Allisya tidak bisa tidur, entah kenapa badannya tidak enak.
"Masa iya aku sakit? Kan gak salah makan," ucapnya. Pola makannya selalu di perhatikan sang mama dan Aris jika di sekolah.
Pandangannya berkunang-kunang. Allisya duduk, memijat pangkal hidungnya.
"Huh, pusing banget. Mana sih minyak telonnya?" Allisya berjalan sempoyongan menuju laci lemarinya.
"Sshh. Gak kuat, apa aku harus panggil mama?"
"Gak deh. Nanti mama ke ganggu lagi sama aku. Shh, aku gak kuat," mata Allisya terpejam, ia pingsan.
***
"Allisya! Ayo sarapan nak," Inez mengetuk pintu kamar Allisya.
Tak ada sahutan.
Inez membuka pintunya. Ia terkejut melihat Allisya tidur di lantai.
"Allisya! Kok tidur di lantai sih sayang. Ayo bangun, gak sekolah kamu?" Inez menepuk pipi Allisya beberapa kali, tapi anaknya itu tak bangun juga.
Inez panik. "Nak! Bangun! Sayang," Inez memapa
"Oh ya, nanti kalian istirahat duluan aja ke kantin. Aku mau nyusul kak Aris di lapangan futsal," ucap Allisya setelah ia selesai menulis materi pelajaran di papan tulis. Kaila mengernyit heran. "Kok gitu? Emangnya kak Aris tanding futsal ya?" "Kita boleh ikutan gak?" sahut Aqila, lumayan liat cogan. Allisya menggeleng. "Jangan, aku kesana kan biar kak Aris ada yang bawain handuk sama minum gitu. Hehe," Allisya terkekeh garing. "Hmm, yang jomblo mah bisa apa atuh," sahut Kaila miris, entah kapan dirinya bisa di kagumi para laki-laki. Mungkin menunggu Daniel dan Luna bermusuhan. "Mohon bersabar kai, mungkin suatu saat kita dapet cowok yang bener," ucap Aqila berdoa, ah semoga saja. Kaila mengangguk. "Aamiin," siapa tau tipenya persis seperti Aris. *** Dengan senyum yang mengembang, Allisya membawakan minuman dingin untuk Aris. Ia juga membawa saputangannya sendiri. Di lap
Suasana kelas 11 Ips 1 ramai. Apalagi jamkos-nya Matematika. Beberapa mulai pesta, ada juga yang mengerjakan tugas dari guru BK, dan memilih bermain game. Kaila mengetukkan penggaris ke papan tulis. Semuanya pun mingkem. "Penting banget! Kurang seminggu lagi kita ujian! Hebat banget kan?" sambil mengumumkan, Kaila menambah kepanikan seisi kelas juga. "Ini nyata kan la?" "La! Jangan becanda deh. Masa secepat itu sih?" "Duh, mana nilai PR gue masih bolong-bolong lagi. Bantuin dong. Ya?" "Nih. Makannya apa-apa kerjain sendiri. Nyontek terus!" Kaila mengangguk. "Jadi kalian belajar aja. Soalnya ada yang kkm-nya 80," rasanya berat menyampaikan pencapaian nilai itu. "Apa?" "Sejarah," jawab Kaila tenang. "Gila! Ya kali sejarah kita dapat 80?" Allisya terkekeh mendengar keluhan mereka. "Itu sih gak belajar dulu. Paling cuman sejarah tokoh sama bangunannya aja," tapi itu terk
Akhirnya satu minggu itu terlewati dengan mudahnya. Saatnya ujian bukan perasaan yang tak ada kepastiannya. Curhat lagi. Kaila nangis bohongan. Tempat duduknya terpisah jauh dari Aqila. Kaila duduk di lantai. Membujuk Aqila agar namanya di ubah saja. "Ya kali, udah bagus Aqila di ubah jadi apa? Karmila?" Kaila terkekeh. "Karmila kan orang gila yang pernah ngejar lo dulu. Gimana tuh kabarnya sekarang?" Aqila berdecak kesal. "Tanya aja sendiri sana," Aqila fokus kembali membaca mata pelajaran yang di ujikan saat ini, apalagi kalau bukan PKN. "Jangan marah la. Becanda kok. Masa gue gak bisa nyontek sama siapa-siapa?" Kringg...kringg Bel masuk berbunyi. Bersamaan dengan Allisya datang dengan langkah penuh semangatnya. Allisya selisih satu bangku dengan Aqila. Guru pengawas pun juga ikutan datang dengan langkah yang mendebarkan. Di tangannya sudah ada tiga map yang terdiri da
Selama perjalanan, hanya keheningan dan sepinya malam. Allisya tak berani membuka pembicaraan."Kamu kenapa bisa ketemu sama Luna sya? Aqila sama Kaila kok gak sama kamu?" tanya Aris memecah keheningan.Allisya gugup, haruskah ia jujur?"Aqila sama Kaila kan pulang duluan sama kak Javas dan kak Arif. Aku masih nyapu kelas kak," jawab Allisya menunduk, ia tak berani memandang mata Aris yang menyipit mencari tau kejujuran.Aris mengernyit. "Bukannya Javas sama Arif lagi ada jam kuliah ya? Tumben banget mau jemput Aqila sama Kaila."Allisya menggeleng. "Aku gak tau kak. Aku takut Luna mencelakai aku. Bahkan kalau kak Aris gak datang, mungkin aku udah mati sekarang."Aris meraih jemari Allisya. "Aku akan selalu ada buat kamu sya. Mulai sekarang, aku bakalan jemput kamu."Allisya menoleh. "Tapi gimana sama kuliah dan kerjaan kakak? Aku gak papa bisa naik taksi atau ojek. Aku gak mau ngerepotin kak Aris."Inilah yan
Ting!Satu pesan lagi. Luna membacanya dengan teliti."Daniel nyuruh orang buat kunci duplikatnya kafe? Lagi otw?" Luna mengetikkan dengan cepat agar anak buahnya itu segera mencegah orang suruhan Daniel sebelum sampai di kafe."Tapi sayangnya Dewi Fortuna berpihak sama aku. Tunggu saja kabar baiknya besok, Allisya. Kamu pasti akan di keluarkan dari sekolah tanpa ada rasa hormat, hahaha," Luna tertawa jahat, biarkan saja Allisya menderita menerima pembalasan dendamnya.***Beni memacu motornya dengan mengebut, ia harus sampai secepatnya. Daniel, pasti sudah menunggu di kafe itu.Tapi di tengah perjalanan, sekelompok pria menghadangnya. Dengan jumlah 8 orang membuat Beni bingung harus melawannya atau kabur."Lo mau kemana? Gak izin dulu nih sama bos kita? Ini wilayah kami.""Maaf," Beni turun dari motornya. "Jalanan ini itu bebas siapa aja mau lewat. Jalan umum, memangnya kalian berhak apa? Gue yaki
Malam hari, Daniel hanya bisa memandangi foto Allisya dengan teman-temannya. Apalagi Aris yang mengusap sudut bibir Allisya. Hati Daniel sakit melihatnya. "Sya, jauhi Aris. Mending sama aku aja. Aris itu gak cinta sama kamu sya," Daniel berbicara pada foto itu, dulu senyum itu miliknya tapi sekarang Aris yang punya. "Meskipun sekarang kamu mencintai Aris. Tapi aku bisa mengambilmu dari dia. Ingat sya, aku udah gila. Gila karena jatuh cinta sama kamu sya," racau Daniel, rambutnya tak tertata rapi, mandi pun tidak. Prank!! Daniel melempar vas bunga dengan kasar. "Kamu hanya milikku Allisya!" teriak Daniel berang, wajahnya memerah. Setelah melihat foto itu, ia sangat emosi. *** Setelah seminggu usai ujian berlalu, saatnya kenaikan kelas serta wisuda bagi kelas 12. Acaranya berlangsung lama, dan wisuda acara paling akhir. Selena dan Inez masih mengobrol di kantin. Pengambila
Allisya menghela nafasnya. Ia melirik jam wekernya. Pukul 11:00 pm. Sudah larut malam matanya sulit untuk tidur. "Amnesia ya aku? Eh insomnia?" Allisya menggaruk rambutnya yang memang gatal. Ting! Allisya menatap ponselnya, sebuah notifikasi dari Aris. Aris Allisya? Udah tdur belum? Tidur sya, ini udah malem. Mikirin siapa sih? Aku ya hehe, duh terlalu percaya diri aku.11:20 pm Allisya tersenyum membaca pesan itu. Anda Bentar lagi tidur kok. Kak Aris kenapa begadang? Gak baik loh buat kesehatan?11:21 pm Aris video call.. "Kenapa kak? Mau curhat ya?" tebak Allisya. Aris terkekeh. "Gak, cuman kangen aja. Bentar kok, aku juga udah mulai ngantuk. Gak lama-lama hehe." "Sya?" "Iya kak Aris?" "Besok mau gak jalan-jalan? Quality time sebelum aku sibuk sama bisnis di perusahaan ayah." Allisya mengangguk. "Mau banget. Sebelum kuliah, kan
Setelah melalui liburan panjang, akhirnya memasuki sekolah lagi dengan kelas barunya. Kaila dan Aqila melihat mading karena setelah kenaikan kelas sudah pasti di acak lagi sesuai nilai ujian. "Gue ada di kelas apa? Pokoknya jangan Ips 5 deh," Kaila sangat serius mencari namanya di 5 kertas yang terpajang itu. Aqila mengernyit heran. "Emang kenapa kalau Ips 5? Ya bagus dong, tau gak? Itu dulu kelasnya mantan kapten basket yang udah lulus. Satu angkatan gitu sama kak Aris, namanya Aldi. Tertarik gak lo?" Kaila cemberut. "Ya gak lah la. Gimana mau tertarik Aldi-nya aja udah lulus. Mana semangat gue." "Eits tapi gak boleh patah semangat gitu dong. Masih ada adiknya yang satu angkatan sama kita. Gak kalah ganteng, namanya Ardy. Kalau aja kak Javas itu gak ngasih harapan apalagi pdkt-in gue udah di embat tuh. Mau gak?" Kaila mengangguk antusias. "Kalau itu sih mau. Emang dia ada di kelas mana?" Aqila menggeleng. "Ca
Di kantin, meskipun tempat duduknya sudah penuh dan terisi, Zahra tetap keukeuh untuk makan satu meja dengan Alvian. Bahkan ia telah mengambil satu kursi punya tukang bakso lebih tepatnya meminjam."Kasihan kursinya di ambil, terus pembelinya mau duduk di tanah gitu?" ujar Kaila menyindir Zahra."Gak apa-apa, nanti juga gue balikin kok. Yang penting, bisa makan bareng sama Alvian. Ya kan sayang?" dengan berani dan percaya dirinya memanggil Alvian sayang.Reaksi Alvian hanya diam saja, tak menganggap kehadiran Zahra.Merasa di abaikan Zahra menawarkan siomay-nya. Menyuapkannya pada Alvian ketika mulut cowok itu terbuka.Zahra tersenyum puas saat Alvian menerima suapannya."Gimana? Pasti enak dong, apalagi di suapin sama cewek cantik kayak aku," ucap Zahra penuh percaya diri.Kaila berdehem. "Gimini? Pisti inik ding. Gak enak! Al, mending muntahin aja deh.""Kai, mana bisa ah. Udah gue ma
Dua perempuan yang kini berbincang di sudut kafe. Sore hari, jam 3. Keduanya membuat janji untuk membicarakan suatu hal yang sangat penting. Salah satunya adalah Luna."Lo kelas duabelas kan sekarang?" tanya Luna pada adik kelasnya itu, termasuk sangat dekat dengan sekolahnya dulu sebelum pindah karena Daniel."Iya. Kenapa? Langsung ke intinya deh. Gue gak mau lama-lama disini. Masih ada urusan lain," jawabnya ketus.Cewek berlensa biru dengan bibir merah muda dan kulit putihnya itu kesal dengan Luna."Gue minta lo pindah ke sekolah itu. Sekolah gue yang sekarang. Gampang kok, asal berduit aja. Gak perlu pinter. Penampilan lo menarik, cocok buat ngehancurin Allisya sama Alvian dan Aris. Gue hanya ingin Allisya di benci sama dua cowok itu.""Terus? Gue mesti ngapain?""Sekolah disana. Tugas lo cuman merebut Alvian dan Aris. Nih, fotonya," Luna menyodorkan dua lembar foto Alvian dan Aris."Kenapa gak dari d
Mengantuk, itulah yang di rasakan penghuni kelas 12 Ips 2 sedang berlangsung live streaming pelajaran Sejarah. Tidur, mencatat hal yang penting di sampaikan oleh guru, bertanya jika kurang mengerti, ada yang sekedar memperhatikan saja.Kaila menguap, lama-lama bosan juga."La," panggil Kaila berbisik. Aqila menoleh dengan wajah suntuknya."Lo pernah gak sih merasa kalau cowok yang kita sukai itu menjauh?" tanya Kaila sekedar iseng, hanya ingin tau bagaimana tanggapan Aqila si otak cerdas.Aqila mengernyit, Kaila sedang galau rupanya.Aqila menggeleng. "Kak Javas gak pernah gitu. Dia selalu ngasih kabar kok. Emangnya lo ada masalah apa sama kak Arif? Apa dia udah nyerah sama lo?"Kaila menggeleng lemah. "Gak tau la. Meskipun terkadang gue bales chatnya galak dan cuek, tapi notifikasi dari dia itu udah bikin hati gue seneng banget."Aqila mengusap bahu Kaila memberikan ketenangan."Sabar aja ka
Pagi ini Allisya datang ke sekolah dengan semangat, Aris mengantarkannya.Sebelum Allisya keluar dari mobil, Aris selalu memberikan bekal buatannya."Gak pedes kok, daripada kamu jajan sembaran di kantin. Yang pinter dan kosentrasi ya?" pesan Aris seperti seorang bapak kepada anaknya.Allisya mengangguk. "Siap! Kak Aris semangat ya kuliahnya."Aris tersenyum. Melihat Allisya se-ceria ini saja membuat hatinya berdesir tak karuan."Makasih. Aku pergi dulu ya? Maaf nanti gak bisa jemput, langsung ke kantor ayah. Kamu bareng sama Gibran aja ya?"Allisya merasa asing dengan nama itu."Gibran siapa kak?""Itu temenku, dia senior sya di geng."Allisya mengangguk. "Iya kak. Aku ke kelas dulu ya? Bye," Allisya melambaikan tangannya.Aris melajukan mobilnya, awal pagi melihat Allisya membuat semangatnya nge-jreng.Di kelas, Allisya menatap horor Kaila dan Aqila. Tapi Al
Malam minggu, moment yang pas untuk berjalan dengan pasangan. Apalagi Aris dan Allisya, keduanya menikmati semilir angin yang dingin dengan suara bisingnya kendaraan. Ya, mereka masih naik motor."Emangnya kamu gak dingin sya?" tanya Aris menatap Allisya di kaca spion motornya, senyum lebar itu sangat terlihat bahagia dan ceria, Aris ikut senang melihatnya.Allisya menggeleng. "Ini itu sejuk banget kak. Gak kayak di rumah, panas. Apalagi mama selalu nyalain AC, aku kedinginan tau," jawabnya sedikit kesal.Aris mengangguk faham. "Kalau kamu pake AC terus yang ada masuk angin lagi," Aris sangat tau Allisya tak menyukai angin elektrik yang di salurakan dari listrik pasti akan berakhir masuk angin."Aku di rumah kan pakai sweater kak," tapi Allisya juga tak nyaman memakai sweater setiap harinya, terlalu tertutup dan hangat. Ia ingin sesekali merasakan udara dingin.Akhirnya mereka sampai di sebuah pasar malam. Allisya mena
"Apa? Javas sekarang ada di rumah sakit? Ok ok, makasih banget kabarnya," Gavin tersenyum miring. Ia mendapat telepon dari orang terdekat, dan diantara Aris."Kenapa gue baru tau sekarang kalau Javas sekarat? Haha, gue terlalu fokus buat kabur.""Javas, ucapkan selamat tinggal pada dunia," Gavin tersenyum penuh arti. Ia punya rencana cemerlang untuk mencelakai Javas."Dan kekalahan geng gue, bukan berarti kebahagiaan buat geng lo Aris," hati Gavin merasa tak terima, Aris bermain curang dengan membawa pasukan banyak demi mengalahkan jumlah dan melumpuhkan pasukannya.***"Rif, lo pulang aja. Biar gue aja yang jagain Javas. Ris, lo juga. Pasti bokap lo nyariin. Biarin aja Javas sekarang jadi tanggung jawab gue," ucap Gibran mantap."Titip ya? Gue juga udah ngantuk banget nih. Pingin peluk bantal sama guling," Arif menguap setelahnya, menunggu Javas sadar akhir-akhir ini membuat punggungnya terasa pegal."Ok
Akhirnya Aris sampai di restoran yang Allisya tunjukkan. Matanya menyapu sekeliling, mencari sosok kecil dengan rambut yang tergerai seperti biasanya.Matanya menangkap sosok Allisya yang duduk sendirian. Aris menghampiri Allisya, entah bagaimana ia membuka obrolan. Apalagi kalau sudah lupa dengan janji."Allisya? Kamu disini udah lama ya nungguin aku?"Allisya beralih menatap Aris, matanya terlalu fokus dengan lalu-lalang kendaraan yang melintas.Allisya menyipitkan matanya, memandangi wajah Aris lekat. Ada beberapa lebam dan darah yang mengering disana. Apa Aris tawuran lagi?"Kak?" panggil Allisya serius. Rasanya sudah lelah memberikan nasehat berkali-kali pada Aris masalah tawuran."Iya sya? Kangen? Tau kok, tiap hari kamu juga bilang gitu di chat," Aris hanya menanggapi seadanya. Ia tak tau Allisya tengah khawatir sekarang."Kak Aris tawuran lagi? Kenapa? Memangnya itu gak sakit? Aku aja
"Maaf ya om, tante. Saya gak mau lama-lama, pasti ayah bakalan nyari juga," ujar Aris berpamitan pada Selena dan Allister."Kirain mau disini lebih lama. Tapi gak apa-apa deh," Selena tak rela Aris pamitan secepat itu."Allisya, kamu jangan begadang ya? Jam sembilan langsung tidur, gak usah nonton drakor. Apalagi yang espisodenys gak kelar-kelar," nasehat Aris serius, Allisya langsung berubah masam dan cemberut."Kakak aja begadang, kenapa ngelarang aku?" Allisya bersidekap dada menatap Aris sengit."Itu namanya udah sayang sama kamu sya. Aris gak mau kamu sakit," sahut Allister.Setelah Aris pergi, Allisya melangkahkan kakinya ke kamar. Setelah makan begini, enaknya belajar. Sangat pas untuk kembali berpikir.***Markas Cakrawala.Tepat pukul 6 malam, Gavin menyuruh semua anggotanya berkunpul di markas."Ada apa sih vin? Mau tawuran lagi? Udah kelar kali," celetuk Udin set
Sesampainya di rumah Allisya, sangat kebetulan sekali ada Selena dan beberapa tante-tante arisan yang asik bergosip ria.Terutama saat Allisya turun dari motor Aris. Semua itu tak luput dari perhatian Selena dan teman tante-tantenya."Itu siapanya Allisya? Pacarnya kan?""Ganteng e pean le." (Ganteng banget kamu 'le' untuk panggilan anak laki-laki)."Itu calon suaminya Allisya," ucap Selena memperkenalkan calon mantunya itu."Kapan nikah?""Setelah Allisya lulus, doain aja semuanya berjalan dengan lancar," wajah Selena terpancar kebahagiaan, apalagi Aris sudah di ketahui teman arisannya."Aaamiinn semoga lancar.""Kita doain yang terbaik aja deh Sel.""Mama, aku pulang," Allisya salim pada sang mama."Pingin deh mama cepet-cepet ya punya cu-""Mama! Aku masih sekolah. Bukan kebelet nikah," sela Allisya kesal, selalu saja mamanya itu menginginkan seorang cucu.