Sinar matahari kini sudah naik cukup tinggi. Karena waktu sudah menunjukkan pukul 08.12 pagi. Nara terbangun dari tidurnya, dia merasa seluruh tubuhnya remuk, terutama di bagian bawah perutnya. Saking sakitnya dia bahkan tidak bisa bergerak sedikit. pun.
Nara mencoba untuk bangun dan duduk di atas tempat tidur, dia menutupi tubuh polosnya dengan selimut berwarna putih. Saat Nara menarik selimut itu untuk menutupi tubuhnya, dia melihat noda darah yang begitu banyak menodai warna seprei yang awalnya seputih salju.Air mata Nara kembali menetes ketika melihat noda darah itu. Dirinya sudah ternodai oleh seorang suami yang hanya menganggapnya sebagai boneka ranjangnya tidak lebih dari itu.“Nona, Anda sudah bangun?” tanya pelayan Sari yang memang menjadi penanggung jawab Nara di rumah Zico.Nara tidak menjawab pertanyaan pelayan Sari, dia hanya menundukkan wajahnya dengan lelah dan lesu.“Tuan sudah pergi ke kantor sejak pagi tadi Nona.” Sari memberitahukan hal yang tidak Nara tanyakan, bahkan sangat tidak ingin dia tanyakan.“Sebelum pergi, Tuan menitipkan ini kepada saya. Katanya Nona harus selalu meminumnya setelah berhubungan dengannya.”Pelayan sari memberikan sebuah bungkus tablet obat kepada Nara, dengan ragunya Nara pun mengambil bungkus itu dan betapa terkejutnya dia saat melihat bungkus itu. Ternyata bungkus itu berisi sebuah tablet pil kontrasepsi yang harus Nara minum setelah melakukan hubungan dengan Zico.'Jadi dia ingin aku meminum ini? Baiklah, aku juga tidak mau memiliki anak dari seorang iblis. Walaupun dia tidak memberikan ini padaku pun, aku akan tetap membeli dan meminum pil ini,' ucapnya dalam hati.“Saya akan meminumnya,” jawabnya.Nara pun membuka tablet itu dan meminum satu pil KB sesuai dengan apa yang Zico perintahkan.“Saya sudah meminumnya, sekarang saya ingin mandi. Jadi bisakah kau keluar!”“Itu Nona, tapi ... apa Anda tidak butuh bantuan saya?” Sari merasa tidak yakin, bahwa Nara akan bisa berjalan sampai ke kamar mandi sendirian. Dilihat dari keadaannya, sepertinya tuannya semalam telah menyiksanya dengan sangat parah. Sari pun yakin, nonanya ini pasti tidak bisa berjalan bahkan sedikit pun.“Saya tidak papa, tolong keluarlah!”“Baiklah kalau begitu Nona, saya permisi keluar. Baju-baju Anda sudah saya persiapkan semua di lemari sebelah sana.” Sari menunjukkan sebuah lemari berwarna putih dengan 6 pintu yang ada di sisi sebelah kanannya, Sari pun lalu membungkukkan badannya dan pergi keluar dari kamar Nara.Setelah kepergian Sari, Nara mencoba sekuat tenaganya untuk bangun dari tempat tidur. Namun, rasa sakit yang amat terasa ini benar-benar membuatnya harus mencoba beberapa kali, hingga akhirnya secara perlahan Nara pun bisa turun dari tempat tidur walaupun mulutnya selalu mengeluarkan suara rintihan kesakitan.“Ahhh sakit sekali, badanku rasanya remuk. Dan bagian bawah perutku, benar-benar sangat sakit,” ucapnya.Nara mencoba melangkahkan kakinya sedikit demi sedikit menuju kamar mandi. Hingga sesampainya di saba, Nara berdiri di depan sebuah cermin, dia melihat pantulannya yang ada di hadapannya. Nara memperhatikan semua bagian tubuhnya yang dipenuhi dengan bekas merah.Clakkk, air matanya kembali menetes saat dia mengingat bagaimana Zico semalaman menyiksanya, Zico menyalurkan nafsunya seperti binatang buas, tidak! Lebih tepatnya seperti iblis.Nara lalu melangkahkan kakinya menuju shower, dia memutar kran shower itu dengan tangan yang masih bergetar karena menahan rasa sakit. Air pun turun membasahi kepalanya dan secara perlahan membasahi seluruh tubuhnya. Air mata Nara terjatuh dan bercampur dengan air shower yang juga membasahi pipinya.“Pa, ma Nara ingin menyusul kalian. Tolong bawa Nara juga bersama kalian hiks hiks,” tangisnya.***Tan Group.Zico duduk di kursi kerjanya, tangannya memainkan sebuah bolpen yang dia putar-putar sejak tadi. Arah pandangannya lurus pada sebuah bingkai foto dirinya dan kedua orang tuanya.Saat ini pikiran Zico melayang jauh pada kejadian semalam, dimana dia telah menyiksa seorang putri dari penghianat Aryo Suharja. Dia yakin, bahwa Aryo Suharja sekarang sedang menangis melihat bagaimana putrinya menderita.Hingga suara ketukan pintu terdengar dari luar ruangan Zico yang membuyarkan semua pikirannya. “Masuk!” serunya dingin.Pintu pun terbuka dan terlihatlah Jo yang masuk ke dalam. “Tuan, sudah saatnya kita pergi ke ruang meeting.”Tanpa banyak bicara, Zico pun berdiri dan melangkahkan kakinya keluar mendahului Jo yang kemudian diikuti oleh Jo di belakangnya.***Sementara itu di ruang rapat, semua karyawan yang sudah berada di sana langsung kisruh saat melihat kedatangan Zico dan Jo yang hampir sampai. Mereka semua saling mengingatkan satu sama lain bagaimana sikap mereka pada kegiatan rapat yang akan dilakukan sebentar lagi.Ceklek! Jo membuka pintu ruang rapat. Dan semua pegawai yang tadi ramai saling mengingatkan langsung terdiam seketika, saat Zico memasuki ruang rapat.Zico duduk di kursi kebesarannya, setelah itu para pegawai di sana pun ikut terduduk. Sedangkan Jo, dia hanya berdiri di samping Zico.“Mulai!” titah Zico dengan suara dinginnya.Glek! Suara menelan saliva dari salah seorang pegawai yang hendak melakukan presentasi itu terdengar hingga ke telinga Zico, pegawai itu sepertinya sangat gugup setelah mendengar suara dingin Zico yang meminta rapat untuk dimulai.“Apa kau gugup?” tanya Zico masih dengan suara dinginnya.Pegawai itu tidak menjawab pertanyaan Zico, karena saking gugupnya dia bahkan sampai tidak bisa mengeluarkan suaranya.“Pergi dari kantorku!” bentak Zico tiba-tiba.Semua pegawai yang ada di sana pun langsung tersentak mendengar bentakan Zico pada salah satu pegawai yang ingin melakukan presentasi.“Aku tidak membutuhkan pegawai yang bermental tipis sepertimu! Apa kau ingin menghancurkan perusahaanku, hah? Kau tidak tahu bagaimana aku membangun perusahaan keluargaku lagi di usiaku yang masih muda dulu, apa kau sedang memperolokku!” Zico terlihat sangat marah, dia memang sangat sensitif jika itu berhubungan dengan perusahaannya. Karena setelah perusahaannya hancur dulu karena meninggalnya papanya, Zico diwajibkan untuk membangun kembali perusahaannya di usianya yang masih menginjak 19 tahun.“Ti-tidak Tuan, ma-maafkan saya. Sa-saya akan memulai presentasinya sekarang,” jawab pegawai bernama Santi itu dengan terbata-bata.“Terlambat, pergi dari kantorku sekarang juga. Kau tidak di terima di sini!”“Tu-Tuan saya mohon jangan.” Santi memohon kepada Zico dengan air matanya yang sudah berurai agar dirinya tidak dipecat.“Jo!”“Baik Tuan.”Jo menghampiri Santi dan memaksanya untuk keluar dari ruang rapat. Santi masih berusaha untuk memohon kepada Zico di sela-sela tangisannya dan paksaan dari Jo yang membawanya untuk keluar dari ruang rapat.Zico lalu melihat ke arah semua pegawai yang sekarang berdiri, dia menatap satu persatu pegawai di ruang rapat itu yang berjumlah 10 orang dengan tatapan tajam. “Kalian lihat! Jika kalian tidak ingin keluar dari perusahaanku, maka tunjukan kualitas kalian. Aku hanya menerima orang-orang yang memiliki kualitas tinggi di sini!”“Baik Tuan,” jawab mereka semua bersamaan.Setelah itu, Zico langsung keluar dari ruang rapat dengan perasaan marah, gara-gara kejadian tadi waktu berharganya hilang. Dan rapat yang harusnya menghasilkan sebuah ide untuk lebih memajukan perusahaannya malah gagal karena pegawai yang menurut Zico tidak becus dan bermental tipis.Zico kembali ke ruangannya dengan penuh emosi, dia menutup pintu ruangannya dengan sangat keras, beruntung Jo yang berada di belakangnya bisa menghindar saat pintu itu hampir saja menghantam wajahnya.“Jo, siapa yang berwenang memasukkan para karyawan baru?” tanya Zico.“Pak Hartawan Tuan,” jawab Jo.“Urus dia!”“Baik Tuan.” Jo langsung membungkukkan badannya dan keluar dari ruangan Zico, dia menyuruh salah satu staf sekretarisnya untuk memanggil pak Hartawan ke ruangannya.Beberapa menit kemudian, pria yang berumur kira-kira 37 tahun itu datang ke ruangan Jo dengan perasaan gugup.Tok tok. “Sekretsris Jo, ini saya Hartawan.”“Masuk!” sahutnya.Hartawan pun masuk dengan perasaan takut, dia berpikir apakah dia telah melakukan kesalahan besar sampai-sampai sekretaris Jo memanggilnya.“Anda memanggil saya?” tanya Hartawan yang sekarang sudah berada di depan meja kerja Jo.“Apa kau sudah tahu, kenapa kau dipanggil kemari?” tanya balik Jo.Hartawan terlihat sangat bingung, kenap
Pelayan Sari memapah Nara sampai ke ruang makan, terdapat 4 pelayan yang berdiri di samping meja makan, tugas mereka adalah melayani tuan dan nona mereka saat sedang berada di meja makan.Saat Nara telah sampai di ruang makan, ke empat pelayan itu langsung membungkukkan badan mereka kepada Nara seraya mengucapkan selamat siang kepadanya dengan serentak.Salah satu dari mereka menarik kursi makan untuk Nara duduki. Dengan bantuan dari pelayan Sari, Nara pun duduk di sana. “Terima kasih,” ucapnya kepada ke empat pelayan itu dan juga pelayan Sari.“Nona, keadaan Anda sangat lemah. Saya menyuruh koki untuk memasakan Anda sup daging sapi agar kondisi Anda kembali pulih.” Pelayan Sari menyuruh pelayan yang bertugas menyiapkan makanan agar segera memberikan makanannya kepada Nara.Pelayan itu pun membungkuk dan menaruh sup dan juga nasi pada piring dan mangkuk Nara. “Silakan Nona,” ujarnya.Nara mendongak dan melihat kepada Sari dengan tersenyum. “Terima kasih, aku akan memakannya," uc
Nara kembali ke kamarnya dengan perasaan tidak tenang, dia bahkan menutup kamarnya dengan tangannya yang sudah gemetaran.“Tidak, aku tidak mau tinggal di sini lagi. Ini bukan rumah tapi sarang bagi para psychopath, aku tidak mau! Bagaimana pun caranya aku harus keluar dari sini,” ucapnya.Nara berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya, dia harus mencari cara yang tepat agar bisa melarikan diri dari iblis itu, dia tidak bisa tinggal lagi di rumah ini walau sedetik pun.“Awww,” ringisnya saat kembali merasakan sakit di bagian bawah perutnya. “Sakit sekali.” Nara pun akhirnya memilih untuk duduk, karena jika dipaksakan terus bergerak, rasa sakitnya pasti akan semakin terasa.“Bagaimana caranya aku kabur dari sini? Aku harus melakukannya dengan hati-hati, jangan sampai mengundang rasa curiga dari semua pelayan yang ada di sini. Terutama kepala pelayan itu, sepertinya dia adalah tangan kanan kedua setelah orang bernama Jo itu.”Setelah lama berpikir, Nara pun akhirnya mendapatkan ide
Glek! Nara menelan salivanya dengan gugup. Ketika tangannya terangkat untuk mengetuk pintu di depannya. “Jangan takut Nara, jika kau ingin keluar dari sini. Kau harus memberanikan dirimu,” ucapnya meyakinkan dirinya sendiri.“Masuklah Nona!” ujar pak San yang berada di dalam ruangan.Nara tersentak saat mendengar ucapan pak San yang menyuruhnya untuk masuk. “Bagaimana dia bisa tahu kalau aku ingin masuk ke ruangannya? Padahal pintunya tertutup dan aku tidak berbicara sama sekali, apa dia itu paranormal?” bingungnya.Dengan perasaan gugup dan takut, Nara pun memegang gagang pintu ruangan pak San.Ceklek! Suara pintu terbuka pun terdengar. Nara masih terus menerus menelan salivanya untuk menghilangkan rasa gugupnya.Pak San rupanya sudah melihat ke arah Nara yang baru saja masuk ke dalam ruangannya “Saya sudah menduganya, bahwa Nona pasti akan menemui saya,” ucapnya dengan tersenyum.Pak San lalu berdiri dan melangkahkan kakinya mendekati Nara yang masih terdiam di depan pintu.
Nara terus melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam rumah sakit walaupun rasa risi dan juga khawatir terus menerpanya, namun Nara harus tetap terlihat biasa saja. 'Aku harus bisa membodohi mereka, jika aku izin ke kamar mandi. Mereka pasti akan menyuruh Sari untuk mengikutiku, itu artinya aku harus membuat Sari meninggalkanku dulu.’ Pikirnya.Nara kembali melirik ke samping kirinya, di mana di posisi itu terdapat Sari yang dengan setianya menemani langkah kakinya. “Aduhhhh,” ringis Nara tiba-tiba.Sontak Sari dan kedua pengawal itu pun langsung terkejut dan menghampiri Nara. “Ada apa, Nona? Apa Anda baik-baik saja?” tanya Sari dengan wajah khawatir.“Aku baik-baik saja, aku hanya merasa lemas karena kurang minum. Hmm Sari bisakah kau belikan aku minum,” pinta Nara.“Biar saya saja Nona,” ucap salah satu pengawal itu.“Tidak! Aku maunya Sari. Sari kan pelayanku, dia yang harusnya melayaniku,” kukuhnya.Dengan tatapan ragunya, Sari melihat ke arah pengawal yang tadi berbicara. Da
“Maafkan saya Tuan, jika saya mengganggu. Tapi ada hal penting yang harus saya sampaikan,” ucap Jo.Tidak bisa dipungkiri, bahwa Jo merasa terkejut dengan adegan tadi. Dia berpikir bagaimana perempuan itu bisa sangat berani, dan anehnya tuannya itu hanya diam saja tanpa menolak. Biasanya tuannya tidak seperti ini, dia biasanya sangat anti untuk di sentuh oleh wanita.Jo melirik ke arah Marin yang masih menunjukkan ekspresi kesalnya. 'Sudah jelas, wanita ini tipe wanita yang tidak tahu malu,' batinnya.“Katakan!” seru Zico dengan suara dan ekspresi wajah dinginnya.“Nona melarikan diri Tuan,” jawab Jo.Zico melihat cepat ke arah Jo dengan wajah terkejut sekaligus marah. Dia berdiri dengan cepat sehingga membuat Marin yang tadi duduk di pangkuannya langsung terjatuh ke lantai. “Awww,” ringisnya.“Apa kau bilang?!” Zico kembali bertanya dengan suaranya yang semakin mendingin.“Nona telah melarikan diri Tuan.” Jo kembali mengulang perkataannya.Brakkk!Zico menggebrak meja kerja
Zico menghentikan langkahnya tepat saat dirinya sudah berada di dalam ruang kerjanya, Jo berdiri tak jauh dari posisi Zico, sedangkan pak San berdiri tepat di hadapan Zico masih dengan wajah tertunduknya.Zico berbalik dan melihat kepada pak San, dia melangkahkan kakinya mendekati pak San dan berhenti tepat di hadapannya. “Beritahukan padaku apa yang terjadi, sehingga tikus kecil itu bisa melarikan diri dari perangkapku?” tanyanya dengan suara penuh penekanan.Tiba-tiba pak San berlutut di hadapan Zico dan menjawab pertanyaannya. “Maafkan saya Tuan, saya sudah membuat kesalahan. Saya mengizinkan Nona pergi keluar, dia bilang dia ingin pergi ke rumah sakit, untuk memeriksa tubuhnya yang terasa sakit. Saya sudah menugaskan kedua bodyguard dan juga pelayan untuk menjaganya, tapi saya tidak menduganya bahwa nona bisa mengelabui mereka dan pergi melarikan diri,” jelasnya.“Di mana mereka?!”“Di ruangan saya,” jawab pak San dengan cepat.Tanpa basa basi, Zico langsung keluar dari ruang
Sontak Nara pun langsung menegakkan kembali tubuhnya yang tadi tersandar ke dinding dan melihat orang yang tadi berbicara padanya. “Kau,” pekiknya saat melihat siapa orang yang berbicara padanya.Nara terkejut saat melihat Zico yang berdiri menyandarkan tubuhnya ke dinding lain yang ada di gang itu sembari melipat kedua tangannya di dadanya. Zico menunjukkan smirknya saat melihat Nara yang melihatnya dengan ekspresi terkejut bahkan matanya tidak berkedip sedikit pun.Zico menegakkan kembali tubuhnya dan melangkahkan kakinya mendekati Nara.Nara langsung terlihat gugup dan salah tingkah ketika melihat Zico berjalan mendekatinya. ‘Bagaimana dia bisa menemukanku secepat ini, iblis ini benar-benar seorang iblis,' pikirnya.“Kau pasti sedang bingung, kan? Bagaimana aku bisa menemukanmu secepat ini?” tanya Zico yang sukses membuat Nara semakin terkejut ketika mendengar ucapannya. “Seperti yang kau pikirkan, aku memanglah seorang iblis,” lanjutnya.Zico berhenti tepat di hadapan Nara ya
“Bangun!” titah seseorang pada seorang gadis yang masih terlelap dalam tidurnya. Gadis itu pun terbangun dengan perlahan, dia tersentak setelah mendengar suara seseorang yang dingin dan berat itu sedang membangunkannya. Dia mengucek-ngucek matanya, agar matanya itu mau terbuka dan melihat sosok pria yang saat ini sedang membangunkannya.“Tu-tuan Zico,” kagetnya, setelah matanya itu terbuka dengan sempurna dan melihat sosok yang saat ini tengah membangunkannya.“Cihh, kau bisa tidur dengan lelapnya?” tanya Zico dengan dinginnya.Nara menunduk, sebenarnya ketika memikirkan masalah antara papanya dan keluarga Zico. Dia tidak sadar bahwa dia ketiduran. Tapi, Nara kembali melihat sekelilingnya, bukankah dia semalam ada di sofa? Kok tiba-tiba dirinya terbangun di atas tempat tidur? Apa mungkin Zico yang memindahkannya ke sini? Eyyy tidak mungkin, seorang Zico mau memindahkan gadis yang di bencinya ke tempat yang lebih nyaman? Dia mungkin memang akan melakukannya tapi bukan memindahkan ke
Zico masuk ke ruang kerjanya. Saat ini pikirannya tengah sangat kacau, dia kembali mengingat pembicaraannya dengan dokter yang merawatnya tadi. 1 jam yang laluDokter jiwa bernama Rifky itu membawa Zico ke ruangannya. Seperti yang tadi dia katakan pada Zico, bahwa ada yang ingin dia beritahukan padanya.Rifky mempersilakan Zico untuk duduk di kursi yang sudah ada di ruangannya, sedangkan Jo berdiri dengan setianya di samping Zico. Saat Rifky duduk di kursinya, terlihat raut penyesalan dari wajah dokter Rifky ketika dia hendak menyampaikan apa yang ingin dia katakan.“Ada apa dokter Rifky?” tanya Zico.Dokter Rifky menaruh kedua tangannya di atas meja kerjanya, dia menautkan kedua tangannya itu satu sama lain. Dia takut, apa yang akan dia sampaikan ini bisa membuat Zico marah dan itu akan berbahaya untuknya. Di negara ini, siapa yang tidak tahu Zico Alexander Tan, orang yang berkuasa. Dan siapa pun takluk padanya. Dia memiliki tangan kanan hebat yang setia padanya seperti Jonatha
Namun, tiba-tiba tatapan itu kembali menajam. Terlihat kebengisan yang sangat jelas dari ekspresi itu. Zico mengangkat tangannya dan menjepit pipi Nara dengan sangat kuatnya. “Kau pikir, siapa yang membuatnya menjadi seperti itu, hah?!” tanyanya dengan nada marah. “Papamu, papamu yang melakukannya. Jika dia tidak menghancurkan keluargaku dan membuat papaku bunuh diri, dia tidak akan menjadi seperti ini. Dan dia juga tidak akan membenciku! Dia tidak akan mengusirku, dia tidak akan membuangku. Kau pikir ini ulah siapa? Ayahmu yang membuat ini semua, dan putrinya sekarang ingin menenangkanku? Tidak kah menurutmu ini lucu. Jawab aku? Bukankah ini lucu?!” tanyanya dengan marah.Nara membelalakkan matanya saat melihat Zico yang dipenuhi dengan amarah. Tapi kemarahan ini berbeda, dia memang marah bahkan sangat marah. Tapi mata itu, terlihat sangat jelas dari mata itu bahwa dia juga menahan luka yang sama besarnya dengan kemarahannya. “Aku ... aku hanya ingin menenangkanmu saja,” ujarnya d
Dengan masih merasakan perasaan terkejut, Nara semakin mendekati Haruna yang memang sedang tertidur karena pengaruh obat penenang. Nara kembali memandang intens wajah dari wanita di hadapannya itu. Menurutnya wajahnya tidak banyak berubah, dia masih terlihat sangat cantik sama seperti yang ada di foto itu, yang berubah hanya dari kulitnya saja yang terliat menua. Memangnya siapa yang bisa merubah faktor usia, jika usia bertambah maka kedewasaan juga bertambah termasuk semakin menuanya kulit.Tapi, walaupun begitu Nara mengagumi kecantikan yang dimiliki oleh Haruna, kecantikan alami yang luar biasa. Sekarang Nara mengerti, dari mana Zico memperoleh ketampanannya yang luar biasa itu.Tanpa sadar tangan Nara terangkat, di dalam hatinya dia sangat ingin menyentuh puncak kepala dari Haruna, karena walau bagaimanapun Haruna tetaplah ibu mertuanya. Walaupun dirinya dan Zico menikah karena paksaan. Tapi, ibu mertuanya ini tidak salah. Bahkan tidak tahu apa pun yang terjadi antara dirinya da
Melihat Zico memasuki bangunan itu, Nara juga ingin mengikutinya. Namun, saat dia melihat ke sekelilingnya dia pun menyadari bangunan apa ini. “Ini, ini kan rumah sakit jiwa,” gumamnya, “kenapa? Kenapa Zico ke sini? Siapa yang sedang di rawat di sini?”Merasa sangat penasaran, Nara juga mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah sakit jiwa itu. Dia berusaha sebaik mungkin untuk menjaga jarak dari Zico dan Jo. Karena dia tidak mau sampai Zico maupun Jo menyadari kehadirannya.Nara menghentikan langkahnya, saat melihat Zico dan Jo juga berhenti. Terlihat mereka yang sedang berbicara dengan seorang pria yang memakai jas dokter. Sepertinya pria itu adalah dokter yang mengurus orang yang saat ini ingin Zico temui. Tapi siapa, siapa orang yang ingin Zico temui di sini. Rasa penasaran Nara semakin memuncak, dia sangat ingin tahu siapa orang yang dirawat di sini dan ingin Zico temui. Apakah itu ada hubungannya dengan jawaban dari pertanyaannya?Nara kembali melanjutkan langkahnya, saa
Nara memberhentikan larinya tepat di hadapan Zico. Dia mendongak dan memandang Zico dengan lekat. “Tuan, bolehkah saya pergi keluar?” Izinnya.Zico mengernyit sesaat setelah mendengar permintaan dari Nara. “Tidak boleh!” jawabnya tegas.Nara langsung tersentak, setelah mendengar jawaban pasti dari Zico. “Kenapa?” tanyanya lagi.“Karena kau pasti sedang mencari kesempatan untuk melarikan diri,” jawab Zico.“Tidak, aku sungguh tidak akan melarikan diri. Bukankah aku sudah berjanji padamu. Kalau aku tidak akan pernah melarikan diri lagi.”“Ucapanmu tidak bisa kupercaya,” ujar Zico.Nara merasa sangat kesal dengan pria di hadapannya ini, kenapa dia sangat takut kalau dirinya akan melarikan diri. ‘Apakah dia sangat tidak rela kalau tidak menyiksaku. Atau jika aku melarikan diri dia tidak bisa membunuhku,’ batinnya. “Percayalah padaku, aku hanya ingin keluar sebentar. Aku ingin menikmati udara segar di luar. Aku bersumpah, aku tidak akan melarikan diri.” Dengan sekuat tenaganya Nar
Di pagi hari, Nara terbangun dari tidurnya. Dia langsung terduduk dan melihat ke arah jam dinding. Dia menghela nafas leganya saat melihat waktu masih menunjukkan pukul 07.30 pagi. Dia takut kesiangan karena sepanjang malam dia tidak bisa tidur.Nara bertekad, dia tidak mau tertinggal informasi tentang kepergian Zico dan Jo yang akan ke suatu tempat yang terbilang misterius karena bahkan mereka tidak berbicara tentang tempat itu di telepon dan hanya mengatakan waktu kepergian mereka saja.Nara berdiri dan merapikan kembali alas tidur yang dia gunakan. Dia melihat ke arah tempat tidur. Tapi ternyata Zico sudah tidak ada di sana. “Ke mana dia? Apa sudah berangkat. Tapi ini masih pukul 7.30. Apa mungkin mereka mengubah waktunya. Ini gawat, aku harus bagaimana? Lebih baik aku mandi dulu sekarang dan setelah itu kembali mencarinya, mungkin saja dia sedang olahraga dulu atau semacamnya,” gumamnya.Nara pun bergegas pergi ke kamar mandi. Namun saat membuka pintu kamar mandi, tiba-tiba Nar
Nara hanya duduk di kamarnya, dia memutuskan untuk tidak makan malam. Dia lebih memilih memikirkan bagaimana rencananya selanjutnya. Saat ini Zico sangat marah padanya dan sepertinya tidak akan mudah untuk membujuknya. Padahal dia baru saja ingin bersikap baik padanya untuk mencari petunjuk darinya, tapi karena insiden tadi pagi. Akhirnya semuanya menjadi gagal dan sekarang dia tidak tahu harus bagaimana.“Sepertinya dia benar-benar marah, bagaimana ini? Jika dia semarah ini, akan sulit untuk mendekatinya. Dan rencanaku pasti akan gagal,” gumamnya.Satu jam berlalu, dua jam berlalu, empat jam pun telah berlalu. Sekarang waktu sudah menunjukkan pukul 12 tengah malam. Tapi Zico belum juga kembali ke kamar. Nara masih setia menunggunya untuk kembali ke kamar. Karena dia masih berpikir bahwa Zico akan marah, kalau dirinya tidur lebih dulu. Ya, walaupun memang seperti itu sih kenyataannya.Ceklek, Nara langsung melihat ke arah pintu saat mendengar suara pintu terbuka. “Tuan,” ujarnya se
Nara masih sibuk dengan dunia halunya. Ya, dia saat ini masih membaca buku-buku novel yang dia temukan di perpustakaan Zico. Sebenarnya Nara masih tidak mengerti, kenapa di perpustakaan pribadi Zico terdapat buku-buku novel romantis yang memang bisa dibilang buku-buku ini sangat terkenal di kalangan para peminat buku novel romantis. Tapi, yang lebih anehnya lagi. Kenapa Zico tidak tahu keberadaan buku-buku ini di perpustakaannya. Buktinya dia kemarin mengejek salah satu buku novel yang hendak Nara baca.Tok tok. “Nona, ini sudah sore. Mungkin sebentar lagi Tuan akan pulang,” ujar Melly yang mengingatkan Nara, bahwa mungkin sebentar lagi Zico akan pulang.Nara yang mendengar ketukan pintu dan suara Melly pun langsung tersadar, dia melihat jam tangannya. Ternyata sudah pukul 6 sore, Melly benar. Sebentar lagi Zico mungkin akan pulang. Nara pun membereskan semua buku-buku yang tadi dia bawa. Dan menaruhnya kembali ke tempatnya semula.Setelah itu, Nara berjalan ke arah luar perpustaka