya tidak banyak berubah, dia masih terlihat sangat cantik sama seperti yang ada di foto itu, yang berubah hanya dari kulitnya saja yang terliat menua. Memangnya siapa yang bisa merubah faktor usia, jika usia bertambah maka kedewasaan juga bertambah termasuk semakin menuanya kulit.Tapi, walaupun begitu Nara mengagumi kecantikan yang dimiliki oleh Haruna, kecantikan alami yang luar biasa. Sekarang Nara mengerti, dari mana Zico memperoleh ketampanannya yang luar biasa itu.Tanpa sadar tangan Nara terangkat, di dalam hatinya dia sangat ingin menyentuh puncak kepala dari Haruna, karena walau bagaimanapun Haruna tetaplah ibu mertuanya. Walaupun dirinya dan Zico menikah karena paksaan. Tapi, ibu mertuanya ini tidak salah. Bahkan tidak tahu apa pun yang terjadi antara dirinya da
Melihat Zico memasuki bangunan itu, Nara juga ingin mengikutinya. Namun, saat dia melihat ke sekelilingnya dia pun menyadari bangunan apa ini. “Ini, ini kan rumah sakit jiwa,” gumamnya, “kenapa? Kenapa Zico ke sini? Siapa yang sedang di rawat di sini?”Merasa sangat penasaran, Nara juga mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah sakit jiwa itu. Dia berusaha sebaik mungkin untuk menjaga jarak dari Zico dan Jo. Karena dia tidak mau sampai Zico maupun Jo menyadari kehadirannya.Nara menghentikan langkahnya, saat melihat Zico dan Jo juga berhenti. Terlihat mereka yang sedang berbicara dengan seorang pria yang memakai jas dokter. Sepertinya pria itu adalah dokter yang mengurus orang yang saat ini ingin Zico temui. Tapi siapa, siapa orang yang ingin Zico temui di sini. Rasa penasaran Nara semakin memuncak, dia sangat ingin tahu siapa orang yang dirawat di sini dan ingin Zico temui. Apakah itu ada hubungannya dengan jawaban dari pertanyaannya?Nara kembali melanjutkan langkahnya, saa
Nara memberhentikan larinya tepat di hadapan Zico. Dia mendongak dan memandang Zico dengan lekat. “Tuan, bolehkah saya pergi keluar?” Izinnya.Zico mengernyit sesaat setelah mendengar permintaan dari Nara. “Tidak boleh!” jawabnya tegas.Nara langsung tersentak, setelah mendengar jawaban pasti dari Zico. “Kenapa?” tanyanya lagi.“Karena kau pasti sedang mencari kesempatan untuk melarikan diri,” jawab Zico.“Tidak, aku sungguh tidak akan melarikan diri. Bukankah aku sudah berjanji padamu. Kalau aku tidak akan pernah melarikan diri lagi.”“Ucapanmu tidak bisa kupercaya,” ujar Zico.Nara merasa sangat kesal dengan pria di hadapannya ini, kenapa dia sangat takut kalau dirinya akan melarikan diri. ‘Apakah dia sangat tidak rela kalau tidak menyiksaku. Atau jika aku melarikan diri dia tidak bisa membunuhku,’ batinnya. “Percayalah padaku, aku hanya ingin keluar sebentar. Aku ingin menikmati udara segar di luar. Aku bersumpah, aku tidak akan melarikan diri.” Dengan sekuat tenaganya Nar
Di pagi hari, Nara terbangun dari tidurnya. Dia langsung terduduk dan melihat ke arah jam dinding. Dia menghela nafas leganya saat melihat waktu masih menunjukkan pukul 07.30 pagi. Dia takut kesiangan karena sepanjang malam dia tidak bisa tidur.Nara bertekad, dia tidak mau tertinggal informasi tentang kepergian Zico dan Jo yang akan ke suatu tempat yang terbilang misterius karena bahkan mereka tidak berbicara tentang tempat itu di telepon dan hanya mengatakan waktu kepergian mereka saja.Nara berdiri dan merapikan kembali alas tidur yang dia gunakan. Dia melihat ke arah tempat tidur. Tapi ternyata Zico sudah tidak ada di sana. “Ke mana dia? Apa sudah berangkat. Tapi ini masih pukul 7.30. Apa mungkin mereka mengubah waktunya. Ini gawat, aku harus bagaimana? Lebih baik aku mandi dulu sekarang dan setelah itu kembali mencarinya, mungkin saja dia sedang olahraga dulu atau semacamnya,” gumamnya.Nara pun bergegas pergi ke kamar mandi. Namun saat membuka pintu kamar mandi, tiba-tiba Nar
Nara hanya duduk di kamarnya, dia memutuskan untuk tidak makan malam. Dia lebih memilih memikirkan bagaimana rencananya selanjutnya. Saat ini Zico sangat marah padanya dan sepertinya tidak akan mudah untuk membujuknya. Padahal dia baru saja ingin bersikap baik padanya untuk mencari petunjuk darinya, tapi karena insiden tadi pagi. Akhirnya semuanya menjadi gagal dan sekarang dia tidak tahu harus bagaimana.“Sepertinya dia benar-benar marah, bagaimana ini? Jika dia semarah ini, akan sulit untuk mendekatinya. Dan rencanaku pasti akan gagal,” gumamnya.Satu jam berlalu, dua jam berlalu, empat jam pun telah berlalu. Sekarang waktu sudah menunjukkan pukul 12 tengah malam. Tapi Zico belum juga kembali ke kamar. Nara masih setia menunggunya untuk kembali ke kamar. Karena dia masih berpikir bahwa Zico akan marah, kalau dirinya tidur lebih dulu. Ya, walaupun memang seperti itu sih kenyataannya.Ceklek, Nara langsung melihat ke arah pintu saat mendengar suara pintu terbuka. “Tuan,” ujarnya se
Nara masih sibuk dengan dunia halunya. Ya, dia saat ini masih membaca buku-buku novel yang dia temukan di perpustakaan Zico. Sebenarnya Nara masih tidak mengerti, kenapa di perpustakaan pribadi Zico terdapat buku-buku novel romantis yang memang bisa dibilang buku-buku ini sangat terkenal di kalangan para peminat buku novel romantis. Tapi, yang lebih anehnya lagi. Kenapa Zico tidak tahu keberadaan buku-buku ini di perpustakaannya. Buktinya dia kemarin mengejek salah satu buku novel yang hendak Nara baca.Tok tok. “Nona, ini sudah sore. Mungkin sebentar lagi Tuan akan pulang,” ujar Melly yang mengingatkan Nara, bahwa mungkin sebentar lagi Zico akan pulang.Nara yang mendengar ketukan pintu dan suara Melly pun langsung tersadar, dia melihat jam tangannya. Ternyata sudah pukul 6 sore, Melly benar. Sebentar lagi Zico mungkin akan pulang. Nara pun membereskan semua buku-buku yang tadi dia bawa. Dan menaruhnya kembali ke tempatnya semula.Setelah itu, Nara berjalan ke arah luar perpustaka