Kepulangan seorang pria disambut dengan beberapa pelayan. Masing-masing pelayan mempunyai tugas yang berbeda. Hari ini tidak biasanya Aciel pulang lebih awal.
Dayana yang beberapa hari ini menginap di rumah Aciel pun ikut menyambut putranya.
"El, kamu sudah pulang? Kenapa tidak mengabari lebih awal biar mama masak untuk kamu," ucap Dayana mengikuti ke mana Aciel pergi.
Hening, tidak ada respons dari Aciel. Ini bukan pertama kalinya Dayana diabaikan oleh sang putra.
"Gimana kalau mama pesankan makanan untuk kamu?"
"El mau istirahat," ucap Aciel tanpa menoleh sedikit pun pada Dayana.
Hati ibu mana yang tidak hancur saat melihat anaknya berpaling darinya. Ia tahu Aciel bersikap seperti ini ada alasannya. Namun, sampai kapan Aciel akan seperti ini?
"Ya ampun, Zeline masih di kamar." Dayana menepuk jidatnya dan berlari mengejar Aciel. Namun iya sudah terlambat, Aciel sudah masuk ke dalam kamar.
"Papa El." Teriakan anak kecil bergaun
Sejak pagi Indri sudah sibuk dengan bahan makanan. Wanita itu ingin memasak makanan yang enak untuk Nea hari ini, sup tulang sapi, perkedel, dan ayam goreng kesukaan Nea menjadi menu utama. Tadi pagi Rea sempat meminta dibuatkan bakwan juga, tapi sayang bahan makanan Indri tidak memadai membuat bakwan.“Ma, tepung terigu di warung depan udah habis.” Omar yang harus saja pulang dari warung tetangga memberikan sekantong belanjaan pada Indri.“Rea minta dibuatin bakwan, yaudah mama ke pasar sebentar. Cabe sama bawang juga tinggal sedikit.”Omar mengangguk. “Yaudah, hati-hati. Biar papa bantu buat bumbunya,” ucap Omar yang hendak memasuki dapur.“Nggak usah, papa istiraha—““Udah ke pasar aja sana!” sela Omar.Indri tersenyum dan terburu-buru ke pasar. Jarak pasar dan rumah tidak begitu jauh, Indri memilih untuk berjalan kaki.“Ke mana Bu Indri?” tanya salah sat
"Kenapa kamu nggak cerita dekat sama Nak El?" tanya Indri mulai mengintrogasi Nea."Emangnya ada apa, ma? Kenapa pria berjas itu nganterin kalian sampai rumah? Motor Nea ke mana?""Ceritanya panjang, pa. Pokoknya tadi Nak El yang nolongin mama, terus katanya dia mau jemput Nea karena ban motor Nea bocor."Uhuk! Uhuk!Nea yang sedang makan langsung tersedak. Ban bocor? Seingatnya Aciel yang mengabarinya secara tiba-tiba bahwa dia berada di depan perusahaan tempat Nea wawancara. Aciel juga yang mengatakan untuk meninggalkan motornya di sana karena akan ada yang mengantarkan sampai rumah."Ternyata pria itu ahli dalam berbohong," gumam Nea sambil tersenyum miring."Kamu bilang apa, Ne?""Nggak ada," jawab Nea dengan senyum paksa."Katanya kalian ketemu di seminar? Kok kamu nggak cerita, pas kami tanya siapa dia kemaren kenapa kamu diam aja, Nea?" tanya Indri menggebu-gebu.Ya ampun apalagi ini? Nea tidak tahu berap
Niko memandangi penampilan Nea dari atas sampai bawah. Gadis itu terlihat berbeda dari biasanya. Penampilannya dipercantik dengan senyum bahagia yang tak kendur sedikit pun.“Kenapa?” tanya Nea sembari melihat penampilannya dari atas sampai bawah.“Gue ngerasa ada yang beda,” ucap Niko.“Apa yang beda?”Niko memutar badan Nea dan meneliti satu persatu yang dikenakan oleh Nea hingga menemukan apa yang berbeda.“Baju, kamu beli baju baru?” tanya Niko.Nea membulatkan mulutnya. “Oh baju, hadiah dari temen,” jawab Nea.Jawaban Nea malah membuat Niko memicingkan mata curiga. “Sejak kapan Nea punya teman?”“Sembarangan, emangnya Cuma kamu doang teman aku?” kesal Nea, senyumnya mulai luntur.“Ya nggak gitu, tapi siapa sih? Tapi pilihannya bagus juga, cocok di badan kamu.”Alis Nea terangkat. “Benarkah? Warnanya sangat be
Aciel duduk dengan mata terpejam di dalam mobil. Ia terus mendengar suara anak kecil yang terus bercerita tiada henti, walaupun tidak ada respon sama sekali dari Aciel.“Papa, temen Zee beli mainan baru. Dia beli Barbie yang bisa bicara, bagus banget.” Sepanjang jalan Zee terus bercerita tak peduli bila lawan bicaranya sedang tertidur.“Besok Zee juga ada lomba, tadi udah latihan sama sus.” Zee menggoyangkan tubuh Aciel kuat. “Papa lihat Zee lomba, ya?” pintanya.Mata pria itu terbuka dan menatap wajah kecil Zee. Ia mengelus rambutnya dan berkata, “Papa besok pagi ada rapat, sama sus aja.”Raut wajahnya langsung berubah. Bahunya turun ke bawah dan bibirnya maju beberapa senti.“Padahal Zee pengen papa datang,” lirihnya.“Zee, nanti sus temanin ya? Papa kerja dulu, ya?” Suster yang menjaga Zee mencoba membujuk gadis kecil itu.“Nggak, papa harus datang!&rdquo
“Saya Aciel Cale datang ke rumah ini bermaksud untuk—“Ucapannya menggantung, ia merasa gugup seakan apa yang dilakukannya asli. Padahal ini hanyalah formalitas semata. Sebuah tarikan napas panjang mengawali Aciel kembali berbicara.“Saya bermaksud meminang putri bapak, Nea Halina.” Aciel melihat ke arah Nea yang menunduk. Raut wajah sedih terpampang jelas. Ia teringat akan kata-kata Nea yang ingin menikah dengan orang yang dicintainya.“Kedatangan kami yang mendadak serta maksud dan tujuan datang ke sini dapat diterima dengan baik oleh keluarga Pak Omar,” ucap Aciel setelah memalingkan wajah dari Nea.Omar tersenyum. “Saya senang ada laki-laki yang berniat baik meminang putri saya. Nea memang putri saya, saya yang membesarkannya akan tetapi untuk keputusan ini saya tidak dapat memberikan jawaban. Hanya Nea yang berhak memutuskan,” ucap Omar memegang tangan Nea.Wajah gadis itu terangkat sehingg
Nea berusaha untuk fokus akan tetapi gagal. Nyeri pada perutnya tidak bisa diajak kompromi. Sejak tadi ia terus memegangi perut. Sesekali terdengar suara ringisan kecil dari mulut gadis itu. “Ne, kamu nggak papa?” tanya teman kerja Nea yang duduk bersebelahan dengannya. Kepalanya menggeleng tetapi mulutnya berkata lain. “Iya.” Teman kantor Nea pun merasa bingung. Ia mendekat ke arah gadis itu dan memeriksa suhu tubuhnya, tidak ada yang salah. Suhu tubuhnya normal. “Kamu lagi datang bulan?” bisiknya. Nea mengangguk. “Sebentar aku ambilkan air hangat dulu.” Nea mengangguk. “Mbak Ay, aku tidur bentaran ya.” “Tidur aja, aku pergi ambil bentar.” Ayu teman sekantor Nea pun terburu-buru keluar ruangan untuk mengambilkan air hangat dan obat untuk Nea. Sementara gadis itu sudah merebahkan kepala di atas meja dengan kepala terpejam. “Nea, ini airnya.” Ayu menggoyangkan lengan Nea. “Taruh di atas meja aja, mbak. Nea mau tidur bentaran,” lirihnya. “Oke, tiduran aja. Kerjaan kamu juga ud
Nea memperhatikan seorang gadis kecil yang tengah terbaring lemah di atas ranjang. Hatinya merasa iba melihat kondisi gadis itu, terlebih lagi ia terus mengigau dengan menyebut kata ‘mama’.Tidak mau mengganggu tidur Zee, Nea memilih melihat-lihat kamar gadis kecil itu. Ada banyak sekali foto Zee dipajang di sini, dimulai saat ia memenangkan kontes menggambar, fashion show, ulang tahun, dan masih banyak momen lainnya.“Ternyata Zee anak yang berbakat,” gumam Nea melihat sekumpulan piala milik Zee.“Tapi siapa mereka? Wajah Zee mirip sekali dengan pria yang menggendongnya. Kalau dipikir-pikir Zee tidak mirip dengan Pak El, malahan wanita yang ada di foto ini mirip Pak El.”Nea mulai bertanya-tanya mengenai sebuah foto yang mana memperlihatkan Zee, seorang wanita, dan pria yang menggendong Zee. Mereka lebih mirip sebuah keluarga.“Apakah mereka orang tua Zee? Tapi Pak El?” Nea menggelengkan kepalanya sa
Rumah Nea kini terasa hidup. Suara Zee terdengar hingga ke sudut rumah. Panas Zee langsung turun dan kini gadis itu tengah bermain dengan Rea, sementara Nea sibuk dengan laptopnya di meja makan. Ia mengerjakan pekerjaannya yang tertinggal. “Ne, ibu merasa Nak El adalah malaikat yang datang untuk membantu kita,” ucap Indri setelah tahu mengenai Zee. Mendengar ibunya mengatakan bahwa Aciel malaikat membuat Nea ingin protes. “Kenapa ibu berpikir begitu?” Indri melihat ke arah Nea bingung. “Kenapa tidak? Kamu belum menyadarinya. Tidak ada yang kebetulan, sepertinya kalian memegang berjodoh.” Konsentrasi Nea akan pekerjaan langsung buyar, ia menatap sang ibu. “Tadi malaikat sekarang jodoh, ibu kenapa sih?” kesal Nea. Menurut Nea reaksinya wajar, tetapi berbeda dengan Indri. “Kenapa kamu marah? Kan kalian memang berjodoh.”Nea menggigit bibir bagian bawahnya sambil merutuk di dalam hati. “Kepala Nea sakit banget, Bu. Nggak konsen jadinya.”Indri merasa iba melihat anaknya yang beker