Nayra melirik ke samping. Brandon mengusap bahunya, sambil meneteskan air mata di hadapan pusara Jack dan Rose. “Kita pulang, ya. Jangan sampai mama dan papa sedih, melihat Uncle terus menangis,” ajak Nayra. Ada sesuatu yang membuat hati Nayra juga ikutan sedih saat pamannya itu menangis tersedu karena menyesali perbuatannya selama ini yang sudah membenci papanya. Di perjalanan Nayra hanya terdiam, seperti memikirkan sesuatu. Brandon melirik sekilas sambil melihat jalanan. “Nay, kamu kenapa? Kok, kayaknya ada yang kamu pikirin?”“Eh, enggak kok. Aku Cuma heran kenapa Mama nggak pernah mengijinkan aku dekat dengan papa, bahkan mama bilang tidak ingin aku seperti papa, memangnya papa itu kenapa? Apa karena papa seorang ketua mafia?” “Jangan di pikirkan. Jack dan Rose keduanya sangat menyayangi kamu, Nayra.” “Iya, Uncle. Aku juga sangat menyayangi mereka. Kalau Uncle sendiri apakah sudah terlepas dari dunia mafia?” Brandon terkejut, dia tidak menyangka kalau Nayra akan bertanya tent
Flashback Nayra menemukan secarik kertas yang ada di atas nakas. Kamar hotel itu kosong, tak ada siapa-siapa selain dirinya. Lantas siapa yang menaruh kertas di sana. Apa jangan-jangan itu catatan yang ditinggalkan oleh Jordan. Ia pun mengambil kertas tersebut karena ingin tahu apa yang tertulis di sana. "Nayra, maafkan saya. Jujur, memang saya yang menjebak kamu sewaktu di hotel waktu itu. Minuman yang kamu minum saya beri obat tidur. Malam ini, kejadian yang menimpa kamu pun karena ulah saya. Yang menyuruh Jordan adalah saya, demi bisa membalas sesuatu kepada kamu. Maafkan saya. Kalau boleh, saya akan jelaskan saat bertemu nanti." Di sana juga ditemukan catatan tentang tanggal kapan Nayra harus menemui orang itu. "Ini dari Brandon? Tapi, kenapa dia bisa ada di kamar hotel ini." Nayra memegang kepalanya, lantas memijatnya karena sempat linglung sebentar. "Apa dia melakukan sesuatu ke gue juga semalam?" Namun Nayra memastikan lagi dirinya di kamar mandi. Dia takut kecolongan. S
“COPET! HEI KEMBALIKAN TASKU! BRENGSEK!”"Woyy!!!" Jessy mengumpat tak habis melihat tasnya dibawa lari laki-laki kurus dengan pakaian compang-camping. "Balikin woy! Lo mau duit gue kasih! Tapi jangan tas gueh!" teriaknya sambil berlari mengejar si copet. Lelah berlari, Jessy berjongkok hampir kehabisan napas. Jessy baru saja pulang dari berbelanja, ketika ia hendak mencari kunci mobil, tasnya dirampas paksa oleh seseorang, ia pun segera berteriak keras dan mengejar orang tersebut. "Gila kali, tuh orang larinya cepet amat," ucap Jessy sudah putus asa. Dia yakin ini adalah hari apesnya. Sayangnya, Jessy tak boleh menyerah. Meski orang itu terlalu kencang berlari sehingga Jessica tidak dapat mengejarnya. Di dalam tas itu ada benda-benda penting yang tidak boleh hilang.Entah kebetulan atau apa, tapi Brandon ada di sana saat kejadian kecopetan yang dialami Jessica. Saat itu Brandon melihat pria yang berlari kencang membawa sebuah tas, dari jauh ia juga melihat seorang wanita yang me
Nayra terus terbayang ucapan Marina tadi yang mengatakan dirinya adalah kembaran Maria, ibunda Natasha yang telah meninggal dunia.Lantas dia berpikir mungkin saja Maxime akan teringat kembali akan sosok mendiang istrinya. Bagaimana dengan posisinya sekarang? “Ya Tuhan, bagaimana jika Max ...,” gumamnya sambil memukul kepalanya dengan tangannya. “Jangan berpikir yang tidak-tidak, Nayra!”Misalkan Marina benar-benar kembaran Maria, lalu memiliki sikap yang baik seperti ibu Natasha, tak masalah kalau memang Maxime ingin bersama dengan Marina. Walau mungkin itu artinya dia harus berkorban, yakni mengorbankan perasaan cintanya untuk Maxime. Jessica masih fokus menyetir, ia bingung kenapa sejak tadi Nayra terus tampak gelisah. “Lo kenapa sih, Nay?”Nayra menggelengkan kepalanya, Jessy tidak akan paham perasaannya saat ini, pikirnya. “Nggak kok, gue cuma capek kepengen istirahat, anterin gue pulang, ya.”“Pulang?” Mendadak Jessy tersenyum sumringah, ia teringat bahwa Nayra saat ini t
Maxime terus mengikuti ke mana taksi yang membawa Nayra pergi. Nayra pasti cemburu dan berpikir yang tidak-tidak saat ini.Semua karena kedatangan Marina yang membuat kesalahpahaman itu terjadi. Wanita itu mungkin saja sengaja, pikir Maxime. Ia juga sudah tahu tentang hubungan dirinya dengan Nayra. Marina merupakan tipikal perempuan penganggu dan harus segera ia singkirkan. Seandainya Max masih bisa memakai cara lama saat menyingkirkan orang dengan mudah. Tapi sayangnya Maxime sudah benar-benar keluar dari dunia hitam tersebut. Nayra berhenti di sebuah taman, bukan di apartemennya. Maxime pun segera menghentikan mobilnya, ia berjalan ke arah Nayra, gadis itu duduk sambil memegangi dadanya dengan tangisan yang terisak-isak.Melihat Nayra menangis membuatnya jadi teringat Maria. Dulu, dia sering membuat Maria menangis sendirian karena ulahnya. Maxime bingung, apakah sebegitu menyakitkan? Padahal dia sama sekali tidak memiliki perasaan apa pun terhadap Marina. Meskipun Marina adalah
Apartement Nayra.Entah kenapa saat itu ia ingin mengajak Maxime mengobrol di apartemennya. Karena tidak mungkin kalau ia mengajak Max ke rumah pamannya, Brandon. Saat ini Uncle Nayra itu juga sedang tidak di rumah, karena ada urusan yang tidak tahu apa, Nayra sama sekali tidak tahu apa urusan uncle-nya itu.“Kak, kamu mau minum?”“Tidak usah, Nayra, nanti merepotkan." "Gapapa, aku gak repot kok." Maxime tersenyum. "Kamu duduk saja, Nayra." "Sebentar kok, minum itu gak lama.""Hem, yasudah kalau begitu," jawab Maxime. Nayra duduk di sisi Maxime. “Aku ajak kamu ke sini, karena aku mau mengobrol lebih santai. Kamu nggak apa-apa kan?”Tentu saja Max tidak keberatan, hanya saja ia malah cemas kalau dia tidak dapat menahan diri ketika berdekatan dengan Nayra. Dia berusaha bersikap sebaik mungkin demi menjaga harga diri Nayra. Kalau saja Nayra tahu, sebenarnya saat berdekatan Nayra, libidonya kerap muncul.“Iya, aku enggak masalah kok. Kamu udah nggak marah, kan, sama aku?” tanya M
Maxime mulai ragu ingin menceritakan tentang dirinya pada Nayra. Bukan karena dia meragukan Nayra, atau karena Nayra merupakan orang baru yang masuk ke kehidupannya. Tapi, dia takut kalau Nayra tidak bisa menerima fakta tentang masa lalunya yang jujur belum bisa dia ubah sampai saat ini. Keinginan itu menguat sejak dia bertemu Nayra, hal yang sudah pasti dianggap tabu oleh banyak orang. Tentang orientasi seksnya, atau fetish yang dia miliki. Flashback "Max, kumohon, aku tidak bersedia begini." Gadis itu baru pertama kali tanpa pakaian di depan laki-laki. Hanya di hadapan Maxime, suami yang satu minggu ini menjadi suaminya. "Kau bilang ingin menjadi istriku, dan ingin diperlakukan sebagai seorang istri Maxime. Beginilah caraku memperlakukan wanitaku, Maria." "T-tidak, Max, tapi kenapa aku harus diikat begini." Ada rantai di leher Maria, itu semacam tali yang digunakan untuk hewan peliharaan. Maria merasa dirinya sangat hina sekarang. "Kau malah tampak seksi dengan kostum itu, Saya
Hal itu membuat Maxime mengingat kembali awal mula bagaimana cintanya dapat bersemi untuk Maria. Wanita yang bersabar, menjadi paling sabar menghadapinya. Hanya saja, dia tidak bisa melakukan hal itu pada Nayra. Bisa jadi, Nayra akan lebih ketakutan dibandingkan Maria. Apalagi Nayra adalah penyelamatnya. Karena hanya Nayra yang berhasil lolos kualifikasi sebagai mama baru untuk sang putri, Natasha. Akhirnya Nayra kembali setelah berganti pakaian. Melihat senyum Nayra yang halus membuat Max makin yakin tak akan frontal menceritakan tentang dirinya sekarang. "Maaf ya lama." Nayra duduk di samping Maxime. "Gapapa, apa kamu gak kedinginan. Kenapa malah pakai celana pendek?" tanya Maxime. Nayra mengenakan tank top dan juga celana jeans pendek saja malam itu. "Ah, aku terbiasa begini. Em, apa kamu gak nyaman liatnya? Aku bisa ganti bajunya kok," sahut Nayra kikuk."Oh tidak perlu, Nayra. Kalau kau nyaman itu tidak masalah." Maxime tersenyum santai. Mereka saling melempar senyum beber