Saat sampai di mansion keluarga Keano, Arif membopong Aris.
"Orang tuanya Aris ada gak?" tanya Arif. Khawatirnya mereka akan memarahi Aris habis-habisan karena sudah mabuk.
"Gak tau. Coba tanya satpam dulu,"
Allisya menghampiri satpam yang tengah duduk dan membaca koran itu.
"Permisi, apakah orang tua kak Aris ada di rumah? Saya Allisya,"
Mendengar nama Allisya, satpam itu membungkuk memberikan penghormatan.
"Maaf nona, tuan sedang berada di luar kota. Akan pulang besok pagi. Tuan Aris dimana?"
Allisya menunjuk Aris yang masih di bopong Arif.
"Pak, jangan kasih tau orang tuanya yah. Nanti kak Aris di marahin. Dia lagi ada masalah,"
Satpam itu mengangguk. "Baik non. Silahkan masuk,"
Gerbang terbuka secara otomatis. Allisya kagum, rumah Aris seperti masa depan saja.
Arif mendudukkan Aris di sofa. Cowok itu masih mabuk dengan mata terpejam.
Di sebuah warung belakang sekolah, Aris nongkrong dengan semua anggota geng-nya, meskipun yang berkumpul hanya sepuluh orang tapi yang lainnya juga memiliki kesibukannya sendiri.Javas menghela nafasnya. Meletakkan secangkir kopi di meja."Udah lama ya kita gak berantem sama geng lain," celetuknya memecah keheningan. Mereka sibuk dengan ponselnya sendiri.Aris mengangguk. Benar apa yang di katakan Javas."Gue terlalu sibuk ngurus OSIS sama Allisya. Jadi lupa deh kalau geng kita seneng tawuran," rasanya ada yang kurang, sudah dua minggu tidak ada masalah dari geng lain yang suka mencari gara-gara.Ponselnya berbunyi, notifikasi lagi dari geng Cakrawala. Ia lupa geng itu pernah mengajaknya balapan beberapa hari yang lalu.GavinAnggota lo nyari masalah sama geng gue. Lo tau? Temen gue sekarang sekarat masuk rumah sakit. Sebagai gantinya, siap-siap aja.09:00 amAris menatap bengis satu-persatu anggotanya."Jawab! Siap
Saat ini, Aris mengumpulkan semua anggota gengnya.Apalagi Aris mengajak semuanya bolos, sangat aneh dan heran. Aris yang melarang untuk bolos, sekarang berubah.Arif menghampiri Aris. Ia duduk di sebelah cowok itu."Ris, lo kan ketua OSIS. Masa ngajak kita bolos, gak salah?" tanya Arif sedikit hati-hati, tatapan Aris tajam siap menikam siapa saja.Aris menoleh. "Gue mau menyampaikan hal penting ke kalian semua," nadanya terdengar serius."Apa? Jangan bilang lo mau balas perbuatan Gavin kemarin," celetuk Javas, biasanya Aris tak akan tinggal diam. Pasti keesokannya mengantur strategi untuk menyerang geng Cakrawala.Aris menggeleng. Bukan itu. Yang jelas, ini akan menyakiti seluruh anggota geng-nya."Gue mau geng kita bubar," ucap Aris dengan sekali tarikan nafas."Apa? Ris, lo gila!" Arif tak terima."Ris, lo jangan ngaco deh!" Javas marah."Gue serius. Geng kita, bubar aja. Dan markas ini, gak guna lagi," Aris me
Di sebuah warung belakang sekolah, Aris nongkrong dengan semua anggota geng-nya, meskipun yang berkumpul hanya sepuluh orang tapi yang lainnya juga memiliki kesibukannya sendiri. Javas menghela nafasnya. Meletakkan secangkir kopi di meja. "Udah lama ya kita gak berantem sama geng lain," celetuknya memecah keheningan. Mereka sibuk dengan ponselnya sendiri. Aris mengangguk. Benar apa yang di katakan Javas. "Gue terlalu sibuk ngurus OSIS sama Allisya. Jadi lupa deh kalau geng kita seneng tawuran," rasanya ada yang kurang, sudah dua minggu tidak ada masalah dari geng lain yang suka mencari gara-gara. Ponselnya berbunyi, notifikasi lagi dari geng Cakrawala. Ia lupa geng itu pernah mengajaknya balapan beberapa hari yang lalu. Gavin Anggota lo nyari masalah sama geng gue. Lo tau? Temen gue sekarang sekarat masuk rumah sakit. Sebagai gantinya, siap-siap aja.09:00 am Aris menatap bengis sa
Di hari minggu ini, Aris mengajak Allisya jogging."Lebih seru lagi kalau ada Aqila sama Kaila kak," Allisya tak mau terjebak moment awkard apalagi romantis dengan Aris."Gak usah sya. Aku kan pingin sama kamu aja. Udah pernah juga ngajak mereka berdua makan bareng. Kenapa? Takut baper sendirian?" Aris mencolek dagu Allisya, cewek itu berpaling menyembunyikan semburat merah di pipinya.Allisya menggeleng. "Gak kok, siapa juga yang baper. Kak Aris aja gak gombalin aku."Duduk di taman setelah lari mengelilingi kompleks rumah, Allisya yang akan membeli es krim mendapat larangan keras dari Aris."Sya jangan minum es kalau habis olahraga. Air putih aja ya?"Allisya menghela nafasnya, jika perhatian Aris demi kesehatannya maka ia akan menurut."Kamu disini aja, aku beliin air minum. Jangan beli macem-macem," nasehat Aris.'Bawel sih, tapi lebih perhatian daripada Daniel. Meskipun kak Aris gak ngel
Allisya tidak bisa tidur, entah kenapa badannya tidak enak. "Masa iya aku sakit? Kan gak salah makan," ucapnya. Pola makannya selalu di perhatikan sang mama dan Aris jika di sekolah. Pandangannya berkunang-kunang. Allisya duduk, memijat pangkal hidungnya. "Huh, pusing banget. Mana sih minyak telonnya?" Allisya berjalan sempoyongan menuju laci lemarinya. "Sshh. Gak kuat, apa aku harus panggil mama?" "Gak deh. Nanti mama ke ganggu lagi sama aku. Shh, aku gak kuat," mata Allisya terpejam, ia pingsan. *** "Allisya! Ayo sarapan nak," Inez mengetuk pintu kamar Allisya. Tak ada sahutan. Inez membuka pintunya. Ia terkejut melihat Allisya tidur di lantai. "Allisya! Kok tidur di lantai sih sayang. Ayo bangun, gak sekolah kamu?" Inez menepuk pipi Allisya beberapa kali, tapi anaknya itu tak bangun juga. Inez panik. "Nak! Bangun! Sayang," Inez memapa
"Oh ya, nanti kalian istirahat duluan aja ke kantin. Aku mau nyusul kak Aris di lapangan futsal," ucap Allisya setelah ia selesai menulis materi pelajaran di papan tulis. Kaila mengernyit heran. "Kok gitu? Emangnya kak Aris tanding futsal ya?" "Kita boleh ikutan gak?" sahut Aqila, lumayan liat cogan. Allisya menggeleng. "Jangan, aku kesana kan biar kak Aris ada yang bawain handuk sama minum gitu. Hehe," Allisya terkekeh garing. "Hmm, yang jomblo mah bisa apa atuh," sahut Kaila miris, entah kapan dirinya bisa di kagumi para laki-laki. Mungkin menunggu Daniel dan Luna bermusuhan. "Mohon bersabar kai, mungkin suatu saat kita dapet cowok yang bener," ucap Aqila berdoa, ah semoga saja. Kaila mengangguk. "Aamiin," siapa tau tipenya persis seperti Aris. *** Dengan senyum yang mengembang, Allisya membawakan minuman dingin untuk Aris. Ia juga membawa saputangannya sendiri. Di lap
Suasana kelas 11 Ips 1 ramai. Apalagi jamkos-nya Matematika. Beberapa mulai pesta, ada juga yang mengerjakan tugas dari guru BK, dan memilih bermain game. Kaila mengetukkan penggaris ke papan tulis. Semuanya pun mingkem. "Penting banget! Kurang seminggu lagi kita ujian! Hebat banget kan?" sambil mengumumkan, Kaila menambah kepanikan seisi kelas juga. "Ini nyata kan la?" "La! Jangan becanda deh. Masa secepat itu sih?" "Duh, mana nilai PR gue masih bolong-bolong lagi. Bantuin dong. Ya?" "Nih. Makannya apa-apa kerjain sendiri. Nyontek terus!" Kaila mengangguk. "Jadi kalian belajar aja. Soalnya ada yang kkm-nya 80," rasanya berat menyampaikan pencapaian nilai itu. "Apa?" "Sejarah," jawab Kaila tenang. "Gila! Ya kali sejarah kita dapat 80?" Allisya terkekeh mendengar keluhan mereka. "Itu sih gak belajar dulu. Paling cuman sejarah tokoh sama bangunannya aja," tapi itu terk
Akhirnya satu minggu itu terlewati dengan mudahnya. Saatnya ujian bukan perasaan yang tak ada kepastiannya. Curhat lagi. Kaila nangis bohongan. Tempat duduknya terpisah jauh dari Aqila. Kaila duduk di lantai. Membujuk Aqila agar namanya di ubah saja. "Ya kali, udah bagus Aqila di ubah jadi apa? Karmila?" Kaila terkekeh. "Karmila kan orang gila yang pernah ngejar lo dulu. Gimana tuh kabarnya sekarang?" Aqila berdecak kesal. "Tanya aja sendiri sana," Aqila fokus kembali membaca mata pelajaran yang di ujikan saat ini, apalagi kalau bukan PKN. "Jangan marah la. Becanda kok. Masa gue gak bisa nyontek sama siapa-siapa?" Kringg...kringg Bel masuk berbunyi. Bersamaan dengan Allisya datang dengan langkah penuh semangatnya. Allisya selisih satu bangku dengan Aqila. Guru pengawas pun juga ikutan datang dengan langkah yang mendebarkan. Di tangannya sudah ada tiga map yang terdiri da
Di kantin, meskipun tempat duduknya sudah penuh dan terisi, Zahra tetap keukeuh untuk makan satu meja dengan Alvian. Bahkan ia telah mengambil satu kursi punya tukang bakso lebih tepatnya meminjam."Kasihan kursinya di ambil, terus pembelinya mau duduk di tanah gitu?" ujar Kaila menyindir Zahra."Gak apa-apa, nanti juga gue balikin kok. Yang penting, bisa makan bareng sama Alvian. Ya kan sayang?" dengan berani dan percaya dirinya memanggil Alvian sayang.Reaksi Alvian hanya diam saja, tak menganggap kehadiran Zahra.Merasa di abaikan Zahra menawarkan siomay-nya. Menyuapkannya pada Alvian ketika mulut cowok itu terbuka.Zahra tersenyum puas saat Alvian menerima suapannya."Gimana? Pasti enak dong, apalagi di suapin sama cewek cantik kayak aku," ucap Zahra penuh percaya diri.Kaila berdehem. "Gimini? Pisti inik ding. Gak enak! Al, mending muntahin aja deh.""Kai, mana bisa ah. Udah gue ma
Dua perempuan yang kini berbincang di sudut kafe. Sore hari, jam 3. Keduanya membuat janji untuk membicarakan suatu hal yang sangat penting. Salah satunya adalah Luna."Lo kelas duabelas kan sekarang?" tanya Luna pada adik kelasnya itu, termasuk sangat dekat dengan sekolahnya dulu sebelum pindah karena Daniel."Iya. Kenapa? Langsung ke intinya deh. Gue gak mau lama-lama disini. Masih ada urusan lain," jawabnya ketus.Cewek berlensa biru dengan bibir merah muda dan kulit putihnya itu kesal dengan Luna."Gue minta lo pindah ke sekolah itu. Sekolah gue yang sekarang. Gampang kok, asal berduit aja. Gak perlu pinter. Penampilan lo menarik, cocok buat ngehancurin Allisya sama Alvian dan Aris. Gue hanya ingin Allisya di benci sama dua cowok itu.""Terus? Gue mesti ngapain?""Sekolah disana. Tugas lo cuman merebut Alvian dan Aris. Nih, fotonya," Luna menyodorkan dua lembar foto Alvian dan Aris."Kenapa gak dari d
Mengantuk, itulah yang di rasakan penghuni kelas 12 Ips 2 sedang berlangsung live streaming pelajaran Sejarah. Tidur, mencatat hal yang penting di sampaikan oleh guru, bertanya jika kurang mengerti, ada yang sekedar memperhatikan saja.Kaila menguap, lama-lama bosan juga."La," panggil Kaila berbisik. Aqila menoleh dengan wajah suntuknya."Lo pernah gak sih merasa kalau cowok yang kita sukai itu menjauh?" tanya Kaila sekedar iseng, hanya ingin tau bagaimana tanggapan Aqila si otak cerdas.Aqila mengernyit, Kaila sedang galau rupanya.Aqila menggeleng. "Kak Javas gak pernah gitu. Dia selalu ngasih kabar kok. Emangnya lo ada masalah apa sama kak Arif? Apa dia udah nyerah sama lo?"Kaila menggeleng lemah. "Gak tau la. Meskipun terkadang gue bales chatnya galak dan cuek, tapi notifikasi dari dia itu udah bikin hati gue seneng banget."Aqila mengusap bahu Kaila memberikan ketenangan."Sabar aja ka
Pagi ini Allisya datang ke sekolah dengan semangat, Aris mengantarkannya.Sebelum Allisya keluar dari mobil, Aris selalu memberikan bekal buatannya."Gak pedes kok, daripada kamu jajan sembaran di kantin. Yang pinter dan kosentrasi ya?" pesan Aris seperti seorang bapak kepada anaknya.Allisya mengangguk. "Siap! Kak Aris semangat ya kuliahnya."Aris tersenyum. Melihat Allisya se-ceria ini saja membuat hatinya berdesir tak karuan."Makasih. Aku pergi dulu ya? Maaf nanti gak bisa jemput, langsung ke kantor ayah. Kamu bareng sama Gibran aja ya?"Allisya merasa asing dengan nama itu."Gibran siapa kak?""Itu temenku, dia senior sya di geng."Allisya mengangguk. "Iya kak. Aku ke kelas dulu ya? Bye," Allisya melambaikan tangannya.Aris melajukan mobilnya, awal pagi melihat Allisya membuat semangatnya nge-jreng.Di kelas, Allisya menatap horor Kaila dan Aqila. Tapi Al
Malam minggu, moment yang pas untuk berjalan dengan pasangan. Apalagi Aris dan Allisya, keduanya menikmati semilir angin yang dingin dengan suara bisingnya kendaraan. Ya, mereka masih naik motor."Emangnya kamu gak dingin sya?" tanya Aris menatap Allisya di kaca spion motornya, senyum lebar itu sangat terlihat bahagia dan ceria, Aris ikut senang melihatnya.Allisya menggeleng. "Ini itu sejuk banget kak. Gak kayak di rumah, panas. Apalagi mama selalu nyalain AC, aku kedinginan tau," jawabnya sedikit kesal.Aris mengangguk faham. "Kalau kamu pake AC terus yang ada masuk angin lagi," Aris sangat tau Allisya tak menyukai angin elektrik yang di salurakan dari listrik pasti akan berakhir masuk angin."Aku di rumah kan pakai sweater kak," tapi Allisya juga tak nyaman memakai sweater setiap harinya, terlalu tertutup dan hangat. Ia ingin sesekali merasakan udara dingin.Akhirnya mereka sampai di sebuah pasar malam. Allisya mena
"Apa? Javas sekarang ada di rumah sakit? Ok ok, makasih banget kabarnya," Gavin tersenyum miring. Ia mendapat telepon dari orang terdekat, dan diantara Aris."Kenapa gue baru tau sekarang kalau Javas sekarat? Haha, gue terlalu fokus buat kabur.""Javas, ucapkan selamat tinggal pada dunia," Gavin tersenyum penuh arti. Ia punya rencana cemerlang untuk mencelakai Javas."Dan kekalahan geng gue, bukan berarti kebahagiaan buat geng lo Aris," hati Gavin merasa tak terima, Aris bermain curang dengan membawa pasukan banyak demi mengalahkan jumlah dan melumpuhkan pasukannya.***"Rif, lo pulang aja. Biar gue aja yang jagain Javas. Ris, lo juga. Pasti bokap lo nyariin. Biarin aja Javas sekarang jadi tanggung jawab gue," ucap Gibran mantap."Titip ya? Gue juga udah ngantuk banget nih. Pingin peluk bantal sama guling," Arif menguap setelahnya, menunggu Javas sadar akhir-akhir ini membuat punggungnya terasa pegal."Ok
Akhirnya Aris sampai di restoran yang Allisya tunjukkan. Matanya menyapu sekeliling, mencari sosok kecil dengan rambut yang tergerai seperti biasanya.Matanya menangkap sosok Allisya yang duduk sendirian. Aris menghampiri Allisya, entah bagaimana ia membuka obrolan. Apalagi kalau sudah lupa dengan janji."Allisya? Kamu disini udah lama ya nungguin aku?"Allisya beralih menatap Aris, matanya terlalu fokus dengan lalu-lalang kendaraan yang melintas.Allisya menyipitkan matanya, memandangi wajah Aris lekat. Ada beberapa lebam dan darah yang mengering disana. Apa Aris tawuran lagi?"Kak?" panggil Allisya serius. Rasanya sudah lelah memberikan nasehat berkali-kali pada Aris masalah tawuran."Iya sya? Kangen? Tau kok, tiap hari kamu juga bilang gitu di chat," Aris hanya menanggapi seadanya. Ia tak tau Allisya tengah khawatir sekarang."Kak Aris tawuran lagi? Kenapa? Memangnya itu gak sakit? Aku aja
"Maaf ya om, tante. Saya gak mau lama-lama, pasti ayah bakalan nyari juga," ujar Aris berpamitan pada Selena dan Allister."Kirain mau disini lebih lama. Tapi gak apa-apa deh," Selena tak rela Aris pamitan secepat itu."Allisya, kamu jangan begadang ya? Jam sembilan langsung tidur, gak usah nonton drakor. Apalagi yang espisodenys gak kelar-kelar," nasehat Aris serius, Allisya langsung berubah masam dan cemberut."Kakak aja begadang, kenapa ngelarang aku?" Allisya bersidekap dada menatap Aris sengit."Itu namanya udah sayang sama kamu sya. Aris gak mau kamu sakit," sahut Allister.Setelah Aris pergi, Allisya melangkahkan kakinya ke kamar. Setelah makan begini, enaknya belajar. Sangat pas untuk kembali berpikir.***Markas Cakrawala.Tepat pukul 6 malam, Gavin menyuruh semua anggotanya berkunpul di markas."Ada apa sih vin? Mau tawuran lagi? Udah kelar kali," celetuk Udin set
Sesampainya di rumah Allisya, sangat kebetulan sekali ada Selena dan beberapa tante-tante arisan yang asik bergosip ria.Terutama saat Allisya turun dari motor Aris. Semua itu tak luput dari perhatian Selena dan teman tante-tantenya."Itu siapanya Allisya? Pacarnya kan?""Ganteng e pean le." (Ganteng banget kamu 'le' untuk panggilan anak laki-laki)."Itu calon suaminya Allisya," ucap Selena memperkenalkan calon mantunya itu."Kapan nikah?""Setelah Allisya lulus, doain aja semuanya berjalan dengan lancar," wajah Selena terpancar kebahagiaan, apalagi Aris sudah di ketahui teman arisannya."Aaamiinn semoga lancar.""Kita doain yang terbaik aja deh Sel.""Mama, aku pulang," Allisya salim pada sang mama."Pingin deh mama cepet-cepet ya punya cu-""Mama! Aku masih sekolah. Bukan kebelet nikah," sela Allisya kesal, selalu saja mamanya itu menginginkan seorang cucu.