Share

Calon Istri

Penulis: hinatasenja
last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-06 23:31:05

Arman menelisik sosok perempuan yang berdiri menundukkan pandangannya. Isma, gadis itu sudah jauh lebih baik meski beberapa kain kassa masih menempel menutupi bekas lukanya.

Celana training kelonggaran, kaos oblong kebesaran melekat di tubuh mungilnya. Arman mengamati penampilan perempuan yang kata Raffi berasal dari kampung itu. "Benar-benar kampungan," gumam Arman namun masih dapat Isma dan Raffi dengar.

Kemudian, Arman menyisir seluruh sudut ruangan apartemennya. Tidak ada yang berubah, maksudnya tidak ada yang hilang. Arman yakin Isma tidak mencuri atau menyembunyikan barang miliknya selama tinggal di sini.

"Ini uang sebagai ganti rugi, kamu bisa pergi setelah ikut saya ke kantor polisi untuk melakukan wajib lapor," ucap Raffi pada Isma seraya menyodorkan amplop coklat cukup tebal kepadanya.

"Tidak perlu, Pak. Saya sudah diijinkan tinggal di sini juga sudah bersyukur, jadi waktunya saya pulang dan uang itu tidak perlu Bapak kasih lagi." Isma mendorong amplop yang Raffi berikan padanya. Senyum tulus terbit di wajah Isma yang tanpa riasan.

"Kamu butuh uang? Banyak?" Suara Arman menginterupsi adegan tersebut, dia menatap lamat-lamat perempuan itu. "Berapa?"

"Maksud Bapak?"

"Saya akan berikan kamu uang berapa pun, asal kamu lakukan apa yang saya mau."

Raffi yang duduk di sebelah Arman tidak mengerti maksud pria itu. Ada apa dengan Arman? Pikirnya.

"Saya butuh uang, tapi saya lebih butuh pekerjaan Pak."

"Bagus!" tukas Arman menjentikkan telunjuk dan ibu jarinya.

"Pak—" Raffi mencoba mencari maksud perkataan Arman.

"Saya akan berikan 10 juta kalau kamu berhasil melakukan tugas yang saya beri." Arman kemudian menjelaskan semuanya, dia ingin Isma datang ke acara makan malamnya.

"Hanya itu, Pak?" Isma yang tergiur dengan uang 10 juta hampir tidak percaya. Uang 2 juta saja harus dia dapatkan dengan menjual diri, apalagi 10 juta? Tidak mungkin rasanya uang sebanyak itu bisa dia dapatkan cuma-cuma hanya dengan makan malam saja.

"Iya hanya itu," jawab Arman.

Sementara itu, Raffi mulai mengerti ke mana alur pembicaraan mereka. Raffi yakin, Arman akan memanfaatkan Isma untuk menggagalkan perjodohannya dengan Clara.

"Bagaimana?" tanya Arman lagi.

"Hanya makan malam dan saya bisa dapat uang 10 juta?"

Arman berdecih, senyumnya miring mengejek Isma yang matrealistis di matanya. "Hanya itu."

"Mau Pak," jawab Isma tanpa ada keraguan lagi. Pikirnya, Isma akan pulang ke kampung dengan uang 10 juta. Bukankah dia bisa memulai usaha kecil-kecilan dengan uang sebanyak itu? Isma bisa tinggal bersama ibunya tanpa harus merantau lagi.

"Urus dia," kata Arman lalu melenggang pergi meninggalkan Raffi dan Isma.

Sepeninggalan Arman, Raffi mulai sibuk menghubungi beberapa orang. Waktunya hanya tersisa sekitar 6 jam dan Isma harus sudah siap dibawa ke kediaman orang tua Arman.

Lalu, satu jam berlalu dan orang-orang yang Raffi panggil mulai berdatangan. Ada orang dari butik yang membawa beberapa gaun untuk Isma pakai, dan orang dari salon yang akan merias Isma agar penampilannya berubah.

Beberapa kali Isma mencoba gaun, kemudian menggantinya lagi karena menurut Raffi tidak cocok. Dari yang sangat terbuka, sampai yang warnanya tidak elegan.

Lalu, pilihan jatuh kepada gaun panjang dengan lengan pendek berwarna merah maroon. Kulit Isma yang cukup putih begitu cocok dengan gaun tersebut.

"Buat dia secantik mungkin, jangan terlalu tebal tapi harus meninggalkan kesan elegan. Pak Arman tidak suka perempuan yang menor," kata Raffi mengingatkan.

Lelaki itu menunggu di ruang tamu sementara Isma diurus orang-orangnya. Hampir tiga jam lamanya Isma baru keluar.

"Pak!" panggil Isma mengagetkan Raffi yang hampir tertidur karena merasa suntuk. Isma tersenyum kikuk menjinjing sepatu heels di tangannya. "Saya tidak bisa memakai ini, Pak."

"Ah!" Raffi memanggil pegawai salon, "ajari dia pakai itu. Setidaknya untuk malam ini saja dia harus berhasil."

Raffi duduk dengan gelisah, melihat Isma berulangkali terjatuh karena tidak bisa berjalan menggunakan sepatu ber-hak tinggi. Lelaki itu mulai cemas, takut jika Arman tahu kekurangan Isma lelaki itu akan marah.

Bayangkan saja, Arman akan membawa Isma. Entah akan diakui sebagai apa, tapi Raffi yakin Arman tidak akan suka jika Isma sampai mempermalukannya di depan keluarga.

"Ayolah Isma, demi 10 juta!" seru Raffi memberi semangat. "Hanya malam ini, kamu harus bisa dan setelah itu kamu pulang ke kampung halaman!"

Isma juga hampir menyerah, kakinya sampai lecet karena terlalu dipaksakan berjalan. Tapi bayangan uang 10 juta dan hidup bersama ibunya mulai terbayang. Isma menarik napas panjang, dia mengenakan lagi sepatunya.

"Ayo Isma, demi ibu!" Tekadnya kembali kuat, Isma menyemangati dirinya sendiri.

Sampai tiba waktunya, tepat pukul 7 malam Arman menunggu di depan rumah orangtuanya. Rumah mewah berlantai 2 itu dijaga beberapa pengawal. Sebuah mobil sedan berwarna hitam melesat dan berhenti tepat di rumah tersebut. Kemudian, Raffi turun membuka pintu untuk Isma.

Arman mengernyit heran, matanya menyorot pada sosok perempuan yang sedang digandeng oleh Raffi. "Apa dia Isma? Perempuan kampungan itu?"

Sampai lebih dekat, baru Arman yakin jika perempuan yang dia lihat sekarang adalah sama dengan perempuan tadi di apartemennya. Isma berubah 180 derajat. Cantik, dan tidak ada lagi mimik pucat di wajahnya.

"Pak," tegur Raffi menyadarkan Arman dari lamunannya.

"Ayo masuk, kamu boleh tunggu di sini Raf!" Arman mengambil alih lengan Isma, menggandengnya seperti yang Raffi lakukan tadi.

Kemudian, mereka berjalan bersama. Isma tidak bisa membohongi dirinya yang sedang takjub. Ini pertama kalinya dia masuk ke dalam rumah yang begitu besar dan indah. Arsitektur rumah tersebut terlihat indah.

"Jaga mata kamu, atau semua orang akan sadar dari mana kamu berasal!" tekan Arman setengah berbisik.

Isma langsun menunduk, dia merasa malu karena teguran dari Arman. "Maaf, Pak."

"Arman?" Suara lainnya datang menegur.

Arman dan Isma berhenti berjalan, berbalik bersama. "Pa, Ma."

Sepasang lelaki dan wanita paruh baya dengan pakaian formal mendekat dengan tatapan heran kepada keduanya. "Kamu datang sama siapa?"

Arman melirik Isma, tersenyum lebar menghilangkan wajahnya yang kaku dan dingin. Isma sampai melongo, larut dalam senyum lelaki itu. Arman benar-benar menawan, garis ketampanannya meningkat saat dia tersenyum. Isma baru menyadarinya karena beberapa kali mereka bertemu Arman selalu menekuk wajahnya.

"Ehem!" deham Arman sadar akan tatapan Isma yang membuatnya risih. "Kenalin Ma, Pa, ini Isma. Dia ...."

"Pak, Bu. Tamunya sudah di depan." Seorang pelayan datang tiba-tiba.

Perkataan Arman terputus, karena Bagus dan Diajeng langsung mengangguk kepada pelayan itu. "Ayo Arman, Clara sudah datang."

Arman berdesah pelan, dia harus siap dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. "Pa, Ma, ini Isma. Calon istri Arman," ujar Arman menghentikan langkah kedua orangtuanya.

Serupa dengan Bagus dan Diajeng, Isma tak kalah terkejutnya. Dia memandang lekat pada lelaki berhidung mancung di sisinya, genggaman tangan Arman menguat, lelaki itu lagi-lagi tersenyum pada Isma. "Dia perempuan yang sangat Arman cintai."

Bab terkait

  • Marriage Agreement   Saya Mau Dia

    "Jangan bicarakan ini lagi," kata Diajeng mengingatkan Arman. Perempuan itu berbalik, meninggalkan mereka untuk menyambut tamu besarnya.Diikuti Bagus, Diajeng pergi ke teras. Di sana rekan bisnisnya sudah menunggu, juga Clara–gadis yang akan mereka jodohkan dengan Arman."Maaf membuat kalian menunggu," sambut Diajeng memasang senyum terbaik di wajahnya."Tidak apa, Bu."Perempuan cantik dan anggun bernama Clara itu mencium punggung tangan Diajeng dan Bagus bergantian. Orangtuanya, Abimanyu dan Sintia juga ikut menyapa."Ayo masuk," ajak Diajeng menggandeng Sintia–calon besannya.Saat mereka tiba di ruang tamu, keberadaan Arman dengan seorang perempuan tentu saja mengusik rasa penasaran dalam benak Clara dan orangtuanya. Memang belum ada pembicaraan resmi tentang perjodohannya dengan Arman, tapi Clara sudah yakin diadakannya acara malam ini tujuannya untuk itu."Siapa dia, Tan?" tanya Clara."Sekretaris Arman, tadi katanya mereka habis dari tempat klien makanya langsung ke sini," jawa

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-06
  • Marriage Agreement   Mengejar Isma

    "Tapi Pak, busnya sudah berjalan tiga puluh menit yang lalu!" Raffi mengacak rambutnya hingga berantakan. Lelaki itu sedikit menjauhkan ponselnya dari telinga, terdengar amukan Arman karena membiarkan Isma pergi begitu saja. Padahal, mana Raffi tahu kalau lelaki itu masih membutuhkan Isma."Kamu tunggu di sana!"Masih tidak jauh dari terminal, Raffi menunggu Arman seperti yang lelaki itu sarankan. Cukup lama memang karena jarak dari kantor ke terminal sedikit jauh. Dari kaca spion, Raffi melihat mobil kantor datang dari arah belakang.Arman turun dari mobilnya beralih ke mobil yang Raffi bawa, lelaki itu memasang sabuk pengaman lalu berkata, "ayo jalan! Susul dia.""Memang ada apa, Pak?" tanya Raffi seraya menyalakan mesin mobil."Dia harus nikah sama saya!""Apa?" Tercengang Raffi mendengar jawaban Arman.Arman bukan tipe lelaki yang senang menjelaskan sesuatu segala rinci kecuali dia yang menginginkannya. Raffi, sudah bekerja cukup lama dengan Arman. Lelaki itu memilih menutup mulut

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-30
  • Marriage Agreement   Tolong Bantu Saya

    Isma melirik Raffi yang berada di antara dirinya dan Arman, harap-harap Raffi akan memberikan pertanda bahwa Arman sedang bercanda saat ini. Namun pria yang usianya lebih matang itu tidak menunjukkan tanda-tanda mereka sedang menikah."Ayo berkemas!" Suara bariton milik Arman mengagetkan lamunan Isma yang belum menguasai dirinya sepenuhnya."Tidak bisa begitu, Pak. Maaf." Isma kemudian beringsut dari kursi. "Sebaiknya Pak Arman dan Pak Raffi segera pergi, hari sudah mulai sore khawatir kalau kalian kemalaman di jalan.""Saya tidak bisa pergi kalau kamu tidak ikut!" tukas Arman menahan lengan Isma, tepatnya mencengkeram karena sekarang perempuan itu sedikit meringis. Lalu, Arman sadar dan melepaskan tangan Isma. "Ini penting, saya akan membuat tawaran yang lebih dari uang sepuluh juta kemarin!""Pak, ini bukan masalah uang lagi." Isma sekarang mengerti kenapa Arman melakukannya, dia pikir lelaki di hadapannya itu semakin terdesak oleh keadaan dan tekanan dari orangtuanya sehingga melak

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-30
  • Marriage Agreement   Akhirnya Menikah

    Setelah menempuh perjalanan hampir dua jam lamanya, ambulans yang membawa ibunya Isma tiba di rumah sakit. Arman turun dari sedannya yang dikemudikan oleh Raffi, sementara Isma keluar dari mobil rumah sakit di depannya.Wajah Isma menggambarkan kekhawatiran yang mendalam akan keadaan ibunya. Jauh dalam lubuk hatinya, Isma menyudutkan dirinya sendiri. Dia merasa gagal menjadi satu-satunya anak yang seharusnya dapat ibunya andalkan.Dua bulan Isma merantau, dia tidak bisa membawa ibunya berobat. Baru sekarang, itupun ada harga yang harus Isma bayar dengan mengorbankan dirinya terikat pernikahan kontrak dengan Arman."Urus semuanya, Raf." Arman duduk di kursi tunggu, sementara Isma diijinkan dokter masuk ke ruangan dan Raffi pergi ke meja administrasi.Di samping Arman, Eko juga ikut menunggu kakak iparnya yang sedang sakit parah. Dia mengamati Arman diam-diam, ada perasaan aneh dalam dirinya tentang lelaki itu. Tentang pengakuannya perihal Isma dan rencana pernikahan mereka."Berapa bia

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-30
  • Marriage Agreement   Amukan Diajeng

    Raffi menilai Arman terlalu egois dalam hal ini. Seperti sekarang, mereka berada dalam perjalanan menuju ke kota lagi tepat pukul 11 malam.Tentu saja Isma ikut bersama mereka karena Arman terus saja menekan perempuan yang telah dia nikahi beberapa saat yang lalu itu. Di kursi bagian belakang, Isma sedang duduk bersandar. Wajahnya murung, dia lelah tapi tidak bisa tidur.Baru saja tadi pagi kembali ke kampung, lalu dalam satu hari dia kehilangan ibunya sekaligus terikat pernikahan kontrak bersama Arman. Dalam hatinya Isma menyesal, kalau ibunya memang ditakdirkan meninggal dunia hari ini kenapa Tuhan harus membuatnya memilih keputusan menerima tawaran Arman? Karena sekarang semuanya tidak berguna bagi Isma."Isma, kamu lapar?" tanya Raffi merasa cemas dengan keadaannya.Sontak Arman pun ikut melirik perempuan itu. Bukan hanya Isma sebenarnya, dia dan Raffi juga tidak makan seharian karena kejadian serba mendadak ini."Saya tidak lapar, Pak," jawab Isma tanpa membalas tatapan keduanya.

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-30
  • Marriage Agreement   Baru Saja Dimulai

    Mobil berwarna putih itu melesat dengan kecepatan tinggi meninggalkan pelataran rumah Arman membawa kekesalan pemiliknya. Diajeng, mengepalkan tangan menahan semua amarahnya di sana."Sabar Ma," ucap Bagus seraya mengusap bahu sang istri."Ini sudah keterlaluan, Pa. Bagaimana bisa, Arman menikah tanpa sepengetahuan kita. Dia menikahi perempuan itu tanpa restu kita. Arman itu anak kita satu-satunya, argh—""Papa juga sangat marah, tapi kamu tahu karakternya seperti apa 'kan? Arman tidak akan mengikuti keinginan kita begitu saja.""Ck!" Diajeng hanya bisa berdecak sebal seiring semakin jauh kediaman Arman dari jangkauannya.Sementara itu, Arman hendak masuk ke kamarnya tapi dia lupa jika Isma masih ada di ruang kerja. Kemudian, dia pun kembali ke sana."Kamu sudah boleh pergi," kata Arman di ambang pintu namun tidak mendapatkan sahutan. Di sofa, kepala Isma tidak nampak menyembul. Lelaki itu mengedarkan pandangannya, bertanya dalam hati apa Isma sudah keluar dari ruangan tersebut?Karen

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-30
  • Marriage Agreement   Panggilan Baru

    Kabar pernikahan Arman dan Isma akhirnya sampai ke telinga Clara. Gadis berusia 28 tahun dan merupakan penerus perusahaan kosmetik milik orangtuanya itu tidak percaya begitu saja.Clara dan Arman memang belum resmi dijodohkan, Clara hanya tahu orangtuanya dan orang tua Arman memiliki rencana itu. Meski begitu, Clara terlanjur jatuh hati kepada Arman sejak mereka pertama kali bertemu.Karena dihantui rasa penasaran yang mendalam, Clara memutuskan pergi ke kediaman Arman lagi dan ingin memastikan kabar tersebut.Begitu sampai di rumah Arman yang terletak di salah satu kompleks perumahan elit ibukota, Clara langsung menemui petugas keamanan di sana."Di mana Arman?" tanyanya tanpa basa-basi."Pak Arman sudah berangkat ke kantor sama pak Raffi, Mbak.""Ada siapa di dalam?""Istrinya Pak Arman dan bibi."Tanpa permisi, Clara melenggang masuk ke kawasan rumah Arman dan langsung mengetuk pintunya. Tidak perlu menunggu lama, pintu dibuka dari dalam.Seorang gadis mengenakan dress terusan sede

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-02
  • Marriage Agreement   Ulah Diajeng

    Pagi hari, Arman turun dari kamarnya menuju ke meja makan. Dia sudah siap mengenakan jas dan akan pergi ke kantor. Di meja, ada sebuah cangkir berisi kopi yang masih mengepul. Kemudian Arman pun menyeruput kopi tersebut. Dia terdiam sejenak, kembali menyeruputnya merasa-rasa kopi tersebut."Tumben rasanya beda?" gumam Arman menyecap kembali minumannya. Kopi dengan sedikit susu itu biasanya terasa lebih manis, tapi kali ini berbeda di lidahnya."Kenapa, Pak?" tanya Bi Inah kepada Arman."Kopinya enak, tumben tidak terlalu manis.""Bukan Bibi yang buat," bantah Bi Inah. "Mbak Isma tadi yang buatkan soalnya Bibi lagi nyuci.""Isma?"Kemudian orang yang sedang mereka bicarakan keluar dari dapur. Isma tersenyum, dia mengenakan celemek yang membungkus pakaiannya. "Sarapannya sudah siap, Pak. Maksud saya, Mas."Bi Inah tersenyum mesem melihat pengantin baru itu masih tampak kaku. Bi Inah tentu tahu tentang pernikahan yang terjadi di antara Arman dan Isma semenjak Isma pertama kali datang, na

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-03

Bab terbaru

  • Marriage Agreement   Kotak Bekal

    Pulang ke rumah di jam yang sangat larut, Arman terkejut melihat seseorang meringkuk di sofa ruang tamu. Lelaki itu menyipitkan matanya, menelisik sosok yang tampak kecil hanya diterangi cahaya yang berasal dari sela-sela ventilasi.Lalu, saat Arman meraba dan stop kontaknya dinyalakan, lelaki itu tahu bahwa seseorang yang ada di sofa tadi adalah Isma. Gadis itu tertidur di sana, tanpa selimut padahal cuaca cukup dingin ditambah pendingin ruangan yang masih menyala."Kenapa dia tidur di sini?" gumam Arman melepas jasnya yang terasa sesak dan menaruhnya di pinggir sofa yang kosong. Kemudian dia mendekat, berjongkok tepat menghadap ke wajah Isma yang tertidur pulas. "Isma?" bisiknya cukup pelan.Dalam sekali panggilan, Isma langsung mengerjap dan cukup kaget dengan kehadiran Arman yang begitu dekat posisinya. "Mas—" Isma beringsut lalu duduk di sofa sedangkan Arman sudah berdiri sejak tadi."Kamu ngapain tidur di sini? Seperti tidak punya kamar saja," celetuk Arman lalu duduk di sofa la

  • Marriage Agreement   Kekacauan Di Pesta

    Di tengah keramaian dan megahnya pesta ulang tahun pernikahan orangtua Arman, ada seorang gadis yang tengah gugup setengah mati. Isma, dia sedang berada di antara sekumpulan tamu undangan diapit oleh Diajeng dan Clara di sisi kanan kirinya."Ngomong-ngomong, ini siapa?" tanya salah seorang."Asistennya Arman, yang ngurusin keperluan pribadi anak saya." Diajeng menjawabnya, ditimpali kekehan mengejek yang berasal dari Clara."Wah, baik banget Arman. Mau bawa asistennya ke pesta ini. Terus ini siapa?" tanya yang lain lagi, beralih kepada Clara."Ini calon istrinya," sahut Diajeng kemudian memperkenalkan Clara. Tak lupa, dia juga menyebutkan dari mana Clara berasal dan perusahaan apa yang keluarganya miliki. "Selain cantik, Clara ini memang pintar. Dia sekolah di luar negeri, dan akan meneruskan perusahaan Aura Beauty."Padahal ada Isma yang sudah resmi dinikahi oleh Arman tetapi Diajeng tidak sudi untuk mengakuinya. Dibandingkan harus membiarkan semua orang tahu jika Isma sekarang menja

  • Marriage Agreement   Cuma Istri Sementara

    "Ma!"Tiba-tiba, dari arah depan Arman muncul mengejutkan Diajeng dan Isma. Bi Inah yang diam-diam melaporkan kepada lelaki itu karena tidak bisa menghentikan Diajeng."Mama ngapain Isma?" tanya Arman penuh selidik.Meski putra semata wayangnya itu tampak kesal namun Diajeng sama sekali tidak peduli padahal dia baru saja terpergok membuat menantunya sendiri kelelahan dengan pekerjaan rumah.Diajeng pun menghampiri Arman, melipat tangan di dada dan menatap lelaki itu. "Ngapain lagi? Nyuruh istri kamu beres-beres rumah, kenapa memangnya?""Ada Bi Inah yang aku pekerjakan untuk melakukan ini, jadi kenapa Isma juga harus melakukannya?"Mendengar Arman membelanya, Isma terdiam di pojokan kebun. Dia tidak menduga lelaki itu akan kembali dari kantor dan keributan terjadi lagi di antara dirinya dan Diajeng jadi Isma pun mendekat untuk menengahi."Mas, tidak apa-apa.""Tuh denger, kamu saja yang aneh! Mama cumaa ngajarin istri kamu untuk melakukan pekerjaan rumah tapi kamu malah marah!" seru D

  • Marriage Agreement   Ulah Diajeng

    Pagi hari, Arman turun dari kamarnya menuju ke meja makan. Dia sudah siap mengenakan jas dan akan pergi ke kantor. Di meja, ada sebuah cangkir berisi kopi yang masih mengepul. Kemudian Arman pun menyeruput kopi tersebut. Dia terdiam sejenak, kembali menyeruputnya merasa-rasa kopi tersebut."Tumben rasanya beda?" gumam Arman menyecap kembali minumannya. Kopi dengan sedikit susu itu biasanya terasa lebih manis, tapi kali ini berbeda di lidahnya."Kenapa, Pak?" tanya Bi Inah kepada Arman."Kopinya enak, tumben tidak terlalu manis.""Bukan Bibi yang buat," bantah Bi Inah. "Mbak Isma tadi yang buatkan soalnya Bibi lagi nyuci.""Isma?"Kemudian orang yang sedang mereka bicarakan keluar dari dapur. Isma tersenyum, dia mengenakan celemek yang membungkus pakaiannya. "Sarapannya sudah siap, Pak. Maksud saya, Mas."Bi Inah tersenyum mesem melihat pengantin baru itu masih tampak kaku. Bi Inah tentu tahu tentang pernikahan yang terjadi di antara Arman dan Isma semenjak Isma pertama kali datang, na

  • Marriage Agreement   Panggilan Baru

    Kabar pernikahan Arman dan Isma akhirnya sampai ke telinga Clara. Gadis berusia 28 tahun dan merupakan penerus perusahaan kosmetik milik orangtuanya itu tidak percaya begitu saja.Clara dan Arman memang belum resmi dijodohkan, Clara hanya tahu orangtuanya dan orang tua Arman memiliki rencana itu. Meski begitu, Clara terlanjur jatuh hati kepada Arman sejak mereka pertama kali bertemu.Karena dihantui rasa penasaran yang mendalam, Clara memutuskan pergi ke kediaman Arman lagi dan ingin memastikan kabar tersebut.Begitu sampai di rumah Arman yang terletak di salah satu kompleks perumahan elit ibukota, Clara langsung menemui petugas keamanan di sana."Di mana Arman?" tanyanya tanpa basa-basi."Pak Arman sudah berangkat ke kantor sama pak Raffi, Mbak.""Ada siapa di dalam?""Istrinya Pak Arman dan bibi."Tanpa permisi, Clara melenggang masuk ke kawasan rumah Arman dan langsung mengetuk pintunya. Tidak perlu menunggu lama, pintu dibuka dari dalam.Seorang gadis mengenakan dress terusan sede

  • Marriage Agreement   Baru Saja Dimulai

    Mobil berwarna putih itu melesat dengan kecepatan tinggi meninggalkan pelataran rumah Arman membawa kekesalan pemiliknya. Diajeng, mengepalkan tangan menahan semua amarahnya di sana."Sabar Ma," ucap Bagus seraya mengusap bahu sang istri."Ini sudah keterlaluan, Pa. Bagaimana bisa, Arman menikah tanpa sepengetahuan kita. Dia menikahi perempuan itu tanpa restu kita. Arman itu anak kita satu-satunya, argh—""Papa juga sangat marah, tapi kamu tahu karakternya seperti apa 'kan? Arman tidak akan mengikuti keinginan kita begitu saja.""Ck!" Diajeng hanya bisa berdecak sebal seiring semakin jauh kediaman Arman dari jangkauannya.Sementara itu, Arman hendak masuk ke kamarnya tapi dia lupa jika Isma masih ada di ruang kerja. Kemudian, dia pun kembali ke sana."Kamu sudah boleh pergi," kata Arman di ambang pintu namun tidak mendapatkan sahutan. Di sofa, kepala Isma tidak nampak menyembul. Lelaki itu mengedarkan pandangannya, bertanya dalam hati apa Isma sudah keluar dari ruangan tersebut?Karen

  • Marriage Agreement   Amukan Diajeng

    Raffi menilai Arman terlalu egois dalam hal ini. Seperti sekarang, mereka berada dalam perjalanan menuju ke kota lagi tepat pukul 11 malam.Tentu saja Isma ikut bersama mereka karena Arman terus saja menekan perempuan yang telah dia nikahi beberapa saat yang lalu itu. Di kursi bagian belakang, Isma sedang duduk bersandar. Wajahnya murung, dia lelah tapi tidak bisa tidur.Baru saja tadi pagi kembali ke kampung, lalu dalam satu hari dia kehilangan ibunya sekaligus terikat pernikahan kontrak bersama Arman. Dalam hatinya Isma menyesal, kalau ibunya memang ditakdirkan meninggal dunia hari ini kenapa Tuhan harus membuatnya memilih keputusan menerima tawaran Arman? Karena sekarang semuanya tidak berguna bagi Isma."Isma, kamu lapar?" tanya Raffi merasa cemas dengan keadaannya.Sontak Arman pun ikut melirik perempuan itu. Bukan hanya Isma sebenarnya, dia dan Raffi juga tidak makan seharian karena kejadian serba mendadak ini."Saya tidak lapar, Pak," jawab Isma tanpa membalas tatapan keduanya.

  • Marriage Agreement   Akhirnya Menikah

    Setelah menempuh perjalanan hampir dua jam lamanya, ambulans yang membawa ibunya Isma tiba di rumah sakit. Arman turun dari sedannya yang dikemudikan oleh Raffi, sementara Isma keluar dari mobil rumah sakit di depannya.Wajah Isma menggambarkan kekhawatiran yang mendalam akan keadaan ibunya. Jauh dalam lubuk hatinya, Isma menyudutkan dirinya sendiri. Dia merasa gagal menjadi satu-satunya anak yang seharusnya dapat ibunya andalkan.Dua bulan Isma merantau, dia tidak bisa membawa ibunya berobat. Baru sekarang, itupun ada harga yang harus Isma bayar dengan mengorbankan dirinya terikat pernikahan kontrak dengan Arman."Urus semuanya, Raf." Arman duduk di kursi tunggu, sementara Isma diijinkan dokter masuk ke ruangan dan Raffi pergi ke meja administrasi.Di samping Arman, Eko juga ikut menunggu kakak iparnya yang sedang sakit parah. Dia mengamati Arman diam-diam, ada perasaan aneh dalam dirinya tentang lelaki itu. Tentang pengakuannya perihal Isma dan rencana pernikahan mereka."Berapa bia

  • Marriage Agreement   Tolong Bantu Saya

    Isma melirik Raffi yang berada di antara dirinya dan Arman, harap-harap Raffi akan memberikan pertanda bahwa Arman sedang bercanda saat ini. Namun pria yang usianya lebih matang itu tidak menunjukkan tanda-tanda mereka sedang menikah."Ayo berkemas!" Suara bariton milik Arman mengagetkan lamunan Isma yang belum menguasai dirinya sepenuhnya."Tidak bisa begitu, Pak. Maaf." Isma kemudian beringsut dari kursi. "Sebaiknya Pak Arman dan Pak Raffi segera pergi, hari sudah mulai sore khawatir kalau kalian kemalaman di jalan.""Saya tidak bisa pergi kalau kamu tidak ikut!" tukas Arman menahan lengan Isma, tepatnya mencengkeram karena sekarang perempuan itu sedikit meringis. Lalu, Arman sadar dan melepaskan tangan Isma. "Ini penting, saya akan membuat tawaran yang lebih dari uang sepuluh juta kemarin!""Pak, ini bukan masalah uang lagi." Isma sekarang mengerti kenapa Arman melakukannya, dia pikir lelaki di hadapannya itu semakin terdesak oleh keadaan dan tekanan dari orangtuanya sehingga melak

DMCA.com Protection Status