Entah kenapa Zico merasa hatinya bergetar, mendengar permintaan Nara dengan tatapan mata yang penuh harap padanya, membuatnya kembali teringat akan ibunya.
“Baiklah, ayo kita menikah,” jawabnya.Nara tersentak, dia langsung mendongakkan kepalanya dan melihat Zico yang menatapnya datar. Nara merasa lega sekaligus juga sedih, dia lega karena itu artinya prinsipnya untuk hanya disentuh oleh suaminya masih terjaga, tapi dia juga merasa sedih karena dia akan menikah dengan pria yang tidak dia cintai dan juga mencintainya, terlebih pria yang akan menjadi suaminya ini adalah seorang iblis yang membantai semua keluarganya.“Terima kasih,” ucap Nara dengan suara lirihnya.Zico lalu berjongkok dan menatap Nara kembali dengan tatapan tajamnya. “Aku akan menikahimu, tapi kau hanya akan menjadi penghangat ranjangku, tidak lebih dari itu,” ucapnya dingin.Nara tidak bereaksi apa pun setelah mendengar ucapan Zico, karena sebenarnya dia juga sudah tahu bahwa tujuan mereka menikah hanyalah untuk keperluan kontak fisik tidak lebih dari itu. Dia benar-benar harus menyiapkan diri dan hatinya, agar dia tidak terpengaruh dengan laki-laki iblis di depannya ini. Apalagi sampai menyukainya, itu hanya akan melukai hati dan juga dirinya. Nara yakin bahwa selama apa pun dirinya hidup dengan Zico, dia tidak akan pernah menyukainya. Terlebih Zico adalah iblis kejam yang menghabisi kedua orang tuanya dan juga adiknya.“Dan asal kau tahu, pernikahan besok adalah bentuk pernikahan yang tidak pernah diidamkan oleh wanita mana pun, kau akan mendapatkan pernikahan terburuk. Tidak ada resepsi ataupun tamu. Hanya kau dan aku. Akan kupastikan kau tidak akan pernah mendapatkan pernikahan yang kau idamkan, karena setelah menikah denganku, kau tidak akan pernah mendapatkan kesempatan untuk menikah lagi dengan orang lain, karena setelah aku puas memberikan penderitaan padamu. Kau hanya akan berakhir menjadi mayat." Zico menunjukkan seringaian iblisnya lagi setelah mengatakan ucapannya.Glek! Nara menelan salivanya dengan sangat susah payah, tidak bisa dia ungkiri bahwa perkataan Zico begitu kejam dan juga menakutkan, tapi mau bagaimanapun dia sudah tahu akhirnya. Bahwa Zico pasti akan membunuhnya. Walaupun dia masih belum tahu, salah apa sebenarnya keluarganya kepada Zico, sampai dia tega membunuh keluarganya tanpa belas kasih.“Malam ini aku akan melepaskanmu, bersiap-siaplah untuk pernikahan besok. Karena akan kupastikan, bahwa besok kau akan merasakan sakit yang sesungguhnya.” Zico berdiri dan keluar dari kamarnya, meninggalkan Nara yang masih duduk lemas di lantai.“Hiks hiks, papa, mama sebenarnya apa yang terjadi, apa yang papa lakukan. Papa tidak mungkin melakukan hal buruk, Nara sangat percaya kepada papa. Iblis itu hanya mencari alasan untuk menyalurkan kehausannya dalam membunuh dan menyiksa orang. Tapi kenapa harus keluargaku, kenapa ... hiks hiks.” Nara menangis sepanjang malam, dia ingin meluapkan semua rasa sedih dan takutnya. Dia juga ingin menenangkan hatinya yang terasa sangat sakit setelah kejadian hari ini yang membuatnya begitu syok. Dalam semalam hidupnya berubah total, keluarganya yang begitu bahagia dan saling menyayangi kini sudah tidak ada lagi, mereka sudah meninggalkannya sendiri dan kini dia harus menerima bahwa dirinya akan hidup bersama dengan seorang iblis yang entah kapan saja bisa membunuhnya.***Zico berjalan lurus dari kamarnya untuk menuju ruang kerjanya. Dia membuka pintu ruang kerjanya di mana di sana sudah ada Jo yang tengah berdiri menunggunya.“Tuan.” Jo membukukan badannya ketika melihat kedatangan Zico.“Kau sudah membereskannya?” Zico bertanya kepada Jo, sambil mengambil sebuah gelas dan menuangkan alkohol pada gelas itu, dia meneguk sedikit demi sedikit alkohol itu seraya mendengarkan jawaban Jo.“Semuanya sudah selesai Tuan, Anda tidak perlu khawatir.”“Bagus,” ucapnya. Dia lalu berjalan menuju jendela kaca besar di ruangannya dan melihat pemandangan malam yang ada di luar sana. “Pa, Zico sudah membalaskan dendam papa, Zico sudah menghabisi orang yang sudah membuat keluarga kita hancur, Zico bahkan menghabisi seluruh keluarganya. Dan putrinya ....” Zico belum meneruskan kata-katanya, dia kembali merasa sangat marah saat mengingat apa yang terjadi kepada papanya karena ulah Aryo Suharja. Zico memegang kuat-kuat gelas alkohol yang ada di tangannya. “Dan putrinya, putri sulung Aryo Suharja, Zico akan membuatnya seperti hidup di dalam neraka, hingga walaupun Aryo Suharja sudah meninggal, arwahnya tidak akan bisa tenang, karena melihat putri kesayangannya menderita."Crack, gelas minuman yang tadi di pegang Zico itu hancur berkeping-keping saat dia menggenggamnya dengan sangat kuat untuk menyalurkan amarah yang tengah memuncak pada dirinya.Jo hanya diam saja, karena dia sudah tahu sifat tuannya. Jadi dia hanya bisa menyaksikan apa yang tuannya lakukan tanpa berkata atau bertindak apa pun. Dia hanya akan bertindak ketika Zico sudah menyuruhnya, dan berbicara apabila Zico meminta pendapatnya.“Jo, persiapkan pernikahan untukku besok!”“Baik Tuan.”“Kau mengerti kan pernikahan seperti apa yang kuinginkan besok?”“Saya mengerti Tuan.” Jo kembali membungkukkan badannya dan keluar dari ruangan Zico.Tampak Zico yang kembali terfokus ke luar kaca jendela di depannya. Dia menunjukkan smirknya seraya berkata, “Kau yang memintaku untuk menikahimu, maka tidak ada kata menyesal setelah itu. Kau yang menggali kuburanmu sendiri wanita.”***Pagi harinya.Suara ketukan pintu membangunkan Nara yang masih tertidur lelap, dia mengerjap-ngerjapkan matanya dan terduduk, lalu melihat sekelilingnya. Nara merasa bahwa semalam dia bermimpi sangat buruk, dia melihat banyak pria memakai pakaian serba hitam datang ke rumahnya dan membunuh kedua orang tuanya dan juga adiknya.“Nona, apa Anda sudah bangun?” tanya seseorang dari luar pintu kamarnya.“Nona? Tumben bi Sum panggil aku Nona, biasanya non. Kenapa bi Sum jadi kaya pelayan-pelayan konglomerat yang ada di tv-tv,” gumamnya.“Jika Anda sudah bangun, saya akan masuk Nona,” ucap orang yang berada di luar kamar Nara lagi.Ceklek! Pintu pun terbuka. Pelayan itu kaget saat melihat Nara yang terduduk di lantai dengan wajah cengonya yang menghadap ke arahnya.“Nona, apa yang Anda lakukan di lantai? Apa Anda semalam tidur di lantai?” tanya pelayan itu yang terlihat kaget.“Siapa kau? Apa kau pembantu baru di sini?” tanya balik Nara yang terlihat bingung. “Dan pakaianmu juga, kenapa berbeda. Apa mama sudah membuat pakaian baru?” lanjutnya.Pelayan itu terlihat tidak mengerti maksud perkataan Nara. “Apa maksud Anda, Nona? Saya bukan pelayan baru di sini, saya di sini sudah selama dua tahun,” jawab pelayan itu.“Dua tahun? Tapi kenapa aku baru melihatmu?”“Tentu saja Anda baru melihat saya, bukankah Nona baru datang kemari semalam? Sekarang saya akan membantu Anda bersiap-siap Nona, Tuan sudah menunggu Anda, karena acara pernikahannya akan di langsungkan sebentar lagi.”Nara terkejut dengan ucapan pelayan yang ada di hadapannya ini. “Pernikahan?” gumamnya. Dia kembali mengingat kejadian semalam yang baru saja dia anggap sebagai mimpi buruknya. “Jadi, kejadian itu bukanlah mimpi buruk, keluargaku benar-benar sudah tidak ada lagi. Dan aku, aku akan menikah dengan iblis pembantai keluargaku karena permintaanku sendiri.” Air mata Nara kembali turun saat dia tersadar bahwa kejadian mengerikan yang dia alami semalam adalah kenyataan, bukan mimpi buruk. Dan sekarang dia harus bersiap-siap untuk melangsungkan pernikahan dengan iblis yang sewaktu-waktu bisa membunuhnya.“Ayo Nona, tuan akan marah jika Anda terlambat dan membuatnya menunggu lama.”Pelayan itu membantu Nara berdiri, Nara terlihat tidak bertenaga sama sekali. Dia lemah seakan-akan dia hanyalah seorang mayat hidup.Pelayan itu lalu memapah Nara dan membawanya ke kamar mandi. Dia akan menyiapkan Nara dengan secantik mungkin untuk acara pernikahannya.Perempuan mana yang tidak mengidam-idamkan pernikahan sesuai dengan angan-angannya. Semua perempuan di seluruh penjuru dunia pasti selalu memiliki bentuk pernikahan yang sudah mereka idamkan sejak lama, termasuk juga Nara. Dia sudah mengidam-idamkan sebuah pernikahan dengan konsep yang sudah dia susun, seperti mengundang semua teman-temannya. Kehadiran orang tua dan keluarga besarnya. Dia bahkan sangat ingin mengundang selebriti kesukaannya. Tapi sebenarnya yang terpenting bukanlah itu semua, pernikahan yang paling Nara idamkan adalah pernikahan dengan seseorang yang dia cintai dan juga mencintainya.Tapi apa yang terjadi sekarang, tidak ada apa pun di pernikahannya, jangankan kehadiran sahabat maupun keluarga besarnya. Nara bahkan menikah setelah satu hari keluarganya meninggal, dia bahkan masih belum tahu apakah orang tuanya dan juga adiknya di makamkan dengan layak. Terlebih dia menikahi sosok iblis yang sudah membantai keluarganya.Saat ini Nara tengah terduduk di sofa ruang tam
Zico lalu melangkahkan kakinya dengan cepat menaiki anak tangga untuk menuju kamarnya. Dia harus memastikan keadaan Nara saat ini. Nara tidak boleh mati dengan mudah seperti keinginannya. Dia harus merasakan penderitaan yang sama sepertinya sewaktu dia masih berumur 19 tahun.“Buka!” ucap Zico tiba-tiba dengan suara tingginya seraya menggedor-gedor pintu kamarnya.Nara yang memang masih duduk bersimpuh di depan pintu itu merasa terkejut dengan suara gedoran pintu yang disertai suara Zico yang tiba-tiba. “Iblis itu, dia datang,” gumamnya.“Tikus kecil, aku bilang buka! Atau aku akan mendobrak pintu ini!”Nara sontak berdiri saat mendengar suara Zico yang semakin meninggi. Dia perlahan berjalan mundur, dia harus mencari cara untuk menghentikan Zico membuka paksa pintu kamarnya, saat ini Nara masih belum siap untuk meladeni Zico. Terlebih jika Zico menginginkan haknya.“Ti-tidak, a-aku tidak mau membuka pintunya,” gumamnya lagi yang terdengar oleh Zico.“Sepertinya kau menganggap s
Sinar matahari kini sudah naik cukup tinggi. Karena waktu sudah menunjukkan pukul 08.12 pagi. Nara terbangun dari tidurnya, dia merasa seluruh tubuhnya remuk, terutama di bagian bawah perutnya. Saking sakitnya dia bahkan tidak bisa bergerak sedikit. pun.Nara mencoba untuk bangun dan duduk di atas tempat tidur, dia menutupi tubuh polosnya dengan selimut berwarna putih. Saat Nara menarik selimut itu untuk menutupi tubuhnya, dia melihat noda darah yang begitu banyak menodai warna seprei yang awalnya seputih salju.Air mata Nara kembali menetes ketika melihat noda darah itu. Dirinya sudah ternodai oleh seorang suami yang hanya menganggapnya sebagai boneka ranjangnya tidak lebih dari itu.“Nona, Anda sudah bangun?” tanya pelayan Sari yang memang menjadi penanggung jawab Nara di rumah Zico.Nara tidak menjawab pertanyaan pelayan Sari, dia hanya menundukkan wajahnya dengan lelah dan lesu.“Tuan sudah pergi ke kantor sejak pagi tadi Nona.” Sari memberitahukan hal yang tidak Nara tanyaka
Zico kembali ke ruangannya dengan penuh emosi, dia menutup pintu ruangannya dengan sangat keras, beruntung Jo yang berada di belakangnya bisa menghindar saat pintu itu hampir saja menghantam wajahnya.“Jo, siapa yang berwenang memasukkan para karyawan baru?” tanya Zico.“Pak Hartawan Tuan,” jawab Jo.“Urus dia!”“Baik Tuan.” Jo langsung membungkukkan badannya dan keluar dari ruangan Zico, dia menyuruh salah satu staf sekretarisnya untuk memanggil pak Hartawan ke ruangannya.Beberapa menit kemudian, pria yang berumur kira-kira 37 tahun itu datang ke ruangan Jo dengan perasaan gugup.Tok tok. “Sekretsris Jo, ini saya Hartawan.”“Masuk!” sahutnya.Hartawan pun masuk dengan perasaan takut, dia berpikir apakah dia telah melakukan kesalahan besar sampai-sampai sekretaris Jo memanggilnya.“Anda memanggil saya?” tanya Hartawan yang sekarang sudah berada di depan meja kerja Jo.“Apa kau sudah tahu, kenapa kau dipanggil kemari?” tanya balik Jo.Hartawan terlihat sangat bingung, kenap
Pelayan Sari memapah Nara sampai ke ruang makan, terdapat 4 pelayan yang berdiri di samping meja makan, tugas mereka adalah melayani tuan dan nona mereka saat sedang berada di meja makan.Saat Nara telah sampai di ruang makan, ke empat pelayan itu langsung membungkukkan badan mereka kepada Nara seraya mengucapkan selamat siang kepadanya dengan serentak.Salah satu dari mereka menarik kursi makan untuk Nara duduki. Dengan bantuan dari pelayan Sari, Nara pun duduk di sana. “Terima kasih,” ucapnya kepada ke empat pelayan itu dan juga pelayan Sari.“Nona, keadaan Anda sangat lemah. Saya menyuruh koki untuk memasakan Anda sup daging sapi agar kondisi Anda kembali pulih.” Pelayan Sari menyuruh pelayan yang bertugas menyiapkan makanan agar segera memberikan makanannya kepada Nara.Pelayan itu pun membungkuk dan menaruh sup dan juga nasi pada piring dan mangkuk Nara. “Silakan Nona,” ujarnya.Nara mendongak dan melihat kepada Sari dengan tersenyum. “Terima kasih, aku akan memakannya," uc
Nara kembali ke kamarnya dengan perasaan tidak tenang, dia bahkan menutup kamarnya dengan tangannya yang sudah gemetaran.“Tidak, aku tidak mau tinggal di sini lagi. Ini bukan rumah tapi sarang bagi para psychopath, aku tidak mau! Bagaimana pun caranya aku harus keluar dari sini,” ucapnya.Nara berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya, dia harus mencari cara yang tepat agar bisa melarikan diri dari iblis itu, dia tidak bisa tinggal lagi di rumah ini walau sedetik pun.“Awww,” ringisnya saat kembali merasakan sakit di bagian bawah perutnya. “Sakit sekali.” Nara pun akhirnya memilih untuk duduk, karena jika dipaksakan terus bergerak, rasa sakitnya pasti akan semakin terasa.“Bagaimana caranya aku kabur dari sini? Aku harus melakukannya dengan hati-hati, jangan sampai mengundang rasa curiga dari semua pelayan yang ada di sini. Terutama kepala pelayan itu, sepertinya dia adalah tangan kanan kedua setelah orang bernama Jo itu.”Setelah lama berpikir, Nara pun akhirnya mendapatkan ide
Glek! Nara menelan salivanya dengan gugup. Ketika tangannya terangkat untuk mengetuk pintu di depannya. “Jangan takut Nara, jika kau ingin keluar dari sini. Kau harus memberanikan dirimu,” ucapnya meyakinkan dirinya sendiri.“Masuklah Nona!” ujar pak San yang berada di dalam ruangan.Nara tersentak saat mendengar ucapan pak San yang menyuruhnya untuk masuk. “Bagaimana dia bisa tahu kalau aku ingin masuk ke ruangannya? Padahal pintunya tertutup dan aku tidak berbicara sama sekali, apa dia itu paranormal?” bingungnya.Dengan perasaan gugup dan takut, Nara pun memegang gagang pintu ruangan pak San.Ceklek! Suara pintu terbuka pun terdengar. Nara masih terus menerus menelan salivanya untuk menghilangkan rasa gugupnya.Pak San rupanya sudah melihat ke arah Nara yang baru saja masuk ke dalam ruangannya “Saya sudah menduganya, bahwa Nona pasti akan menemui saya,” ucapnya dengan tersenyum.Pak San lalu berdiri dan melangkahkan kakinya mendekati Nara yang masih terdiam di depan pintu.
Nara terus melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam rumah sakit walaupun rasa risi dan juga khawatir terus menerpanya, namun Nara harus tetap terlihat biasa saja. 'Aku harus bisa membodohi mereka, jika aku izin ke kamar mandi. Mereka pasti akan menyuruh Sari untuk mengikutiku, itu artinya aku harus membuat Sari meninggalkanku dulu.’ Pikirnya.Nara kembali melirik ke samping kirinya, di mana di posisi itu terdapat Sari yang dengan setianya menemani langkah kakinya. “Aduhhhh,” ringis Nara tiba-tiba.Sontak Sari dan kedua pengawal itu pun langsung terkejut dan menghampiri Nara. “Ada apa, Nona? Apa Anda baik-baik saja?” tanya Sari dengan wajah khawatir.“Aku baik-baik saja, aku hanya merasa lemas karena kurang minum. Hmm Sari bisakah kau belikan aku minum,” pinta Nara.“Biar saya saja Nona,” ucap salah satu pengawal itu.“Tidak! Aku maunya Sari. Sari kan pelayanku, dia yang harusnya melayaniku,” kukuhnya.Dengan tatapan ragunya, Sari melihat ke arah pengawal yang tadi berbicara. Da
“Bangun!” titah seseorang pada seorang gadis yang masih terlelap dalam tidurnya. Gadis itu pun terbangun dengan perlahan, dia tersentak setelah mendengar suara seseorang yang dingin dan berat itu sedang membangunkannya. Dia mengucek-ngucek matanya, agar matanya itu mau terbuka dan melihat sosok pria yang saat ini sedang membangunkannya.“Tu-tuan Zico,” kagetnya, setelah matanya itu terbuka dengan sempurna dan melihat sosok yang saat ini tengah membangunkannya.“Cihh, kau bisa tidur dengan lelapnya?” tanya Zico dengan dinginnya.Nara menunduk, sebenarnya ketika memikirkan masalah antara papanya dan keluarga Zico. Dia tidak sadar bahwa dia ketiduran. Tapi, Nara kembali melihat sekelilingnya, bukankah dia semalam ada di sofa? Kok tiba-tiba dirinya terbangun di atas tempat tidur? Apa mungkin Zico yang memindahkannya ke sini? Eyyy tidak mungkin, seorang Zico mau memindahkan gadis yang di bencinya ke tempat yang lebih nyaman? Dia mungkin memang akan melakukannya tapi bukan memindahkan ke
Zico masuk ke ruang kerjanya. Saat ini pikirannya tengah sangat kacau, dia kembali mengingat pembicaraannya dengan dokter yang merawatnya tadi. 1 jam yang laluDokter jiwa bernama Rifky itu membawa Zico ke ruangannya. Seperti yang tadi dia katakan pada Zico, bahwa ada yang ingin dia beritahukan padanya.Rifky mempersilakan Zico untuk duduk di kursi yang sudah ada di ruangannya, sedangkan Jo berdiri dengan setianya di samping Zico. Saat Rifky duduk di kursinya, terlihat raut penyesalan dari wajah dokter Rifky ketika dia hendak menyampaikan apa yang ingin dia katakan.“Ada apa dokter Rifky?” tanya Zico.Dokter Rifky menaruh kedua tangannya di atas meja kerjanya, dia menautkan kedua tangannya itu satu sama lain. Dia takut, apa yang akan dia sampaikan ini bisa membuat Zico marah dan itu akan berbahaya untuknya. Di negara ini, siapa yang tidak tahu Zico Alexander Tan, orang yang berkuasa. Dan siapa pun takluk padanya. Dia memiliki tangan kanan hebat yang setia padanya seperti Jonatha
Namun, tiba-tiba tatapan itu kembali menajam. Terlihat kebengisan yang sangat jelas dari ekspresi itu. Zico mengangkat tangannya dan menjepit pipi Nara dengan sangat kuatnya. “Kau pikir, siapa yang membuatnya menjadi seperti itu, hah?!” tanyanya dengan nada marah. “Papamu, papamu yang melakukannya. Jika dia tidak menghancurkan keluargaku dan membuat papaku bunuh diri, dia tidak akan menjadi seperti ini. Dan dia juga tidak akan membenciku! Dia tidak akan mengusirku, dia tidak akan membuangku. Kau pikir ini ulah siapa? Ayahmu yang membuat ini semua, dan putrinya sekarang ingin menenangkanku? Tidak kah menurutmu ini lucu. Jawab aku? Bukankah ini lucu?!” tanyanya dengan marah.Nara membelalakkan matanya saat melihat Zico yang dipenuhi dengan amarah. Tapi kemarahan ini berbeda, dia memang marah bahkan sangat marah. Tapi mata itu, terlihat sangat jelas dari mata itu bahwa dia juga menahan luka yang sama besarnya dengan kemarahannya. “Aku ... aku hanya ingin menenangkanmu saja,” ujarnya d
Dengan masih merasakan perasaan terkejut, Nara semakin mendekati Haruna yang memang sedang tertidur karena pengaruh obat penenang. Nara kembali memandang intens wajah dari wanita di hadapannya itu. Menurutnya wajahnya tidak banyak berubah, dia masih terlihat sangat cantik sama seperti yang ada di foto itu, yang berubah hanya dari kulitnya saja yang terliat menua. Memangnya siapa yang bisa merubah faktor usia, jika usia bertambah maka kedewasaan juga bertambah termasuk semakin menuanya kulit.Tapi, walaupun begitu Nara mengagumi kecantikan yang dimiliki oleh Haruna, kecantikan alami yang luar biasa. Sekarang Nara mengerti, dari mana Zico memperoleh ketampanannya yang luar biasa itu.Tanpa sadar tangan Nara terangkat, di dalam hatinya dia sangat ingin menyentuh puncak kepala dari Haruna, karena walau bagaimanapun Haruna tetaplah ibu mertuanya. Walaupun dirinya dan Zico menikah karena paksaan. Tapi, ibu mertuanya ini tidak salah. Bahkan tidak tahu apa pun yang terjadi antara dirinya da
Melihat Zico memasuki bangunan itu, Nara juga ingin mengikutinya. Namun, saat dia melihat ke sekelilingnya dia pun menyadari bangunan apa ini. “Ini, ini kan rumah sakit jiwa,” gumamnya, “kenapa? Kenapa Zico ke sini? Siapa yang sedang di rawat di sini?”Merasa sangat penasaran, Nara juga mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah sakit jiwa itu. Dia berusaha sebaik mungkin untuk menjaga jarak dari Zico dan Jo. Karena dia tidak mau sampai Zico maupun Jo menyadari kehadirannya.Nara menghentikan langkahnya, saat melihat Zico dan Jo juga berhenti. Terlihat mereka yang sedang berbicara dengan seorang pria yang memakai jas dokter. Sepertinya pria itu adalah dokter yang mengurus orang yang saat ini ingin Zico temui. Tapi siapa, siapa orang yang ingin Zico temui di sini. Rasa penasaran Nara semakin memuncak, dia sangat ingin tahu siapa orang yang dirawat di sini dan ingin Zico temui. Apakah itu ada hubungannya dengan jawaban dari pertanyaannya?Nara kembali melanjutkan langkahnya, saa
Nara memberhentikan larinya tepat di hadapan Zico. Dia mendongak dan memandang Zico dengan lekat. “Tuan, bolehkah saya pergi keluar?” Izinnya.Zico mengernyit sesaat setelah mendengar permintaan dari Nara. “Tidak boleh!” jawabnya tegas.Nara langsung tersentak, setelah mendengar jawaban pasti dari Zico. “Kenapa?” tanyanya lagi.“Karena kau pasti sedang mencari kesempatan untuk melarikan diri,” jawab Zico.“Tidak, aku sungguh tidak akan melarikan diri. Bukankah aku sudah berjanji padamu. Kalau aku tidak akan pernah melarikan diri lagi.”“Ucapanmu tidak bisa kupercaya,” ujar Zico.Nara merasa sangat kesal dengan pria di hadapannya ini, kenapa dia sangat takut kalau dirinya akan melarikan diri. ‘Apakah dia sangat tidak rela kalau tidak menyiksaku. Atau jika aku melarikan diri dia tidak bisa membunuhku,’ batinnya. “Percayalah padaku, aku hanya ingin keluar sebentar. Aku ingin menikmati udara segar di luar. Aku bersumpah, aku tidak akan melarikan diri.” Dengan sekuat tenaganya Nar
Di pagi hari, Nara terbangun dari tidurnya. Dia langsung terduduk dan melihat ke arah jam dinding. Dia menghela nafas leganya saat melihat waktu masih menunjukkan pukul 07.30 pagi. Dia takut kesiangan karena sepanjang malam dia tidak bisa tidur.Nara bertekad, dia tidak mau tertinggal informasi tentang kepergian Zico dan Jo yang akan ke suatu tempat yang terbilang misterius karena bahkan mereka tidak berbicara tentang tempat itu di telepon dan hanya mengatakan waktu kepergian mereka saja.Nara berdiri dan merapikan kembali alas tidur yang dia gunakan. Dia melihat ke arah tempat tidur. Tapi ternyata Zico sudah tidak ada di sana. “Ke mana dia? Apa sudah berangkat. Tapi ini masih pukul 7.30. Apa mungkin mereka mengubah waktunya. Ini gawat, aku harus bagaimana? Lebih baik aku mandi dulu sekarang dan setelah itu kembali mencarinya, mungkin saja dia sedang olahraga dulu atau semacamnya,” gumamnya.Nara pun bergegas pergi ke kamar mandi. Namun saat membuka pintu kamar mandi, tiba-tiba Nar
Nara hanya duduk di kamarnya, dia memutuskan untuk tidak makan malam. Dia lebih memilih memikirkan bagaimana rencananya selanjutnya. Saat ini Zico sangat marah padanya dan sepertinya tidak akan mudah untuk membujuknya. Padahal dia baru saja ingin bersikap baik padanya untuk mencari petunjuk darinya, tapi karena insiden tadi pagi. Akhirnya semuanya menjadi gagal dan sekarang dia tidak tahu harus bagaimana.“Sepertinya dia benar-benar marah, bagaimana ini? Jika dia semarah ini, akan sulit untuk mendekatinya. Dan rencanaku pasti akan gagal,” gumamnya.Satu jam berlalu, dua jam berlalu, empat jam pun telah berlalu. Sekarang waktu sudah menunjukkan pukul 12 tengah malam. Tapi Zico belum juga kembali ke kamar. Nara masih setia menunggunya untuk kembali ke kamar. Karena dia masih berpikir bahwa Zico akan marah, kalau dirinya tidur lebih dulu. Ya, walaupun memang seperti itu sih kenyataannya.Ceklek, Nara langsung melihat ke arah pintu saat mendengar suara pintu terbuka. “Tuan,” ujarnya se
Nara masih sibuk dengan dunia halunya. Ya, dia saat ini masih membaca buku-buku novel yang dia temukan di perpustakaan Zico. Sebenarnya Nara masih tidak mengerti, kenapa di perpustakaan pribadi Zico terdapat buku-buku novel romantis yang memang bisa dibilang buku-buku ini sangat terkenal di kalangan para peminat buku novel romantis. Tapi, yang lebih anehnya lagi. Kenapa Zico tidak tahu keberadaan buku-buku ini di perpustakaannya. Buktinya dia kemarin mengejek salah satu buku novel yang hendak Nara baca.Tok tok. “Nona, ini sudah sore. Mungkin sebentar lagi Tuan akan pulang,” ujar Melly yang mengingatkan Nara, bahwa mungkin sebentar lagi Zico akan pulang.Nara yang mendengar ketukan pintu dan suara Melly pun langsung tersadar, dia melihat jam tangannya. Ternyata sudah pukul 6 sore, Melly benar. Sebentar lagi Zico mungkin akan pulang. Nara pun membereskan semua buku-buku yang tadi dia bawa. Dan menaruhnya kembali ke tempatnya semula.Setelah itu, Nara berjalan ke arah luar perpustaka